Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH AGAMA HINDU

KELUARGA SAKINAH

NAMA KELOMPOK :
1. NENGAH PRIZAL
2. MADE WARDIRIAWAN
3. FITRI HERMA DEWI
4. NILUH PUTU WINANTI

SMA NEGERI 1 LADONGI


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”

Asung Kertha Wara Nugraha saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas
berkat rahmatnyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Wiwaha” selesai tepat pada
waktunya.

Tentu saja dalam penyelesaian makalah ini saya selaku penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak yang telah membantu saya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon saran dan kritik dari
pembaca demi menyempurnakan makalah ini di kemudian hari.

“Om Shantih, Shantih, Shantih Om”

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................1

C. Tujuan .......................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pawiwahan..............................................................................................................2

B. Tujuan Wiwaha Menurut Agama Hindu....................................................................................3

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................................6

B. Saran....................................................................................................................................... 6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan adalah adanya ikatan antara dua orang, pria dan wanita secara lahir bathin, bertujuan
membentuk rumah tangga bahagia. Perkawinan berhubungan erat dengan agama, Perkawinan bukan
hanya mempunyai unsur jasmani tapi juga rohani.

Wiwaha identik dengan upacara yadnya menyebabkan hukum hindu juga sebagai dasar persyaratan
dalam pelaksanaan perkawinan. Legalnya upacara perkawinan harus ditandai dengan pelaksanaan ritual,
yaitu upacara wiwaha minimal upacara byakala.

B. Rumusan Masalah

Dalam pembuatan makalah ini kami menentukan beberapa pokok permasalahan yang kami
jadikan sebagai acuan dalam proses penyusunannya nanti. Adapun masalah-masalah yang akan kami
kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian Pawiwahan?

2. Apa Tujuan Wiwaha Menurut Agama Hindu?

C. Tujuan

Dari berbagai permasalan diatas kami memiliki suatu dasar atau tujuan yang ingin kami capai
dalam penyusunan makalah ini. Adapun tujuan yang telah kami tentukan yaitu :

1. Untuk mengetahui pengertian Pawiwahan

2. Untuk mengetahui Tujuan Wiwaha Menurut Agama Hindu

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pawiwahan

Dari sudut pandang etimologi atau asal katanya, kata pawiwahan berasal dari kata dasar “ wiwaha”.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata wiwaha berasal dari bahasa sansekerta yang
berarti pesta pernikahan; perkawinan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:1130).

Pengertian pawiwahan secara semantik dapat dipandang dari sudut yang berbeda beda sesuai
dengan pedoman yang digunakan. Pengertian pawiwahan tersebut antara lain : Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1, dijelaskan pengertian perkawinan yang berbunyi :“Perkawinan
ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.”

Dalam Buku Pokok Pokok Hukum Perdata dijelaskan tentang definisi perkawinan sebagai berikut :
“Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang
lama.” (Subekti, 1985: 23).

Menurut Wirjono Projodikoro, perkawinan merupakan hubungan hukum antara seorang pria dengan
seorang wanita, untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui Negara (Sumiarni, 2004: 4).

Dipandang dari segi sosial kemasyarakatan tersebut, maka Harry Elmer Barnes mengatakan
Perkawinan ( wiwaha) adalah social institution atau pranata sosial yaitu kebiasaan yang diikuti resmi
sebagai suatu gejala-gejala sosial. Tentang pranata sosial untuk menunjukkan apa saja bentuk tindakan
sosial yang diikuti secara otomatis, ditentukan dan diatur dalam segala bentuk untuk memenuhi
kebutuhan manusia, semua itu adalah institution (Pudja, 1963: 48).

Ter Haar menyatakan bahwa perkawinan itu menyangkut persoalan kerabat, keluarga, masyarakat,
martabat dan pribadi dan begitu pula menyangkut persoalan keagamaan. Dengan terjadinya
perkawinan, maka suami istri mempunyai kewajiban memperoleh keturunan yang akan menjadi
penerus silsilah orang tua dan kerabat. Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti
suatu ikatan antara pria dengan wanita sebagai suami istri untuk maksud mendapatkan keturunan dan
membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan
hukum adat yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan pihak suami. Bukan itu saja,
menurut hukum adat, perkawinan dilaksanakan tidak hanya menyangkut bagi yang masih hidup tapi

2
terkait pula dengan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Oleh karena itu, dalam setiap upacara
perkawinan yang dilaksanakan secara adat menggunakan sesaji-sesaji meminta restu kepada leluhur
mereka. (Sumiarni, 2004:4).

Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I-XV dijelaskan
bahwa :

“Perkawinan ialah ikatan sekala niskala (lahir bathin) antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal (satya alaki rabi)
“(Parisada Hindu Dharma Pusat, 1985: 34).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa : pawiwahan adalah
ikatan lahir batin (sekala dan niskala ) antara seorang pria dan wanita untuk membentuk keluarga
bahagia dan kekal yang diakui oleh Hukum Negara, Agama dan Adat.

Pengertian Keluarga Sakinah dalam Agama Hindu

Keluarga Sakinah merupakan keluarga yang baik, damai, bahagia, sejahtera, tentram dan
memiliki anak yang suputra.

B. Tujuan Wiwaha Menurut Agama Hindu

Pada dasarnya manusia selain sebagai mahluk individu juga sebagai mahluk sosial, sehingga mereka
harus hidup bersama-sama untuk mencapai tujuan - tujuan tertentu. Tuhan telah menciptakan manusia
dengan berlainan jenis kelamin, yaitu pria dan wanita yang masing-masing telah menyadari perannya
masing-masing.

Telah menjadi kodratnya sebagai mahluk sosial bahwa setiap pria dan wanita mempunyai naluri untuk
saling mencintai dan saling membutuhkan dalam segala bidang. Sebagai tanda seseorang menginjak
masa ini diawali dengan proses perkawinan. Perkawinan merupakan peristiwa suci dan kewajiban bagi
umat Hindu karena Tuhan telah bersabda dalam Manava dharmasastra IX. 96 sebagai berikut :

Prnja nartha striyah srstah samtarnartham ca manavah

Tasmat sadahrano dharmah crutam patnya sahaditah”

“Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah, laki-laki itu diciptakan. Upacara
keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk dilakukan oleh suami dengan istrinya.” (Pudja
dan Sudharta, 2002: 551).

Menurut I Made Titib dalam makalah “Menumbuhkembangkan Pendidikan Agama pada Keluarga”
disebutkan bahwa tujuan perkawinan menurut agama Hindu adalah mewujudkan 3 hal berikut, yaitu :
Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan Dharma yang meliputi semua
aktivitas dan kewajiban agama seperti melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña

3
dapat dilaksanakan secara sempurna.

Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan amanat dan kewajiban
kepada leluhur. Melalui Yajña dan lahirnya putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi
hutang jasa kepada leluhur (Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).

Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-kepuasan lainnya (Artha dan
kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan Dharma.

Lebih jauh lagi, sebuah perkawinan ( wiwaha) dalam agama Hindu dilaksanakan untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sesuai dengan Undang - Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 pasal 1 yang dijelaskan bahwa perkawinan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk keluarga
( rumah tangga) yang bahagia dan kekal. Maka dalam Agama Hindu sebagaimana diutarakan dalam kitab
suci Veda perkawinan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam hidup
manusia. Hal tersebut disebutkan dalam kitab Manava Dharmasastra IX. 101-102 sebagai berikut :

“Anyonyasyawayabhicaroghaweamarnantikah,

Esa dharmah samasenajneyah stripumsayoh parah”

“Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya ini harus dianggap
sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri.”

“Tatha nityam yateyam stripumsau tu kritakriyau,

Jatha nabhicaretam tau wiyuktawitaretaram”

“Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan, mengusahakan dengan
tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara
satu dengan yang lain.” (Pudja, dan Sudharta, 2002: 553).

Berdasarkan kedua sloka di atas nampak jelas bahwa Agama Hindu tidak menginginkan adanya
perceraian. Bahkan sebaliknya, dianjurkan agar perkawinan yang kekal hendaknya dijadikan sebagai
tujuan tertinggi bagi pasangan suami istri. Dengan terciptanya keluarga bahagia dan kekal, maka
kebahagiaan yang kekal akan tercapai pula. Ini sesuai dengan ajaran Veda dalam kitab Manava Dharma
sastra III. 60 , sebagai berikut :

“Samtusto bharyaya bharta bharta tathaiva ca,

Yasminnewa kule nityam kalyanam tatra wai dhruwam”

“Pada keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula sang istri terhadap
suaminya, kebahagiaan pasti kekal.” ( Pudja dan Sudharta, 2002: 148).

4
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan wiwaha menurut Agama Hindu adalah
mendapatkan keturunan dan menebus dosa para orang tua dengan menurunkan seorang putra yang
suputra sehingga akan tercipta keluarga yang bahagia di dunia (jagadhita) dan kebahagiaan kekal
(moksa).

5
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa : pawiwahan adalah ikatan lahir batin
(sekala dan niskala ) antara seorang pria dan wanita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal yang
diakui oleh Hukum Negara, Agama dan Adat.

Dapat disimpulkan pula bahwa tujuan wiwaha menurut agama Hindu adalah mendapatkan keturunan
dan menebus dosa para orang tua dengan menurunkan seorang putra yang suputra sehingga akan
tercipta keluarga yang bahagia di dunia (jagadhita) dan kebahagiaan kekal (moksa).

Sementara itu, perceraian dalam Hindu, selain berdasarkan keputusan pengadilan, keputusan dari
Hukum Adat Bali juga berperan penting dalam mengesahkan perceraian itu. Dalam proses perceraian,
pasangan yang akan bercerai harus menyelesaikan perceraian secara adat dahulu, baru kemudian dapat
mengajukannya ke pengadilan untuk mendapat keputusan. Sedangkan hak asuh anak dalam Agama
Hindu diatur dan disesuaikan dengan peraturan di negara yang bersangkutan.

B. Saran

Sebelum melakukan perkawinan hendaknya dipikirkan dengan matang, agar tidak sampai terjadi
adanya perceraian. Dan apabila terpaksa menggunakan jalur perceraian, hendaknya memikirkan
dampak baik dan buruknya terhadap hubungan Anda, keluarga, diri sendiri, dan mental anak (jika sudah
punya anak).

Anda mungkin juga menyukai