Anda di halaman 1dari 153

BUPATI KOLAKA TIMUR

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN BUPATI KOLAKA TIMUR


NOMOR 53 TAHUN 2022

TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KOLAKA TIMUR
TAHUN ANGGARAN 2023

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI KOLAKA TIMUR,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka efisiensi, efektivitas dan


tertib pengelolaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah serta untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 51 ayat (5) Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah juncto Pasal 3
ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun
2020 tentang Harga Satuan Regional, perlu
menyusun Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan


sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Bupati Kolaka Timur
tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);

1
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5040);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
183, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6398;
10. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2013 tentang
Pembentukan Kabupaten Kolaka Timur di
Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5401);
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
224, Tambahan Negara Republik Indonesia
Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dua
kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas

2
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000
tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4585);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4614);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5533);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017
tentang Hak Keuangan dan Administratif
Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 106, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 6057);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6322);
19. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020
tentang Standar Harga Satuan Regional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 57);
20. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2022
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 63);
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80
Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk

3
Hukum Daerah, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor
120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80
Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 157);
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77
Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Daerah ( Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1781 );
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84
Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2023 ( Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 972 );
24. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2021
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Kolaka Timur 21 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah Kabupaten Kolaka Timur
(Lembaran Daerah Tahun 2018 Nomor 3);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : Peraturan Bupati Kolaka Timur Tentang Pedoman


Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun Anggaran
2023.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:


1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur.
2. Bupati adalah Bupati Kolaka Timur.
3. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Kolaka
Timur.
4. Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Daerah Kabupaten Kolaka
Timur.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kolaka Timur.
6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Timur.
7. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

4
8. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggung-jawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah.
9. Kewenangan Daerah adalah kewenangan daerah Kabupaten Kolaka
Timur sebagai daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.
10. Perangkat Daerah adalah Orang/Lembaga pada Pemerintah Daerah
Kabupaten Kolaka Timur yang bertanggung jawab kepada Bupati
dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Badan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja,
Kecamatan, Kelurahan dan Unit Pelaksana Teknis Daerah sesuai
dengan kebutuhan daerah.
11. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
12. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi
bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
13. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat
SKPKD adalah Perangkat Daerah pada pemerintah daerah selaku
pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan
pengelolaan keuangan daerah.
14. Biaya penunjang Operasional adalah biaya untuk mendukung
pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
15. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Kepala
Daerah yang karena Jabatannya mempunyai kewenangan
menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan Keuangan Daerah.
16. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disebut PPKD
adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak
sebagai Bendahara Umum Daerah.
17. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disebut BUD adalah
PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum
daerah.
18. Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disebut Kuasa
BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan
sebagian tugas BUD.
19. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat
Pemegang Kewenangan Pengguna Anggaran untuk melaksanakan
tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.
20. Pengguna barang adalah Pejabat Pemegang Kewenangan
Penggunaan barang milik daerah.
21. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah
Pejabat yang diberi Kuasa untuk melaksanakan sebagian
kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian
tugas dan fungsi SKPD.
22. Pejabat Pembuat Komitmen selanjutnya di sebut PPK adalah Pejabat
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Dalam pelaksanaan APBD/APBD-P, PPK dijabat oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
23. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disebut
PPK-SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha
keuangan SKPD.
24. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK
adalah pejabat pada Unit Kerja di SKPD yang melaksanakan satu

5
atau beberapa kegiatan dari suatu Program sesuai dengan bidang
tugasnya.
25. Bendahara Penerimaan adalah Pejabat Fungsional yang ditunjuk
untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggung jawabkan uang pendapat daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada SKPD.
26. Bendahara Pengeluaran adalah Pejabat Fungsional yang ditunjuk
menerima, menyimpan, membayarkan menatausahakan, dan
mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja daerah
dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
27. Bendahara Penerimaan Pembantu adalah Pejabat Fungsional yang
ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang
pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
28. Bendahara Pengeluaran Pembantu adalah Pejabat Fungsional yang
ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan,
dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja
daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
29. Pengurus Barang Milik Daerah adalah pegawai yang diserahi tugas
untuk mengurus barang daerah dalam proses pemakaian yang ada
di setiap satuan kerja perangkat daerah/unit kerja.
30. Pengelola Barang Milik Daerah selanjutnya disebut pengelola adalah
pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab melakukan
koordinasi pengelolaan barang milik daerah.
31. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD
adalah tim yang dibentuk dengan keputusan Kepala Daerah dan
dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang mempunyai tugas menyiapkan
serta melaksanakan kebijakan Kepala Daerah dalam rangka
penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana
daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.
32. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan
uang daerah yang ditentukan oleh Kepala Daerah untuk
menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk
membayar seluruh pengeluaran daerah pada Bank yang ditetapkan.
33. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
34. Pengeluarah Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
35. Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
36. Belanja Daerah adalah Kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
37. Surplus Anggaran Daerah adalah selisih lebih antara pendapatan
daerah dan belanja daerah.
38. Defisit Anggaran Daerah adalah selisih kurang antara pendapatan
daerah dan belanja daerah.
39. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-
tahun anggaran berikutnya.
40. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SILPA
adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran
selama satu periode anggaran.
41. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada
pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat
dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya
yang sah.

6
42. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah
daerah dan/atau kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai
dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan,
perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
43. Biaya Tidak Terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa/tanggap darurat dalam rangka pencegahan dan
gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi
terciptanya keamanan dan ketertiban di daerah dan tidak
diharapkan berulang, seperti penanggulangan bencana alam dan
bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun sebelumnya
yang didukung dengan bukti-bukti yang sah.
44. Dana cadangan adalah dana yang disisipkan guna mendanai
kegiatan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat
dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
45. Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah
daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya,
perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan,
yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak
wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang
bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah
daerah.
46. Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari
pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau
masyarkat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif
yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya
resiko sosial.
47. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat
menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung
oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai
dampak krisis sosial, krisisi ekonomi, krisis politik, fenomena alam
dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial
akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
48. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkap NPHD
adalah naskah perjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah antara pemerintah daerah dengan
penerima hibah.
49. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat
ekonomis seperti bunga, deviden, royalti, manfaat sosial dan/atau
manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan
pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyrakat.
50. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat
DPA-SKPD merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan
belanja setiap SKPD yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh
pengguna anggaran.
51. Anggaran kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang
bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk
mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai
pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
52. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah
dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan
kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.
53. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP
adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk
mengajukan permintaan pembayaran.

7
54. SPP Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk
permintaan uang muka kerja yang bersifat pengisian kembali
(Revolving) yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran
langsung.
55. SPP Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-GU
adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk
permintaan pengganti uang persediaan yang tidak dapat dilakukan
dengan pembayaran langsung.
56. SPP Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-TU
adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk
permintaan tambahan uang persediaan guna melaksanakan
kegiatan SPKD yang bersifat mendesak dan tidak dapat digunakan
untuk pembayaran langsung dan uang persediaan.
57. SPP Langsung untuk pengadaan barang dan jasa yang selanjutnya
disingkat SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran atau
bendahara pengeluaran pembantu untuk permintaan pembayaran
langsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian kontrak kerja
atau surat perintah kerja lainnya dengan jumlah, penerima,
peruntukan dan waktu pembayaran tertentu yang dokumennya
disiapkan oleh PPTK.
58. SPP Langsung untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang
selanjutnya disingkat SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan
adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk
pembayaran gaji dan tunjangan dengan jumlah, penerima,
peruntukan, dan waktu pembayaran tertentu.
59. SPP Langsung PPKD yang selanjutnya disingkat SPP-LS PPKD
adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran PPKD
untuk permintaan pembayaran atas transaksi-transaksi yang
dilakukan PPKD dengan jumlah, penerima, peruntukan, dan waktu
pembayaran tertentu.
60. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah
dokumen yang digunakan/diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas
bebas pengeluaran DPA-SKPD.
61. Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya
disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas
beban-beban pengeluaran DPA-SKPD yang dipergunakan sebagai
uang persediaan untuk mendanai kegiatan.
62. Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya
disingkat SPM-GU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas
beban pengeluaran DPA-SKPD yang dananya dipergunakan untuk
mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan.
63. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang
selanjutnya disingkat SPM-TU adalah dokumen yang diterbitkan
oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD, karena
kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang
persediaan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan.
64. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat
SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas
beban pengeluaran DPA-SKPD kepada pihak ketiga.

8
65. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D
adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang
diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM.
66. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
67. Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan
barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
68. Barang daerah adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian,
yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang
jadi/peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna
barang/jasa.
69. Pemegang barang adalah mereka yang ditugaskan untuk menerima,
menyimpan dan mengeluarkan barang-barang milik daerah yang
diangkat dengan Keputusan Kepala Daerah untuk masa 1 (satu)
tahun anggaran dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah
melalui atasan langsungnya.
70. Pengguna Barang adalah mereka yang ditugaskan mengelola barang
dalam pemakaian pada SKPD.
71. Barang Daerah adalah semua barang berwujud milik daerah yang
berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya
atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah.
72. Pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut
pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh
barang/jasa oleh SKPD yang prosesnya dimulai dari perencanaan
kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk
memperoleh barang/jasa.
73. Kelompok Kerja/Panitia pengadaan adalah tim yang ditetapkan oleh
Bupati atas usul pengguna anggaran untuk melaksanakan
pemilihan penyedia barang/jasa.
74. Pejabat pengadaan adalah personil yang memiliki sertifikat keahlian
pengadaan barang/jasa yang melaksanakan pengadaan
barang/jasa.
75. Panitia/Pejabat penerima hasil pekerjaan adalah panitia/pejabat
yang ditetapkan oleh Bupati yang bertugas memeriksa dan
menerima hasil pekerjaan.
76. Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit
organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengadaan
barang/jasa di SKPD yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri
atau melekat pada unit yang sudah ada.
77. Swakelola adalah pengadaan barang/jasa dimana pekerjaannya
direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh pengguna
anggaran sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah
dan/atau kelompok masyarakat.
78. Dokumen pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh
kelompok kerja ULP/pajabat pengadaan yang memmuat informasi
dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam proses
pengadaan barang/jasa.
79. Kontrak pengadaan barang/jasa yang selanjutnya disebut kontrak
adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia barang/jasa
atau pelaksana swakelola.
80. Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa adalah tanda bukti
pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan
profesi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

9
81. Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan, adalah jaminan
tertulis yang bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat
(unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan
Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh Penyedia
Barang/Jasa kepada PPK/Kelompok Kerja ULP untuk menjamin
terpenuhinya kewajiban Penyedia Barang/Jasa.
82. Pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah Pengadaan
Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi
informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
83. Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut
LPSE adalah unit kerja yang dibentuk untuk menyelenggarakan
sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
84. Portal Pengadaan Nasional adalah pintu gerbang sistem informasi
elektronik yang terkait dengan informasi Pengadaan Barang/Jasa
secara nasional yang dikelola oleh LKPP.
85. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah
dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan
pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu)
tahun.
86. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat
PPAS adalah rancangan program prioritas dan patokan batas
maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap
program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD setelah
disepakati DPRD.
87. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-
SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD
serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.

MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP


Pasal 2
1. Maksud dari Peraturan Bupati ini adalah sebagai Pedoman dalam
Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023.
2. Tujuan dari Peraturan Bupati ini adalah untuk meningkatkan
kinerja ASN dan Non ASN agar pelaksanaan kegiatan lebih efektif
dan efisien untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

BAB II
KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 3
1. Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan

10
2. Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai
kewenangan:
a. menyusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda
tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
b. mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan
Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda
tentang pertanggungiawaban pelaksanaan APBD kepada
DPRD untuk dibahas bersama;
c. menetapkan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah mendapat
persetujuan bersama DPRD;
d. menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah;
e. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak
terkait Pengelolaan Keuangan Daerah yang sangat
dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
f. menetapkan kebijakan pengelolaan APBD;
g. menetapkan KPA;
h. menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara
Pengeluaran;
i. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah;
j. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
Utang dan Piutang Daerah;
k. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas
tagihan dan memerintahkan pembayaran;
l. menetapkan pejabat lainnya dalam rangka Pengelolaan
Keuangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
m. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Selain kewenangan di atas, terdapat kewenangan lain yaitu paling
sedikit menetapkan bendahara penerimaan pembantu, bendahara
pengeluaran pembantu, bendahara bantuan operasional sekolah,
bendahara BLUD, bendahara unit organisasi bersifat khusus
dan/atau bendahara khusus lainnya yang diamanatkan
peraturan perundang-undangan;
4. Dalam melaksanakan kekuasaan Kepala Daerah melimpahkan
sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban, serta pengawasan Keuangan Daerah kepada
Pejabat Perangkat Daerah dengan memperhatikan sistem
pengendalian internal yang didasarkan pada prinsip pemisahan
kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan menerima
atau mengeluarkan uang. Pelimpahan kekuasaan ditetapkan
dengan keputusan Kepala Daerah

11
5. Pejabat Perangkat Daerah terdiri atas:
a. sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan
daerah;
b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan
c. kepala SKPD selaku PA

Bagian Kedua
Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 4
1. Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan
daerah mempunyai tugas:
a. koordinasi dalam pengelolaan keuangan daerah;
b. koordinasi di bidang penyusunan rancangan APBD,
rancangan perubahan APBD, dan rancangan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
c. koordinasi penyiapan pedoman pelaksanaan APBD;
d. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD;
e. koordinasi pelaksanaan tugas lainnya di bidang pengelolaan
keuangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan; dan
f. memimpin TAPD.

2. Koordinasi dalam pengelolaan keuangan daerah paling sedikit


meliputi:
a. koordinasi dalam penyusunan sistem dan prosedur
pengelolaan keuangan daerah;
b. koordinasi dalam penyusunan kebijakan akuntansi
pemerintah daerah;
c. koordinasi dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah
daerah.
3. Koordinator pengelolaan keuangan daerah dalam pelaksanaan
tugasnya bertanggung jawab kepada kepala daerah.
4. Koordinator dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan
terkait dengan peran dan fungsi sekretaris daerah membantu
Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan daerah termasuk
Pengelolaan Keuangan Daerah.

Bagian Ketiga
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Pasal 5
1. Kepala SKPKD selaku PPKD adalah Kepala SKPD yang
melaksanakan unsur penunjang urusan pemerintahan pada
pemerintah daerah yang melaksanakan pengelolaan keuangan
daerah. Kepala SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas:

12
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
keuangan daerah;
b. menyusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda
tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah
diatur dalam Perda;
d. melaksanakan fungsi BUD; dan
e. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang:
a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA-SKPD;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan
dan pengeluaran kas daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. menetapkan anggaran kas dan SPD;
g. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan
atas nama pemerintah daerah;
h. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan
daerah;
i. menyajikan informasi keuangan daerah; dan
j. melakukan pencatatan dan pengesahan dalam hal penerimaan
dan pengeluaran daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, tidak dilakukan melalui
RKUD.
3. Selain kewenangan tersebut, terdapat kewenangan lain, yaitu:
a. mengelola investasi;
b. menetapkan anggaran kas;
c. melakukan pembayaran melalui penerbitan SP2D;
d. membuka rekening Kas umum daerah;
e. membuka rekening penerimaan;
f. membuka rekening pengeluaran; dan
g. menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
4. Dalam hal kewenangan pemungutan pajak daerah dipisahkan
dari kewenangan SKPKD, SKPD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dapat melaksanakan
pemungutan pajak daerah.
5. Pengelolaan investasi memperhatikan perolehan manfaat ekonomi,
sosial dan/atau manfaat lainnya sebagai akibat langsung dari
investasi tersebut.
6. Dalam hal kewenangan mengelola investasi dipisahkan dari
kewenangan SKPKD, SKPD sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan dapat melaksanakan pengelolaan investasi.

13
Bagian Keempat
Kuasa BUD
Pasal 6
1. PPKD selaku BUD mengusulkan pejabat di lingkungan SKPKD
kepada kepala daerah untuk ditetapkan sebagai Kuasa BUD.
2. Kuasa BUD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
3. Kuasa BUD mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas;
b. menyiapkan SPD;
c. menerbitkan SP2D;
d. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD
oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah
ditunjuk;
e. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan APBD;
f. menyimpan uang daerah;
g. melaksanakan penempatan uang daerah dan
mengelola/menatausahakan investasi;
h. melakukan pembayaran berdasarkan perintah PA/KPA atas
Beban APBD;
i. melaksanakan pemberian pinjaman daerah atas nama
pemerintah daerah;
j. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah dan;
k. melakukan penagihan piutang daerah.
4. Dalam pengelolaan kas, Kuasa BUD mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas dilakukan dengan menghimpun dan
menguji anggaran kas yang disusun Kepala SKPD untuk
ditetapkan oleh BUD;
b. melakukan penyisihan piutang tidak tertagih dalam mengelola
piutang menatausahakan penyisihan dana bergulir yang tidak
tertagih atas investasi;
c. menyiapkan dokumen pengesahan dan pencatatan penerimaan
dan pengeluaran yang tidak melalui RKUD.
5. Kuasa BUD bertanggung jawab kepada PPKD selaku BUD
6. Kepala daerah atas usul BUD dapat menetapkan lebih dari 1
(satu) Kuasa BUD di lingkungan SKPKD dengan pertimbangan
besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, dan/atau
rentang kendali.
7. Pertimbangan atas besaran jumlah uang yang dikelola, beban
kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali yang kriterianya ditetapkan
kepala daerah.

Bagian Kelima
Pejabat Pengguna Anggaran
Pasal 7
1. Kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas:
a. menyusun RKA-SKPD;

14
b. menyusun DPA-SKPD;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain
dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
h. menandatangani SPM;
i. mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung
jawab SKPD yang dipimpinnya;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang
dipimpinnya;
k. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
l. menetapkan PPTK dan PPK-SKPD;
m. menetapkan pejabat lainnya dalam SKPD yang dipimpinnya
dalam rangka pengelolaan keuangan daerah; dan
n. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Selain tugas kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas lainnya,
meliputi:
a. menyusun anggaran kas SKPD;
b. melaksanakan pemungutan lain-lain pendapatan asli daerah;
c. menyusun dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD);
d. menyusun dokumen Pemberian Bantuan Sosial;
e. menyusun dokumen permintaan pengesahan pendapatan dan
belanja atas penerimaan dan pengeluaran daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dilakukan
melalui Rekening Kas Umum Daerah, BUD melakukan
pencatatan dan pengesahan Penerimaan dan Pengeluaran
Daerah tersebut; dan
f. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang
dipimpinnya kepada PPKD selaku BUD.
3. Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) mempunyai
wewenang, meliputi:
a. Menandatangani dokumen permintaan pengesahan
pendapatan dan belanja atas penerimaan dan pengeluaran
daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Menandatangani dokumen naskah perjanjian hibah daerah
(NPHD);
c. Menandatangani dokumen pemberian bantuan sosial;
d. Menetapkan pejabat lainnya dalam skpd yang dipimpinnya dalam
rangka pengelolaan keuangan daerah; dan
e. Menetapkan pembantu bendahara penerimaan, pembantu
bendahara pengeluaran dan pembantu bendahara pengeluaran
pembantu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Dalam hal dibentuk SKPD tersendiri yang melaksanakan
wewenang melaksanakan pemungutan pajak daerah PA

15
melaksanakan pemungutan pajak daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung
jawab SKPD yang dipimpinnya merupakan akibat yang ditimbulkan
dari pelaksanaan DPA-SKPD.
6. Mengelola utang yang menjadi kewajiban kepada pihak lain
sebagai akibat:
a. Pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran sebelumnya;
b. Hasil pekerjaan akibat pemberian kesempatan kepada
penyedia barang/jasa menyelesaikan pekerjaan sehingga
melampaui tahun anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan;
c. Akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; dan
d. Kewajiban lainnya yang menjadi beban skpd yang harus
dianggarkan pada apbd setiap tahun sampai dengan selesainya
kewajiban tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Mengelola piutang daerah yang menjadi hak daerah sebagai akibat:
a. perjanjian atau perikatan;
b. berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. akibat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; dan
d. piutang lainnya yang menjadi hak SKPD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa,
PA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. PA yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen dapat
dibantu oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan
bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. PA bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenangnya
kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
11. Berdasarkan pertimbangan beban kerja, Sekretaris daerah dapat
melimpahkan pada kepala biro untuk provinsi dan kepala bagian
untuk kabupaten/kota selaku KPA untuk melakukan pengelolaan
keuangan.

Bagian Keenam
Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran
Pasal 8
1. PA dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala
Unit SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
2. Pelimpahan kewenangan berdasarkan pertimbangan besaran
anggaran kegiatan/sub kegiatan, lokasi, dan/atau rentang kendali.

16
3. Pertimbangan besaran anggaran Kegiatan/sub kegiatan dilakukan
oleh SKPD yang mengelola besaran anggaran Kegiatan/sub
kegiatan yang kriterianya ditetapkan oleh kepala daerah.
4. Pertimbangan lokasi dan/atau rentang kendali dilakukan terhadap
SKPD yang membentuk Cabang Dinas, Unit Pelaksana Teknis
Daerah, dan/atau kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
5. Pelimpahan sebagian kewenangan ditetapkan oleh kepala daerah
atas usul kepala SKPD.
6. Pelimpahan sebagian kewenangan meliputi
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban anggaran belanja;
b. melaksanakan anggaran Unit SKPD yang dipimpinnya;
c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran;
d. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain
dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
e. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
f. mengawasi pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung
jawabnya; dan
g. melaksanakan tugas KPA lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Dalam melaksanakan tugas KPA bertanggung jawab kepada PA.
8. Dalam hal kewenangan pemungutan pajak daerah dipisahkan
dari kewenangan SKPKD, PA dapat melimpahkan
kewenangannya memungut pajak daerah kepada KPA.
9. Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada
Unit SKPD selaku KPA, KPA menandatangani SPM-TU dan SPM-LS.
10. Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa,
KPA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. KPA yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dapat
dibantu oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan
bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Dalam hal terdapat unit organisasi bersifat khusus, KPA
mempunyai tugas:
a. menyusun RKA-Unit Organisasi Bersifat Khusus;
b. menyusun DPA-Unit Organisasi Bersifat Khusus;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan;
d. melaksanakan anggaran pada unit organisasi bersifat khusus
yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan retribusi daerah
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain
dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
h. menandatangani SPM;

17
i. mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung
jawab SKPD yang dipimpinnya;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan unit
organisasi bersifat khusus yang dipimpinnya;
k. mengawasi pelaksanaan anggaran pada unit organisasi
bersifat khusus yang dipimpinnya;
l. menetapkan PPTK dan PPK-Unit SKPD;
m. menetapkan pejabat lainnya dalam unit organisasi bersifat
khusus yang dipimpinnya dalam rangka pengelolaan keuangan
daerah; dan
n. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
13. Dalam hal KPA berhalangan tetap atau sementara sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan, PA bertugas untuk
mengambil alih pelimpahkan sebagian tugasnya yang telah
diserahkan kepada kepala Unit SKPD selaku KPA.

Bagian Ketujuh
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) SKPD
Pasal 9
1. PA/KPA dalam melaksanakan kegiatan/sub kegiatan menetapkan
pejabat pada SKPD/Unit SKPD selaku PPTK.
2. PPTK bertugas membantu tugas dan wewenang PA/KPA.
3. Tugas PPTK dalam membantu tugas dan wewenang PA/ KPA
meliputi:
a. mengendalikan dan melaporkan perkembangan pelaksanaan
teknis Kegiatan/sub kegiatan SKPD/Unit SKPD;
b. menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan anggaran
atas Beban pengeluaran pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan;
dan
c. menyiapkan dokumen pengadaan barang/jasa pada
Kegiatan/Sub kegiatan SKPD/Unit SKPD sesuai ketentuan
peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai
pengadaan barang/jasa.
4. Tugas mengendalikan dan melaporkan pelaksanaan teknis
Kegiatan/Sub kegiatan meliputi:
a. menyusun jadwal pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan;
b. memonitoring dan evaluasi pelaksanaan Kegiatan/Sub
kegiatan;
c. melaporkan perkembangan pelaksanaan Kegiatan/Sub
kegiatan kepada PA/KPA.
5. Tugas menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan anggaran
atas beban pengeluaran pelaksanaan Kegiatan/Sub kegiatan
meliputi:
a. menyiapkan laporan kinerja pelaksanaan Kegiatan/Sub
kegiatan;

18
b. menyiapkan dokumen administrasi pembayaran sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan
perundang- undangan; dan
c. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen
pelaksanaan kegiatan.
6. Dalam membantu tugas, PPTK pada SKPD bertanggung jawab
kepada PA.
7. Dalam membantu tugas, PPTK pada Unit SKPD bertanggung
jawab kepada KPA.
8. Dalam hal PPTK berhalangan sementara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, PA/KPA mengambil alih mandat
yang dilaksanakan oleh PPTK.
9. PA/KPA dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) PPTK di
lingkungan SKPD/Unit SKPD.
10. Penetapan PPTK berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan,
besaran anggaran Kegiatan/sub kegiatan, beban kerja, lokasi,
rentang kendali, dan/atau pertimbangan objektif lainnya yang
kriterianya ditetapkan kepala daerah.
11. Pertimbangan penetapan PPTK didasarkan atas pelaksanaan tugas
dan fungsi.
12. PPTK merupakan Pegawai ASN yang menduduki jabatan
struktural sesuai dengan tugas dan fungsinya.
13. Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural merupakan
pejabat satu tingkat di bawah kepala SKPD selaku PA dan/atau
memiliki kemampuan manajerial dan berintegritas.
14. Dalam hal PA melimpahan kepada KPA, PPTK merupakan Pegawai
ASN yang menduduki jabatan struktural satu tingkat di bawah KPA
dan/atau memiliki kemampuan manajerial dan berintegritas.
15. Dalam hal tidak terdapat Pegawai ASN yang menduduki jabatan
struktural, PA/KPA dapat menetapkan pejabat fungsional selaku
PPTK yang kriterianya ditetapkan oleh kepala daerah.

Bagian Kedelapan
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Pasal 10
1. Kepala SKPD selaku PA menetapkan PPK SKPD melaksanakan
fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.
2. Pada SKPKD, PPK SKPD melaksanakan fungsi tata usaha
keuangan sesuai ruang lingkup tugas dan wewenang di SKPKD
3. Pada pola pengelolaan keuangan BLUD, PPK SKPD melaksanakan
fungsi tata usaha keuangan sesuai ruang lingkup tugas dan
wewenang BLUD
4. PPK SKPD tidak merangkap sebagai pejabat dan pegawai yang
bertugas melakukan pemungutan pajak daerah dan retibusi daerah,
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu,
Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran
Pembantu/Bendahara Khusus, dan/atau PPTK.
5. PPK SKPD mempunyai tugas dan wewenang:

19
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS
beserta bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara
Pengeluaran;
b. menyiapkan SPM;
c. melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara
d. Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;
e. melaksanakan fungsi akuntansi pada SKPD; dan
f. menyusun laporan keuangan SKPD.
6. Verifikasi oleh PPK SKPD dilakukan dengan tujuan untuk
meneliti kelengkapan dan keabsahan.
7. Selain melaksanakan tugas dan wewenang pada angka 5, PPK
SKPD melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yaitu:
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS
beserta bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara
lainnya;
b. melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran atas
pengembalian kelebihan pendapatan daerah dari bendahara
penerimaan; dan
c. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan
keabsahan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS beserta
bukti kelengkapannya sebagai dasar penyiapan SPM
8. Kepala SKPD dapat menetapkan pegawai yang bertugas
membantu PPK-SKPD untuk meningkatkan efektivitas
penatausahaan keuangan SKPD.

Bagian Kesembilan
Pejabat Penatausaan Keuangan Unit SKPD
Pasal 11

1. Dalam hal PA melimpahkan sebagian tugasnya kepada KPA, PA


menetapkan PPK Unit SKPD untuk melaksanakan fungsi tata
usaha keuangan pada Unit SKPD.
2. Penetapan PPK Unit SKPD didasarkan atas pertimbangan:
a. Besaran anggaran yang berlaku untuk biro pada provinsi
dan bagian pada kabupaten/kota di lingkungan Sekretariat
Daerah;
b. rentang kendali dan/atau lokasi;
c. dibentuknya unit organisasi bersifat khusus yang
memberikan layanan secara profesional melalui pemberian
otonomi dalam pengelolaan keuangan dan barang milik
daerah serta bidang kepegawaian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. PPK Unit SKPD mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan verifikasi SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti
kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara
Pengeluaran pembantu;
b. menyiapkan SPM-TU dan SPM-LS, berdasarkan SPP-TU
dan SPP- LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran
pembantu; dan

20
4. melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara
Penerimaan pembantu dan Bendahara Pengeluaran pembantu.
5. Verifikasi dilakukan untuk meneliti kelengkapan dan keabsahan
SPP- TU dan SPP-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran
Pembantu.
6. Verifikasi dilakukan untuk meneliti kelengkapan dan keabsahan
laporan pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan Pembantu
dan Bendahara Pengeluaran Pembantu.
7. Selain melaksanakan tugas pada angka 3, PPK Unit SKPD
melaksanakan tugas lainnya meliputi:
a. melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran atas
pengembalian kelebihan pendapatan daerah dari
bendahara penerimaan pembantu/Bendahara lainnya; dan
b. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan
keabsahan SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti
kelengkapannya sebagai dasar penyiapan SPM.
8. PPK unit SKPD pada unit organisasi bersifat khusus mempunyai
tugas meliput:
a. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-
LS beserta bukti kelengkapannya yang diajukan oleh
Bendahara Pengeluaran, Bendahara Pengeluaran
Pembantu dan Bendahara lainnya;
b. menerbitkan surat pernyataan verifikasi kelengkapan dan
keabsahan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS beserta
bukti kelengkapannya sebagai dasar penyiapan SPM;
c. menyiapkan SPM;
d. melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban
Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan
Bendahara lainnya;
e. melaksanakan fungsi akuntansi pada unit SKPD khusus;
dan
f. menyusun laporan keuangan unit SKPD khusus.
9. PPK Unit SKPD merupakan Pegawai ASN yang menduduki
jabatan struktural untuk menjalankan fungsi penatausahaan
keuangan unit SKPD.
10. Kepala Unit SKPD dapat menetapkan pegawai yang bertugas
membantu PPK Unit SKPD.

Bagian Kesepuluh
Bendahara
Pasal 12

1. Bendahara Penerimaan
a. Kepala daerah menetapkan Bendahara Penerimaan untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan anggaran pendapatan pada SKPD dan SKPKD
atas usul PPKD selaku BUD
b. Bendahara Penerimaan memiliki tugas dan wewenang
menerima, menyimpan, menyetorkan ke rekening kas

21
umum daerah, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan pendapatan daerah yang
diterimanya.
c. Selain tugas dan wewenang tersebut, Bendahara Penerimaan
memiliki tugas dan wewenang lainnya paling sedikit yaitu:
1) meminta bukti transaksi atas pendapatan yang diterima
langsung melalui RKUD;
2) melakukan verifikasi dan rekonsiliasi dengan Bank yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah;
3) meneliti kesesuaian antara jumlah uang yang diterima
dengan jumlah yang telah ditetapkan;
4) menatausahakan dan mempertanggungjawabkan
pendapatan daerah yang diterimanya; dan
5) menyiapkan dokumen pembayaran atas pengembalian
kelebihan pendapatan daerah.
d. Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada
KPA, kepala daerah dapat menetapkan Bendahara
Penerimaan Pembantu pada Unit SKPD yang bersangkutan.
e. Bendahara Penerimaan Pembantu pada unit SKPD diusulkan
oleh kepala SKPD kepada kepala daerah melalui PPKD.
f. Bendahara Penerimaan Pembantu memiliki tugas dan
wewenang sesuai dengan lingkup penugasan yang ditetapkan
kepala daerah.
g. Tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan
paling sedikit meliputi:
1) menerima, menyimpan dan menyetorkan sejumlah uang
dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan daerah
pada SKPD, kecuali untuk transaksi secara elektronik;
2) meminta bukti transaksi atas pendapatan yang diterima
langsung melalui RKUD;
3) melakukan verifikasi dan rekonsiliasi dengan Bank yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah;
4) meneliti kesesuaian antara jumlah uang yang diterima
dengan jumlah yang telah ditetapkan;
5) menatausahakan dan mempertanggungjawabkan
pendapatan daerah yang diterimanya; dan
6) menyiapkan dokumen pembayaran atas pengembalian
kelebihan pendapatan daerah.
h. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Penerimaan Pembantu
bertanggung jawab secara administratif dan fungsional.
i. Bendahara Penerimaan bertanggungjawab secara
administratif dengan membuat laporan pertanggungjawaban
secara administratif atas penerimaan pada SKPD dan
disampaikan kepada PA.
j. Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggung jawab secara
administratif dengan membuat laporan pertanggungjawaban
secara administratif atas penerimaan pada unit SKPD dan
disampaikan kepada KPA.

22
k. Bendahara Penerimaan bertanggung jawab secara fungsional
dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara
fungsional atas penerimaan pada SKPD dan disampaikan
kepada PPKD selaku BUD.
l. Bendahara Penerimaan Pembantu bertanggung jawab secara
fungsional dengan membuat laporan pertanggungjawaban
secara fungsional atas penerimaan pada unit SKPD dan
disampaikan kepada Bendahara Penerimaan.
m. Kepala SKPD atas usul Bendahara Penerimaan dapat
menetapkan pegawai yang bertugas membantu Bendahara
Penerimaan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan
pendapatan daerah.
n. Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan
melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup
penugasan yang ditetapkan kepala SKPD.
o. Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan
dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada
Bendahara Penerimaan.
p. Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan
disebut Pembantu Bendahara Penerimaan.
2. Bendahara Pengeluaran
a. PPKD selaku BUD mengusulkan bendahara pengeluaran
kepada kepala daerah.
b. Kepala daerah menetapkan Bendahara Pengeluaran untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan anggaran belanja dan/atau pengeluaran
pembiayaan pada SKPD dan SKPKD.
c. Bendahara Pengeluaran memiliki tugas dan wewenang:
1) mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP
UP, SPP GU, SPP TU, dan SPP LS;
2) menerima dan menyimpan UP, GU, dan TU;
3) melaksanakan pembayaran dari UP, GU, dan TU yang
dikelolanya;
4) menolak perintah bayar dari PA yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
5) meneliti kelengkapan dokumen pembayaran;
6) membuat laporan pertanggungjawaban secara
administratif kepada PA dan laporan pertanggungjawaban
secara fungsional kepada BUD secara periodik; dan
7) memungut dan menyetorkan pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Selain tugas dan wewenang, Bendahara Pengeluaran
melaksanakan tugas dan wewenang lainnya meliputi:
1) melakukan rekonsiliasi dengan pihak Bank yang
ditetapkan Kepala Daerah;
2) memeriksa kas secara periodik;
3) menerima dokumen bukti transaksi secara elektronik
atau dokumen fisik dari bank;

23
4) menerima dan menyetorkan atas pengembalian belanja
atas koreksi atau hasil pemeriksaan internal dan eksternal;
5) menyiapkan dokumen surat tanda setoran atas
pengembalian belanja akibat koreksi atau hasil
pemeriksaan internal dan eksternal; dan
6) pelaksanaan anggaran pengeluaran pembiayaan pada
SKPD yang melaksanakan fungsi BUD.
e. Dalam hal PA melimpahkan kewenangannya kepada KPA,
kepala daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara
Pengeluaran Pembantu.
f. Penetapan Bendahara pengeluaran pembantu didasarkan atas
pertimbangan:
1) besaran anggaran;
2) rentang kendali dan/atau lokasi; dan
g. Bendahara Pengeluaran Pembantu memiliki tugas dan
wewenang meliputi:
1) mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP
TU dan SPP LS;
2) menerima dan menyimpan pelimpahan UP dari
Bendahara Pengeluaran;
3) menerima dan menyimpan TU dari BUD;
4) melaksanakan pembayaran atas pelimpahan UP dan TU
yang dikelolanya;
5) menolak perintah bayar dari KPA yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6) meneliti kelengkapan dokumen pembayaran;
7) memungut dan menyetorkan pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
8) membuat laporan pertanggungjawaban secara
administratif kepada KPA dan laporan
pertanggungjawaban secara fungsional kepada Bendahara
Pengeluaran secara periodik.
h. Selain tugas dan wewenang Bendahara Pengeluaran
pembantu memiliki tugas dan wewenang lainnya meliputi:
1) melakukan rekonsiliasi dengan pihak bank yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah;
2) memeriksa kas secara periodik;
3) menerima dokumen bukti transaksi secara elektronik
atau dokumen fisik dari bank;
4) menerima dan menyetorkan atas pengembalian belanja
atas koreksi atau hasil pemeriksaan internal dan eksternal
pada tahun berjalan; dan
5) menyiapkan dokumen surat tanda setoran atas
pengembalian belanja akibat koreksi atau hasil
pemeriksaan internal dan eksternal pada tahun berjalan.
i. Dalam hal terdapat pembentukan unit organisasi bersifat
khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

24
undangan, kepala daerah menetapkan bendahara unit
organisasi bersifat khusus.
j. Bendahara unit organisasi bersifat khusus memiliki tugas
dan wewenang setara dengan Bendahara Pengeluaran.
k. Bendahara Pengeluaran Pembantu secara administratif
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada KPA.
l. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran
Pembantu dan bertanggung jawab secara administratif dan
fungsional.
m. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara
administratif dengan membuat laporan pertanggungjawaban
secara administratif atas pengeluaran pada SKPD dan
disampaikan kepada PA.
n. Bendahara Pengeluaran pembantu bertanggung jawab secara
administratif dengan membuat laporan pertanggungjawaban
secara administratif atas pengeluaran pada unit SKPD dan
disampaikan kepada KPA.
o. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional
dengan membuat laporan pertanggungjawaban secara
fungsional atas pengeluaran pada SKPD dan disampaikan
kepada PPKD selaku BUD.
p. Bendahara Pengeluaran pembantu bertanggung jawab secara
fungsional dengan membuat laporan pertanggungjawaban
secara fungsional atas pengeluaran pada unit SKPD dan
disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran.
q. Kepala SKPD atas usul Bendahara Pengeluaran dapat
menetapkan pegawai yang bertugas membantu Bendahara
Pengeluaran untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan
belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan.
r. Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Pengeluaran
melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup
penugasan yang ditetapkan kepala SKPD.
s. Pegawai yang membantu Bendahara Pengeluaran bertanggung
jawab kepada Bendahara Pengeluaran.
t. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dilarang:
1) melakukan aktivitas perdagangan, pekerjaan
pemborongan, dan penjualan jasa;
2) bertindak sebagai penjamin atas kegiatan pekerjaan
dan/atau penjualan jasa;
3) menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga
keuangan lainnya atas nama pribadi baik secara langsung
maupun tidak langsung; dan
4) larangan berlaku juga terhadap Bendahara Penerimaan
Pembantu, Bendahara Pengeluaran Pembantu dan
Bendahara Khusus.
u. Larangan bagi Bendahara Penerimaan, Bendahara Penerimaan
Pembantu, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara
Pengeluaran Pembantu dilakukan terhadap kegiatan, sub

25
kegiatan, tindakan, dan/atau aktivitas lainnya yang
berkaitan langsung dengan pelaksanaan APBD.

Bagian Kesebelas
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Pasal 13

1. Dalam proses penyusunan APBD, Kepala Daerah dibantu oleh


TAPD yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah.
2. TAPD beranggotakan terdiri atas pejabat perencana daerah,
PPKD, dan pejabat pada SKPD lain sesuai dengan kebutuhan.
3. TAPD mempunyai tugas:
a. membahas kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b. menyusun dan membahas rancangan KUA dan rancangan
perubahan KUA;
c. menyusun dan membahas rancangan PPAS dan rancangan
perubahan PPAS;
d. melakukan verifikasi RKA-SKPD;
e. membahas rancangan APBD, rancangan perubahan APBD,
dan rancangan pertanggungjawaban APBD;
f. membahas hasil evaluasi APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban APBD;
g. melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD dan rancangan
perubahan DPA-SKPD;
h. menyiapkan surat edaran kepala daerah tentang pedoman
penyusunan RKA; dan
i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Dalam melaksanakan tugas TAPD dapat melibatkan instansi
sesuai dengan kebutuhan.

BAB III
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Bagian Pertama
Azaz Umum APBD
Pasal 15
(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang
ditetapkan dengan Perda;
(2) Ketentuan terkait APBD adalah sebagai berikut:
a) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan
Daerah dan kemampuan Pendapatan Daerah;
b) APBD disusun dengan mempedomani KUA PPAS yang
didasarkan pada RKPD;
c) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi;

26
d) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Perda
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e) Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam
bentuk uang dianggarkan dalam APBD;
f) Penerimaan Daerah terdiri dari Pendapatan Daerah dan
Penerimaan Pembiayaan Daerah;
g) Pengeluaran Daerah terdiri dari Belanja Daerah dan
Pengeluaran Pembiayaan Daerah;
h) Penerimaan Daerah yang dianggarkan dalam APBD
merupakan rencana Penerimaan Daerah yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber Penerimaan
Daerah dan berdasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan;
i) Pengeluaran Daerah yang dianggarkan dalam APBD
merupakan rencana Pengeluaran Daerah sesuai dengan
kepastian tersedianya dana atas Penerimaan Daerah dalam
jumlah yang cukup;
j) Setiap Pengeluaran Daerah harus memiliki dasar hukum
yang melandasinya;
k) Seluruh Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah
dianggarkan secara bruto dalam APBD;
l) Selain didasarkan pada RKPD, APBD juga didasarkan pada
pedoman penyusunan APBD yang diatur oleh Menteri.

Pasal 16
(1) APBD mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Fungsi otorisasi yang memiliki arti anggaran daerah menjadi
dasar untuk melaksanakan APBD pada tahun berkenaan;
b) Fungsi perencanaan yang memiliki arti anggaran daerah
menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan
kegiatan/sub kegiatan pada tahun berkenaan;
c) Fungsi pengawasan yang mengandung arti bahwa anggaran
daerah menjadi pedoman untuk menilai kegiatan/sub
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d) Fungsi alokasi yang mengandung arti bahwa anggaran
daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan
kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber
daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian;
e) Fungsi distribusi yang mengandung arti kebijakan anggaran
daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
f) Fungsi stabilisasi yang mengandung arti anggaran
pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian
Daerah;
(2) APBD dalam satu tahun anggaran meliputi:

27
a) hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih;
b) kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih; dan
c) penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, pada tahun
anggaran yang bersangkutan atau pada tahun anggaran
berikutnya.

Bagian Kedua
Struktur APBD
Pasal 17
(1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari:
a. Pendapatan Daerah;
b. Belanja Daerah; dan
c. Pembiayaan Daerah.
(2) Struktur APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diklasifikasikan menurut Urusan Pemerintahan daerah dan
organisasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Klasifikasi APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah dan
organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui
Rekening Kas Umum Daerah yang tidak perlu dibayar kembali oleh
Daerah dan penerimaan lainnya yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan diakui sebagai penambah ekuitas
yang merupakan hak daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
(5) Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Daerah yang tidak perlu diterima kembali oleh Daerah dan
pengeluaran lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan diakui sebagai pengurang ekuitas yang
merupakan kewajiban daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
(6) Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun
anggaran berikutnya.

Pasal 18
(1) Klasifikasi APBD dalam rancangan Perda tentang APBD dirinci
menurut urusan pemerintahan daerah, bidang urusan, organisasi,
program, kegiatan, sub kegiatan, akun, kelompok, dan jenis
pendapatan, belanja, dan pembiayaan;
(2) Klasifikasi APBD dalam rancangan Perkada tentang penjabaran
APBD dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, bidang
urusan, organisasi, program, kegiatan, sub kegiatan, akun,

28
kelompok, jenis, objek, rincian objek, sub rincian objek,
pendapatan, belanja, dan pembiayaan;
(3) Dalam hal penganggaran pendapatan daerah yang memiliki
karakteristik khusus antara lain Bantuan Operasional Sekolah
(BOS), Dana Desa, Dana Kapitasi, bantuan pemerintah dari
Kementerian/Lembaga dan pendapatan lainnya, yang penerimaan
pendapatannya tidak melalui RKUD, penerimaan
pendapatannya dilakukan berdasarkan notifikasi atau
pengesahan pendapatan atau mekanisme lainnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengelolaan pendapatan daerah yang tidak melalui RKUD dapat
berupa mekanisme intersep, pemotongan langsung atau
mekanisme lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Klasifikasi APBD menurut akun, kelompok, jenis, objek, rincian
objek, sub rincian objek, pendapatan, belanja, dan pembiayaan
dikelola berdasarkan kewenangan pengelolaan keuangan pada
SKPD dan SKPKD.
(6) Klasifikasi APBD mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur
Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah serta
pemutakhirannya.

Bagian Ketiga
Pendapatan Daerah
Pasal 19

Pendapatan Daerah terdiri atas:


a) Pendapatan Asli Daerah
b) Pendapatan Transfer; dan
c) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Pasal 20
(1) Pendapatan Daerah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19
huruf a) terdiri atas :
a) pajak daerah;
b) retribusi daerah;
c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
(2) Klasifikasi APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut
akun, kelompok, jenis, objek, rincian objek, sub rincian
objek pendapatan asli daerah dikelola berdasarkan kewenangan
pengelolaan keuangan pada SKPD dan SKPKD.

29
Pasal 21

(1) Pajak daerah dirinci menurut objek, rincian objek dan sub rincian
objek. Ketentuan lebih lanjut mengenai pajak daerah diatur dengan
Perda yang berpedoman pada undang-undang mengenai pajak
daerah dan retribusi daerah.
(2) Retribusi daerah dirinci menurut objek, rincian objek dan sub
rincian objek. Ketentuan lebih lanjut mengenai retribusi daerah
diatur dengan Perda yang berpedoman pada undang-undang
mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.
(3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci
menurut objek, rincian objek dan sub rincian objek. Hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah atas hasil penyertaan modal daerah.
(4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan penerimaan
daerah selain pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan yang dirinci berdasarkan objek,
rincian objek dan sub rincian objek sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah dapat dikelola di SKPKD maupun SKPD.

Pasal 22
(1) Pendapatan Daerah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19
huruf b) terdiri atas :
a. transfer Pemerintah Pusat;
b. transfer antar-daerah.
(2) Klasifikasi APBD sebagaimana dimaksud menurut akun,
kelompok, jenis, objek, rincian objek, sub rincian objek
pendapatan transfer dikelola berdasarkan kewenangan pengelolaan
keuangan pada SKPKD.

Pasal 23
(1) Transfer Pemerintah Pusat terdiri atas Dana Perimbangan, Dana
Insentif Daerah, Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan, dan
Dana Desa. Pengalokasian transfer Pemerintah Pusat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus. DBH dan DAU merupakan
kategori dari Dana Transfer Umum, sedangkan DAK merupakan
kategori dari Dana Transfer Khusus
(3) Dana Insentif Daerah (DID) bersumber dari APBN yang dialokasikan
kepada Daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan
tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau
pencapaian Kinerja tertentu.
(4) Dana otonomi khusus dialokasikan kepada Daerah yang memiliki
otonomi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan undang-
undangan.

30
(5) Dana keistimewaan dialokasikan kepada Daerah istimewa sesuai
dengan ketentuan peraturan undang-undangan.
(6) Dana desa diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 24
Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2)
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. DBH terdiri atas Bagi hasil Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam;
b. DAU yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi;
c. DAK bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Daerah untuk
mendanai Kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DAK terdiri atas Dana Alokasi Khusus Fisik dan Dana Alokasi
Khusus Non Fisik.

Pasal 25
(1) Transfer Antar-Daerah terdiri atas Pendapatan Bagi Hasil dan
Bantuan Keuangan;
(2) Pendapatan Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari
Pendapatan Daerah yang dialokasikan kepada Daerah lain
berdasarkan angka persentase tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Bantuan Keuangan merupakan dana yang diterima dari daerah
lainnya baik dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan
peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu
lainnya. Bantuan Keuangan terdiri atas:

Pasal 26
(1) Bantuan Keuangan yang dimaksud dalam pasal 25 ayat (3) terdiri
atas:
a. bantuan keuangan dari Daerah provinsi; dan
b. bantuan keuangan dari Daerah kabupaten/kota
(2) Bantuan keuangan yang berasal dari provinsi dan/atau
kabupaten/kota dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Bantuan keuangan umum yang merupakan dana yang diterima
dari daerah lainnya dalam rangka kerjasama daerah atau
pemerataan peningkatan kemampuan keuangan.
b) Bantuan keuangan khusus yang merupakan dana yang diterima
dari daerah lainnya untuk tujuan tertentu.

31
Pasal 27
Pendapatan Daerah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf
c) terdiri atas :
a) Hibah;
b) Dana Darurat; dan/atau
c) Lain-Lain Pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 28
(1) Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa
yang berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain,
masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang
tidak mengikat untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Hibah termasuk sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat,
tidak berdasarkan perhitungan tertentu, dan tidak mempunyai
konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban kepada
penerima maupun pemberi serta tidak menyebabkan ekonomi biaya
tinggi.
(3) Hibah dari badan usaha luar negeri merupakan penerusan hibah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(4) Dana darurat merupakan dana yang berasal dari APBN yang
diberikan kepada Daerah pada tahap pasca bencana untuk
mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana
yang tidak mampu ditanggulangi oleh Daerah dengan
menggunakan sumber APBD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan antara lain Pendapatan Hibah Dana BOS,
dan Pendapatan Pengembalian Hibah tahun sebelumnya.

Bagian Keempat
Belanja Daerah
Pasal 29
(1) Belanja Daerah untuk mendanai pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
(2) Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terdiri
atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan
Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan
Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar.
(4) Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan potensi yang dimiliki
Daerah.

32
(5) Belanja Daerah dialokasikan dengan memprioritaskan pendanaan
Urusan Pemerintahan Wajib terkait Pelayanan Dasar dalam rangka
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
(6) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib
yang tidak terkait dengan Pelayanan Dasar dialokasikan sesuai
dengan kebutuhan daerah.
(7) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Pilihan
dialokasikan sesuai dengan prioritas daerah dan potensi yang
dimiliki Daerah.
(8) Daerah wajib mengalokasikan belanja untuk mendanai Urusan
Pemerintahan daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain
besaran alokasi belanja untuk fungsi pendidikan, anggaran
kesehatan, dan insfrastruktur.
(9) Dalam hal Daerah tidak memenuhi alokasi belanja, menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan
melakukan penundaan dan/atau pemotongan penyaluran Dana
Transfer Umum, setelah berkoordinasi dengan Menteri dan menteri
teknis terkait.
(10) Belanja Daerah berpedoman pada standar harga satuan regional,
analisis standar belanja, dan/atau standar teknis sesuai dengan
ketentuan peraturan perurndang-undangan.
(11) Standar harga satuan regional ditetapkan dengan Peraturan
Presiden.
(12) Standar harga satuan regional digunakan sebagai pedoman dalam
menyusun standar harga satuan pada masing-masing Daerah.
(13) Penetapan standar harga satuan pada masing-masing Daerah
dengan memperhatikan tingkat kemahalan yang berlaku di suatu
Daerah.
(14) Analisis standar belanja dan standar teknis dan standar harga
satuan ditetapkan dengan Perkada.
(15) Analisis standar belanja, standar harga satuan, dan/atau standar
teknis digunakan untuk menyusun rencana kerja dan anggaran
dalam penyusunan rancangan Perda tentang APBD.
(16) Belanja daerah dirinci menurut Urusan Pemerintahan daerah,
organisasi, program, kegiatan, sub kegiatan, jenis, objek, rincian
objek dan sub rincian objek belanja daerah.
(17) Urusan Pemerintahan daerah diselaraskan dan dipadukan dengan
belanja negara yang diklasifikasikan menurut fungsi.
(18) Belanja Daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
organisasi yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(19) Belanja Daerah menurut program, kegiatan, dan sub kegiatan
disesuaikan dengan Urusan Pemerintahan provinsi dan
kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 30

Belanja Daerah terdiri atas:

33
a) Belanja operasi;
b) Belanja modal;
c) Belanja tidak terduga; dan
d) Belanja transfer.

Pasal 31
(1) Belanja operasi merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan
sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka
pendek.
(2) Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan
aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1 (satu)
periode akuntansi.
(3) Belanja tidak terduga merupakan pengeluaran anggaran atas
beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan
mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
(4) Belanja transfer merupakan pengeluaran uang dari Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya dan/atau dari
Pemerintah Daerah kepada pemerintah desa.

Pasal 32
Belanja operasi yang dimaksud dalam Pasal 30 huruf a) dirinci atas
jenis:
a) Belanja Pegawai;
b) Belanja Barang dan Jasa;
c) Belanja Bunga;
d) Belanja Subsidi;
e) Belanja Hibah; dan
f) Belanja Bantuan Sosial.

Pasal 33
(1) Adapun ketentuan terkait Belanja Operasi yang dimaksud dalam
pasal 32 huruf a) diatur sebagai berikut:
a) Belanja pegawai digunakan untuk menganggarkan kompensasi
yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b) Kompensasi diberikan kepada Kepala Daerah/wakil Kepala
Daerah, pimpinan/ anggota DPRD, dan Pegawai ASN;
c) Belanja Pegawai bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah
dianggarkan pada belanja SKPD sekretariat daerah;
d) Belanja Pegawai bagi Pimpinan dan Anggota DPRD dianggarkan
pada belanja SKPD Sekretariat DPRD;
e) Belanja Pegawai ASN dianggarkan pada belanja SKPD
bersangkutan;
(2) Belanja pegawai paling sedikit berupa gaji/uang representasi dan
tunjangan, tambahan penghasilan Pegawai ASN, belanja penerimaan
lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta kepala daerah,
wakil kepala daerah, honorarium, insentif pemungutan pajak

34
daerah dan retribusi daerah/Jasa layanan lainnya dan honorarium
yang selanjutnya terkait belanja pegawai diuraikan dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan
kepada Pegawai ASN dengan memperhatikan kemampuan Keuangan
Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pegawai ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada intansi
pemerintah.
(5) Persetujuan DPRD dilakukan bersamaan dengan pembahasan KUA.
(6) Tambahan penghasilan diberikan berdasarkan pertimbangan beban
kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi
kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya, diuraikan sebagai
berikut:
a) Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja diberikan
kepada pegawai ASN yang dibebani pekerjaan untuk
menyelesaikan tugas yang dinilai melampau beban kerja normal;
b) Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas diberikan
kepada pegawai ASN yang dalam melaksanakan tugasnya
berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah
terpencil;
c) Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja diberikan
kepada pegawai ASN yang dalam melaksanakan tugasnya
berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi;
d) Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi
diberikan kepada pegawai ASN yang dalam mengemban tugas
memiliki keterampilan khusus dan langka;
e) Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja diberikan
kepada pegawai ASN yang memiliki prestasi kerja yang tinggi
dan/atau inovasi; dan
f) Tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif
lainnya diberikan kepada pegawai ASN sepanjang diamanatkan
oleh peraturan perundang-undangan.
(7) Pemberian tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN daerah
ditetapkan dengan Perkada dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
(8) Dalam hal belum adanya Peraturan Pemerintah, Kepala Daerah
dapat memberikan tambahan penghasilan bagi Pegawai ASN
setelah mendapat persetujuan Menteri.
(9) Persetujuan Menteri ditetapkan setelah memperoleh pertimbangan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
(10) Dalam hal Kepala Daerah menetapkan pemberian tambahan
penghasilan bagi Pegawai ASN tidak sesuai dengan ketentuan,
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana
Transfer Umum atas usulan Menteri.

35
Pasal 34
Adapun ketentuan terkait Belanja Barang dan Jasa yang dimaksud
dalam pasal 32 huruf b) diatur sebagai berikut:
(1) Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan
pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua
belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau
dijual kepada masyarakat/pihak lain;
(2) Pengadaan barang dan jasa dalam rangka melaksanakan program,
kegiatan, dan sub kegiatan Pemerintahan Daerah guna pencapaian
sasaran prioritas Daerah yang tercantum dalam RPJMD;
(3) Belanja barang dan jasa diuraikan dalam objek belanja barang,
belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan
Belanja Uang dan/atau Jasa untuk diberikan kepada Pihak
Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat;
(4) Penggunaan dan penganggaran objek dari jenis Belanja barang dan
jasa diuraikan sebagai berikut:
a) Belanja Barang digunakan untuk menganggarkan pengadaan
barang berupa barang pakai habis, barang tak habis pakai, dan
barang bekas dipakai;
b) Belanja Jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan jasa
yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan antara lain berupa
jasa kantor, asuransi, sewa rumah/gedung/gudang/parkir,
sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan
peralatan kantor, konsultansi, ketersediaan layanan (availibility
payment), beasiswa pendidikan PNS, kursus, pelatihan,
sosialisasi, dan bimbingan teknis PNS/PPPK, insentif
pemungutan pajak daerah bagi pegawai non ASN, dan insentif
pemungutan retribusi daerah bagi pegawai non ASN;
c) Belanja Pemeliharaan digunakan untuk menganggarkan
Digunakan untuk mencatat belanja pemeliharaan tanah,
belanja pemeliharaan peralataan dan mesin, belanja
pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja
pemeliharaan jalan, jaringan, dan irigasi, belanja
pemeliharaan aset tetap lainnya, dan belanja perawatan
kendaraan bermotor;
d) Belanja Perjalanan Dinas digunakan untuk menganggarkan
belanja perjalanan dinas dalam negeri dan belanja perjalanan
dinas luar negeri
e) Belanja Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan kepada Pihak
Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat digunakan untuk
menganggarkan Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan kepada
Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat.
(5) Pemerintah daerah menganggarkan belanja barang dan jasa dalam
APBD tahun anggaran berkenaan pada SKPD terkait;
(6) Belanja barang dan jasa berupa pemberian uang yang diberikan
kepada masyarakat/Pihak Lain dianggarkan untuk pemberian uang
kepada ASN dan Non ASN, masyarakat dalam rangka mendukung
pencapaian target kinerja Kegiatan dan Sasaran Program yang

36
tercantum dalam RPJMD dengan memperhatikan kepatutan,
kewajaran, rasionalitas dan efektifitas;
(7) Belanja barang dan jasa berupa pemberian uang yang diberikan
kepada masyarakat/Pihak Lain diberikan dalam bentuk:
a) pemberian hadiah yang bersifat perlombaan;
b) penghargaan atas suatu prestasi;
c) pemberian beasiswa kepada masyarakat;
d) penanganan dampak sosial kemasyarakatan akibat
penggunaan tanah milik pemerintah daerah untuk
pelaksanaan pembangunan proyek strategis nasional dan non
proyek strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e) Transfer Ke Daerah dan Dana Desa yang penggunaannya sudah
ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
f) Bantuan fasilitasi premi asuransi pertanian; dan/atau
g) Belanja barang dan jasa berupa pemberian uang lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan;

Pasal 35
Adapun ketentuan terkait Belanja Bunga sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 32 huruf c) diatur sebagai berikut:
a. Belanja bunga berupa belanja bunga utang pinjaman dan
belanja bunga utang obligasi. Pemerintah daerah yang memiliki
kewajiban pembayaran bunga utang dianggarkan pembayarannya
dalam APBD tahun anggaran berkenaan;
b. Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran
bunga utang yang tidak berasal pembayaran atas kewajiban pokok
utang, yang dianggarkan pembayarannya dalam APBD tahun
anggaran berkenaan;
c. Pembayaran dianggarkan pada SKPD/unit SKPD yang
melaksanakan PPK BLUD dan SKPD yang melaksanakan fungsi
PPKD/SKPKD terkait;
d. Belanja bunga diuraikan menurut objek, rincian objek dan sub
rincian objek

Pasal 36
Adapun ketentuan terkait Belanja Subsidi yang dimaksud dalam pasal
32 huruf d) diatur sebagai berikut:
a) Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan belanja subsidi
agar harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan oleh badan
usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan,
sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat;
b) Badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik
swasta merupakan badan yang menghasilkan produk atau jasa
pelayanan dasar masyarakat, termasuk penyelenggaraan

37
pelayanan publik antara lain dalam bentuk penugasan
pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (public service obligation).
c) Badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik
swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
sebagai penerima subsidi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu oleh kantor akuntan publik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d) Dalam hal tidak terdapat kantor akuntan publik, pemeriksaan
dengan tujuan tertentu dapat dilaksanakan oleh lembaga lain yang
independen dan ditetapkan oleh kepala daerah
e) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan yang
bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas kelayakan
penganggaran pemberian subsidi;
f) Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu menjadi dasar
perencanaan dan bahan pertimbangan untuk memberikan subsidi
tahun anggaran berikutnya;
g) Penerima subsidi sebagai objek pemeriksaan bertanggung jawab
secara formal dan material atas penggunaan subsidi yang
diterimanya, dan wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kepada kepala daerah;
h) Pemerintah daerah menganggarkan belanja subsidi dalam APBD
tahun anggaran berkenaan pada SKPD terkait;
i) Untuk pemberian subsidi kepada BUMD penyelenggara sistem
penyediaan air minum mengacu pada Peraturan Menteri
j) Pemberian subsidi berupa bunga atau bagi hasil kepada usaha
mikro kecil dan menengah pada perorangan tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu;
k) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan
pertanggungjawaban subsidi diatur dalam Perkada sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37
Adapun ketentuan terkait Belanja Hibah yang dimaksud dalam pasal 32
huruf (e) diatur sebagai berikut:
a) Belanja hibah diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, dan/atau
badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang
berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak
secara terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Belanja hibah berupa uang, barang atau jasa dapat dianggarkan
dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah
setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan
wajib dan belanja urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan
lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c) Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran,
program, kegiatan, dan sub kegiatan pemerintah daerah sesuai

38
kepentingan Daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan
manfaat untuk masyarakat;
d) Penganggaran belanja hibah dianggarkan pada SKPD terkait dan
dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada
program, kegiatan, dan sub kegiatan sesuai dengan tugas dan
fungsi perangkat daerah terkait. Untuk belanja hibah yang
bukan merupakan urusan dan kewenangan pemerintah daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertujuan untuk menunjang pencapaian sasaran program,
kegiatan dan sub kegiatan pemerintah daerah, dianggarkan pada
perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e) Pemberian hibah didasarkan atas usulan tertulis yang disampaikan
kepada Kepala Daerah;
f) Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas
penggunaan hibah yang diterimanya
g) Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi
hibah diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.

Pasal 38
Belanja hibah diberikan kepada:
a) pemerintah pusat;
b) pemerintah daerah lainnya;
c) BUMN;
d) BUMD;
e) Badan dan Lembaga, serta Organisasi Kemasyarakatan yang
Berbadan Hukum Indonesia;
f) Partai Politik.

Pasal 39
Belanja hibah memenuhi kriteria paling sedikit :
a) Peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;
b) bersifat tidak wajib, tidak mengikat;
c) tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali:
(1) kepada pemerintah pusat dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pemerintahan daerah sepanjang
(2) tidak tumpang tindih pendanaannya dengan APBN sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
(3) badan dan lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(4) partai politik dan/atau
(5) ditentukan lain oleh peraturan perundang- undangan.

39
d) memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam
mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan;
e) memenuhi persyaratan penerima hibah.

Pasal 40
Adapun ketentuan terkait Belanja bantuan sosial yang dimaksud dalam
pasal 32 huruf f) diatur sebagai berikut:
a) Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan
pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang kepada
individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya
tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk
melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, kecuali
dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan.
b) Risiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang merupakan
dampak dari krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena
alam, atau bencana alam yang jika tidak diberikan belanja
bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup
dalam kondisi wajar.
c) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa bantuan
sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai penerima
bantuan telah lepas dari resiko sosial.
d) Belanja bantuan sosial dianggarkan dalam APBD sesuai dengan
kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan
pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan
Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
e) Anggota/kelompok masyarakat meliputi:
(1) individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang
mengalami risiko sosial; atau
(2) lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan,
dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu,
kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan
yang tidak stabil sebagai dampak risiko sosial.
f) Bantuan sosial berupa uang kepada individu, keluarga, kelompok
dan/atau masyarakat terdiri atas bantuan sosial kepada individu,
keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang direncanakan
dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.
g) Bantuan sosial berupa uang adalah uang yang diberikan secara
langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin,
yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut
usia, terlantar, cacat berat dan tunjangan kesehatan putra putri
pahlawan yang tidak mampu.
h) Bantuan sosial berupa barang adalah barang yang diberikan
secara langsung kepada penerima seperti bantuan kendaraan
operasional untuk sekolah luar biasa swasta dan masyarakat
tidak mampu, bantuan perahu untuk nelayan miskin, bantuan

40
makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna sosial, ternak bagi
kelompok masyarakat kurang mampu.
i) Bantuan sosial yang direncanakan dialokasikan kepada individu,
keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sudah jelas nama,
alamat penerima dan besarannya pada saat penyusunan APBD.
j) Bantuan sosial yang direncanakan berdasarkan usulan dari calon
penerima dan/atau atas usulan kepala SKPD.
k) Penganggaran belanja bantuan sosial yang direncanakan
dianggarkan pada SKPD terkait dan dirinci menurut objek, rincian
objek, dan sub rincian objek pada program, kegiatan, dan sub
kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi perangkat daerah terkait.
l) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya
dialokasikan untuk kebutuhan akibat risiko sosial yang tidak
dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD yang apabila
ditunda penanganannya akan menimbulkan risiko sosial yang
lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan.
m) Pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya tidak melebihi pagu alokasi anggaran yang
direncanakan.
n) Penganggaran bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya dianggarkan dalam Belanja Tidak Terduga.
o) Usulan permintaan atas bantuan sosial yang tidak dapat
direncanakan sebelumnya dilakukan oleh SKPD terkait.
p) Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis
atas bantuan sosial yang direncanakan kepada kepala daerah
melalui SKPD sesuai dengan urusan dan kewenangannya.
q) Penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan
material atas penggunaan bantuan sosial yang diterimanya.
r) Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi
bantuan sosial diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala
daerah.

Pasal 41
Bantuan sosial memenuhi kriteria paling sedikit:
a) Selektif diartikan bahwa bantuan sosial hanya diberikan kepada
calon penerima yang ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan
risiko sosial;
b) memenuhi persyaratan penerima bantuan diartikan memiliki
identitas kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c) Bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan
tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa pemberian bantuan
sosial tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran
dan keadaan tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa
bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai
penerima bantuan telah lepas dari risiko sosial; dan

41
d) sesuai tujuan penggunaan diartikan bahwa tujuan pemberian
bantuan sosial meliputi:
(1) rehabilitasi social, ditujukan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar.
(2) perlindungan social, ditujukan untuk mencegah dan menangani
resiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang,
keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya
dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
(3) pemberdayaan social, ditujukan untuk menjadikan seseorang
atau kelompok masyarakat yang mengalami masalah sosial
mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya.
(4) jaminan social, merupakan skema yang melembaga untuk
menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak.
(5) penanggulangan kemiskinan, merupakan kebijakan, program,
kegiatan dan sub kegiatan yang dilakukan terhadap orang,
keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau
mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
(6) penanggulangan bencana, merupakan serangkaian upaya yang
ditujukan untuk rehabilitasi.
e) Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis atas
bantuan sosial yang direncanakan kepada kepala daerah melalui
SKPD sesuai dengan urusan dan kewenangannya.
f) Penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan
material atas penggunaan bantuan sosial yang diterimanya.
g) Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi
bantuan sosial diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.

Pasal 42
Ketentuan terkait Belanja Modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 30
huruf b) adalah sebagai berikut:
a) Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang
dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya.
Pengadaan aset tetap memenuhi kriteria:
(1) mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
(2) digunakan dalam Kegiatan Pemerintahan Daerah; dan
(3) batas minimal kapitalisasi aset.
Selain kriteria juga memuat kriteria lainnya yaitu:
(1) berwujud;
(2) biaya perolehan aset tetap dapat diukur secara andal;
(3) tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal
entitas; dan
(4) diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

42
b) Dalam hal tidak memenuhi kriteria batas minimal kapitalisasi aset
tetap dianggarkan dalam belanja barang dan jasa. Batas minimal
kapitalisasi aset tetap diatur dalam Perkada. Aset tetap
dianggarkan belanja modal sebesar harga perolehan.
c) Harga perolehan merupakan harga beli atau bangun aset ditambah
seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan
aset sampai aset siap digunakan.
d) Kelompok belanja modal dirinci atas jenis:
(1) Belanja Tanah, digunakan untuk menganggarkan tanah yang
diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap
dipakai
(2) Belanja Peralatan dan Mesin, digunakan untuk
menganggarkan peralatan dan mesin mencakup mesin dan
kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan
peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa
manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi
siap pakai.
(3) Belanja Gedung dan Bangunan, digunakan untuk
menganggarkan gedung dan bangunan mencakup seluruh
gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk
dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan
dalam kondisi siap dipakai.
(4) Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan, digunakan untuk
menganggarkan jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan,
irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh Pemerintah Daerah
serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan
dalam kondisi siap dipakai.
(5) Belanja Aset Tetap Lainnya, digunakan untuk menganggarkan
aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap, yang diperoleh
dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional Pemerintah
Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
(6) Belanja Aset Lainnya, digunakan untuk menganggarkan aset
tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional
Pemerintah Daerah, tidak memenuhi definisi aset tetap, dan
harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai
tercatatnya.
e) Belanja modal aset lainnya digunakan untuk menganggarkan aset
tetap yang tidak memenuhi kriteria aset tetap, dan harus disajikan
di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Aset lainnya
berupa aset tidak berwujud dengan kriteria:
(1) dapat diidentifikasi;
(2) tidak mempunyai wujud fisik;
(3) dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau
jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas
kekayaan intelektual;
(4) dapat dikendalikan oleh entitas; dan

43
(5) memiliki manfaat ekonomi masa depan.

Pasal 43
ketentuan terkait Belanja Tidak Terduga sebagaimana dimaksud dalam
pasal 30 huruf c) adalah sebagai berikut:
1. Belanja tidak terduga digunakan untuk menganggarkan
pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan
mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dan
pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah
tahun-tahun sebelumnya serta untuk bantuan sosial yang tidak
dapat direncanakan sebelumnya.
2. Keperluan mendesak sesuai dengan karakteristik masing-masing
pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Keadaan darurat meliputi:
4. Pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat yang belum
tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA
SKPD, kecuali untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik
sosial, dan/atau kejadian luar biasa. Belanja untuk kebutuhan
tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau kejadian luar
biasa digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
5. Pengunaan belanja tidak terduga untuk kebutuhan tanggap
darurat bencana meliputi pencarian dan penyelamatan korban
bencana, pertolongan darurat, evakuasi korban bencana,
kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan
kesehatan, dan penampungan serta tempat hunian sementara.
Batas waktu penggunaan belanja tidak terduga adalah waktu
status keadaan darurat bencana yaitu dimulai saat tanggap
darurat ditetapkan oleh kepala daerah sampai ketetapan tahap
tanggap darurat selesai.
6. Keperluan mendesak meliputi:
7. Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak ditetapkan
dalam Peraturan Daerah tentang APBD tahun berkenaan.
8. Pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah
tahun-tahun sebelumnya untuk menganggarkan pengembalian
atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah yang bersifat
tidak berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya.
9. Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya
diusulkan oleh SKPD terkait dengan tata cara sebagai berikut:
10. Belanja tidak terduga diuraikan menurut jenis, objek, rincian
objek, dan sub rincian objek dengan nama Belanja Tidak Terduga.
11. Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi untuk mendanai
keadaan darurat, pemerintah daerah menggunakan
12. Tata cara penggunaan belanja tidak terduga untuk mendanai
keadaan darurat dilakukan dengan tahapan:
13. Tata cara penggunaan belanja tidak terduga untuk mendanai
keperluan mendesak dilakukan melalui pergeseran anggaran dari

44
belanja tidak terduga kepada belanja SKPD/Unit SKPD yang
membidangi, dengan tahapan:
14. Tata cara penggunaan belanja tidak terduga yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan diluar keadaan darurat dan keperluan
mendesak dilakukan dengan tahapan:
a. dalam hal anggaran belum tersedia, penggunaan belanja tidak
terduga terlebih dahulu diformulasikan dalam RKA-SKPD yang
membidangi keuangan daerah;
b. dalam hal anggaran belum tercukupi, penggunaan belanja
tidak terduga terlebih dahulu diformulasikan dalam Perubahan
DPA-SKPD; dan
c. RKA-SKPD dan/atau Perubahan DPA-SKPD sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b menjadi dasar dalam
melakukan perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD untu
selanjutnya ditampung dalam Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD atau dituangkan dalam Laporan Realisasi
Anggaran bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan
perubahan APBD atau telah melakukan perubahan APBD.
15. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran,
pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan
pelaporan serta monitoring dan evaluasi belanja tidak terduga
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah

Pasal 44
ketentuan terkait Belanja Transfer sebagaimana dimaksud dalam pasal
30 huruf (d) adalah sebagai berikut:

1. Kelompok belanja transfer dirinci atas jenis:


a) Belanja Bagi Hasil;
1. Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan bagi
hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada
kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada
pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah
tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
2. Belanja bagi hasil dianggarkan dalam APBD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Belanja Bantuan Keuangan
1. Belanja bantuan keuangan diberikan kepada Daerah lain
dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan
kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya.
2. Belanja bantuan keuangan dalam rangka tujuan tertentu
lainnya guna memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau
penerima bantuan keuangan.
3. Bantuan keuangan dapat dianggarkan sesuai kemampuan
Keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan
belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan

45
Pemerintahan Pilihan serta alokasi belanja yang
diwajibkanoleh peraturan perundang-undangan, kecuali
ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Bantuan keuangan terdiri atas:
a. bantuan keuangan antar-Daerah provinsi;
b. bantuan keuangan antar-Daerah kabupaten/kota;
c. bantuan Keuangan Daerah provinsi ke Daerah
kabupaten/kota di wilayahnya dan/atau Daerah
kabupaten/kota di luar wilayahnya;
d. bantuan Keuangan Daerah kabupaten/kota ke Daerah
provinsinya dan/atau Daerah provinsi lainnya; dan/atau
e. bantuan Keuangan Daerah provinsi atau kabupaten/kota
kepada desa.
5. Bantuan keuangan bersifat umum atau khusus.
a. Bantuan keuangan bersifat umum peruntukan dan
pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah
dan/atau pemerintah desa penerima bantuan.
b. Bantuan keuangan bersifat khusus peruntukannya
ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan dan
pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada penerima
bantuan.
c. Dalam hal pemerintah daerah dan/atau pemerintah desa
sebagai penerima bantuan keuangan khusus tidak
menggunakan sesuai peruntukan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah selaku pemberi bantuan keuangan,
pemerintah daerah dan/atau pemerintah desa sebagai
penerima bantuan keuangan khusus wajib
mengembalikan kepada pemerintah daerah pemberi
keuangan khusus.
d. Pemerintah daerah pemberi bantuan keuangan bersifat
khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana
pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan
belanja desa penerima bantuan.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara penganggaran,
pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan
pelaporan serta monitoring dan evaluasi belanja bantuan
keuangan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

Pasal 45
ketentuan dalam pembiayaan daerah adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan daerah terdiri atas:
a. penerimaan pembiayaan; dan
b. pengeluaran pembiayaan.
2. Pembiayaan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, jenis, objek, dan rincian objek pembiayaan daerah.
3. Penerimaan Pembiayaan Daerah bersumber dari:

46
a. SiLPA;
b. pencairan Dana Cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan Pinjaman Daerah;
e. penerimaan kembali Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau
f. penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 46
Ketentuan dalam surplus dan defisit APBD adalah sebagai berikut:

1. Selisih antara anggaran Pendapatan Daerah dengan anggaran


Belanja Daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit
APBD.
2. Surplus APBD merupakan selisih lebih antara pendapatan daerah
dan belanja daerah.
3. Defisit APBD merupakan selisih kurang antara pendapatan daerah
dan belanja daerah.
4. Dalam hal APBD diperkirakan surplus, APBD dapat digunakan
untuk pengeluaran Pembiayaan Daerah yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang APBD yang pelaksanaannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, APBD dapat didanai dari
penerimaan Pembiayaan Daerah yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang APBD yang pelaksanaannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. surplus APBD diutamakan untuk:
a. pembayaran cicilan pokok Utang yang jatuh tempo;
b. penyertaan modal Daerah;
c. pembentukan Dana Cadangan;
d. Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau
e. pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo merupakan
pembayaran pokok utang yang belum cukup tersedia anggaran
dalam pengeluaran pembiayaan sesuai dengan perjanjian.
8. Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi surplus APBD kepada
Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang keuangan setiap semester dalam tahun anggaran
berkenaan.
9. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan menetapkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit
APBD dan batas maksimal defisit APBD masing-masing Daerah yang
dibiayai dari Pinjaman Daerah setiap tahun anggaran.
10. Penetapan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBD dan batas
maksimal defisit APBD masing-masing daerah paling lambat bulan
Agustus untuk tahun anggaran berikutnya.

47
11. Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi defisit APBD kepada
Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang keuangan setiap semester dalam tahun anggaran
berkenaan.
12. Pemerintah Daerah yang melanggar ketentuan dapat dikenai
sanksi penundaan penyaluran Dana Transfer Umum.
13. Menteri melakukan pengendalian defisit APBD provinsi
berdasarkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBD dan
batas maksimal defisit APBD masing-masing Daerah yang dibiayai
Pinjaman Daerah yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
14. Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat melakukan pengendalian
defisit APBD kabupaten/kota berdasarkan batas maksimal jumlah
kumulatif defisit APBD dan batas maksimal defisit APBD masing-
masing Daerah yang dibiayai Pinjaman Daerah yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
15. Pengendalian dilakukan pada saat evaluasi terhadap rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD.
16. Defisit APBD harus dapat ditutup dari Pembiayaan neto.
17. Pembiayaan netto merupakan selisih antara penerimaan
Pembiayaan dengan pengeluaran Pembiayaan.
18. Penerimaan pembiayaan daerah yang bersumber dari jenis SILPA
tahun sebelumnya dikecualikan yang penggunaannya dibatasi
untuk pengeluaran tertentu berdasarkan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
19. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan
untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber
dari:
a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. pinjaman daerah; dan
e. penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
20. Batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBD untuk setiap
tahun anggaran berpedoman pada penetapan batas maksimal
defisit APBD yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan.
21. Posisi defisit APBD sebagai dasar penetapan besaran kumulatif
defisit APBD pada tahun berikutnya.

Pasal 47
Ketentuan SILPA sebagai berikut :

1. Pemerintah Daerah menganggarkan Sisa Lebih Pembiayaan


(SILPA) tahun berkenaan bersaldo nihil.

48
2. Dalam hal perhitungan penyusunan rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan positif,
Pemerintah Daerah harus memanfaatkannya untuk penambahan
program, kegiatan dan sub kegiatan prioritas yang dibutuhkan,
volume program, kegiatan, sub kegiatan yang telah dianggarkan,
dan/atau pengeluaran pembiayaan.
3. Dalam hal perhitungan penyusunan rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan negatif,
Pemerintah Daerah melakukan pengurangan bahkan
penghapusan pengeluaran pembiayaan yang bukan merupakan
kewajiban daerah, pengurangan program, kegiatan, dan sub
kegiatan yang kurang prioritas dan/atau pengurangan volume
program, kegiatan dan sub kegiatan.

BAB IV
PELAKSANAAN APBD

Bagian Pertama
Azaz Umum Pelaksanaan APBD
Pasal 48
(1) Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintah daerah dikelola dalam APBD.
(2) Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima
pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau
penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai
pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
(4) Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening
kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja.
(5) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas
tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja.
(6) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika
untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup
tersedia dalam APBD.
(7) Pengeluaran sebagaimana dimaksud apda ayat (6) dapat dilakukan
jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan dalam
rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan
realisasi anggaran.
(8) Kriteria keadaan darurat, ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(9) Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran
daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.
(10) Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak
mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

49
Bagian Kedua
Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD
Pasal 49
(1) PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah Peraturan Daerah
tentang APBD ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala
SKPD agar menyusun DPA-SKPD.
(2) DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merinci sasaran
yang hendak dicapai, fungsi, program, kegiatan, anggaran yang
disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan
dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan (bagi SKPD
yang mempunyai pendapatan).
(3) Kepala SKPD menyerahkan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6
(enam) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Pasal 50
(1) TAPD melakukan verifikasi DPA-SKPD bersama-sama dengan
Kepala SKPD paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak
ditetapkannya Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.
(2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
PPKD mengesahkan DPA-SKPD dengan persetujuan Sekretaris
Daerah.
(3) DPA-SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Kepala SKPD yang bersangkutan, Inspektorat
Daerah, Bappeda Litbang dan Badan Keuangan Daerah selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.
(4) DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai
dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna
anggaran/barang.

Bagian Ketiga
Anggaran Kas
Pasal 51
(1) Kepala SKPD berdasarkan DPA-SKPD menyusun Anggaran Kas
SKPD.
(2) Anggaran Kas SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan DPA-
SKPD.

Pasal 52
(1) PPKD selaku BUD menyusun Anggaran Kas Pemerintah Daerah
guna mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai
pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana
yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah disahkan.

50
(2) Anggaran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan
perkiraan arus kas keluar yang akan digunakan mendanai
pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.

Bagian Keempat
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah
Pasal 53
(1) Semua pendapatan daerah dilaksanakan melalui rekening kas
umum daerah, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-
undangan.
(2) Setiap pendapatan harus didukung oleh bukti yang lengkap dan
sah.

Pasal 54
(1) Setiap SKPD yang memungut pendapatan daerah wajib
mengintensifkan pemungutan pendapatan yang menjadi wewenang
dan tanggung jawabnya.
(2) SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah.
(3) Dalam hal terjadi penerimaan yang sumber penerimaannya tidak
atau belum tersedia rekeningnya dan/atau aturannya, maka uang
yang diterima dimasukkan dalam pos rekening Penerimaan Lain-
lain Yang Sah.

Pasal 55
Komisi, rabat, potongan atau pendapatan lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung
sebagai akibat dan penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi dan/atau
pengadaan barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau
pendapatan lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank
serta pendapatan dan hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan
lainnya merupakan pendapatan daerah.

Pasal 56
(1) Pengembalian atas kelebihan pendapatan dilakukan dengan
membebankan pada pendapatan yang bersangkutan untuk
pengembalian pendapatan yang terjadi dalam tahun yang sama.
(2) Untuk pengembalian kelebihan pendapatan yang terjadi pada
tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga.
(3) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.

51
Pasal 57
Semua pendapatan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan dicatat
sebagai pendapatan daerah.

Bagian Kelima
Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah

Pasal 58
(1) Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung
dengan bukti yang lengkap dan sah.
(2) Bukti sebagai dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan
oleh pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab atas
kebenaran material yang timbul dan penggunaan bukti yang
dimaksud.
(3) Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat
dilakukan sebelum rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dan ditempatkan dalam
lembaran daerah.
(4) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
termasuk untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
(5) Belanja yang bersifat mengikat sebagaimana dimaksud ayat (4)
merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan
harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah yang
cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang
seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa.
(6) Belanja yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud ayat (4) adalah
belanja untuk terpenuhinya kelangsungan pemenuhan pendanaan
pelayanan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan
dan/atau untuk melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.
(7) Belanja dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan,
Pembangunan dan Kemasyarakatan yang bersifat rutin,
penggunaan dananya disesuaikan dengan kebutuhan dalam satu
kegiatan.
(8) Belanja sebagaimana dimaksud ayat (7) terdiri dari biaya kegiatan
Pemerintah Kabupaten, biaya makan dan minum tamu Pemkab,
serta biaya sewa tenda dan kelengkapannya.

Pasal 59
(1) Pemberian subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan
dilaksanakan atas persetujuan Bupati.
(2) Penerima subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan
bertanggung jawab atas penggunaan uang/barang dan/atau jasa
yang diterimanya dan wajib menyampaikan laporan pertanggung
jawaban penggunaannya kepada Bupati.

52
Pasal 60
(1) Dasar penggunaan anggaran belanja tidak terduga yang
dianggarkan dalam APBD untuk mendanai tanggap darurat,
penanggulangan bencana alam dan/atau bencana sosial termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun
sebelumnya yang telah ditutup ditetapkan dengan keputusan
Bupati dan diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan
terhitung sejak keputusan ditetapkan.
(2) Pengeluaran belanja untuk tanggap darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berdasarkan kebutuhan yang diusulkan dari
instansi/lembaga berkenaan setelah mempertimbangkan efisiensi
dan efektifitas serta menghindari adanya tumpah tindih pendanaan
terhadap kegiatan-kegiatan yang telah didanai baik melalui APBD
maupun APBN.
(3) Penggunaan belanja tidak terduga dapat dibebankan secara
langsung yaitu untuk pengembalian atas kelebihan penerimaan
tahun sebelumnya atau dilakukan melalui proses pergeseran
anggaran dari mata anggaran belanja tidak terduga sesuai dengan
sifat dan jenis kegiatan yang diperlukan.
(4) Pimpinan instansi/lembaga penerima dana tanggap darurat
bertanggungjawab atas penggunaan dana tersebut dan wajib
menyampaikan laporan realisasi penggunaannya kepada atasan
langsung dan Bupati.
(5) Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban belanja tidak
terduga untuk tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dalam Peraturan Bupati.

Pasal 61
Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh)
dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan pajak yang
dipungutnya ke rekening kas negara pada bank yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka
waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 62
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang
persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran SKPD, yang
besarnya 1/12 (satu per dua belas) dari total belanja SKPD dikurangi
belanja Pegawai dan belanja modal.
(2) Dalam hal pelaksanaan/penyelenggaraan Pemerintahan,
Pembangunan dan Kemasyarakatan, pembukaan rekening
penerimaan harus berdasarkan Keputusan Bupati Kolaka Timur
untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan SKPD.

53
Bagian Keenam
Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah
Pasal 63
(1) Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh PPKD.
(2) Semua penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dilakukan
melalui Rekening Kas Umum Daerah.

Pasal 64
Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya merupakan
penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:
a. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil
dari pada realisasi belanja;
b. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja;
c. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun
anggaran belum diselesaikan.

Pasal 65
Yang dimaksud dengan Utang Daerah adalah:
a. Bilamana terjadi estimasi penerimaan yang tidak tercapai dari
perkiraan semula atau berkurang dari perencanaan;
b. Pekerjaannya yang dikontraktualkan dan telah dilaksanakan
seratus persen (100%) dan dibuktikan dengan bukti-bukti yang sah
sesuai peraturan perundang-undangan;
c. Permintaan pembayarannya telah diregistrasi pada buku register
utang daerah dan telah dibuatkan Keputusan Bupati tentang Utang
Pemerintah Daerah.

Bagian Ketujuh
Pelaksanaan Anggaran Belanja Lanjutan
Pasal 66
(1) Beban belanja pelaksanaan kegiatan lanjutan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 62 huruf b didasarkan pada DPA-SKPD yang
telah disahkan kembali oleh PPKD menjadi DPA Lanjutan (DPAL-
SKPD) tahun anggaran berikutnya.
(2) Untuk pengesahan kembali DPA-SKPD menjadi DPAL-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala SKPD menyampaikan
laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan fisik dan non-fisik
maupun keuangan kepada PPKD paling lambat pertengahan bulan
desember tahun anggaran berjalan.
(3) Jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL-SKPD setelah terlebih
dahulu dilakukan pengujian sebagai berikut:
a. Sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan atau belum
diterbitkan SP2D atas kegiatan yang bersangkutan;
b. Sisa SPD yang belum diterbitkan SP2D; dan
c. SP2D yang belum diuangkan.

54
(4) DPAL-SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat dijadikan dasar pelaksanaan penyelesaian pekerjaan
dan penyelesaian pembayaran.
(5) Pekerjaan yang dapat dilanjutkan dalam bentuk DPAL memenuhi
kriteria:
a. pekerjaan yang telah ada ikatan perjanjian kontrak pada tahun
anggaran berkenaan; dan
b. keterlambatan penyelesaian pekerjaan diakibatkan bukan karena
kelalaian pengguna anggaran/barang atau rekanan, namun karena
akibat force mejeur.

Bagian Kedelapan
Dana Cadangan
Pasal 67
(1) Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atas nama
dana cadangan pemerintah daerah yang dikelola oleh BUD.
(2) Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai program
dan kegiatan lain di luar yang telah ditetapkan dalam peraturan
daerah tentang pembentukan dana cadangan.
(3) Program dan kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan apabila
dana cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan program dan
kegiatan.
(4) Untuk pelaksanaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dana cadangan dimaksud terlebih dahulu
dipindahbukukan ke rekening kas umum daerah.
(5) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), paling
tinggi sejumlah pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk
mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan
sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
pembentukan dana cadangan.
(6) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan
dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas
persetujuan PPKD.
(7) Dalam hal program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), telah selesai dilaksanakan dan target kinerjanya telah tercapai,
maka dana cadangan yang masih tersisa pada rekening dana
cadangan, dipindahbukukan ke rekening kas umum daerah.

Pasal 68
(1) Dalam hal dana cadangan yang ditempatkan pada rekening dana
cadangan belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana
tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil
tetap dengan risiko rendah.
(2) Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan
penempatan dalam portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menambah jumlah dana cadangan.
(3) Portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

55
a. Deposito;
b. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
c. Surat Perbendaharaan Negara (SPN);
d. Surat Utang Negara (SUN); dan
e. Surat Berharga lainnya yang dijamin pemerintah.
(4) Penatausahaan pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai
dari dana cadangan diperlakukan sama dengan penatausahaan
pelaksanaan program/ kegiatan lainnya.

Pasal 69
(1) Investasi awal dan penambahan investasi dicatat pada rekening
penyertaan modal (investasi) daerah.
(2) Penyertaan modal Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan
disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan
dalam Peraturan Daerah tentang penyertaan modal daerah
berkenaan.
(3) Pengurangan, penjualan, dan/atau pengalihan investasi dicatat
pada rekening penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
(divestasi modal).
(4) Penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana
dimaksud ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 70
(1) Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman
yang akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan
sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman
berkenaan.
(2) Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan
dalam nilai rupiah.
(3) Penerimaan pinjaman daerah dilakukan melalui rekening kas
umum daerah.
(4) Pemerintah daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman
pihak lain.
(5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada
perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk
kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya
yang menjadi tanggungan pihak peminjam.

Pasal 71
(1) Pemerintah daerah wajib membayar bunga dan pokok utang yang
telah jatuh tempo.
(2) Apabila anggaran yang tersedia dalam APBD/perubahan APBD
tidak mencukupi untuk pembayaran bunga dan pokok utang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat melakukan

56
pelampauan pembayaran mendahului perubahan atau setelah
perubahan APBD.
(3) Pelampauan pembayaran bunga dan pokok utang sebelum
perubahan APBD dilaporkan kepada DPRD dalam pembahasan
awal perubahan APBD.
(4) Pelampauan pembayaran bunga dan pokok utang setelah
perubahan APBD dilaporkan kepada DPRD dalam laporan realisasi
anggaran.

Pasal 72
(1) Kepala SKPKD melaksanakan pembayaran bunga dan cicilan pokok
utang yang jatuh tempo.
(2) Pembayaran bunga pinjaman dicatat pada rekening belanja bunga.
(3) Pembayaran denda pinjaman dicatat pada rekening belanja bunga.
(4) Pembayaran pokok pinjaman dicatat pada rekening cicilan pokok
utang yang jatuh tempo.

Pasal 73
(1) Setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu.
(2) PPK-SKPD melakukan penatausahaan dan penerimaan piutang
atau tagihan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD.
(3) Piutang atau tagihan daerah yang tidak dapat diselesaikan
seluruhnya pada saat jatuh tempo, diselesaikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Piutang daerah jenis tertentu seperti piutang pajak daerah dan
piutang retribusi daerah merupakan prioritas untuk didahulukan
penyelesaiannya sesuai dengan peraturan peundang-undangan.
(5) Piutang daerah yang terjadi sebagai akibat hubungan keperdataan
dapat diselesaikan dengan cara damai, kecuali piutang yang cara
penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-
undangan.
(6) Piutang daerah dapat dihapuskan dari pembukuan dengan
penyelesaian secara mutlak atau bersyarat, kecuali cara
penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan perundang-
undangan.

Pasal 74
(1) Kepala SKPKD melaksanakan penagihan dan menatausahakan
piutang daerah.
(2) Untuk melaksanakan penagihan piutang daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), kepala SKPKD menyiapkan bukti dan
administrasi penagihan.
(3) Kepala SKPKD setiap bulan melaporkan realisasi penerimaan
piutang kepada Bupati.
(4) Bukti pembayaran piutang SKPKD dari pihak ketiga harus
dipisahkan dengan bukti penerimaan kas atas pendapatan pada
tahun anggaran berjalan.

57
Bagian Kesembilan
Dana Transfer
Pasal 75
(1) Program dan kegiatan yang dibiayai dari dana transfer dan sudah
jelas peruntukannya, seperti dana darurat, dana bencana alam,
DAK, dan bantuan keuangan yang bersifat khusus serta
pelaksanaan kegiatan dalam keadaan darurat dan/atau mendesak
lainnya, yang belum cukup tersedia dan/atau belum dianggarkan
dalam APBD, dapat dilaksanakan mendahului penetapan Peraturan
Daerah tentang Perubahan APBD dengan cara:
a. Menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Penjabaran
APBD dan memberitahukan kepada Pimpinan DPRD;
b. Menyusun RKA-SKPD dan mengesahkan DPA-SKPD sebagai
dasar pelaksanaan kegiatan; dan
c. Dimasukkan dalam Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD,
atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran, apabila
daerah telah menetapkan Perubahan APBD atau tidak
melakukan Perubahan APBD.
(2) Dalam hal terdapat sisa DAK Bidang Pendidikan pada kas daerah
saat tahun anggaran 2022 berakhir, maka sisa DAK tahun
anggaran 2022 digunakan untuk mendanai kegiatan DAK Bidang
Pendidikan pada tahun anggaran 2022 yang pelaksanaannya
mengacu pada petunjuk teknis DAK Bidang Pendidikan.

BAB V
PERUBAHAN APBD

Bagian Pertama
Dasar Perubahan APBD
Pasal 76
(1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
a. Perkembangan yang tidak sesuai asumsi KUA;
b. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis
belanja;
c. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun
sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
d. Keadaan darurat; dan
e. Keadaan luar biasa
(2) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
(3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
sekurang-kurangnya harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktifitas pemerintah
daerah dan tidak dapat diprediksi sebelumnya;
b. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan

58
d. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam
rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
(4) Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan
pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, melalui belanja
tidak terduga yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan
perubahan APBD setelah mendapat persetujuan prinsip dari
Bupati;
(5) Pendanaan keadaan darurat untuk kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diformulasikan dulu dalam RKA-SKPD.
(6) Dalam hal keadaan darurat terjadi setelah ditetapkannya
perubahan APBD, pemerintah daerah dapat melakukan
pengeluaran yang belum tersedia anggarannnya, dan pengeluaran
tersebut disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
(7) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e,
merupakan keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan
dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau
penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen), yang
merupakan selisih (gap) kenaikan atau penurunan antara
pendapatan dan belanja dalam APBD.

Bagian Kedua
Pergeseran Anggaran
Pasal 77
(1) Pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan
antar jenis belanja, serta pergeseran antar obyek belanja dalam
jenis belanja dan antar rincian obyek belanja diformulasikan dalam
Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran (DPPA-SKPD).
(2) Pergeseran antar rincian obyek belanja dalam obyek belanja
berkenaan dapat dilakukan atas persetujuan Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (PPKD).
(3) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dilakukan dengan cara mengubah Peraturan Bupati Kolaka
Timur tentang Penjabaran APBD sebagai dasar pelaksanaan, untuk
selanjutnya dianggarkan dalam Rancangan Peraturan Daerah
tentang Perubahan APBD.
(4) Pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar
jenis belanja dapat dilakukan dengan cara merubah Peraturan Daerah
tentang APBD.
(5) Anggaran yang mengalami perubahan baik berupa penambahan
dan/atau pengurangan akibat pergeseran sebagaimana dimaksud
ayat (1), harus dijelaskan dalam kolom keterangan Peraturan
Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD.

Pasal 78
(1) Revisi anggaran dalam DPA, dapat dilakukan selama tidak
berakibat pada:

59
a. Pergantian target dan sasaran yang hendak dicapai sesuai
program yang ditetapkan dalam DPA;
b. Menambah dana untuk kegiatan yang tercantum dalam DPA;
c. Menimbulkan kegiatan baru yang semula tidak tercantum dalam
DPA;
d. Adanya tambahan biaya untuk gaji/upah, honorarium dan
perjalanan dinas;
e. Perubahan berupa penurunan volume tolak ukur yang terjadi
karena adanya perubahan harga standar, sepanjang tidak
melampaui batas biaya yang tersedia dalam DPA;
f. Pengadaan tanah yang lebih luas daripada yang tercantum
dalam DPA, sepanjang tidak melampaui batas biaya yang tesedia
untuk keperluan itu dan sesuai dengan fungsinya dalam
mendukung pelaksanaan proyek.
(2) Revisi anggaran dalam DPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diusulkan oleh pananggungjawab kegiatan kepada Bupati dengan
tembusan disampaikan kepada BAPPEDA LITBANG, Inspektorat
Daerah, Badan Keuangan Daerah, dan Bagian Hukum Setda Kab.
Kolaka Timur.

BAB VI
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama
Azaz Umum Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 79
(1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara
penerimaan/ pengeluaran dan orang atau badan yang menerima
atau menguasai/barang/ kekayaan daerah wajib
menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen
yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan
dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab
terhadap kebenaran material dan akibat yang ditimbulkan dari
penggunaan surat bukti yang dimaksud.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 80
(1) Untuk pelaksanaan APBD, Bupati Kolaka Timur menetapkan:
a. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD;
b. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM;
c. Pejabat yang diberi wewenang mengesahkan SPJ;
d. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D;
e. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran;

60
f. Bendahara pengeluaran yang mengelola belanja bunga, belanja
subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi
hasil, belanja bantuan keuangan, belanja tidak terduga, dan
pengeluaran pembiayaan pada SKPD;
g. Bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran
pembantu SKPD; dan
h. Pejabat lainnya dalam rangka pelaksanaan APBD.
(2) Penetapan pejabat yang ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Penetapan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h, didelegasikan oleh Bupati kepada kepala SKPD.
(4) Pejabat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencakup;
a. PPK-SKPD yang diberi wewenang melaksanakan fungsi tata
usaha keuangan pada SKPD;
b. PPTK yang diberi wewenang melaksanakan satu atau beberapa
kegiatan dan suatu program sesuai bidang tugasnya;
c. Pejabat yang diberi wewenang manandatangani surat bukti
pemungutan pendapatan daerah;
d. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani bukti
penerimaan kas dan bukti penerimaan lainnya yang sah; dan
e. Pembantu bendahara penerimaan dan/atau pembantu bendahara
pengeluaran.
(5) Penetapan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(4) dilaksanakan sebelum dimulainya tahun anggaran berkenaan.

Pasal 81
(1) Untuk mendukung kelancaran tugas perbendaharaan, bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran dapat dibantu oleh
Bendahara Pengeluaran Pembantu dan bendahara penerimaan
pembantu.
(2) Bendahara Penerimaan Pembantu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) melaksanakan fungsi sebagai kasir atau pembuat dokumen
penerimaan.
(3) Bendahara pengeluaran pembantu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) melaksanakan fungsi sebagai kasir, pembuat dokumen
pengeluaran uang di UPTD dan Puskesmas.

Bagian Ketiga
Penatausahaan Penerimaan
Pasal 82
(1) Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada
bank pemerintahan yang ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa
BUD menerima nota kredit.
(2) Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

61
a. Disetor langsung ke bank dari pihak ketiga;
b. Disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau
kantor pos oleh pihak ketiga; dan
c. Disetor melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga.
(3) Benda berharga seperti karcis retribusi sebagai tanda bukti
pembayaran pihak ketiga kepada bendahara penerimaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan dan
disahkan oleh PPKD.
(4) Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung, kecuali ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 83
(1) Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan
terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang
menjadi tanggung jawabnya.
(2) Penatausahaan atas penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menggunakan:
a. Buku Kas Umum;
b. Buku Pembantu Perincian Obyek Penerimaan; dan
c. Buku Rekapitulasi Penerimaan Harian.
(3) Bendahara penerimaan dalam melakukan penatausahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan:
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKP-Daerah);
b. Surat Ketetapan Retribusi (SKR);
c. Surat Tanda Setoran (STS);
d. Surat Tanda Bukti Pembayaran; dan
e. Bukti penerimaan lainnya yang sah.
(4) Bendahara penerimaan pada SKPD wajib
mempertanggungjawabkan secara administratif atas pengelolaan
uang yang menjadi tanggungjawabnya dengan menyampaikan
laporan pertanggung jawaban penerimaan kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
(5) Bendahara penerimaan pada SKPD wajib
mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan
uang yang menjadi tanggungjawabnya dengan menyampaikan
laporan pertanggung jawaban penerimaan kepada PPKD selaku
BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
(6) Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (5) dilampiri dengan:
a. Buku kas umum;
b. Buku pembantu perincian obyek penerimaan;
c. Buku rekapitulasi penerimaan harian; dan
d. Bukti penerimaan lainnya yang sah.
(7) PPKD selaku BUD melakukan verifikasi evaluasi dan analisis atas
laporan pertanggung jawaban bendahara penerimaan pada SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

62
(8) Verifikasi, evaluasi dan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) dilakukan dalam rangka rekonsiliasi penerimaan dan
kesesuaiannya dengan sistem akuntansi dan Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Daerah.
(9) Sistem Akuntansi dan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dalam Peraturan
Bupati.

Pasal 84
(1) Dalam hal obyek pendapatan daerah tersebar atas pertimbangan
kondisi geografis wajib pajak dan/atau wajib retribusi tidak
mungkin membayar kewajibannya langsung pada badan, lembaga
keuangan atau kantor pos yang bertugas melaksanakan sebagian
tugas dan fungsi bendahara penerimaan, dapat ditunjuk bendahara
penerimaan pembantu.
(2) Bendahara penerimaan pembantu wajib menyelenggarakan
penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas
penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya.
(3) Penatausahaan atas penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menggunakan:
a. Buku kas umum; dan
b. Buku kas penerimaan harian pembantu.
(4) Bendahara penerimaan pembantu dalam melakukan
penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menggunakan:
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKP-Daerah);
b. Surat Ketetapan Retribusi (SKR);
c. Surat Tanda Setoran (STS);
d. Surat Tanda Bukti Pembayaran; dan
e. Bukti penerimaan lainnya yang sah.
(5) Bendahara penerimaan pembantu wajib menyampaikan laporan
pertanggung jawaban penerimaan kepada bendahara penerimaan
paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya.
(6) Bendahara penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban penerimaan.

Pasal 85
(1) Bupati dapat menunjuk bank, badan, lembaga keuangan atau
kantor pos yang bertugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi
bendahara penerimaan.
(2) Bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyetor seluruh uang yang diterimanya ke
rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung
sejak uang kas tersebut diterima.
(3) Atas pertimbangan kondisi geografis yang sulit dijangkau dengan
komunikasi dan transportasi, dapat melebihi ketentuan batas

63
waktu penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dalam Peraturan Bupati.
(4) Bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempertanggungjawabkan seluruh uang
kas yang diterimanya kepada Bupati melalui BUD.

Pasal 86
(1) Bendahara penerimaan pembantu wajib menyetor seluruh uang
yang diterima ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu)
hari kerja terhitung sejak uang kas tersebut diterima.
(2) Bendahara penerimaan pembantu mempertanggung jawabkan
bukti penerimaan dan bukti penyetoran dan seluruh uang kas yang
diterimanya kepada bendahara penerimaan.

Pasal 87
Pengisian dokumen penatausahaan penerimaan dapat menggunakan
aplikasi komputer dan/atau alat elektronik lainnya, sesuai dengan
sistem dan kebijakan akuntansi pemerintah daerah Kabupaten Kolaka
Timur yang berlaku.

Pasal 88
Dalam hal bendahara penerimaan berhalangan, maka:
a. Apabila melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu)
bulan, bendahara penerimaan tersebut wajib memberikan surat
kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk melakukan penyetoran
dan tugas-tugas bendahara penerimaan atas tanggung jawab
bendahara penerimaan yang bersangkutan dengan diketahui
kepala SKPD.
b. Apabila melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan,
harus ditunjuk pejabat bendahara penerimaan dan diadakan berita
acara serah terima.
c. Apabila bendahara penerimaan sesudah 3 (tiga) bulan belum juga
dapat melaksanakan tugas, maka dianggap yang bersangkutan
telah mengundurkan diri atau berhenti dari jabatan sebagai
bendahara penerimaan dan oleh karena itu segera diusulkan
penggantinya.

Bagian Keempat
Penatausahaan Pengeluaran dan Penyediaan Dana
Pasal 89
(1) Setelah penetapan anggaran kas dalam rangka penyelenggaraan
pengelolaan keuangan, maka diperlukan manajemen kas dengan
menerbitkan SPD.
(2) SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh Bidang
Anggaran Badan Keuangan Daerah untuk ditandatangani oleh
PPKD.

64
Pasal 90
(1) Pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPD atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.

Bagian Kelima
Permintaan Pembayaran
Pasal 91
(1) Berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan
SPD, bendahara pengeluaran mengajukan SPP kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. SPP Uang Persediaan (SPP-UP);
b. SPP Ganti Uang (SPP-GU);
c. SPP Tambahan Uang (SPP-TU); dan
d. SPP Langsung (SPP-LS).
(3) Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf b, huruf
c dilampiri dengan daftar rincian rencana penggunaan dana sampai
dengan jenis belanja.

Pasal 92
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh
bendahara pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
dalam rangka pengisian uang persediaan.
(2) Jumlah besaran SPP-UP tiap SKPD pengguna anggaran ditetapkan
berdasarkan Keputusan Bupati.
(3) Dokumen SPP-UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Surat Pengantar SPP-UP;
b. Ringkasan SPP-UP;
c. Rincian SPP-UP;
d. Salinan SPD;
e. Draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna
anggaran/ kuasa pengguna anggaran yang menyatakan bahwa
uang yang diminta tidak dipergunakan untuk keperluan selain
ganti uang persediaan saat pengajuan SP2D kepada PPKD
selaku BUD; dan
f. Lampiran lain yang diperlukan.
(4) Bendahara pengeluaran mengajukan SPP uang persediaan (UP)
setiap awal tahun anggaran setelah dikeluarkannya SK Bupati
tentang besaran UP. SPP-UP dipergunakan untuk mengisi uang
persediaan tiap-tiap SKPD. Pengajuan UP hanya dilakukan sekali
dalam setahun tanpa pembebanan pada kode rekening tertentu.
(5) Bendahara pengeluaran SKPD dapat melimpahkan sebagian uang
persediaan yang dikelolanya kepada bendahara pengeluaran
pembantu SKPD untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan.

65
Pelimpahan tersebut dilakukan berdasarkan persetujuan pengguna
anggaran.

Pasal 93
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan oleh
bendahara pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dan
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD
dalam rangka ganti uang persediaan.
(2) Dokumen SPP-GU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Surat Pengantar SPP-GU;
b. Ringkasan SPP-GU;
c. Rincian SPP-GU;
d. Surat pengesahan laporan pertanggungjawaban bendahara
pengeluaran atas penggunaan dana SPP-UP/GU/TU
sebelumnya;
e. Salinan SPD;
f. Draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna
anggaran/ kuasa pengguna anggaran yang menyatakan bahwa
uang yang diminta tidak dipergunakan untuk keperluan selain
ganti uang persediaan saat pengajuan SP2D kepada PPKD
selaku BUD; dan
g. Lampiran lain yang diperlukan.
(3) Penerbitan dan Pengajuan SPP-GU dan SPM-GU oleh bendahara
dapat dilakukan lebih dari satu kali menurut kebutuhan dengan
melampirkan dokumen yang dipersyaratkan, dan tidak melampaui
pagu SPD yang telah ditetapkan.

Pasal 94
Ketentuan batas jumlah SPP-UP dan SPP-GU sebagaimana dimaksud
pasal 90 dan pasal 91 adalah sebagai berikut:
(1) UP dapat diberikan setinggi-tingginya 1/12 dari pagu DPA menurut
klasifikasi belanja yang diizinkan untuk diberikan uang persediaan.
(2) GU dapat diberikan apabila uang persediaan telah
digunakan/dipertanggung jawabkan minimal 70% dari UP.

Pasal 95
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD dalam rangka
tambahan uang persediaan.
(2) Dokumen SPP-TU sebagaiman dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. Surat Pengantar SPP-TU;
b. Ringkasan SPP-TU;
c. Rincian SPP-TU;
d. Salinan SPD;
e. Draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna
anggaran/ kuasa pengguna anggaran yang dinyatakan bahwa

66
uang yang diminta tidak dipergunakan untuk keperluan lain
selain tambahan uang persediaan saat pengajuan SP2D kepada
PPKD selaku BUD.
f. Surat keterangan yang memuat penjelasan keperluan pengisian
tambahan uang persediaan;
g. Lampiran lainnya.
(3) Batas jumlah pengajuan SPP-TU harus mendapat persetujuan dari
PPKD dengan memperhatikan rincian kebutuhan dan waktu paling
lama 1 (satu) bulan.
(4) Dalam hal dana tambahan uang tidak habis digunakan dalam 1
(satu) bulan, maka sisa tambahan uang disetor ke rekening kas
umum daerah.

(5) Pengajuan SPP-TU berikutnya dapat dilakukan apabila bendahara


pengeluaran telah mempertanggung jawabkan tambahan uang yang
pernah diterima dibuktikan dengan pengesahan oleh Kepala SKPD.

Pasal 96
(1) Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU sebagaimana
dimaksud dalam pasal 90 ayat (1), pasal 91 ayat (1) dan pasal 93
ayat (1) digunakan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran SKPD
yang harus dipertanggung jawabkan.

Pasal 97
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji
dan tunjangan serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh bendahara pengeluaran guna
memperoleh persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran melalui PPK-SKPD.
(2) Dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Surat Pengantar SPP-LS;
b. Ringkasan SPP-LS;
c. Rincian SPP-LS; dan
d. Lampiran SPP-LS.
(3) Lampiran dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan
serta penghasilan lainnya dimaksud pada ayat (2) huruf d
mencakup:
a. Pembayaran gaji induk;
b. Gaji susulan;
c. Kekurangan gaji;
d. Gaji terusan;
e. Uang duka wafat tewas yang dilengkapi dengan daftar gaji induk
gaji susulan/kekurangan gaji/uang duka wafat/tewas;
f. SK-CPNS;
g. SK-PNS;
h. SK kenaikan pangkat;
i. SK jabatan;

67
j. Kenaikan gaji berkala;
k. Surat pernyataan pelantikan;
l. Surat pernyataan masih menduduki jabatan;
m. Surat pernyataan melaksanakan tugas;
n. Daftar keluarga (KP4);
o. Foto copy surat nikah;
p. Foto copy akte kelahiran;
q. Surat keterangan pemberhentian pembayaran (SKPP) gaji;
r. Daftar potongan sewa rumah dinas;
s. Surat keterangan masih sekolah/kuliah;
t. Surat pindah;
u. Surat kematian;
v. SPP PPh pasal 21; dan
w. Untuk Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Pimpinan dan
Anggota DPRD mengacu pada peraturan perundang-undangan
mengenai penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD, serta gaji
dan tunjangan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
(4) Lampiran dokumen SPP-LS pembayaran gaji dan tunjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sesuai dengan
peruntukannya.
(5) Pembayaran Lembur dilengkapi dengan Daftar Pembayaran
Perhitungan Lembur yang sudah ditandatangani oleh yang
bersangkutan, Surat Perintah Kerja Lembur, dan SSP PPh Pasal 21.
(6) Pembayaran Honor/Vakasi dilengkapi dengan Surat Keputusan
tentang pemberian honor vakasi, daftar pembayaran yang sudah
ditandatangani oleh yang bersangkutan, dan SSP PPh Pasal 21.

Pasal 98
(1) PPTK menyiapkan dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan
jasa untuk disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam
rangka pengajuan permintaan pembayaran.
(2) Dokumen SPP-LS untuk mengadakan barang dan jasa sebagaiman
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Surat Pengantar SPP-LS;
b. Ringkasan SPP-LS;
c. Rincian SPP-LS; dan
d. Lampiran SPP-LS.
(3) Lampiran dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d mencakup:
a. Salinan SPD;
b. Salinan surat rekomendasi dan SKPD teknis terkait;
c. SPP disertai faktur pajak (PPn dan PPh) yang telah ditanda
tangani wajib pajak dan wajib pungut;
d. Surat perjanjian kerja sama kontrak antara pengguna
anggaran/surat kuasa pengguna anggaran dengan pihak ketiga
serta mencantumkan nomor rekening bank pihak ketiga;
e. Berita acara penyelesaian pekerjaan;
f. Berita acara serah terima barang dan jasa;

68
g. Berita acara pembayaran;
h. Kuitansi bermaterai, nota/faktu yang ditanda tangani pihak
ketiga dan PPTK serta disetujui oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran;
i. Surat jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan
oleh bank atau lembaga keuangan non bank;
j. Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang
dananya sebagian atau seluruh bersumber dan penerusan
pinjaman/hibah luar negeri;
k. Berita acara pemeriksaan yang ditanda tangani oleh pihak
ketiga/rekanan serta unsur panitia pemeriksaan barang berikut
lampiran daftar barang yang diperiksa;
l. Surat angkutan konosemen apabila pengadaan barang
dilaksanakan di luar wilayah kerja;
m. Surat pemberitahuan potongan denda keterlambatan pekerjaan
dari PPTK apabila pekerjaan mengalami keterlambatan;
n. Foto/buku dokumentasi tingkat kemajuan/penyelesaian
pekerjaan;
o. Potongan jamsostek (potongan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku/surat pemberitahuan jamsostek); dan
p. Khusus untuk pekerjaan konsultan yang perhitungan harganya
menggunakan biaya personil (billing rate), berita acara prestasi
kemajuan pekerjaan dilampiri dengan bukti kehadiran dengan
tenaga konsultan sesuai pentahapan waktu pekerjaan dan bukti
penyewaan/pembelian alat penunjang serta bukti pengeluaran
lainnya berdasarkan rincian dalam surat penawaran.
(4) Kelengkapan lampiran dokumen SPP-LS pengadaan barang dan
jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sesuai dengan
peruntukannya.
(5) Dalam hal kelengkapan dokumen yang diajukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak lengkap, bendahara pengeluaran
mengembalikan dokumen SPP-LS pengadaan barang dan jasa
kepada PPTK untuk dilengkapi.
(6) Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada pengguna anggaran setelah
ditandatangani oleh PPTK guna memperoleh persetujuan pengguna
anggaran/kuasa pengguna PPK-SKPD.

Pasal 99
(1) Permintaan pembayaran untuk suatu kegiatan dapat terdiri atas
SPP-LS dan/atau SPP-UP/GU/TU.
(2) SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pembayaran langsung
pada pihak ketiga berdasarkan kontrak dan/atau surat perintah kerja
setelah diperhitungkan kewajiban pihak ketiga sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
(3) SPP-LS belanja barang dan jasa untuk kebutuhan SKPD yang
bukan pembayaran langsung kepada pihak ketiga dikelola oleh
bendahara pengeluaran.

69
(4) SPP-UP/GU/TU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
pengeluaran lainnya yang bukan untuk pihak ketiga.
(5) Belanja Modal yang pengadaannya bernilai sampai Rp. 15.000.000,-
dan bukan merupakan pekerjaan konstruksi, dilakukan melalui
pengadaan langsung dan pembayarannya dapat dengan
menggunakan UP/GU/TU.
(6) Belanja Pegawai (honorarium/insentif/lembur) yang
permintaannya melebihi setengah dari nilai UP, pembayarannya
dilakukan dengan menggunakan SPP TU (Tambah Uang).

Pasal 100
Permintaan pembayaran belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial,
belanja bagi hasil, dan pembiayaan oleh bendahara pengeluaran oleh
SKPKD dilakukan dengan menerbitkan SPP-LS yang diajukan kepada
PPKD melalui PPK-SKPKD.

BELANJA HIBAH
Anggaran, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
Pasal 101
(1) Hibah dalam bentuk uang dianggarkan oleh SKPKD.
(2) Hibah dalam bentuk barang/jasa dianggarkan oleh SKPD dalam
kelompok belanja.
(3) Penyaluran hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
melalui transfer dana melalui rekening penerima.
(4) Penyaluran hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan
melalui serah terima langsung barang/jasa kepada penerima hibah
barang/jasa.

Pasal 102
(1) Penanggungjawab pengelolaan belanja hibah dalam bentuk uang
adalah kepala SKPKD.
(2) Penanggungjawab pengelolaan belanja hibah dalam bentuk
barang/jasa adalah kepala SKPD.
(3) Belanja hibah dalam bentuk uang dituangkan dalam RKA-SKPKD
dan DPA-SKPKD.
(4) Belanja hibah dalam bentuk barang/jasa dituangkan dalam RKA-
SKPD dan DPA-SKPD.
(5) Pemberian hibah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(6) Penerima hibah dalam bentuk uang membuat rincian rencana
penggunaan untuk mengajukan SPP-LS beserta dokumen
kelengkapannya kepada PPKD melalui PPK-SKPKD.
(7) Penerima hibah dalam bentuk barang/jasa membuat rincian
rencana penggunaan untuk mengajukan SPP-LS beserta dokumen
kelengkapannya kepada SKPD melalui PPK-SKPD.
(8) Dokumen kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan
ayat (7) terdiri atas:

70
a. Proposal atau Rencana Anggaran Belanja (RAB) dari pemohon
yang meminta hibah kepada Pemerintah Daerah;
b. Naskah Perjanjian Hibah sekurang-kurangnya memuat identitas
penerima hibah, tujuan pemberian hibah, jumlah uang yang
dihibahkan dan ditandatangani oleh Bupati sebagai Pihak
Pertama, kemudian ditandatangani penerima Hibah sebagai
Pihak Kedua dibuat rangkap 2 (dua) masing-masing bermaterai
cukup;
c. Peruntukan/rincian penggunaan hibah sebagai lampiran pada
Naskah Perjanjian Hibah;
d. Dalam hal pengajuan Keputusan Bupati dan Naskah Perjanjian,
maka SKPKD dan SKPDakan memverifikasi terlebih dahulu.

Pasal 103
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan Hibah kepada:
a. Pemerintah Daerah lainnya dari daerah otonom baru hasil
pemekaran daerah sebagaimana diamanatkan peraturan
perundang-undangan;
b. Perusahaan daerah dari Badan Usaha Milik Daerah dalam
rangka penerusan hibah yang diterima pemerintah Kabupaten
Kolaka Timur dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Masyarakat dari kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu
dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan,
keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan non-
profesional.
d. Organisasi kemasyarakaatan yang dibentuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(2) Hibah kepada masyarakat diberikan dengan persyaratan memiliki
kepengurusan yang jelas dan berkedudukan dalam wilayah
administrasi pemerintah daerah, serta Hibah kepada organisasi
kemasyarakatan diberikan dengan persyaratan telah terdaftar pada
pemerintah Kabupaten Kolaka Timur sekurang-kurangnya 3 tahun,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, dan
berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah,
serta memiliki sekretariat tetap.
(3) Hibah yang diberikan dalam bentuk uang atau barang/jasa
dipertanggung jawabkan dalam bentuk tanda terima uang dan
tanda bukti serah terima barang/jasa, dan laporan realisasi
penggunaan dana dan barang/jasa sesuai dengan Naskah
Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
(4) Penerima wajib menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan
hibah daerah kepada Bupati melalui SKPKD.

71
BELANJA BANTUAN SOSIAL

Penanggungjawab Pengelolaan, Anggaran, Pelaksanaan dan


Pertanggungjawaban

Pasal 104
(1) Penanggung jawab pengelolaan belanja bantuan sosial dalam
bentuk uang adalah Kepala SKPKD.
(2) Penanggung jawab pengelolaan belanja bantuan sosial dalam
bentuk barang adalah Kepala SKPD.

Pasal 105
(1) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada pasal 103 ayat (1)
dituangkan dalam RKA-SKPKD/RKA-P-SKPKD dan DPA-
SKPKD/DPPA-SKPKD.
(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada pasal 103 ayat (2)
dituangkan dalam RKA-SKPD/RKA-P-SKPD dan DPA-SKPD/DPPA-
SKPD.
(3) Pemberian bantuan sosial ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Kriteria pemberian bantuan sosial kepada calon penerima yang
ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan resiko sosial.
(5) Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) meliputi:
a. Rehabilitasi sosial yang ditujukan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar;
b. Perlindungan sosial yang ditujukan untuk mencegah dan
menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial
seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan
hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar
minimal;
c. Pemberdayaan sosial yang ditujukan untuk menjadikan
seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami masalah
sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya;
d. Jaminan sosial yang merupakan skema yang melembaga untuk
menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak;
e. Penanggulangan kemiskinan yang merupakan kebijakan,
program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga,
kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai
sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan; dan
f. Penanggulangan bencana yang ditujukan untuk rehabilitasi.
(6) Bantuan sosial di bidang pendidikan diberikan khsusu bagi siswa dan
mahasiswa yang kurang mampu dengan melampirkan rincian
biaya/proposal yang telah mendapat persetujuan dari Bupati/Wakil
Bupati/Sekretaris Daerah.

72
(7) Pemohon bantuan sosial dalam bentuk uang membuat rincian
rencana penggunaan untuk mengajukan SPP-LS beserta dokumen
kelengkapannya kepada PPKD melalui PPK-SKPKD.
(8) Pemohon bantuan sosial dalam bentuk barang membuat rincian
rencana penggunaan untuk mengajukan SPP-LS beserta dokumen
kelengkapannya kepada SKPD melalui PPK-SKPD.
(9) Dokumen kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan
ayat (8) terdiri dari:
a. Proposal/Rencana Anggaran Belanja (RAB) dari pemohon yang
meminta bantuan sosial kepada Pemerintah Daerah;
(10) Bendahara Pengeluaran SKPKD menyampaikan bantuan sosial
kepada penerima melalui transfer ke rekening penerima.
(11) Bendahara Pengeluaran SKPD menyampaikan bantuan sosial kepada
penerima melalui serah terima barang secara langsung kepada
penerima bantuan.

Pasal 106
(1) Penerima bantuan sosial menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penggunaan belanja bantuan sosial kepada
Bupati melalui SKPKD.
(2) Bantuan sosial yang diberikan secara bertahap akan diproses
setelah penerima bantuan sosial melaporkan pertanggungjawaban
penggunaan belanja bantuan sosial tahap sebelumnya.

Pasal 107
(1) Dokumen yang digunakan oleh bendahara pengeluaran dalam
menatausahakan pengeluaran permintaan pembayaran mencakup:
a. Buku kas umum;
b. Buku simpanan/bank;
c. Buku pajak;
d. Buku panjar;
e. Buku rekapitulasi pengeluaran perincian obyek; dan
f. Register SPP-UP/GU/TU/LS.
(2) Dalam rangka pengendalian penerbitan permintaan pembayaran
setiap kegiatan dibuat kartu kendali kegiatan.
(3) Buku-buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e dan huruf f dapat dikerjakan oleh bendahara
pengeluaran.
(4) Dokumen yang digunakan oleh PPK-SKPD dalam menatausahakan
penerbitan SPP mencakup register SPP-UP/GU/TU/LS.
(5) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f serta ayat (4) tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.

73
Pasal 108
(1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti
kelengkapan dokumen SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, SPP-LS yang
diajukan bendahara pengeluaran.
(2) Penelitian kelengkapan dokumen SPP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh PPK-SKPD.
(3) Dalam hal kelengkapan dokumen yang diajukan dimaksud pada
ayat (2) tidak lengkap, PPK-SKPD mengembalikan dokumen SPP-
UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS kepada bendahara pengeluaran
untuk dilengkapi.

Bagian Keenam
Dasar Pengajuan Permintaan Pembayaran
Pasal 109
Berdasarkan DPA yang telah disahkan oleh Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah (PPKD) Kabupaten Kolaka Timur dan telah mendapat
persetujuan pengesahannya dari Sekretaris Daerah Kabupaten Kolaka
Timur, pengguna anggaran dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
sesuai rencana kerja dan anggaran yang telah ditetapkan dalam
DPA/DPPA.

Pasal 110
(1) Berdasarkan persetujuan dari Bupati Kolaka Timur terhadap
usulan penyediaan dana dari pengguna anggaran dapat dibuatkan
Surat Penyediaan Dana (SPD).
(2) Pengajuan usulan penyediaan dana dari pengguna anggaran
diusulkan per triwulan.

Pasal 111
Berdasarkan dokumen SPD yang ditetapkan dan ditandatangani oleh
PPKD selaku Bendahara Umum Daerah, maka bendahara
pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu dapat mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada pengguna anggaran atau
kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.

Pasal 112
Belanja yang bersifat wajib, meliputi:
a. Belanja Pegawai (gaji dan tunjangan);
b. Belanja Layanan Jasa (telepon, listrik dan air);
c. Belanja Bantuan Sosial.

Bagian Ketujuh
Jenis Belanja dan Pengaturan Permintaan Pembayaran
Pasal 113
Jenis belanja dan pengajuan permintaan pembayarannya diatur sebagai
berikut:

74
(1) Pengeluaran belanja yang dilakukan melalui SPP-LS adalah:
a. Belanja Pegawai yang meliputi gaji, tunjangan, honorarium dan
uang lembur.
b. Belanja perjalanan dinas dalam daerah dan luar daerah.
c. Belanja Transportasi dan akomodasi.
d. Belanja untuk pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan
penyediaan barang dan jasa/pihak ketiga.
e. Belanja bersifat wajib dan mengikat sebagaimana dimaksud
pada Pasal111 poin a, b, dan c.
f. Belanja Modal.
g. Belanja Bunga, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja
Bantuan Keuangan dan Belanja Tak Terduga.
h. Dana DAK.
i. Pengeluaran Pembiayaan.
(2) Pengeluaran belanja yang dapat diajukan melalui SPP-TU
adalahBelanja Barang dan Jasa serta yang memenuhi kriteria
sangat mendesak kebutuhannya.
(3) Pengeluaran belanja selain yang diatur dalam angka 1 dan 2 di atas,
diajukan melalui Uang Persediaan (SPP-UP) yang besarnya
ditetapkan oleh Bupati, termasuk pengeluaran berikut:
a. Belanja Pegawai yang meliputi honorarium dan uang lembur.
b. Belanja Barang dan Jasa.

Bagian Kedelapan
Uang Persediaan
Pasal 114
(1) Kepada setiap SKPD dapat diberikan uang persediaan untuk
pengguna anggaran, sebagai uang muka kerja dengan cara
bendahara pengeluaran mengajukan SPP-UP kepada pengguna
anggaran, pengguna anggaran menerbitkan SPM-UP berdasarkan
SPD atas permintaan bendahara pengeluaran yang dibebankan
pada kode rekening bendahara pengeluaran. Uang persediaan
diberikan sekali di awal tahun anggaran yang besarnya ditetapkan
oleh Bupati.
(2) Uang Persediaan (UP) dapat diberikan dalam batas-batas sebagai
berikut:
a. UP dapat diberikan setinggi-tingginya 1/12 dari pagu dikurangi
belanja modal.
b. Perubahan besaran UP di luar ketentuan pada butir a ditetapkan
oleh Bupati.
(3) Berdasarkan SPM-UP dimaksud pada ayat (1), Badan Keuangan
Daerah menerbitkan SP2D untuk rekening bendahara pengeluaran
yang ditunjuk dalam SPM-UP.
(4) Penggunaan UP menjadi tanggung jawab bendahara pengeluaran.
Untuk itu, bendahara pengeluaran wajib menyelenggarakan
pembukuan dan register sesuai ketentuan yang berlaku.

75
(5) Pengisian kembali UP dapat diberikan apabila besaran dana UP
telah dipergunakan dan dipertanggungjawabkan sekurang-
kurangnya 70%.
(6) Bendahara pengeluaran melakukan pengisian kembali UP dengan
mengajukan SPP-GU setelah UP dimaksud digunakan dan
dipertanggungjawabkan (revolving) sepanjang masih tersedia
anggarannnya dalam DPA.
(7) Sisa UP atau Ganti Uang (GU) yang masih ada pada bendahara
pengeluaran pada akhir tahun anggaran harus disetor kembali ke
rekening kas daerah selambat-lambatnya dengan atau lebih kecil
dari sisa uang persediaan, bendahara pengeluaran tidak perlu
melakukan pengisian kembali UP.
(8) Sisa UP atau Ganti Uang (GU) yang masih ada pada bendahara
pengeluaran pada akhir tahun anggaran harus disetor kembali ke
rekening kas daerah selambat-lambatnya pada tanggal yang
ditentukan kemudian. Setoran sisa UP oleh Badan Keuangan
Daerah dibukukan sebagai pengembalian UP sesuai kode rekening
yang ditetapkan.

Bagian Kesembilan
Tambahan Uang Persediaan
Pasal 115
(1) Pemberian TU diatur sebagai berikut:
a. Kepada Badan Keuangan Daerah dapat memberikan
persetujuan TU untuk klasifikasi belanja yang diperbolehkan.
(2) Syarat untuk mengajukan Tambahan Uang Persediaan (TUP):
a. Untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak/tidak
dapat ditunda;
b. Dan TUP dapat dimintakan, apabila dana yang dibutuhakn
melebihi UP/GU;
c. Dipertanggungjawabkan paling lambat satu bulan sejak tanggal
SP2D diterbitkan;
d. Apabila tidak habis digunakan dalam satu bulan, sisa dana yang
ada pada bendahara pengeluaran, harus disetor ke rekening kas
daerah;
e. Apabila ketentuan pada butir b, c, dan d tidak dipenuhi, kepada
SKPD bersangkutan tidak dapat lagi diberikan TU dan Ganti
Uang (GU) sepanjang sisa tahun anggaran berkenaan.

Bagian Kesepuluh
Prosedur Pengajuan SPP dan Penerbitan SPM
Pasal 116
Pengguna Anggaran/Kuasa PA berdasarkan DPA yang telah disahkan
oleh Kepala Badan Keuangan Daerah Kab.Kolaka Timur dan telah
mendapat persetujuan pengesahannya oleh Sekretaris Daerah Kab.
Kolaka Timur, dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sesuai
rencana kerja dan anggaran yang telah ditetapkan dalam DPA.

76
Pasal 117
Berdasarkan dokumen SPD yang ditetapkan dan ditandatangani oleh
Kepala Badan Keuangan Daerah Kab.Kolaka Timur selaku PPKD,
bendahara pengeluaran dapat mengajukan permintaan pembayaran
kepada Pengguna Anggaran/Kuasa PA melalui PPK-SKPD.

Pasal 118
Kelengkapan SPP untuk penertiban SPM, persyaratannya diatur sebagai
berikut:
(1) SPP-UP (Uang Persediaan)
Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-UP setiap awal tahun
anggaran setelah dikeluarkan Surat Keputusan Bupati tentang
Penetapan Besaran Uang Persediaan.
Lampiran dokumen mengajukan SPP-UP sebagai berikut:
a. Daftar Penelitian dan Kelengkapan Dokumen SPP;
b. Salinan SPD;
c. Surat Pernyataan dari pengguna anggaran yang berisi
pernyataan bahwa uang persediaan tersebut tidak untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran yang menurut ketentuan
harus dengan LS.
Bendahara pengeluaran SKPD dapat melimpahkan sebagian uang
persediaan yang dikelolanya kepada bendahara pengeluaran
pembantu SKPD untuk kelancaran pelaksanaan
kegiatan.Pelimpahan tersebut dilakukan berdasarkan persetujuan
pengguna anggaran.
(2) SPP-TU (Tambahan Uang Persediaan)
Bendahara pengeluaran atau bendahara pengeluaran pembantu
dapat mengajukan SPP-TU untuk belanja bersifat mendesak.
Jumlah dana yang dimintakan dalam SPP-TU ini harus
dipertanggungjawabkan tersendiri dan bila tidak habis, harus
disetorkan kembali ke kas umum daerah.
Lampiran dokumen pengajuan SPP-TU sebagai berikut:
a. Daftar Penelitian Kelengkapan Dokumen SPP;
b. Salinan SPD;
c. Rincian rencana pengguna dana Tambahan Uang Persediaan
dari PA/Kuasa PS;
d. Surat pernyataan dari Pengguna Anggaran/Kuasa PA, bahwa:
1) Dana Tambahan UP tersebut akan digunakan untuk
keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam waktu
satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D;
2) Apabila terdapat sisa dana TU, harus disetorkan ke rekening
kas daerah;
3) Tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya
dibayarkan secara langsung (LS).

(3) SPP-GU (Penggantian Uang Persediaan)

77
Bendahara pengeluaran dapat mengajukan penggantian uang
persediaan jika nilai ruang persediaan yang digunakan telah
mencapai batas tertentu.
Lampiran dokumen pengajuan SPP-GU sebagai berikut:
a. Daftar Penelitian Kelengkapan Dokumen SPP;
b. Salinan SPD;
c. Surat pernyataan dari Pengguna Anggaran/Kuasa PA, yang
berisi pernyataan bahwa ganti uang tersebut tidak untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran yang menurut ketentuan
harus dengan LS;
d. Laporan Pertanggungjawaban Uang Persediaan;
e. Laporan Pertanggungjawaban Administrasi cetak dari Program
Komputer Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
(SIPKD).
(4) SPP-LS (Pembayaran Langsung)
Bendahara pengeluaran atau bendahara pengeluaran pembantu
dapat mengajukan SPP-LS untuk pembayaran langsung pada pihak
ketiga yang tidak dapat digantikan dengan uang persediaan.
Lampiran dokumen pengajuan SPP-LS sebagai berikut:
a. Untuk SPP-LS Gaji dan Tunjangan
- Pembayaran Gaji Induk;
- Gaji Susulan;
- Kekurangan Gaji;
- Gaji Terusan;
- Uang Duka Wafat/Tewas, dilengkapi dengan Daftar Gaji
Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/Uang Duka
Wafat/Tewas;
- SK CPNS;
- SK PNS;
- SK Kenaikan Pangkat;
- SK Jabatan;
- Kenaikan Gaji Berkala;
- Surat Pernyataan Pelantikan;
- Surat Pernyataan Masih Menduduki Jabatan;
- Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas;
- Daftar Keluarga (KP4);
- Foto copy Surat Nikah;
- Foto copy Akte Kelahiran;
- Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran (SKPP) Gaji;
- Daftar Potongan Sewa Rumah Dinas;
- Surat Keterangan Masih Sekolah/Kuliah;
- Surat Pindah;
- Surat Kematian;
- SSP PPh Pasal 21; dan
- Peraturan Perundang-undangan mengenai penghasilan
pimpinan dan anggota DPRD Kab. Kolaka Timur serta gaji dan
tunjangan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur.
b. Untuk SPP-LS Pengadaan Barang dan Jasa:

78
1) Daftar Penelitian Kelengkapan Dokumen SPP;
2) Salinan SPD;
3) Surat Pernyataan Pengajuan LS;
4) Dokumen-dokumen terkait kegiatan (disiapkan oleh PPTK)
yang terdiri atas:
- Bukti KAS yang telah ditandatangani dan dibubuhi
stempel oleh pihak ketiga dan PPTK serta disetujui oleh
Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran;
- SSP PPn dan PPh;
- Jaminan Bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan
oleh bank atau lembaga keuangan non bank;
- Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-
kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri;
- Ringkasan (resume) SPK/kontrak yang diketahui oleh
PA/KPA SKPD; (sebagaimana tercantum dalam lampiran
13 peraturan ini)
- Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja yang diketahui
oleh PA/KPA SKPD; (sebagaimana tercantum dalam
lampiran 13.1 peraturan ini);
- Berita acara pembayaran;
- Surat pemberitahuan potongan denda keterlambatan
pekerjaan dari PPTK apabila pekerjaan mengalami
keterlambatan.

Pasal 119
Setelah menerima SPP, PA/Kuasa PA menerbitkan SPM dengan
mekanisme sebagai berikut:
(1) Penerima dan Pengujian SPP
Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi
daftar penelitian kelengkapan dokumen SPP, mencatatnya dalam
buku pengawasan penerimaan SPP dan menyampaikan SPP
dimaksud kepada PPK-SKPD.
(2) PPK-SKPD melakukan pengujian atas SPP sebagai berikut:
a. Memeriksan secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
b. Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DPA untuk
memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas
pagu anggaran.
c. Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut antara
lain:
1) Pihak yang ditunjuk menerima pembayaran (nama
orang/perusahaan, alamat, nomor rekening, dan nama
bank);
2) Nilai tagihan yang harus dibayar (sesuai dan/atau
kelayakannya dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai
spesifikasi teknis yang tercantum dalam SPK/kontrak);
3) Jadwal waktu pembayaran.

79
d. Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan sesuai
dengan indikator keluaran yang tercantum dalam DPA
berkenaan dan/atau spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan
dalam kontak.
e. Menandatangani daftar penelitian kelengkapan dokumen SPP.

(3) Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP-UP/SPP-TU/SPP-


GU/SPP-LS oleh PPK-SKPD dan dinyatakan lengkap, PA/Kuasa PA
menandatangani dan menerbitkan SPM-UP/SPM-TU/SPM-
GU/SPM-LS dalam rangkap 3 (tiga):
a. Lembar kesatu dan kedua disampaikan kepada Badan Keuangan
Daerah.
b. Lembar ketiga sebagai pertinggal pada SKPD yang bersangkutan.
(4) SPM diterbitkan paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak
diterimanya dokumen SPP.
(5) Dalam hal SPP tidak lengkap, PA/Kuasa PA menolak diterbitkan
SPM, penolakan SPM paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak
diterimanya pengajuan SPP.
(6) SPM yang telah diterbitkan SP2D-nya oleh Badan Keuangan Daerah
dan telah dicarikan (telah dilakukan pendebetan rekening kas
daerah) tidak dapat dibatalkan.
a. Perbaikan hanya dapat dilakukan terhadap kesalahan
administrasi sebagai berikut:
1) Kesalahan pembebanan pada kode rekening:
2) Kesalahan pencantuman kode bidang, program dan kegiatan:
3) Uraian pengeluaran yang tidak berakibat jumlah uang pada
SPM.
b. Perbaikan SPM sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan
oleh PA/Kuasa PA selanjutnya SPM perbaikan dimaksud
disampaikan kepada Kepala Badan Keuangan Daerah.

Bagian Kesebelas
Prosedur Penerbitan
Surat Perintah Pencairan Dana
Pasal 120
Penyampaian SPM kepada Badan Keuangan Daerah dilakukan sebagai
berikut:
(1) Pengguna Anggaran/Kuasa PA menyampaikan SPM beserta
dokumen pendukung melalui Bidang Perbendaharaan pada Badan
Keuangan Daerah.
(2) SPM LS-Gaji harus sudah diterima Badan Keuangan Daerah paling
lambat tanggal 15 sebelum bulan pembayaran.
(3) Bidang Perbendaharaan Badan Keuangan Daerah memeriksa
kelengkapan SPM, melakukan penginputan pengajuan SPM melalui
aplikasi SIPKD dan meneruskan kelengkapan SPM untuk diproses
lebih lanjut.

80
Pasal 121
Penerbitan SP2D oleh Badan Keuangan Daerah diatur sebagai berikut:
(1) SPM yang diajukan ke Badan Keuangan Daerah digunakan sebagai
dasar penerbitan SP2D.
(2) SPM dimaksud dilampiri SPP dan kelengkapan lainnya
sebagaimana dalam pasal 115.

Pasal 122
(1) Pengujian SPM dilaksanakan oleh Badan Keuangan Daerah
mencakup pengujian yang bersifat substansif dan formal.

(2) Pengajuan substansif dilakukan untuk:


a. Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam
SPM;
b. Menguji ketersediaan dana pada kegiatan/kode rekening dalam
DPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut;
c. Menguji dokumen sebagai dasar penagihan (kuitansi, ringkasan
kontrak/SPK, Surat Keputusan, daftar nominatif perjalanan
dinas dan lain-lain;
d. Menguji Surat Pernyataan Tanggungjawaban Belanja (SPTB) dari
kepada SKPD mengenai tanggungjawab terhadap kebenaran
pelaksanaan pembayaran;
e. Menguji faktur pajak beserta SPP-nya.
(3) Pengujian formal dilakukan untuk:
a. Mencocokkan tanda tangan pejabat penandatanganan SPM
dengan spesimen tandatangan;
b. Memerisa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka
dan huruf;
c. Memeriksa kebenaran dalam penulisan.

Pasal 123
(1) Keputusan hasil pengujian ditindaklanjuti dengan:
a. Penertiban SP2D bilamana SPM yang diajukan memenuhi syarat
yang ditentukan;
b. Penertiban penolakan SP2D dan mengembalikan SPM kepada
PA/Kuasa PA, apabila tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan
SP2D.
(2) Pengembalian SPM UP/TU/GU dan LS dikembalikan paling lambat
2 (dua) hari kerja setelah SPM diterima.

Pasal 124
(1) Penerbitan SP2D UP/GU/TU dan LS paling lambat 2 (dua) hari kerja
setelah SPM diterima secara lengkap.
(2) Penerbitan SP2D oleh Badan Keuangan Daerah dilakukan secara:
a. Draft SP2D dibuat dan diverifikasi oleh petugas verifikasi BUD;
b. Draft SP2D yang sudah terverifikasi menjadi dasar
diterbitkannya SP2D.

81
c. SP2D ditandatangani oleh Kuasa Bendahara Umum Daerah.

Pasal 125
Daftar Penguji dibuat dalam rangkap 3 (tiga) sebagai pengantar SP2D
dengan ketentuan:
(1) Ditandatangani oleh Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten
Kolaka Timur.
(2) Lembar kesatu dan lembar kedua dilampiri asli SP2D dikirimkan
melalui staf Badan Keuangan Daerah.
(3) Daftar penguji lembar kedua setelah diterima dan ditandatangani
oleh Kuasa Bendara Umum Daerah dilaporkan kepada Badan
Keuangan Daerah selaku BUD.
(4) Daftar penguji lembar ketiga sebagai pertinggal di Badan Keuangan
Daerah.

Bagian Kedua belas


Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Pasal 126
(1) Bendahara pengeluaran secara administratif wajib
mempertanggungjawabkan penggunaan uang persediaan/ganti
uang persediaan/tambah uang persediaan kepada kepala SKPD
melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
(2) Dokumen yang digunakan dalam menatausahakan
pertanggungjawaban pengeluaran mencakup:
a. Register penerimaan laporan pertanggungjawaban pengeluaran
(SPJ);
b. Register pengesahan laporan pertanggungjawaban pengeluaran
(SPJ);
c. Surat penolakan laporan pertanggungjawaban pengeluaran
(SPJ);
d. Register penolakan laporan pertanggungjawaban pengeluaran
(SPJ); dan
e. Register penutupan kas.
(3) Dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan uang persediaan,
dokumen laporan pertanggungjawaban yang disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. Buku kas umum;
b. Ringkasan pengeluaran per rincian obyek yang disertai dengan
bukti-bukti pengeluaran yang sah atas pengeluaran dan setiap
rincian obyek yang tercantum dalam ringkasan pengeluaran per
rincian obyek dimaksud;
c. Bukti atas penyetoran PPN/PPh ke kas negara; dan
d. Register penutupan kas.
(4) Buku kas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
ditutup setiap bulan dengan sepengetahuan dan persetujuan
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.

82
(5) Dalam hal laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) telah sesuai, pengguna anggaran menerbitkan surat
pengesahan laporan pertanggungjawaban.
(6) Ketentuan batas waktu penerbitan surat pengesahan laporan
pertanggungjawban pengeluaran dan sanksi keterlambatan
penyampaian laporan pertanggungjawaban diatur sebagai berikut:
a. Penerbitan surat pengesahan laporan sebagai dimaksud ayat (6)
di atas paling lambat 2 hari setelah diteliti dan dianggap sesuai
oleh pengguna anggaran.
b. Pelanggaran atas ketentuan ayat (7) huruf a di atas diberikan
teguran atas sanksi teguran I, II dan selebihnya dapat
dipertimbangkan diusulkan untuk penggantian
Bendahara/pembantu dan atau petugas pengelola
bersangkutan.
(7) Untuk tertib laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun
anggaran, pertanggung jawaban pengeluaran dana bulan Desember
disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember.
(8) Dokumen pendukung SPP-LS dapat dipersamakan dengan bukti
pertanggung jawaban atas pengeluaran pembayaran beban
langsung kepada pihak ketiga.
(9) Bendahara pengeluaran pada SKPD wajib
mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan
uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan
laporan pertanggung jawaban pengeluaran kepada PPKD selaku
BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
(10) Penyampaian pertanggungjawaban bendahara pengeluaran secara
fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilaksanakan
setelah diterbitkan surat pengesahan pertanggungjawaban
pengeluran oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
(11) Pertanggungjawaban administratif pada bulan terakhir tahun
anggaran disampaikan paling lambat hari kerja terakhir bulan
tersebut.
(12) Pertanggungjawaban tersebut harus dilampiri bukti setoran sisa
uang persediaan.
(13) Langkah-langkah dalam membuat dan menyampaikan SPJ
bendahara pengeluaran adalah sebagai berikut:
a. Bendahara pengeluaran menyiapkan laporan penutupan kas;
b. Bendahara pengeluaran melakukan rekapitulasi jumlah belanja
dan item terkait lainnya berdasarkan BKU dan buku pembantu
BKU lainnya serta khususnya buku pembantu rincian obyek
untuk mendapatkan nilai belanja per rincian obyek;
c. Bendahara pengeluaran menggabungkan hasil rekapitulasi
tersebut dengan hasil yang ada di SPJ bendahara pengeluaran
pembantu;
d. Berdasarkan rekapitulasi dan penggabungan itu, bendahara
pengeluaran membuat SPJ atas pengelolaan uang yang menjadi
tanggung jawabnya;

83
e. Dokumen SPJ beserta BKU, laporan penutupan kas dan SPJ
bendahara pengeluaran pembantu kemudian diberikan ke PPK-
SKPD untuk dilakukan verifikasi;
f. Setelah mendapatkan verifikasi, pengguna anggaran
menandatangani sebagai bentuk pengesahan.

Pasal 127
Dalam melakukan verifikasi atas laporan pertanggungjawaban yang
disampaikan, PPK-SKPD berkewajiban:
a. Meneliti kelengkapan dokumen laporan pertanggungjawaban dan
keabsahan bukti-bukti pengeluaran yang dilampirkan;
b. Menguji kebenaran perhitungan atas pengeluaran per rincian obyek
yang tercantum dalam ringkasan per rincian obyek;
c. Menghiung pengenaan PPN/PPh atas beban pengeluaran per rincian
obyek; dan
d. Menguji kebenaran sesuai dengan SPM dan SP2D yang diterbitkan
periode sebelumnya.

Pasal 128
(1) Bendahara pengeluaran pembantu dapat ditunjuk berdasarkan
peritmbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang
yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang
kendali dan pertimbangan obyektif lainnya.
(2) Bendahara pengeluaran pembantu wajib menyelenggarakan
penatausahaan terhadap seluruh pengeluaran yang menjadi
tanggung jawabnya.
(3) Dokumen-dokumen yang digunakan oleh bendahara pengeluaran
pembantu dalam menatausahakan pengeluaran mencakup:
1. Buku kas umum;
2. Buku pajak PPN/PPh; dan
3. Buku panjar.
(4) Bendahara pengeluaran pembantu dalam melakukan penatausahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan bukti
pengeluaran yang sah.
(5) Bendahara pengeluaran pembantu wajib menyampaikan laporan
pertanggung jawaban pengeluaran kepada bendahara pengeluaran
paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya.
(6) Laporan pertanggungjawaban pengeluaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) mencakup:
1. Buku kas umum;
2. Buku pajak PPN/PPh; dan
3. Bukti pengeluaran yang sah.
(7) Bendahara pengeluaran melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis
atas laporan pertanggung jawban pengeluaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (6).

84
Pasal 129
(1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melakukan
pemeriksaan kas yang dikelola oleh bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3
(tiga) bulan.
(2) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran melakukan
pemeriksaan kas yang dikelola oleh bendahara penerimaan
pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu sekurang-
kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
(3) Pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas.

Pasal 130
Bendahara pengeluaran yang mengelola belanja bunga, subsidi, hibah,
bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tidak
terduga, dan pembiayaan melakukan penatausahaan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.

Pasal 131
Pengisian dokumen penatausahaan bendahara pengeluaran dapat
menggunakan aplikasi komputer dan/atau alat elektronik lainnya.

Pasal 132
Dalam hal bendahara pengeluaran berhalangan, maka:
a. Apabila melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu)
bulan, bendahara pengeluaran tersebut wajib memberikan surat
kuasa pada pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pembyaran
dan tugas-tugas bendahara pengeluaran atas tanggung jawab
bendahara pengeluaran yang bersangkutan dengan diketahui
kepala SKPD;
b. Apabila melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 (tiga)
bulan, harus ditunjuk pejabat bendahara pengeluaran dan
diadakan berita acara serah terima;
c. Apabila bendahara pengeluaran sesudah 3 (tiga) bulan belum juga
dapat melaksanakan tugas, maka dianggap yang bersangkutan
telah mengundurkan diri atau berhenti dari jabatan sebagai
bendahara pengeluaran dan oleh karena itu segera diusulkan
penggantinya.

Bagian Ketigabelas
Pelaksanaan Swakelola
Pasal 133

(1) Swakelola berdasarkan peraturan Presiden nomor 16 Tahun 2018


pada pasal 1 angka 23, menjelaskan bahwa swakelola adalah cara
memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri

85
Kementrian/Lembaga/Perangkat Daerah/Perangkat Daerah Lain,
Organisasi Masyarakat atau lelompok masyarakat.
(2) Swakelola tersebut dilaksanakan manakala barang/jasa yang
dibutuhkan tidak dapat disediakan atau tidak diminati pelaku
usaha atau lebih efektif dan/atau efisien dilaksanakan pelaksana
swakelola.
(3) Swakelola dapat juga digunakan dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya/kemampuan teknis yang dimiliki
Pemerintah, barang/jasa yang bersifat rahasia dan mampu
dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang
bersangkutan, serta dalam rangka pemingkatan peran
serta/pemberdayaan Organisasi Masyarakat atau Kelompok
Masyarakat.
(4) Dalam Penyelenggaraan Swakelola sebagaimana diatur pada
Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pedoman
Swakelola dan Surat Keputusan Deputi Pengembagan Strategis dan
Kebijakan Lembaga Kebijakan Barang/jasa Pemerintah Nomor 2
Tahun 2022 tentang Model Dokumen Swakelola.

BAB VII
AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama
Prosedur Akuntansi Penerimaan Kas pada SKPD

Pasal 134
(1) Prosedur akuntansi penerimaan kas pada SKPD meliputi
serangkaian proses mulai dari pencatatan, pengikhtisiran, sampai
dengan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan penerimaan
kas dalam rangka pertanggung jawaban pelaksanaan APBD yang
dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi
komputer.
(2) Prosedur Sistem Akuntansi dan Kebijakan Akuntansi Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.

Pasal 135
(1) Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi
penerimaan kas sebagaimana dimaksud dalam pasal 124
mencakup:
a. Surat Tanda Bukti Pembayaran;
b. STS;
c. Bukti Transfer; dan
d. Nota Kredit Bank.

86
(2) Bukti transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilengkapi dengan:
a. Bukti Ketetapan Pajak Daerah (SKP-Daerah); dan/atau
b. SKR; dan/atau
c. Bukti Transaksi Penerimaan Kas lainnya.

Pasal 136
(1) Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dalam prosedur
akuntansi penerimaan kas terdiri dari:
a. Buku Jurnal Penerimaan Kas;
b. Buku Besar; dan
c. Buku Besar Pembantu.

Pasal 137

Prosedur akuntansi penerimaan kas sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 124 dilaksanakan oleh PPK-SKPD.

Pasal 138
(1) PPK-SKPD berdasarkan bukti transaksi penerimaan kas melakukan
pencatatan ke dalam buku jurnal penerimaan kas dengan
mencantumkan uraian rekening asal penerimaan kas berkenaan.
(2) Secara periodik jurnal atas transaksi penerimaan kas diposting ke
dalam buku besar rekening berkenaan.
(3) Setiap akhir periode semua buku besar ditutup sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan SKPD.

Bagian Kedua
Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas pada SKPD
Pasal 139
(1) Prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPD meliputi
serangkaian proses mulai dari pencatatan, pengikhtisiran, sampai
dengan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan pengeluaran
kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang
dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi
komputer.
(2) Prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPD meliputi:
a. Sub prosedur akuntansi pengeluaran kas-langsung; dan
b. Sub prosedur akuntansi pengeluaran kas-uang prosedur/ganti
uang persediaan/tambahan uang persediaan.

Pasal 140
(1) Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi
pengeluaran kas mencakup:
a. SP2D; atau
b. Nota Debet Bank; atau
c. Bukti Transaksi Pengeluaran Kas lainnya.

87
(2) Bukti transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan:
a. SMP; dan/atau
b. SPD; dan/atau
c. Kuitansi pembayaran dan bukti tanda terima barang/jasa.

Pasal 141
(1) Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dalam prosedur
akuntansi pengeluaran kas terdiri dari:
a. Buku Jurnal Pengeluaran Kas;

b. Buku Besar; dan


c. Buku Besar Pembantu.

Pasal 142
Prosedur akuntansi pengeluaran kas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 129 dilaksanakan oleh PPK-SKPD.

Pasal 143
(1) PPK-SKPD berdasarkan bukti transaksi penerimaan kas melakukan
pencatatan ke dalam buku jurnal penerimaan kas dengan
mencantumkan uraian rekening asal penerimaan kas berkenaan.
(2) Secara periodik jurnal atas transaksi pengeluaran kas diposting ke
dalam buku besar rekening berkenaan.
(3) Setiap akhir periode semua buku besar ditutup sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan SKPD.

Bagian Ketiga
Prosedur Akuntansi Aset pada SKPD
Pasal 144
(1) Prosedur akuntansi aset pada SKPD meliputi pencatatan dan
pelaporan akuntansi atas perolehan, rehabilitasi, perubahan
klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset tetap yang
dikuasai/digunakan SKPD.
(2) Pemeliharaan aset tetap yang bersifat rutin dan berkala tidak
dikapitalisasi.
(3) Rehabilitasi yang bersifat sedang dan berat dikapitalisasi apabila
memenuhi salah satu kriteria; menambah volume, menambah
kapasitas, meningkatkan fungsi, meningkatkan efisiensi dan/atau
menambah masa manfaat.
(4) Perubahan klasifikasi aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa perubahan aset tetap ke klasifikasi selain aset tetap atau
sebaliknya.
(5) Penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan
manfaat dari suatu aset tetap.

88
Pasal 145
(1) Setiap aset tetap kecuali tanah dan konstruksi dalam pengerjaan
dilakukan penyusutan yang sistematis sesuai dengan masa
manfaatnya.
(2) Metode penyusutan yang dapat digunakan antara lain:
a. Metode garis lurus;
b. Metode saldo menurun ganda; dan
c. Metode unit produksi.
(3) Penetapan umur ekonomis aset tetap dimuat dalam kebijakan
akuntansi berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 146
Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi aset berupa
bukti memorial dilampiri dengan:
a. Buku jurnal umum;
b. Berita acara serah terima barang; dan
c. Berita acara penyelesaian pekerjaan.

Pasal 147
(1) Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian
dalam prosedur akuntansi aset mencakup:
a. Buku jurnal umum;
b. Buku besar; dan
c. Buku besar pembantu.

Pasal 148
(1) PPK-SKPD berdasarkan bukti transaksi dan/atau kejadian
sebagaimana dimaksud dalam pasal 136 membuat bukti memorial.
(2) Bukti memorial sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai
jenis/nama aset tetap, kode rekening, klasifikasi aset tetap, nilai
aset tetap, tanggal transaksi dan/atau kejadian.
(3) Bukti memorial dicatat ke dalambuku jurnal umum.
(4) Secara periodik jurnal atas transaksi dan/atau kejadian aset tetap
diposting ke dalam buku besar rekening berkenaan.
(5) Setiap akhir periode semua buku besar ditutup sebagai dasar
pernyusunan laporan keuangan SKPD.

Bagian Keempat
Prosedur Akuntansi selain Kas pada SKPD
Pasal 149
(1) Prosedur akuntansi selain kas pada SKPD meliputi serangkaian
proses mulai dari pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan
pelaporan keuangan yang berkaitan dengan semua transaksi atau
kejadian selain kas yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer.

89
(2) Prosedur akuntansi selain kas mencakup:
a. Pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran (pengesahan
SPJ);
b. Koreksi kesalahan pencatatan;
c. Penerimaan/pengeluaran hibah selain kas;
d. Pembelian secara kredit;
e. Return pembelian kredit;
f. Pemindahtanganan atas aset tetap/barang milik daerah tanpa
konsekuensi kas; dan
g. Penerimaan aset tetap/barang milik daerah tanpa konsekuensi
kas.

Pasal 150
Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi selain kas
berupa bukti memorial dilampiri dengan:
a. Pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran (pengasahan SPJ);
b. Berita acara penerimaan barang;
c. Surat keptusan penghapusan barang;
d. Surat pengiriman barang;
e. Surat keputusan mutasi barang (antar SKPD);
f. Berita acara pemusnahan barang;
g. Berita acara serah terima barang;
h. Berita acara penilaian.

Pasal 151
Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian
dalam prosedur akuntansi selain kas mencakup:
a. Buku jurnal umum,
b. Buku besar; dan
c. Buku besar pembantu.

Pasal 152
Prosedur akuntansi selain kas sebagaimana dimaksud dalam pasal 140
ayat (1) dilaksanakan oleh PPK-SKPD.

Pasal 153
(1) PPK-SKPD berdasarkan bukti transaksi dan/atau kejadian
sebagaimana dimaksud dalam pasal 142 membuat bukti memorial.
(2) Bukti memorial sekurang-kurangnya memuat informasi mengenai
tanggal transaksi dan/atau kejadian, kode rekening, uraian
transaksi dan/atau kejadian dan jumlah rupiah.
(3) Bukti memorial dicatat dalam buku jurnal umum.
(4) Secara periodik jurnal atas transaksi dan/atau kejadian selain kas
diposting ke dalam buku besar rekening berkenaan.
(5) Setiap akhir periode semua buku besar ditutup sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan SKPD.

90
Bagian Kelima
Laporan Keuangan pada SKPD
Pasal 154
(1) SKPD menyusun dan melaporkan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD secara periodik yang meliputi:
a. Laporan realisasi anggaran SKPD;
b. Neraca SKPD; dan
c. Catatan atas laporan keuangan SKPD.
(2) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disusun dan
disajikan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur
tentang standar akuntansi pemerintahan.

Bagian Keenam
Prosedur Akuntansi Penerimaan Kas pada SKPD
Pasal 155
Prosedur akuntansi penerimaan kas pada SKPD meliputi serangkaian
proses mulai dari pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan
keuangan yang berkaitan dengan penerimaan kas dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara
manual atau menggunakan aplikasi komputer.

Pasal 156
(1) Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi
penerimaan kas mencakup:
a. Bukti transfer;
b. Nota kredit bank;
c. Surat perintah pemindahbukuan.
(2) Bukti transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan:
a. Surat tanda setoran (STS);
b. Surat ketetapan pajak daerah (SKP-daerah);
c. Surat ketetapan retribusi (SKR);
d. Laporan penerimaan kas dari bendahara penerimaan; dan
e. Bukti transaksi penerimaan kas lainnya.
(3) Buku yang digunakan untuk mencatat prosedur akuntansi
penerimaan kas sebagaimana dimaksud dalam pasal 146
mencakup:
a. Buku jurnal penerimaan kas;
b. Buku besar; dan
c. Buku besar pembantu.

Bagian Ketujuh
Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas pada SKPD
Pasal 157
Prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPD meliputi serangkaian
proses mulai dari pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan

91
keuangan yang berkaitan dengan pengeluaran kas dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara
manual atau menggunakan aplikasi komputer.

Pasal 158
(1) Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi
pengeluaran kas sebagaimana dimaksud dalam pasal 148
mencakup:
a. Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D); atau
b. Nota debet bank;
(2) Bukti transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan:
a. Surat Penyediaan Dana (SPD);
b. Surat Perintah Membayar (SPM);

c. Laporan pengeluaran kas dari bendahara pengeluaran; dan


d. Kuitansi pembayaran dan bukti tanda terima barang/jasa.

Pasal 159
Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dalam prosedur
akuntansi pengeluaran kas sebagaimana dimaksud dalam pasal 148
mencakup:
a. Buku jurnal pengeluaran kas;
b. Buku besar; dan
c. Buku besar pembantu.

Bagian Kedelapan
Prosedur Akuntansi Aset pada SKPD
Pasal 160
(1) Prosedur akuntansi aset pada SKPD meliputi serangkaian proses
pencatatandan pelaporan akuntansi atas perolehan, pemeliharaan,
rehabilitasi, penghapusan, pemindahtanganan, perubahan
klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset tetap yang
dikuasai/digunakan SKPD yang dapat dilakukan secara manual
atau menggunakan aplikasi komputer.
(2) Prosedur akuntansi aset pada SKPD digunakan sebagai alat
pengendali dalam pengelolaan aset yang dikuasai/digunakan SKPD
dan/atau SKPKD.

Pasal 161
Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi aset
sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 berupa bukti memorial yang
dilampiri:
a. Berita acara penerimaan barang;
b. Surat keputusan penghapusan barang;

92
c. Surat keputusan mutasi barang;
d. Berita acara pemusnahan barang;
e. Berita acara serah terima barang;
f. Berita acara penilaian; dan
g. Berita acara penyelesaian pekerjaan.

Pasal 162
Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian
dalam prosedur akuntansi aset sebagaimana dimaksud dalam pasal 151
mencakup:
a. Buku jurnal umum;
b. Buku besar; dan
c. Buku besar pembantu.

Bagian Kesembilan
Prosedur Akuntansi selain Kas pada SKPD
Pasal 163
(1) Prosedur akuntansi selain kas pada SKPD meliputi serangkaian
proses mulai dari pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan
pelaporan keuangan yang berkaitan dengan semua transaksi atau
kejadi selain kas yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer.
(2) Prosedur akuntansi selain kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup:
a. Koreksi kesalahan pembukuan;
b. Penyesuaian terhadap akun tertentu dalam rangka menyusun
laporan keuangan pada akhir tahun;
c. Reklasifikasi belanja modal menjadi aset tetap; dan
d. Reklasifikasi akibat koreksi yang ditemukan dikemudian hari.

Pasal 164
Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi selain kas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 154 ayat (1) berupa bukti memorial,
dilampiri dengan:
a. Berita acara penerimaan barang;
b. Surat keputusan penghapusan barang;
c. Surat keputusan mutasi barang;
d. Berita acara pemusnahan barang;
e. Berita acara serah terima barang;
f. Berita acara penilaian; dan
g. Berita acara penyelesaian pekerjaan.

Pasal 165
Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian dalam
prosedur akuntansi selain kas sebagaimanah dimaksud dalam pasal 154
ayat (1) mencakup:

93
a. Buku jurnal umum;
b. Buku besar; dan
c. Buku besar pembantu.

Bagian Kesepuluh
Laporan Keuangan pada SKPD
Pasal 166
(1) Kepala SKPD menyusun dan melaporkan arus kas secara periodik
kepada Bupati.
(2) Laporan arus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan
disajikan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur
tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

BAB VIII
STANDARISASI BIAYA
Pasal 167
(1) Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Standarisasi Biaya berfungsi
sebagai:
a. Batas Tertinggi; atau
b. Estimasi.
(2) Fungsi Standar Biaya sebagai Batas Tertinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan besaran biaya yang
tidak dapat dilampaui.
(3) Standar Biaya sebagai Estimasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB IX
SATUAN BIAYA HONORARIUM

Bagian kesatu
Umum
Pasal 168
Honorarium dapat diberikan kepada ASN dan Non ASN yang
melaksanakan dan mendukung kegiatan pada SKPD.

Pasal 169
a. Honorarium Penanggung Jawab Pengelola Keuangan Honorarium
diberikan kepada:

1. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)/Pengguna Anggaran;


2. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK);
3. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(PPK SKPD);
4. Bendahara Pengeluaran atau Bendahara Penerimaan; dan
5. Bendahara Pengeluaran Pembantu atau Bendahara Penerimaan
Pembantu.
b. Honorarium Penagadaan Barang/Jasa diberikan kepada :
1. Pejabat Pengadaan Barang/Jasa;
2. Kelompok Kerja Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa;

94
3. Pengguna Anggaran;
4. PPK;
5. PPTK.
c. Honorarium Narasumber atau Pembahas, Pembawa Acara, Tim
dan Panitia diberikan kepada :
1. Narasumber atau Pembahas;
2. Moderator;
3. Pembawa Acara;
4. Narasumber, Moderator dan Pembawa Acara Profesional;
5. Panitia;
6. Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim Pelaksana
Kegiatan;
7. Pemberi Keterangan Ahli, Saksi Ahli dan Beracara;
8. Penyuluh atau Pendampingan;
9. Rohaniawan
10. Tim Penyusun Jurnal, Buletin, Majalah, Pengelola
Teknologi Informasi dan Pengelola Website;
11. Penyelenggara Ujian;
12. Penulisan Butir Soal Tingkat Kota;
13. Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan;
14. Tim Anggaran Pemerintah Daerah.

Bagian Kedua
Honorarium Penanggungjawab Pengelola Keuangan

Pasal 170
Honorarium penanggung jawab pengelola keuangan pada setiap
satuan kerja, diberikan berdasarkan besaran pagu yang dikelola
penanggungjawab pengelola keuangan untuk setiap Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA), dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kepada penanggung jawab pengelola keuangan yang mengelola
lebih dari 1 (satu) DPA dapat diberikan honorarium dimaksud
sesuai dengan jumlah DPA yang dikelola dengan besaran
didasarkan atas pagu dana yang dikelola pada masing-masing
DPA. Alokasi honorarium tersebut dibebankan pada
masing-masing DPA.
b. Untuk membantu PPK dalam pelaksanaan administrasi belanja
pegawai di lingkungan SKPD, KPA dapat menunjuk bendahara
pengeluaran pembantu. Besaran honorarium bendahara
pengeluaran pembantu atau bendahara penerimaan
pembantu diberikan mengacu pada honorarium PPK SKPD
sesuai dengan pagu belanja pegawai yang dikelolanya.
c. Ketentuan jumlah PPK SKPD diatur sebagai berikut :
1. Jumlah PPK SKPD yang membantu KPA :
- KPA yang merangkap sebagai PPTK dan tanpa dibantu oleh
PPTK lainnya, jumlah PPK SKPD paling banyak 6 (enam)
orang termasuk bendahara pengeluaran pembantu; dan

95
- KPA yang dibantu oleh PPTK, jumlah PPK SKPD paling
banyak 3 (tiga) orang termasuk bendahara pengeluaran
pembantu.
2. Jumlah keseluruhan PPK SKPD yang membantu PPTK dalam
1 (satu) KPA tidak melebihi 2 (dua) kali dari jumlah PPTK.
3. Jumlah PPK SKPD untuk PPTK yang digabungkan diatur
sebagai berikut :
a. Jumlah PPK SKPD tidak boleh melampaui jumlah PPK
SKPD sebelum penggabungan; dan
b. Besaran honorarium PPK SKPD didasarkan pada jumlah
pagu yang dikelola PPK SKPD.
d. Jumlah keseluruhan alokasi dana untuk honorarium
penanggung jawab pengelola keuangan dalam 1 (satu) tahun
anggaran paling banyak 10% (sepuluh persen) dari pagu yang
dikelola; dan
e. Dalam hal bendahara pengeluaran telah diberikan tunjangan
fungsional bendahara, yang bersangkutan tidak diberikan
honorarium dimaksud.

Tabel 1
Satuan Biaya Honorarium

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.1 PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN


DAERAH (PPKD) / PENGGUNA
ANGGARAN (PA) / KUASA PENGGUNA
ANGGARAN (KPA)
a. Nilai pagu dana sampai dengan Rp. 100 OB Rp. 1.040.000
juta

b. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 juta s/d OB Rp. 1.250.000
Rp. 250 juta

c. Nilai pagu dana di atas Rp. 250 juta s/d OB Rp. 1.450.000
Rp. 500 juta

d. Nilai pagu dana di atas Rp. 500 juta s/d OB Rp. 1.660.000
Rp. 1 Miliar

e. Nilai pagu dana di atas Rp. 1 Miliar s/d OB Rp. 1.970.000


Rp. 2,5 Miliar

f. Nilai pagu dana di atas Rp. 2,5 Miliar s/d OB Rp. 2.280.000
Rp. 5 Miliar

g. Nilai pagu dana di atas Rp. 5 Miliar s/d OB Rp. 2.590.000


Rp. 10 Miliar

h. Nilai pagu dana di atas Rp. 10 Miliar s/d OB Rp. 3.010.000


Rp. 25 Miliar

96
NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

i. Nilai pagu dana di atas Rp. 25 Miliar s/d OB Rp. 3.420.000


Rp. 50 Miliar

j. Nilai pagu dana di atas Rp. 50 Miliar s/d OB Rp. 3.840.000


Rp. 75 Miliar

k. Nilai pagu dana di atas Rp. 75 Miliar s/d OB Rp. 4.250.000


Rp. 100 Miliar

l. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 Miliar OB Rp. 4.770.000


s/d Rp. 250 Miliar

m. Nilai pagu dana di atas Rp. 250 Miliar OB Rp. 5.290.000


s/d Rp. 500 Miliar

n. Nilai pagu dana di atas Rp. 500 Miliar OB Rp. 5.810.000


s/d Rp. 750 Miliar

o. Nilai pagu dana di atas Rp. 750 Miliar OB Rp. 6.330.000


s/d Rp. 1 Triliun

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.2 BENDAHARA UMUM DAERAH (BUD) OB Rp. 6.330.000

1.2.1 KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH OB Rp. 3.550.000


(KBUD)

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.2 PEJABAT PELAKSANA TEKNIS


KEGIATAN (PPTK)
a. Nilai pagu dana sampai dengan Rp. OB Rp. 1.010.000
100 juta

b. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 juta OB Rp. 1.210.000


s/d Rp. 250 juta

c. Nilai pagu dana di atas Rp. 250 juta OB Rp. 1.410.000


s/d Rp. 500 juta

d. Nilai pagu dana di atas Rp. 500 juta OB Rp. 1.610.000


s/d Rp. 1 Miliar

e. Nilai pagu dana di atas Rp. 1 Miliar OB Rp. 1.910.000


s/d Rp. 2,5 Miliar

f. Nilai pagu dana di atas Rp. 2,5 Miliar OB Rp. 2.210.000


s/d Rp. 5 Miliar

97
g. Nilai pagu dana di atas Rp. 5 Miliar OB Rp. 2.520.000
s/d Rp. 10 Miliar

h. Nilai pagu dana di atas Rp. 10 Miliar OB Rp. 2.920.000


s/d Rp. 25 Miliar

i. Nilai pagu dana di atas Rp. 25 Miliar OB Rp. 3.320.000


s/d Rp. 50 Miliar

j. Nilai pagu dana di atas Rp. 50 Miliar OB Rp. 3.720.000


s/d Rp. 75 Miliar

k. Nilai pagu dana di atas Rp. 75 Miliar OB Rp. 4.130.000


s/d Rp. 100 Miliar

l. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 Miliar OB Rp. 4.630.000


s/d Rp. 250 Miliar

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.3 PEJABAT PENATAUSAHAAN


KEUANGAN SATUAN KERJA
PERANGKAT DAERAH (PPK SKPD)
a. Nilai pagu dana sampai dengan Rp. OB Rp. 400.000
100 juta

b. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 juta OB Rp. 480.000


s/d Rp. 250 juta

c. Nilai pagu dana di atas Rp. 250 juta OB Rp. 570.000


s/d Rp. 500 juta

d. Nilai pagu dana di atas Rp. 500 juta OB Rp. 660.000


s/d Rp. 1 Miliar

e. Nilai pagu dana di atas Rp. 1 Miliar OB Rp. 770.000


s/d Rp. 2,5 Miliar

f. Nilai pagu dana di atas Rp. 2,5 Miliar OB Rp. 880.000


s/d Rp. 5 Miliar

g. Nilai pagu dana di atas Rp. 5 Miliar OB Rp. 990.000


s/d Rp. 10 Miliar

h. Nilai pagu dana di atas Rp. 10 Miliar OB Rp. 1.250.000


s/d Rp. 25 Miliar

i. Nilai pagu dana di atas Rp. 25 Miliar OB Rp. 1.520.000


s/d Rp. 50 Miliar

j. Nilai pagu dana di atas Rp. 50 Miliar OB Rp. 1.780.000


s/d Rp. 75 Miliar

k. Nilai pagu dana di atas Rp. 75 Miliar OB Rp. 2.040.000


s/d Rp. 100 Miliar

98
l. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 Miliar OB Rp. 2.440.000
s/d Rp. 250 Miliar

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.4 BENDAHARA PENGELUARAN ATAU


BENDAHARA PENERIMAAN
a. Nilai pagu dana sampai dengan Rp. OB Rp. 340.000
100 juta

b. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 juta OB Rp. 420.000


s/d Rp. 250 juta

c. Nilai pagu dana di atas Rp. 250 juta OB Rp. 500.000


s/d Rp. 500 juta

d. Nilai pagu dana di atas Rp. 500 juta OB Rp. 570.000


s/d Rp. 1 Miliar

e. Nilai pagu dana di atas Rp. 1 Miliar OB Rp. 670.000


s/d Rp. 2,5 Miliar

f. Nilai pagu dana di atas Rp. 2,5 Miliar OB Rp. 770.000


s/d Rp. 5 Miliar

g. Nilai pagu dana di atas Rp. 5 Miliar OB Rp. 860.000


s/d Rp. 10 Miliar

h. Nilai pagu dana di atas Rp. 10 Miliar OB Rp. 1.090.000


s/d Rp. 25 Miliar

i. Nilai pagu dana di atas Rp. 25 Miliar OB Rp. 1.320.000


s/d Rp. 50 Miliar

j. Nilai pagu dana di atas Rp. 50 Miliar OB Rp. 1.550.000


s/d Rp. 75 Miliar

k. Nilai pagu dana di atas Rp. 75 Miliar OB Rp. 1.780.000


s/d Rp. 100 Miliar

l. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 Miliar OB Rp. 2.120.000


s/d Rp. 250 Miliar

Catatan : Bendahara Penerimaan berada di Badan Pengelolaan


Keuangan dan Pendapatan Daerah.

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.5 BENDAHARA PENGELUARAN


PEMBANTU ATAU BENDAHARA
PENERIMAAN PEMBANTU
a. Nilai pagu dana sampai dengan Rp. OB Rp. 260.000
100 juta

99
b. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 juta OB Rp. 310.000
s/d Rp. 250 juta

c. Nilai pagu dana di atas Rp. 250 juta OB Rp. 370.000


s/d Rp. 500 juta

d. Nilai pagu dana di atas Rp. 500 juta OB Rp. 430.000


s/d Rp. 1 Miliar

e. Nilai pagu dana di atas Rp. 1 Miliar OB Rp. 500.000


s/d Rp. 2,5 Miliar

f. Nilai pagu dana di atas Rp. 2,5 Miliar OB Rp. 570.000


s/d Rp. 5 Miliar

g. Nilai pagu dana di atas Rp. 5 Miliar OB Rp. 640.000


s/d Rp. 10 Miliar

h. Nilai pagu dana di atas Rp. 10 Miliar OB Rp. 810.000


s/d Rp. 25 Miliar

i. Nilai pagu dana di atas Rp. 25 Miliar OB Rp. 980.000


s/d Rp. 50 Miliar

j. Nilai pagu dana di atas Rp. 50 Miliar OB Rp. 1.150.000


s/d Rp. 75 Miliar

k. Nilai pagu dana di atas Rp. 75 Miliar OB Rp. 1.330.000


s/d Rp. 100 Miliar

l. Nilai pagu dana di atas Rp. 100 Miliar OB Rp. 1.580.000


s/d Rp. 250 Miliar

Catatan : Bendahara Penerimaan Pembantu berada di SKPD yang


mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD).

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.6 PEMBANTU BENDAHARA (PPTK Gaji


SIPD)

a. Nilai pagu gaji di atas Rp. 100 juta s/d OB Rp. 200.000
Rp. 250 juta

b. Nilai pagu Gaji di atas Rp. 250 juta OB Rp. 300.000


s/d Rp. 500 juta

c. Nilai pagu Gaji di atas Rp. 500 juta OB Rp. 400.000


s/d Rp. 1 Miliar

d. Nilai pagu Gaji di atas Rp. 1 Miliar s/d OB Rp. 500.000


Rp. 2,5 Miliar

e. Nilai pagu Gaji di atas Rp. 2,5 Miliar OB Rp. 550.000


s/d Rp. 5 Miliar

f. Nilai pagu Gaji di atas Rp. 5 Miliar s/d OB Rp. 600.000


Rp. 10 Miliar

100
g. Nilai pagu Gaji di atas Rp. 10 Miliar OB Rp. 650.000
s/d Rp. 25 Miliar

h. Nilai pagu Gaji di atas Rp. 25 Miliar OB Rp. 700.000


s/d Rp. 50 Miliar

i. Nilai pagu Gaji di atas Rp. 50 Miliar OB Rp. 750.000


s/d > Rp. 75 Miliar

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.7 HONORARIUM PENGELOLA BARANG


MILIK DAERAH

a. Penanggung Jawab BMD OB Rp. 4.000.000

b. Koordinator BMD OB Rp. 3.000.000

c. Admin BMD OB Rp. 2.000.000

d. Pengurus BMD SKPD OB Rp. 1.000.000

e. Pembantu Pengurus BMD (Khusus OB Rp. 500.000


Bagian Setda, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Kesehatan dan Kelurahan)

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

1.8 Honorarium Konversi Aplikasi dan


Admin SIM Gaji BPKPD

a. Jasa Konversi Aplikasi/Sistem OB Rp. 2.250.000


Informasi

b. Admin SIM Gaji Taspen Terpusat OB Rp. 1.750.000

c. Admin SIKD OB Rp. 1.250.000

d. Admin SIPD Akuntansi dan Pelaporan OB Rp. 2.500.000


SKPD

e. Admin SIPD Penatausahaan SKPD OB Rp. 2.500.000

f. Admin SIPD Perencanaan SKPD OB Rp. 2.500.000

g. Admin Aplikasi E-Sisfo, E-Monitoring, OB Rp. 1.500.000


dan E-Pelaporan Kementrian/Pusat

h. Admin OM SPAM DAK-DANA DESA OB Rp. 1.500.000


PEMDA

101
NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

1.9 Honorarium Bendahara Dana Desa OB Rp. 1.500.000

Bagian Ketiga
Honorarium Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 171
(1) Honorarium Pejabat Pengadaan Barang/Jasa diberikan kepada
pejabat pengadaan barang/jasa untuk melaksanakan
pemilihan penyedia barang/jasa.
(2) Honorarium diberikan kepada kelompok kerja pemilihan
pengadaan barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan
penyedia barang/jasa.
(3) Honorarium Pengguna Anggaran diberikan kepada pengguna
anggaran dalam hal :
a. Menetapkan penyedia untuk paket pengadaan barang,
konstruksi, atau jasa lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; atau
b. Menetapkan penyedia untuk paket pengadaan jasa
konsultasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Dalam hal pejabat pengadaan barang/jasa dan kelompok kerja
pemilihan pengadaan barang/ jasa telah menerima tunjangan
pengelola pengadaan barang/ jasa, tidak diberikan honorarium
dimaksud.

Tabel 2
Honorarium Pengadaan Barang/Jasa

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

2.1 HONORARIUM PEJABAT PENGADAAN OB Rp. 680.000


BARANG/JASA

2.2 TUNJANGAN PERBAIKAN PENGHASILAN


KHUSUS KELOMPOK KERJA UKPBJ

a. Ketua OB Rp.8.000.000

b. Anggota OB Rp.7.000.000

2.3 HONORARIUM PERANGKAT UNIT KERJA


PENGADAAN BARANG/JASA (UKPBJ)

a. Kepala OB Rp.1.000.000

b. Sekretaris/Staf Pendukung OB Rp. 750.000

Catatan : Sehubungan telah diberikan Tunjangan Perbaikan Penghasilan


Khusus kepada UKPBJ, maka honorarium di atas tidak diberikan lagi

102
Bagian Keempat
Honorarium Narasumber/Pembahas/Moderator/Pembawa Acara

Pasal 172
(1) Honorarium narasumber atau pembahas diberikan kepada
pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara, dan pihak
lain yang memberikan informasi atau pengetahuan dalam
kegiatan :
a. Seminar;
b. Rapat;
c. Sosialisasi;
d. Diseminasi;
e. Bimbingan teknis;
f. Workshop;
g. Sarasehan;
h. Simposium;
i. Lokakarya;
j. focus group discussion; dan kegiatan sejenis (tidak termasuk
untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan).
(2) Honorarium narasumber atau pembahas dapat diberikan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Satuan jam yang digunakan dalam pemberian honorarium
narasumber atau pembahas adalah 60 (enam puluh)
menit, baik dilakukan secara panel maupun individual.
b. Narasumber atau pembahas berasal dari :
1. luar satuan kerja perangkat daerah penyelenggara a tau
masyarakat; atau
2. dalam satuan kerja perangkat daerah penyelenggara
sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama kegiatan
berasal dari luar satuan kerja perangkat daerah
penyelenggara dan/ a tau masyarakat.
(3) Dalam hal narasumber atau pembahas tersebut berasal dari
satuan kerja perangkat daerah penyelenggara, maka diberikan
honorarium sebesar 50% (lima puluh persen) dari honorarium
narasumber / pembahas.

Tabel 3
Honorarium Narasumber/Pembahas

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

3.1 HONORARIUM
NARASUMBER/PEMBAHAS

a. Menteri/Pejabat setingkat OJ Rp.1.700.000


Menteri/Pejabat Negara lainnya

103
b. Kepala Daerah/Pejabat setingkat Kepala OJ Rp.1.400.000
Daerah/Pejabat Daerah lainnya yang
disetarakan

c. Pejabat Eselon I/yang disetarakan OJ Rp.1.200.000

d. Pejabat Eselon II/yang disetarakan OJ Rp.1.000.000

e. Pejabat Eselon III ke bawah/yang OJ Rp. 900.000


disetarakan

Pasal 173

Honorarium moderator dapat diberikan dengan ketentuan :


a. Moderator berasal dari luar satuan kerja perangkat daerah
penyelenggara; atau
b. Moderator berasal dari dalam satuan kerja perangkat daerah
penyelenggara sepanjang peserta yang menjadi sasaran utama
kegiatan berasal dari luar satuan kerja perangkat daerah
penyelenggara dan/atau masyarakat.

Tabel 4
Honorarium Moderator

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

4.1 HONORARIUM MODERATOR OK Rp. 700.000

Pasal 174
(1) Honorarium pembawa acara yang diberikan kepada aparatur
sipil negara dan pihak lain yang ditunjuk oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan tugas memandu acara dalam
kegiatan :
a. Seminar;
b. Rapat Kerja;
c. Sosialisasi;
d. Diseminasi;
e. Workshop;
f. Sarasehan;
g. Simposium;
h. Lokakarya; dan atau Kegiatan sejenisnya.
(2) Honorarium Pembawa Acara dapat diberikan untuk kegiatan yang
mengundang minimal menteri, kepala daerah/wakil kepala
daerah, dan/atau pimpinan/ anggota DPRD dan dihadiri lintas
satuan kerja perangkat daerah dan/ atau masyarakat.

104
Tabel 5
Honorarium Pembawa Acara

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

5.1 HONORARIUM PEMBAWA ACARA OK Rp. 400.000

Bagian Kelima
Honorarium Narasumber, Moderator atau Pembawa Acara
Profesional

Pasal 175
Pemberian honorarium jasa narasumber, moderator, atau
pembawa acara profesional (pakar, praktisi, atau pembicara khusus)
dapat melebihi besaran standar honor narasumber, moderator, atau
pembawa acara sebagaimana diatur dalam di atas, sepanjang
didukung dengan bukti pengeluaran riil (pembiayaan secara at
cost).

Tabel 6
Honorarium Narasumber, Moderator atau Pembawa Acara
Profesional

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

a. Honorarium Narasumber OJ Rp 1.700.000

b. Honorarium Moderator OK Rp 1.000.000

c. Honorarium Pembawa Acara OK Rp. 750.000

Pasal 176

(1) Honorarium panitia diberikan kepada aparatur sipil negara yang


diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia atas
pelaksanaan kegiatan:
a. Seminar;
b. Rapat Kerja;
c. Sosialisasi;
d. Diseminasi;
e. Workshop;
f. Sarasehan;
g. Simposium;
h. Lokakarya; dan

105
i. Kegiatan sejenis sepanjang peserta yang menjadi sasaran
utama kegiatan berasal dari luar satuan kerja perangkat
daerah penyelenggara dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal pelaksanaan kegiatan seminar, rapat kerja,
sosialisasi, diseminasi, workshop, sarasehan, simposium,
lokakarya, dan kegiatan sejenis memerlukan tambahan panitia
yang berasal dari non aparatur sipil negara harus dilakukan
secara selektif dengan mempertimbangkan urgensi, dengan
besaran honorarium mengacu pada besaran honorarium
untuk anggota panitia.
(3) Untuk jumlah peserta 40 (empat puluh) orang atau lebih, jumlah
panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 10%
(sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. Sedangkan
untuk jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang, jumlah
panitia yang dapat diberikan honorarium paling banyak 4 (empat)
orang.

Tabel 7
Honorarium Panitia

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

6.1 HONORARIUM PANITIA

a. Penanggung Jawab OK Rp. 450.000

b. Ketua/Wakil Ketua OK Rp. 400.000

c. Sekretaris OK Rp. 300.000

d. Anggota OK Rp. 300.000

Bagian Kelima
Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dan Sekretariat Tim
Pelaksana Kegiatan

Pasal 177
(1) Tim yang keanggotaannya berasal dari lintas satuan kerja
perangkat daerah, pengaturan batasan jumlah tim yang dapat
diberikan honorarium bagi pejabat eselon I, pejabat eselon II,
pejabat eselon III, pejabat eselon IV, pelaksana, dan pejabat
fungsional pada tim dimaksud, jumlah keanggotaan tim yang
dapat diberikan honor sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :

106
Klasifikasi
No Jabatan
I II III
1 Pejabat Eselon I dan Eselon II 2 3 4
2 Pejabat Eselon III 3 4 5
Pejabat Eselon IV, pelaksana, dan
3
pejabat fungsional 5 6 7

(2) Penjelasan mengenai klasifikasi pengaturan jumlah


honorarium yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), adalah sebagai berikut :
a. Klasifikasi I dengan kriteria pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, atau kota yang telah memberikan tambahan
penghasilan pada kelas jabatan tertinggi lebih besar atau
sama dengan Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per
bulan.
b. Klasifikasi II dengan kriteria pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, atau kota yang telah memberikan tambahan
penghasilan pada kelas jabatan tertinggi lebih besar atau
sama dengan Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) per
bulan dan kurang dari Rp20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah) per bulan.
c. Klasifikasi III dengan kriteria pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, atau kota yang telah memberikan tambahan
penghasilan pada kelas jabatan tertinggi kurang dari
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) per bulan atau belum
menerima tambahan penghasilan.
(3) Ketentuan pembentukan tim yang dapat diberikan honorarium
adalah sebagai berikut :
a. Mempunyai keluaran ( output) jelas dan terukur;
b. Bersifat koordinatif untuk tim pemerintah daerah :
1. Dengan mengikutsertakan instansi pemerintah di luar
pemerintah daerah yang bersangkutan untuk tim yang
ditandatangani oleh kepala daerah; atau
2. Antar satuan kerja perangkat daerah untuk tim yang
ditandatangani oleh sekretaris daerah.
c. Bersifat temporer dan pelaksanaan kegiatannya perlu
diprioritaskan;
d. Merupakan tugas tambahan atau perangkapan fungsi bagi
yang bersangkutan di luar tugas dan fungsi sehari-hari; dan
e. Dilakukan secara selektif, efektif, dan efisien.

107
Tabel 8
Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

8.1 Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan

8.1.1 Yang ditetapkan oleh Kepala Daerah

a. Pengarah OB Rp. 1.500.000

b. Wakil Pengarah OB Rp. 1.350.000

c. Penanggung Jawab OB Rp. 1.250.000

d. Ketua OB Rp. 1.000.000

e. Wakil Ketua OB Rp. 850.000

f. Sekretaris OB Rp. 750.000

g. Anggota OB Rp. 750.000

8.1.2 Yang ditetapkan oleh Sekretaris Daerah

a. Pengarah OB Rp. 750.000

b. Wakil Pengarah OB Rp. 725.000

c. Penanggung Jawab OB Rp. 700.000

d. Ketua OB Rp. 650.000

e. Wakil Ketua OB Rp. 600.000

f. Sekretaris OB Rp. 500.000

g. Anggota OB Rp. 500.000

(4) Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya dapat dibentuk


untuk menunjang tim pelaksana kegiatan yang ditetapkan oleh
sekretaris daerah.
(5) Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan diatur sebagai
berikut :
a. Paling banyak 10 (sepuluh) orang untuk tim pelaksana
kegiatan yang ditetapkan oleh kepala daerah; atau
b. Paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim pelaksana kegiatan
yang ditetapkan oleh sekretaris daerah.
(6) Dalam hal tim pelaksana kegiatan telah terbentuk selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut, pemerintah daerah Kabupaten melakukan
evaluasi terhadap urgensi dan efektifitas keberadaan tim
dimaksud untuk dipertimbangkan menjadi tugas dan fungsi
suatu satuan kerja perangkat daerah.

108
Tabel 9

Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan


NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

9.2 Honorarium Sekretariat Tim Pelaksana


Kegiatan

9.2.1 Yang ditetapkan oleh Sekretaris Daerah

a. Ketua/Wakil Ketua OB Rp. 250.000

b. Anggota OB Rp. 220.000

Bagian Keenam
Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/Saksi Ahli dan Beracara

Pasal 178
(1) Dalam hal instansi yang mengundang atau memanggil pemberi
keterangan ahli atau saksi ahli tidak memberikan honorarium
dimaksud, instansi pengirim pemberi keterangan ahli atau
saksi ahli dapat memberikan honorarium dimaksud.
(2) Honorarium beracara diberikan kepada pejabat negara, pejabat
daerah, aparatur sipil negara, dan pihak lain yang diberi tugas
untuk beracara mewakili instansi pemerintah dalam
persidangan pengadilan sepanjang merupakan tugas
tambahan dan tidak duplikasi dengan pemberian gaji dan
tunjangan kinerja atau tunjangan tambahan.

Tabel 10

Honorarium Pemberi Keterangan Ahli/Saksi Ahli dan Beracara

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

10.1 HONORARIUM PEMBERI KETERANGAN


AHLI/SAKSI AHLI DAN BERACARA

a. Honorarium Pemberi Keterangan OK Rp. 1.800.000


Ahli/Saksi Ahli

b. Honorarium Beracara OK Rp. 1.800.000

Bagian Ketujuh
Honorarium Penyuluh Non Pegawai Negeri Sipil

Pasal 179

109
(1) Honorarium penyuluhan atau pendampingan diberikan
sebagai pengganti upah kerja kepada non aparatur sipil negara
yang diangkat untuk melakukan penyuluhan berdasarkan
surat keputusan pejabat yang berwenang.
(2) Dalam hal ketentuan mengenai upah minimum di suatu
wilayah lebih tinggi daripada satuan biaya dalam Peraturan
Presiden, satuan biaya ini dapat dilampaui dan mengacu pada
peraturan yang mengatur tentang upah minimum Provinsi,
atau Kabupaten, dengan ketentuan :
a. Lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) diberikan
sesuai upah minimum provinsi, kabupaten, atau kota
setempat;
b. Lulusan DI/DII/DIII/Sarjana Terapan diberikan paling
banyak 114% (seratus empat belas persen) dari upah
minimum provinsi, kabupaten, atau kota setempat;
c. Lulusan Sarjana (Sl) diberikan paling banyak 124% (seratus
dua puluh empat persen) dari upah minimum provinsi,
kabupaten, atau kota setempat;
d. Lulusan Master (S2) diberikan paling banyak 133% (seratus
tiga puluh tiga persen) dari upah minimum provinsi,
kabupaten, atau kota setempat; dan
e. Lulusan Doktor (S3) diberikan paling banyak 150% (seratus
lima puluh persen) dari upah minimum provinsi,
kabupaten, atau kota setempat.

Tabel 11

Honorarium Penyuluh Non Pegawai Negeri Sipil


NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

11.1 HONORARIUM PENYULUH NON


PEGAWAI NEGERI SIPIL

a. SLTA OB Rp. 2.100.000

b. D1/DII/DIII/Sarjana Terapan OB Rp. 2.400.000

c. Sarjana (S1) OB Rp. 2.600.000

d. Master (S2) OB Rp. 2.800.000

e. Doktor (S3) OB Rp. 3.000.000

Bagian Kedelapan
Honorarium Rohaniawan

Pasal 180

110
Honorarium rohaniwan diberikan kepada seseorang yang
ditugaskan oleh pejabat yang berwenang sebagai rohaniwan dalam
pengambilan sumpah jabatan.

Tabel 12

Honorarium Rohaniawan
NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

12.1 HONORARIUM ROHANIAWAN OK Rp. 400.000

Bagian Kesembilan
Honorarium Tim Penyusun Jurnal/Buletin/Majalah/Pengelolah
Teknologi Informasi/Pengelola Website

Pasal 181
(1) Honorarium tim penyusunan jurnal diberikan kepada
penyusun dan penerbit jurnal berdasarkan surat keputusan
pejabat yang berwenang. Unsur sekretariat adalah pembantu
umum, pelaksana dan yang sejenis, dan tidak berupa struktur
organisasi tersendiri. Apabila diperlukan, dalam menyusun
jurnal nasional atau internasional dapat diberikan honorarium
kepada mitra bestari (peer review) sebesar Rp l.500.000,00 (satu
juta lima ratus ribu rupiah) per orang per jurnal.

Tabel 13
Honorarium Tim Penyusun Jurnal
NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

13.1 HONORARIUM TIM PENYUSUN JURNAL

a. Penanggung Jawab Oter Rp. 500.000

b. Redaktur Oter Rp. 400.000

c. Penyunting/Editor Oter Rp. 300.000

d. Design Gratis Oter Rp. 180.000

e. Fotografer Oter Rp. 180.000

f. Sekretariat Oter Rp. 150.000

g. Pembuat Artikel Per Rp. 200.000


Halaman

(2) Honorarium tim penyusunan buletin atau majalah dapat


diberikan kepada penyusun dan penerbit buletin atau majalah
berdasarkan surat keputusan pejabat yang berwenang.

111
(3) Majalah adalah terbitan berkala yang isinya berbagai liputan
jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut
diketahui pembaca.
(4) Buletin adalah media cetak berupa selebaran atau majalah berisi
warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara
periodik yang ditujukan untuk lembaga atau kelompok profesi
tertentu.

Tabel 14

Honorarium Tim Penyusun Buletin/Majalah

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

14.1 HONORARIUM TIM PENYUSUN SATUAN BESARAN


BULETIN/MAJALAH

a. Penanggung Jawab Oter Rp. 400.000

b. Redaktur Oter Rp. 300.000

c. Penyunting/Editor Oter Rp. 250.000

d. Design Gratis Oter Rp. 180.000

e. Fotografer Oter Rp. 180.000

f. Sekretariat Oter Rp. 150.000

g. Pembuat Artikel Per Rp. 100.000


Halaman

(5) Honorarium tim pengelola teknologi informasi atau website


dapat diberikan kepada pengelola website atau media
sejenis (tidak termasuk media sosial) berdasarkan surat
keputusan kepala daerah. Website atau media sejenis tersebut
dikelola oleh pemerintah daerah.
(6) Dalam hal pengelola teknologi informasi atau website sudah
merupakan struktur organisasi tersendiri dan telah
diperhitungkan dalam komponen tambahan penghasilan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
pengelola teknologi informasi atau website tidak diberikan
honorarium dimaksud.

112
Tabel 15

Honorarium Tim Pengelolah Teknologi Informasi/Pengelola


Website
NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

15.1 HONORARIUM TIM PENGELOLA SATUAN BESARAN


TEKNOLOGI INFORMASI/PENGELOLA
WEBSITE

a. Penanggung Jawab OB Rp. 500.000

b. Redaktur OB Rp. 450.000

c. Editor OB Rp. 400.000

d. Web Admin OB Rp. 350.000

e. Web Developer OB Rp. 300.000

f. Pembuat Artikel Per Rp. 100.000


Halaman

Bagian Kesepuluh
Honorarium Penyelenggara Ujian

Pasal 181
Honorarium penyelenggaraan ujian merupakan imbalan diberikan
kepada penyusun naskah ujian, pengawas ujian, penguji, atau
pemeriksa hasil ujian yang bersifat lokal sesuai dengan kewenangan
pemerintah daerah.

Tabel 16

Honorarium Penyelenggara Ujian


NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

16.1 HONORARIUM PENYELENGGARAAN


UJIAN TINGKAT PENDIDIKAN DASAR

a. Penyusun dan Pembuat Bahan Ujian Naskah/ Rp. 150.000


Pelajaran

b. Pengawas Ujian OH Rp. 240.000

c. Pemeriksa Hasil Ujian Siswa/Mata Rp. 5.000


Ujian

16.2 HONORARIUM PENYELENGGARA


UJIAN TINGKAT PENDIDIKAN
MENENGAH

113
a. Penyusun dan Pembuat Bahan Ujian Naskah/ Rp. 190.000
Pelajaran

b. Pengawas Ujian OH Rp. 270.000

c. Pemeriksa Hasil Ujian Siswa/Mata Rp. 7.500


Ujian

Bagian Kesebelas
Honorarium Penulis Butir Soal Tingkat Kabupaten

Pasal 183
Honorarium Penulisan Butir Soal Tingkat Kabupaten diberikan
sesuai dengan kepakaran kepada penyusun soal yang digunakan
pada penilaian tingkat lokal, meliputi soal yang bersifat penilaian
akademik, seperti soal ujian berstandar lokal, soal ujian, soal tes
kompetensi akademik, soal calon aparatur sipil negara, dan soal
untuk penilaian non akademik seperti soal tes bakat, tes minat, soal
yang mengukur kecenderungan perilaku, soal tes kompetensi guru
yang non akademik, soal tes asesmen pegawai, soal kompetensi
managerial sesuai dengan kewenangan pemerintahan daerah.

Tabel 17

Honorarium Penulis Butir Soal Tingkat Kabupaten


NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

17.1 HONORARIUM PENULIS BUTIR SOAL Per Butir Rp. 100.000


TINGKAT KABUPATEN Soal

17.2 HONORARIUM TELAAH BUTIR SOAL


TINGKAT KABUPATEN

a. Telaah Materi Soal Per Butir Rp. 45.000


Soal

b. Telaah bahasa Soal Per Butir Rp. 20.000


Soal

Bagian Kedua belas


Honorarium Penyelenggaraan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan
(Diklat)

Pasal 184
(1) Honorarium penceramah dapat diberikan kepada Penceramah
yang memberikan wawasan pengetahuan dan/atau sharing
experience sesuai dengan keahliannya kepada peserta

114
pendidikan dan pelatihan pada kegiatan pendidikan dan
pelatihan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Berasal dari luar satuan kerja perangkat daerah
penyelenggara atau masyarakat;
b. Berasal dari dalam satuan kerja perangkat daerah
penyelenggara sepanjang peserta pendidikan dan pelatihan
yang menjadi sasaran utama kegiatan berasal dari luar
perangkat daerah penyelenggara dan/ a tau masyarakat;
atau
c. Dalam hal penceramah tersebut berasal dari satuan kerja
perangkat daerah penyelenggara maka diberikan
honorarium sebesar 50% (lima puluh persen) dari
honorarium penceramah.

Tabel 18

Honorarium Penceramah
NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

18.1 HONORARIUM PENCERAMAH OJP Rp. 1.000.000

(5) Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari


luar satuan kerja perangkat daerah penyelenggara sepanjang
kebutuhan pengajar tidak terpenuhi dari satuan kerja
perangkat daerah penyelenggara.
(6) Honorarium dapat diberikan kepada pengajar yang berasal dari
dalam satuan kerja perangkat daerah penyelenggara, baik
widyaiswara maupun pegawai lainnya. Bagi widyaiswara,
honorarium diberikan atas kelebihan jumlah minimal jam
tatap muka. Ketentuan jumlah minimal tatap muka sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tabel 19

Honorarium Pengajar
NO URAIAN SATUAN BESARAN
1 2 3 4

19.1 HONORARIUM PENGAJAR YANG OJP Rp. 300.000


BERASAL DARI LUAR SATUAN KERJA
PERANGKAT DAERAH
PENYELENGGARA

HONORARIUM PENGAJAR YANG


19.2
BERASAL DARI DALAM SATUAN
KERJA PERANGKAT DAERAH Rp. 200.000
PENYELENGGARA OJP

115
Pasal 185
Honorarium penyusunan modul pendidikan dan pelatihan dapat
diberikan kepada aparatur sipil negara atau pihak lain yang diberi
tugas untuk menyusun modul untuk pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan berdasarkan surat keputusan kepala daerah. Pemberian
honorarium dimaksud berpedoman pada ketentuan sebagai
berikut :
a. Bagi widyaiswara, honorarium dimaksud diberikan atas
kelebihan minimal jam tatap muka widyaiswara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Satuan biaya ini diperuntukkan bagi penyusunan modul
pendidikan dan pelatihan baru atau penyempurnaan modul
pendidikan dan pelatihan lama dengan persentase
penyempurnaan substansi modul pendidikan dan pelatihan paling
sedikit 50% (lima puluh persen).

Tabel 20
Honorarium Penyusun Modul Diklat

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

19.1 HONORARIUM PENYUSUNAN MODUL Per Modul Rp. 1.000.000


DIKLAT
Pasal 186

Honorarium Panitia Penyelenggara kegiatan Pendidikan dan


pelatihan dapat diberikan kepada panitia penyelenggara
pendidikan dan pelatihan yang melaksanakan fungsi tata usaha
pendidikan dan pelatihan, evaluator, dan fasilitator kunjungan
serta hal lain yang menunjang penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan berjalan dengan baik dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Merupakan tugas tambahan atau perangkapan fungsi bagi yang
bersangkutan;
b. Dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan
urgensinya;
c. Jumlah peserta 40 (empat puluh) orang atau lebih, jumlah panitia
yang dapat diberikan honorarium paling tinggi 10% ( sepuluh
persen) dari jumlah peserta dengan mempertimbangkan
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan;
d. Jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang, jumlah panitia
yang dapat diberikan honorarium paling banyak 4 (empat) orang;
dan
e. Jam pelajaran yang digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan adalah 45 (empat puluh lima) menit.

116
Tabel 21

Honorarium Panitia Penyelenggara Kegiatan Pendidikan dan


Pelatihan (Diklat)

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

21.1 HONORARIUM PANITIA


PENYELENGGARA
KEGIATAN DIKLAT
a. Lama Diklat s/d 5 hari

- Penanggung Jawab OK Rp. 450.000

- Ketua/Wakil Ketua OK Rp. 400.000

- Sekretaris OK Rp. 300.000

- Anggota OK Rp. 300.000

b. Lama Diklat 6 s/d 30 hari

- Penanggung Jawab OK Rp. 675.000

- Ketua/Wakil Ketua OK Rp. 600.000

- Sekretaris OK Rp. 450.000

- Anggota OK Rp. 450.000

c. Lama Diklat lebih dari 30 hari

- Penanggung Jawab OK Rp. 900.000

- Ketua/Wakil Ketua OK Rp. 800.000

- Sekretaris OK Rp. 600.000

- Anggota OK Rp. 600.000

Bagian Ketiga belas


Honorarium Tim Anggaran Pemerintah Daerah

Pasal 187

(1) Honorarium tim anggaran pemerintah daerah dapat diberikan


kepada anggota tim yang ditetapkan berdasarkan surat
keputusan Kepala D aerah.
(2) Jumlah anggota kesekretariatan paling banyak 7 (tujuh)
anggota.

117
Tabel 22

Honorarium Tim Anggaran Pemerintah Daerah

NO URAIAN SATUAN BESARAN


1 2 3 4

22.1 HONORARIUM TIM ANGGARAN


PEMERINTAH DAERAH

a. Pembina (Bupati) OB Rp. 3.500.000

b. Pengarah (Wakil Bupati) OB Rp. 3.000.000

c. Ketua (Sekda) OB Rp. 2.500.000

d. Wakil Ketua (Kepala BPKPD) OB Rp. 2.000.000

e. Sekretaris (Kepala Bappeda & Litbang) OB Rp. 1.500.000

f. Anggota OB Rp. 1.300.000

22.2 HONORARIUM SEKRETARIAT TIM


ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

a. Ketua OB Rp. 1.000.000

b. Sekretaris OB Rp. 900.000

c. Anggota OB Rp. 600.000

BAB X
SATUAN BIAYA PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI DAN
DALAM NEGERI

Bagian kesatu
Satuan Biaya Perjalanan Dinas Luar Negeri

Pasal 188

Khusus Ketentuan mengenai standar biaya perjalanan dinas


luar negeri mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai standar biaya masukan yang berlaku
pada anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

Bagian kedua
Satuan Biaya Perjalanan Dinas Dalam Negeri

Pasal 189

118
(1) Perjalanan dinas merupakan perjalanan ke luar tempat
kedudukan yang dilakukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia untuk kepentingan pemerintahan daerah.
(2) Perjalanan dinas adalah perjalanan dinas jabatan yang dilakukan
oleh pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara, dan
pihak lain.
(3) Adapun perjalanan dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
dilakukan dalam rangka :
a. Pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan;
b. Mengikuti rapat, seminar, dan kegiatan sejenis lainnya;
c. Pengumandahan (Detasering);
d. Menempuh ujian dinas dan ujian jabatan;
e. Menghadap majelis penguji kesehatan pegawai negeri atau
menghadap seorang dokter penguji kesehatan yang ditunjuk,
untuk mendapatkan surat keterangan dokter tentang
kesehatannya guna kepentingan jabatan;
f. Memperoleh pengobatan berdasarkan surat keterangan
dokter, karena mendapat cedera pada waktu atau karena
melakukan tugas;
g. Mendapatkan pengobatan berdasarkan keputusan majelis
penguji Kesehatan Pegawai Negeri;
h. Penugasan untuk mengikuti pendidikan setara
Diploma/S1/S2/S3; dan
i. Mengikuti pendidikan dan pelatihan.
(4) Perjalanan dinas jabatan dilaksanakan dengan memperhatikan
beberapa prinsip antara lain :
a. Selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi
dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
b. Ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian
kinerja satuan kerja perangkat daerah;
c. Efisiensi penggunaan belanja daerah; dan
d. Akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan perjalanan
dinas dan pembebanan perjalanan dinas Luar Daerah
maksimal 7 (Tujuh) hari.
(5) Perjalanan dinas jabatan terdiri atas komponen sebagai berikut :
a. Uang harian;
b. Biaya transport;
c. Biaya penginapan; dan
d. Uang refresentase perjalanan dinas.
(6) Satuan biaya uang harian perjalanan dinas dalam negeri
merupakan penggantian biaya keperluan sehari-hari pejabat
negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara, dan pihak lain
dalam menjalankan perintah perjalanan dinas di dalam negeri
lebih dari 8 (delapan) jam. Penggantian biaya keperluan
sehari-hari meliputi keperluan uang saku, keperluan
transportasi lokal, dan keperluan uang makan. Perjalanan

119
dinas di dalam negeri yang kurang dari 8 (delapan) jam hanya
dapat diberikan uang transportasi lokal.
(7) Perjalanan dinas dalam Kabupaten Kolaka Timur diberikan
uang harian sebesar Rp. 150.000,-
(8) Perjalanan dinas dalam Kabupaten Kolaka Timur diberikan
biaya transportasi dibayarkan secara riil cost dengan
melampirkan bukti-bukti pembayaran yang sah.
(9) Uang harian pendidikan dan pelatihan diberikan dalam rangka
menjalankan tugas untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan
pelatihan yang diselenggarakan di dalam kota yang melebihi 8
(delapan) jam pelatihan atau diselenggarakan di luar kota.
(10) Uang Harian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberikan
maksimal sebesar Rp. 110.000.
(11) Dalam rangka penghematan anggaran daerah, perjalanan dinas
dibatasi untuk hal-hal yang prioritas dan penting, tidak
diperkenankan melakukan perjalanan dinas bila sesuatu urusan
dapat dilakukan dengan sarana telekomunikasi yang tersedia, seperti
telepon, faksimile, internet, sms dan sejenisnya.
(12) Pejabat/PNS, Anggota DPRD dan Non PNS dilarang menerima biaya
perjalanan dinas rangkap (dua kali atau lebih) untuk perjalanan
dinas yang dilakukan dalam waktu yang sama.
(13) Biaya perjalanan dinas khusus pegawai Non PNS, yakni
Widyaswara/Peneliti/ Tenaga Ahli disetarakan dengan Golongan IV,
Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten disetarakan dengan pejabat
Eselon II, dan Tim Penggerak PKK lainnya disetarakan dengan
Golongan IV, PHTT/Kontrak/Magang disetarakan dengan Golongan
II dan I.
(14) Untuk uang harian perjalanan dinas khusus aparatur Kantor
Perwakilan dari Jakarta ke Tirawuta disamakan dengan uang harian
keluar daerah luar provinsi.
(15) Biaya uang harian perjalanan dinas khusus Ajudan Bupati dan
Ajudan Wakil Bupati, disetarakan dengan pejabat Eselon IV,
sedangkan biaya penginapan disetarakan dengan eselon III.
(16) Biaya Kontribusi dalam rangka bimbingan teknis/pelatihan baik
dalam daerah maupun luar daerah dibebankan pada DPA-
SKPD/DPPA-SKPD masing-masing.

Pasal 190
(1) Surat Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan dinas Luar Daerah
Luar Provinsi bagi Pejabat Eselon II, III, IV, PNS dan Non PNS
ditandatangani oleh Bupati.
(2) Surat Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan dinas luar dearah
dalam Provinsi bagi Pejabat Eselon II dan III baik yang sumber
dananya berasal dari APBD maupun APBN ditandatangani oleh
Bupati.
(3) Surat Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan dinas luar daerah
dalam Provinsi bagi Pejabat Eselon IV, PNS dan Non PNS baik yang

120
sumber dananya berasal dari APBD maupun APBN ditandatangani
oleh Sekretaris Daerah
(4) Apabila Bupati berhalangan, maka penandatanganan Surat
Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan dinas Luar daerah Luar
Provinsi ditandatangani oleh Wakil Bupati.
(5) Apabila Bupati dan Wakil Bupati berhalangan, maka
penandatanganan Surat Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan
dinas keluar daerah luar Provinsi ditandatangani oleh Sekretaris
Daerah dengan tetap mengkoordinasikan kepada Bupati.
(6) Apabila Sekretaris Daerah berhalangan, maka penandatanganan
Surat Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan dinas keluar dan
dalam Provinsi Pejabat Eselon IV, PNS dan Non PNS ditandatangani
oleh Pejabat/Pelaksana Tugas/Pelaksana Harian Sekretaris
Daerah.
(7) Surat Perintah Tugas (SPT) Wakil Bupati dalam daerah dalam
provinsi dapat ditandatangani oleh Wakil Bupati, sedangkan Surat
Perintah Tugas (SPT) Wakil Bupati luar daerah luar provinsi
ditandatangani oleh Bupati.
(8) Surat Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan dinas dalam daerah
Kabupaten ditandatangani Kepala SKPD masing-masing.
(9) Surat Perintah Tugas (SPT) Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten
dan jajarannya dalam daerah, ditandatangani oleh Ketua Tim
Penggerak PKK dan SPPD ditandatangani oleh kepala Perangkat
Daerah tempat pembiayaan kegiatan tersebut melekat.
(10) Surat Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan dinas keluar dan
dalam Provinsi bagi Anggota DPRD ditandatangani oleh Ketua.
Apabila Ketua DPRD tidak berada ditempat, maka SPT dapat
ditandatangani oleh Wakil ketua DPRD.
(11) Surat Perintah Tugas (SPT) untuk perjalanan dinas keluar daerah
keluar Provinsi bagi Non PNS sopir dan Asisten Pribadi Unsur
Pimpinan DPRD Kab. Kolaka Timur ditanda tangani oleh Sekretaris
Daerah

Pasal 191
Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) keluar Provinsi dan dalam
Provinsi atau dalam Kabupaten ditandatangani oleh Kepala SKPD/Unit
Kerja masing-masing.
Pasal 192
Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Ketua, Wakil Ketua dan Anggota
DPRD ditandatangani Sekretaris DPRD.

121
Tabel 23
Uang Harian Perjalanan Dinas Dalam Negeri

NO. PROVINSI SATUAN LUAR KAB, KOLAKA TIMUR

1 2 3 4
1. ACEH OH Rp. 360.000
2. SUMATERA UTARA OH Rp. 370.000
3. RIAU OH Rp. 370.000
4. KEPULAUANRIAU OH Rp. 370.000
5. JAMBI OH Rp. 370.000
6. SUMATERA BARAT OH Rp. 380.000
7. SUMATERA SELATAN OH Rp. 380.000
8. LAMPUNG OH Rp. 380.000
9. BENGKULU OH Rp. 380.000
10. BANGKABELITUNG OH Rp. 410.000
11. BANTEN OH Rp. 370.000
12. JAWA BARAT OH Rp. 430.000
13. D.K.I. JAKARTA OH Rp. 530.000
14. JAWA TENGAH OH Rp. 370.000
15. D.l. YOGYAKARTA OH Rp. 420.000
16. JAWA TIMUR OH Rp. 410.000
17. BALI OH Rp. 480.000
18. NUSA TENGGARABARAT OH Rp. 440.000
19. NUSA TENGGARATIMUR OH Rp. 430.000
20. KALIMANTANBARAT OH Rp. 380.000
21. KALIMANTANTENGAH OH Rp. 360.000
22. KALIMANTAN SELATAN OH Rp. 380.000
23. KALIMANTANTIMUR OH Rp. 430.000
24. KALIMANTAN UTARA OH Rp. 430.000
25. SULAWESI UTARA OH Rp. 370.000
26. GORONTALO OH Rp. 370.000
27. SULAWESI BARAT OH Rp. 410.000
28. SULAWESI SELATAN OH Rp. 430.000
29. SULAWESITENGAH OH Rp. 370.000
30. SULAWESI TENGGARA OH Rp. 380.000
31. MALUKU OH Rp. 380.000
32. MALUKU UTARA OH Rp. 430.000
33. PAPUA OH Rp. 580.000
34. PAPUA BARAT OH Rp. 480.000

Bagian Ketiga
Satuan Biaya Uang Representasi

Pasal 193
(1) Uang representasi perjalanan dinas hanya diberikan kepada
pejabat negara, pejabat daerah, pejabat eselon I, dan pejabat eselon

122
II yang melaksanakan perjalanan dinas jabatan dalam rangka
pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan.
(2) Uang representasi perjalanan dinas, diberikan sebagai pengganti
atas pengeluaran tambahan dalam kedudukan sebagai pejabat
negara, pejabat daerah, pejabat eselon I, dan pejabat eselon II dalam
rangka perjalanan dinas, seperti biaya tips porter, tips
pengemudi, yang diberikan secara lumpsum.

Tabel 24

Satuan Biaya Uang Representasi

DALAM KOTA
LUAR KOTA KAB. KOLAKA
KAB. TIMUR LEBIH
NO URAIAN SATUAN
KOLAKA DARI 8
TIMUR (DELAPAN)
JAM
1 2 3 4 5
1. Pejabat Negara OH Rp. 250.000 Rp. 125.000
2. Pejabat Daerah OH Rp. 200.000 Rp. 100.000
(Pimpinan DPRD dan
Anggota DPRD)
3. Pejabat Eselon II OH Rp. 150.000 Rp. 75.000

Bagian Keempat
Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dalam Negeri

Pasal 194
(1) Dalam hal perjalanan dinas tidak menggunakan biaya
penginapan, diberikan biaya penginapan secara lumpsum
sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif penginapan di kota
tempat tujuan.
(2) Dalam hal perjalanan dinas dalam daerah, dilengkapi dengan
bukti sewa rumah / kamar yang berupa kuitansi yang ditanda
tangani oleh pemilik rumah diatas materai. Beserta fotocopy
KTP pemilik rumah

Tabel 25

Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dalam Negeri

TARIF HOTEL

SATU KDH & WKDH/


NO. PROVINSI ANGGOTA ESELON IV &
AN PIMPINAN PEJABAT
DPRD/ GOLONGAN
DPRD/ ESELON III/
PEJABAT I/II/III/Non
PEJABAT GOLONGAN IV
ESELON II PNS
ESELON I
1 2 3 4 6 8 9

1 ACEH OH Rp. 4.420.000 Rp. 3.526.000 Rp1.000..000 Rp. 556.000

123
TARIF HOTEL

SATU KDH & WKDH/


NO. PROVINSI ANGGOTA ESELON IV &
AN PIMPINAN PEJABAT
DPRD/ GOLONGAN
DPRD/ ESELON III/
PEJABAT I/II/III/Non
PEJABAT GOLONGAN IV
ESELON II PNS
ESELON I
2 SUMATERA UTARA OH Rp. 4.960.000 Rp. 1.518.000 Rp1.000..000 Rp. 530.000

3 RIAU OH Rp. 3.820.000 Rp. 3.119.000 Rp1.000..000 Rp. 852.000

4 KEPULAUAN RIAU OH Rp. 4.275.000 Rp. 1.854.000 Rp1.000..000 Rp. 792.000

5 JAMBI OH Rp. 4.000.000 Rp. 3.337.000 Rp1.000..000 Rp. 580.000

6 SUMATERA BARAT OH Rp. 5.236.000 Rp. 3.332.000 Rp1.000..000 Rp. 650.000

7 SUMATERA SELATAN OH Rp. 5.850.000 Rp. 3.083.000 Rp1.000..000 Rp. 861.000

8 LAMPUNG OH Rp. 4.491.000 Rp. 2.067.000 Rp1.000..000 Rp. 580.000

9 BENGKULU OH Rp. 2.071.000 Rp. 1.628.000 Rp1.000..000 Rp. 630.000

10 BANGKA BELITUNG OH Rp. 3.827.000 Rp. 2.838.000 Rp1.000..000 Rp. 622.000

11 BANTEN OH Rp. 5.725.000 Rp. 2.373.000 Rp1.000..000 Rp. 718.000

12 JAWA BARAT OH Rp. 5.381.000 Rp. 2.755.000 Rp1.000..000 Rp. 570.000

13 DKI. JAKARTA OH Rp. 5.850.000 Rp. 1.490.000 Rp.992.000 Rp. 730.000

14 JAWA TENGAH OH Rp. 4.242.000 Rp. 1.480.000 Rp.954.000 Rp. 600.000

15 D.I YOGYAKARTA OH Rp. 5.017.000 Rp. 2.695.000 Rp.1.000.000 Rp. 845.000

16 JAWA TIMUR OH Rp. 4.400.000 Rp. 1.605.000 Rp.1.000.000 Rp. 664.000

17 BALI OH Rp. 4.890.000 Rp. 1.946.000 Rp. 990.000 Rp. 910.000

NUSA TENGGARA
18 OH Rp. 3.500.000 Rp. 2.648.000 Rp. 1.200.000 Rp. 580.000
BARAT

NUSA TENGGARA
19 OH Rp. 3.000.000 Rp. 1.493.000 Rp. 1.200.000 Rp. 550.000
TIMUR

20 KALIMANTAN BARAT OH Rp. 2.654.000 Rp. 1.538.000 Rp.1.000.000 Rp. 538.000

21 KALIMANTAN TENGAH OH Rp. 4.901.000 Rp. 3.391.000 Rp.1.000.000 Rp. 659.000

22 KALIMANTAN SELATAN OH Rp. 4.797.000 Rp. 3.316.000 Rp.1.000.000 Rp. 540.000

23 KALIMANTAN TIMUR OH Rp. 4.000.000 Rp. 2.118.000 Rp.1.000.000 Rp. 804.000

24 KALIMANTAN UTARA OH Rp. 4.000.000 Rp. 2.118.000 Rp.1.000.000 Rp. 804.000

25 SULAWESI UTARA OH Rp. 4.919.000 Rp. 2.290.000 Rp. 924.000 Rp. 782.000

26 GORONTALO OH Rp. 4.168.000 Rp. 2.549.000 Rp.1.000.000 Rp. 764.000

27 SULAWESI BARAT OH Rp. 4.076.000 Rp. 2.581.000 Rp.1.000.000 Rp. 556.000

28 SULAWESI SELATAN OH Rp. 4.820.000 Rp. 1.550.000 Rp.1.000.000 Rp. 556.000

29 SULAWESI TENGAH OH Rp. 2.309.000 Rp. 2.027.000 Rp.1.000.000 Rp. 951.000

30 SULAWESI TENGGARA OH Rp. 2.475.000 Rp. 2.059.000 Rp. 1.000.000 Rp. 786.000

31 MALUKU OH Rp. 3.467.000 Rp. 3.240.000 Rp.1.000.000 Rp. 667.000

32 MALUKU UTARA OH Rp. 3.440.000 Rp. 3.175.000 Rp.1.000.000 Rp. 600.000

33 PAPUA OH Rp. 3.859.000 Rp. 3.318.000 Rp.1.000.000 Rp. 829.000

34 PAPUA BARAT OH Rp. 3.872.000 Rp. 3.212.000 Rp.1.000.000 Rp. 718.000

124
Tabel 26
Satuan Biaya Penginapan Perjalanan Dalam Negeri Dalam Daerah
TARIF HOTEL

KEPALA
ANGGOTA PEJABAT
NO. PROVINSI SATUAN DAERAH /
DPRD/ ESELON PEJABAT GOLONGAN
KETUA
PEJABAT III/ ESELONIV/ I/II/Non
DPRD/
ESELON GOLONGAN GOLONGAN III PNS
PEJABAT
II IV
ESELON I
1 2 3 4 5 6 7 8

1 Uluiwoi OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

2 Mowewe OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

3 Tinondo OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

4 Lalolae OH 0 0 250.000 250.000 250.000

5 Tirawuta OH 0 0 250.000 250.000 250.000

6 Loea OH 0 0 250.000 250.000 250.000

7 Ladongi OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

8 Poli – Polia OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

9 Lambandia OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

10 Aere OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

11 Dangia OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

12 Ueesi OH 750.000 650.000 400.000 250.000 250.000

Catatan : Satuan Biaya Penginapan Kecamatan Tirawuta hanya digunakan bagi perjalanan
dinas dari kecamatan Uluiwoi, Kec. Ueesi, Kec. Lambandia, Kec. Dangia dan Kec. Polipolia

Bagian Kelima
Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Dalam Negeri Pergi
Pulang (PP)

Pasal 195
(1) Pembiayaan tiket pesawat perjalanan dinas dalam negeri dapat
dilaksanakan melebihi besaran standar biaya tiket pesawat
perjalanan dinas dalam negeri dalam Tabel di bawah, sepanjang
didukung dengan bukti pengeluaran riil (pembiayaan secara at
cost).
(2) Biaya Tiket untuk Kelas Bisnis hanya diperuntukan bagi
Pejabat Negara di Daerah.
(3) Biaya Pemeriksaan Kesehatan Covid-19 (Genose/Rapid
Test/PCR Test/Swab Test) sesuai dengan ketentuan Menteri
Kesehatan (sepanjang dalam masa Pandemi Covid-19)
didukung dengan bukti pengeluaran riil.

125
Tabel 27

Satuan Biaya Tiket Pesawat Perjalanan Dinas Dalam Negeri Pergi


Pulang (PP)

KOTA SATUAN BIAYA TIKET


NO
ASAL TUJUAN BISNIS EKONOMI
1 2 3 4 5
1 Kendari Banda Aceh Rp. 12.953.000 Rp. 7.102.000

2 Kendari Batam Rp. 10.568.000 Rp. 5.658.000

3 Kendari Denpasar Rp. 5.455.000 Rp. 3.273.000

4 Kendari Yogyakarta Rp. 8.129.000 Rp. 4.706.000

5 Kendari Padang Rp. 11.167.000 Rp. 5.722.000

6 Kendari Palembang Rp. 9.659.000 Rp. 5.102.000

7 Kendari Pekanbaru Rp. 11.220.000 Rp. 5.776.000

8 Kendari Semarang Rp. 9.659.000 Rp. 5.027.000

9 Kendari Solo Rp. 9.659.000 Rp. 5.166.000

10 Kendari Surabaya Rp. 11.103.000 Rp. 5.466.000

11 Kendari Timika Rp. 18.633.000 Rp. 9.798.000

12 Kendari Jakarta Rp. 7.658.000 Rp. 4.182.000

Bagian Keenam
Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri

Pasal 196
(1) Satuan biaya yang digunakan untuk menyusun perencanaan
kebutuhan biaya untuk 1 (satu) kali perjalanan taksi :
a. Keberangkatan
1) Dari kantor tempat kedudukan asal menuju bandara,
pelabuhan, terminal, atau stasiun untuk keberangkatan
ke tempat tujuan;
2) Dari bandara, pelabuhan, terminal, atau stasiun
kedatangan menuju tempat tujuan;
b. Kepulangan
1) Dari tempat tujuan menuju bandara, pelabuhan, terminal,
atau stasiun untuk keberangkatan ke tempat
kedudukan asal; atau
2) Dari bandara, pelabuhan, terminal, atau stasiun
kedatangan menuju kantor tempat kedudukan asal.
(2) Dalam hal lokasi kantor kedudukan atau lokasi tujuan tidak dapat
dijangkau dengan taksi menuju atau dari bandara, pelabuhan,
terminal, atau stasiun, biaya transportasi menggunakan satuan
biaya transportasi darat atau biaya transportasi lainnya.

126
(3) Pembiayaan satuan biaya taksi dalam negeri dapat dilaksanakan
melebihi besaran standar biaya taksi dalam negeri dalam Tabel di
atas, sepanjang didukung dengan bukti pengeluaran riil
(pembiayaan secara at cost).

Tabel 28
Satuan Biaya Taksi Perjalanan Dinas Dalam Negeri

NO PROVINSI SATUAN BESARAN

(1) (2) (3) (4)

1 ACEH ORANG/KALI RP.123.000,00

2 SUMATERA UTARA ORANG/KALI RP.232.000,00

3 RIAU ORANG/KALI RP.94.000,00

4 KEPULAUAN RIU ORANG/KALI RP.137.000,00

5 JAMBI ORANG/KALI RP.147.000,00

6 SUMATERA BARAT ORANG/KALI RP.190.000.00

7 SUMATERA SELATAN ORANG/KALI RP.128.000,00

8 LAMPUNG ORANG/KALI RP.167.000,00

9 BENGKULU ORANG/KALI RP.109.000,00

10 BANGKA BELITUNG ORANG/KALI RP.90.000,00

11 BANTEN ORANG/KALI RP.446.000,00

12 JAWA BARAT ORANG/KALI RP.166.000,00

13 D.K.I JAKARTA ORANG/KALI RP.256.000,00

14 JAWA TENGAH ORANG/KALI RP.75.000,00

15 D.I YOGYAKARTA ORANG/KALI RP.118.000,00

16 JAWA TIMUR ORANG/KALI RP.194.000,00

17 BALI ORANG/KALI RP.159.000,00

18 NUSA TENGGARA BARAT ORANG/KALI RP.231.000,00

19 NUSA TENGGARA TIMUR ORANG/KALI RP.108.000,00

20 KALIMANTAN BARAT ORANG/KALI RP.135.000,00

21 KALIMANTAN TENGAH ORANG/KALI RP.111.000,00

22 KALIMANTAN SELATAN ORANG/KALI RP.150.000,00

23 KALIMANTAN TIMUR ORANG/KALI RP.450.000,00

127
NO PROVINSI SATUAN BESARAN

24 KALIMANTAN UTARA ORANG/KALI RP.102.000,00

25 SULAWESI UTARA ORANG/KALI RP.138.000,00

26 GORONTALO ORANG/KALI RP.240.000,00

27 SULAWESI BARAT ORANG/KALI RP.313.000,00

28 SULAWEI SELATAN ORANG/KALI RP.145.000,00

29 SULAWESI TENGAH ORANG/KALI RP.165.000,00

30 SULAWESI TENGGARA ORANG/KALI RP.171.000,00

31 MALUKU ORANG/KALI RP.240.000,00

32 MALUKU UTARA ORANG/KALI RP.215.000,00

33 PAPUA ORANG/KALI RP.431.000,00

34 PAPUA BARAT ORANG/KALI RP.182.000,00

Bagian Ketujuh
Satuan Biaya Transportasi Darat Dinas Dari Ibukota Provinsi Ke
Kabupaten Dalam Provinsi Yang Sama (One Way)

Pasal 197
(1) Satuan biaya transportasi darat dari ibu kota provinsi ke
kabupaten/kota dalam provinsi yang sama (one way atau sekali
jalan) merupakan satuan biaya untuk menyusun perencanaan
kebutuhan biaya transportasi darat bagi pejabat negara, pejabat
daerah, aparatur sipil negara, dan pihak lain dari tempat
kedudukan di ibu kota provinsi ke tempat tujuan di
kabupaten/kota tujuan dalam satu provinsi yang sama atau
sebaliknya dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam
negeri.
Tabel 29

Satuan Biaya Transportasi Darat Dinas Dari Kolaka Timur Ke


Kabupaten/Kota Dalam Provinsi Yang Sama (One Way)

KABUPATEN/KOTA JARAK
NO URAIAN SATUAN BESARAN
TUJUAN (Km)
1 2 3 4
SULAWESI
1.
TENGGARA
Kab. Kolaka
Kab. Bombana Orang/Kali 158 Rp 438.000
Timur
Kab. Kolaka
Kab. Kolaka Orang/Kali 53 Rp 147.000
Timur

128
KABUPATEN/KOTA JARAK
NO URAIAN SATUAN BESARAN
TUJUAN (Km)
1 2 3 4
Kab. Kolaka
Kendari Orang/Kali 108 Rp. 300.000
Timur
Kab. Kolaka
Kab. Kolaka Utara Orang/Kali 194 Rp 538.000
Timur
Kab. Kolaka
Kab. Konawe Orang/Kali 36 Rp 100.000
Timur
Kab. Kolaka Kab. Konawe
Orang/Kali 97 Rp 269.000
Timur Selatan
Kab. Kolaka
Kab. Konawe Utara Orang/Kali 132 Rp 366.000
Timur

(2) Satuan Biaya transportasi Darat Dinas Dari Kolaka Timur ke


Kabupaten/Kota dalam provinsi didukung dengan bukti
pengeluaran riil (at cost) dan apabila bukti pengeluaran riil (at cost)
melebihi dari standar biaya pada tabel diatas maka hanya dapat
dibayarkan sesuai dengan batas tertinggi pada tabel tersebut diatas.
(3) Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan sesuai biaya riil. Komponen
sewa kendaraan tersebut hanya diberikan untuk Bupati/Wakil
Bupati, Pejabat Tinggi Pratama (Eselon II) dan Pejabat Administrator
(Eselon III).
(4) Untuk Pejabat Pengawas (Eselon IV), Staf dan Non ASN yang berada
dalam satu SPT dengan pimpinan yang menyewa kendaraan
sebagaimana dimakasud pada ayat (3), tidak diberikan biaya
transportasi, dengan maksimal 4 pengikut dalam 1 kendaraan sewa.
(5) Bukti pengeluaran riil sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:
1. Kuitansi Sewa Kendaraan;
2. Kuitansi Travel;
3. Retribusi;
4. Bukti pembayaran transportasi moda lainnya yang dikeluarkan
oleh pihak penyedia jasa transportasi Print Out/Kuitansi ongkos
taksi;
5. Print Out pembelian bensin bila menggunakan kendaraan
dinas/pribadi sebagai pengganti transport.
(6) Bukti kuitansi dari pihak penyedia jasa transportasi dilengkapi
dengan fotocopy STNK dan fotocopy SIM/KTP pemilik kendaraan.

Bagian Kedelapan
Satuan Biaya Transportasi Darat Dinas Dari Ibukota Daerah Ke
Kecamatan Dalam Kabupaten Yang Sama (One Way)

Pasal 198
1) Satuan biaya transportasi darat dari ibu kota kabupaten ke
Kecamatan dalam Kabupaten yang sama (one way atau sekali jalan)
merupakan satuan biaya untuk menyusun perencanaan
kebutuhan biaya transportasi darat bagi pejabat negara, pejabat
daerah, aparatur sipil negara, dan pihak lain dari tempat

129
kedudukan di ibu kota Kabupaten Kolaka Timur ke tempat tujuan
di Kecamatan tujuan dalam satu Kabupaten yang sama atau
sebaliknya dalam rangka pelaksanaan perjalanan dinas dalam
negeri.
Tabel 30

Satuan Biaya Transportasi Darat Dinas Dari Ibu Kota Kolaka Timur
Ke Kecamatan Dalam Kabupaten Yang Sama (One Way)

KABUPATEN/KOTA JARAK
NO URAIAN SATUAN BESARAN
TUJUAN (Km)

1 Kec. Tirawuta Kec. Uluiwoi Orang/Kali 98,60 280.000,00


2 Kec. Tirawuta Kec. Mowewe Orang/Kali 40,90 120.000,00
3 Kec. Tirawuta Kec. Tinondo Orang/Kali 56,60 160.000,00
4 Kec. Tirawuta Kec. Lalolae Orang/Kali 26,10 80.000,00
5 Kec. Tirawuta Kec. Loea Orang/Kali 11,30 40.000,00
6 Kec. Tirawuta Kec. Ladongi Orang/Kali 20,60 60.000,00
7 Kec. Tirawuta Kec. Poli – Polia Orang/Kali 31,10 90.000,00
8 Kec. Tirawuta Kec. Lambandia Orang/Kali 45,30 130.000,00
9 Kec. Tirawuta Kec. Aere Orang/Kali 58,10 170.000,00
10 Kec. Tirawuta Kec. Dangia Orang/Kali 30,50 90.000,00
11 Kec. Tirawuta Kec. Ueesi Orang/Kali 120 340.000,00

2) Satuan Biaya transportasi Darat Dinas Dari Ibu Kota Kolaka Timur ke
Kecamatan dalam Kabupaten didukung dengan bukti pengeluaran riil
(at cost) dan apabila bukti pengeluaran riil (at cost) melebihi dari
standar biaya pada tabel diatas maka hanya dapat dibayarkan sesuai
dengan batas tertinggi pada tabel tersebut diatas.
3) Bukti pengeluaran riil sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:
1. Kuitansi Sewa Kendaraan;
2. Kuitansi Travel;
3. Bukti pembayaran transportasi moda lainnya yang dikeluarkan
oleh pihak penyedia jasa transportasi Print Out/Kuitansi ongkos
taksi;
4. Print Out pembelian bensin bila menggunakan kendaraan
dinas/Pribadi sebagai pengganti transport.
5. Bukti kuitansi dari pihak penyedia jasa transportasi dilengkapi
dengan fotocopy STNK dan fotocopy SIM/KTP pemilik kendaraan.

BAB XI

SATUAN BIAYA PAKET KEGIATAN RAPAT ATAU PERTEMUAN DI


LUAR KANTOR

Pasal 199

(1) Satuan biaya dalam perencanaan kebutuhan biaya kegiatan


rapat atau pertemuan yang diselenggarakan di luar kantor dalam

130
rangka penyelesaian pekerjaan yang perlu dilakukan secara
intensif dan bersifat koordinatifyang paling sedikit melibatkan
peserta dari luar satuan kerja perangkat daerah atau
masyarakat.
(2) Rapat atau Pertemuan di luar kantor terdiri dari :
a. Paket fullboard;
b. Paket fullday;
c. Paket halfday; atau
d. Paket residence.
(3) Paket fullboard sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah
paket kegiatan rapat atau pertemuan yang dilaksanakan di luar
kantor sehari penuh dan menginap, terdiri dari :
a. Akomodasi 1 (satu) malam;
b. Makan 3 (tiga) kali;
c. Kudapan (snack) 2 (dua) kali; dan
d. Ruang pertemuan dan fasilitasnya.
(4) Peket fullday sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah
paket kegiatan rapat atau pertemuan yang dilaksanakan di luar
kantor minimal 8 (delapan) jam tanpa menginap, terdiri dari :
a. Makan 1 (satu) kali;
b. Kudapan (snack) 2 (dua) kali; dan
c. Ruang pertemuan dan fasilitasnya.
(5) Peket halfday sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah
paket kegiatan rapat atau pertemuan yang dilaksanakan di luar
kantor minimal 5 (lima) jam tanpa menginap, terdiri dari :
a. Makan 1 (satu) kali;
b. Kudapan (snack) 1 (satu) kali; dan
c. Ruang pertemuan dan fasilitasnya.
(6) Peket residence sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah
paket kegiatan rapat atau pertemuan yang dilaksanakan di luar
kantor minimal 12 (dua belas) jam tanpa menginap, terdiri dari :
d. Makan 2 (dua) kali;
e. Kudapan (snack) 3 (tiga) kali; dan
f. Ruang pertemuan dan fasilitasnya.

Pasal 200
(1) Rapat atau pertemuan melalui paket fullboard sebagaimana
dimaksud Pasal 25 ayat (2) huruf a, diberikan kepada :
a. Pejabat eselon II atau yang disetarakan ke atas diberikan
akomodasi 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang; dan
b. Pejabat eselon III ke bawah diberikan akomodasi 1 (satu) kamar
untuk 2 (dua) orang.
(2) Dalam rangka efisiensi anggaran untuk kegiatan rapat,
pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran agar selektif
dalam melaksanakan rapat atau pertemuan di luar kantor
(fullboard, fullday, halfday, dan residence) dan mengutamakan
penggunaan fasilitas milik daerah serta harus tetap

131
mempertimbangkan prinsip pengelolaan keuangan daerah yaitu
tertib, taat pada peraturan perundang- undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
(3) Panitia yang memerlukan waktu tambahan untuk
mempersiapkan pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian
pertanggungjawaban dan peserta yang memerlukan waktu
tambahan untuk berangkat atau pulang di luar waktu
pelaksanaan kegiatan, dapat dialokasikan biaya penginapan
dan uang harian perjalanan dinas sesuai ketentuan yang
berlaku, untuk 1 (satu) hari sebelum dan/ atau 1 (satu) hari
sesudah pelaksanaan kegiatan.

Tabel 31

Satuan Biaya Kegiatan Rapat atau Pertemuan Di Luar Kantor


Setingkat Kepala Daerah atau Eselon I

NO SATUA
PROVINSI HALFDAY FULLDAY FULLBOARD RESIDENCE
. N

1 2 3 4 5 6 7

1 ACEH OP Rp. 346.000 Rp. 403.000 Rp. 1.075.000 Rp. 749.000

2 SUMATERA UTARA OP Rp. 276.000 Rp. 365.000 Rp. 800.000 Rp. 641.000

3 RIAU OP Rp. 225.000 Rp. 335.000 Rp. 690.000 Rp. 560.000

4 KEPULAUAN RIAU OP Rp. 230.000 Rp. 360.000 Rp. 790.000 Rp. 590.000

5 JAMBI OP Rp. 271.000 Rp. 364.000 Rp. 1.008.000 Rp. 635.000

6 SUMATERA BARAT OP Rp. 245.000 Rp. 310.000 Rp. 987.000 Rp. 555.000

7 SUMATERA SELATAN OP Rp. 268.000 Rp. 384.000 Rp. 860.000 Rp. 652.000

8 LAMPUNG OP Rp. 261.000 Rp. 373.000 Rp. 836.000 Rp. 634.000

9 BENGKULU OP Rp. 250.000 Rp. 373.000 Rp. 973.000 Rp. 623.000

10 BANGKA BELITUNG OP Rp. 305.000 Rp. 400.000 Rp. 925.000 Rp. 705.000

11 BANTEN OP Rp. 395.000 Rp. 468.000 Rp. 919.000 Rp. 863.000

12 JAWA BARAT OP Rp. 426.000 Rp. 530.000 Rp. 1.110.000 Rp. 956.000

13 DKI. JAKARTA OP Rp. 433.000 Rp. 510.000 Rp. 1.216.000 Rp. 943.000

14 JAWA TENGAH OP Rp. 232.000 Rp. 309.000 Rp. 749.000 Rp. 541.000

15 D.I YOGYAKARTA OP Rp. 250.000 Rp. 405.000 Rp. 963.000 Rp. 655.000

16 JAWA TIMUR OP Rp. 357.000 Rp. 406.000 Rp. 1.784.000 Rp. 763.000

17 BALI OP Rp. 375.000 Rp. 490.000 Rp. 1.500.000 Rp. 865.000

18 NUSA TENGGARA OP Rp. 368.000 Rp. 536.000 Rp. 1.001.000 Rp. 898.000
BARAT

19 NUSA TENGGARA OP Rp. 308.000 Rp. 388.000 Rp. 1.088.000 Rp. 696.000
TIMUR

20 KALIMANTAN BARAT OP Rp. 337.000 Rp. 400.000 Rp. 800.000 Rp. 737.000

132
NO SATUA
PROVINSI HALFDAY FULLDAY FULLBOARD RESIDENCE
. N

1 2 3 4 5 6 7

21 KALIMANTAN TENGAH OP Rp. 317.000 Rp. 487.000 Rp. 1.267.000 Rp. 804.000

22 KALIMANTAN SELATAN OP Rp. 264.000 Rp. 360.000 Rp. 930.000 Rp. 624.000

23 KALIMANTAN TIMUR OP Rp. 274.000 Rp. 365.000 Rp. 863.000 Rp. 639.000

24 KALIMANTAN UTARA OP Rp. 274.000 Rp. 350.000 Rp. 848.000 Rp. 624.000

25 SULAWESI UTARA OP Rp. 273.000 Rp. 350.000 Rp. 870.000 Rp. 623.000

26 GORONTALO OP Rp. 215.000 Rp. 393.000 Rp. 1.338.000 Rp. 608.000

27 SULAWESI BARAT OP Rp. 264.000 Rp. 382.000 Rp. 856.000 Rp. 646.000

28 SULAWESI SELATAN OP Rp. 290.000 Rp. 410.000 Rp. 1.574.000 Rp. 700.000

29 SULAWESI TENGAH OP Rp. 283.000 Rp. 389.000 Rp. 1.013.000 Rp. 672.000

30 SULAWESI TENGGARA OP Rp. 237.000 Rp. 350.000 Rp. 800.000 Rp. 587.000

31 MALUKU OP Rp. 306.000 Rp. 454.000 Rp. 1.300.000 Rp. 760.000

32 MALUKU UTARA OP Rp. 316.000 Rp. 498.000 Rp. 850.000 Rp. 814.000

33 PAPUA OP Rp. 318.000 Rp. 536.000 Rp. 1.863.000 Rp. 854.000

34 PAPUA BARAT OP Rp. 292.000 Rp. 526.000 Rp. 1.752.000 Rp. 818.000

Tabel 32

Satuan Biaya Kegiatan Rapat atau Pertemuan Di Luar Kantor


Setingkat Kepala Daerah atau Eselon II

NO SATU-
PROVINSI HALFDAY FULLDAY FULLBOARD RESIDENCE
. AN

1 2 3 4 5 6 7

1 ACEH OP Rp. 300.000 Rp. 330.000 Rp. 772.000 Rp. 630.000

2 SUMATERA UTARA OP Rp. 178.000 Rp. 275.000 Rp. 746.000 Rp. 453.000

3 RIAU OP Rp. 185.000 Rp. 245.000 Rp. 591.000 Rp. 430.000

4 KEPULAUAN RIAU OP Rp. 227.000 Rp. 273.000 Rp. 625.000 Rp. 500.000

5 JAMBI OP Rp. 215.000 Rp. 301.000 Rp. 840.000 Rp. 516.000

6 SUMATERA BARAT OP Rp. 173.000 Rp. 240.000 Rp. 663.000 Rp. 413.000

7 SUMATERA SELATAN OP Rp. 218.000 Rp. 293.000 Rp. 745.000 Rp. 511.000

8 LAMPUNG OP Rp. 216.000 Rp. 270.000 Rp. 640.000 Rp. 486.000

9 BENGKULU OP Rp. 214.000 Rp. 284.000 Rp. 912.000 Rp. 498.000

10 BANGKA BELITUNG OP Rp. 299.000 Rp. 385.000 Rp. 804.000 Rp. 684.000

11 BANTEN OP Rp. 275.000 Rp. 354.000 Rp. 837.000 Rp. 629.000

12 JAWA BARAT OP Rp. 331.000 Rp. 398.000 Rp. 822.000 Rp. 729.000

13 DKI. JAKARTA OP Rp. 354.000 Rp. 433.000 Rp. 1.197.000 Rp. 787.000

14 JAWA TENGAH OP Rp. 191.000 Rp. 263.000 Rp. 675.000 Rp. 454.000

133
NO SATU-
PROVINSI HALFDAY FULLDAY FULLBOARD RESIDENCE
. AN

1 2 3 4 5 6 7

15 D.I YOGYAKARTA OP Rp. 210.000 Rp. 310.000 Rp. 750.000 Rp. 520.000

16 JAWA TIMUR OP Rp. 338.000 Rp. 395.000 Rp. 1.352.000 Rp. 733.000

17 BALI OP Rp. 330.000 Rp. 441.000 Rp. 1.182.000 Rp. 771.000

18 NUSA TENGGARA OP Rp. 280.000 Rp. 420.000 Rp. 764.000 Rp. 700.000
BARAT

19 NUSA TENGGARA OP Rp. 271.000 Rp. 377.000 Rp. 825.000 Rp. 648.000
TIMUR

20 KALIMANTAN BARAT OP Rp. 250.000 Rp. 331.000 Rp. 664.000 Rp. 581.000

21 KALIMANTAN TENGAH OP Rp. 242.000 Rp. 340.000 Rp. 1.031.000 Rp. 582.000

22 KALIMANTAN SELATAN OP Rp. 194.000 Rp. 295.000 Rp. 734.000 Rp. 489.000

23 KALIMANTAN TIMUR OP Rp. 207.000 Rp. 302.000 Rp. 750.000 Rp. 509.000

24 KALIMANTAN UTARA OP Rp. 207.000 Rp. 302.000 Rp. 750.000 Rp. 509.000

25 SULAWESI UTARA OP Rp. 185.000 Rp. 270.000 Rp. 737.000 Rp. 455.000

26 GORONTALO OP Rp. 175.000 Rp. 250.000 Rp. 1.299.000 Rp. 425.000

27 SULAWESI BARAT OP Rp. 235.000 Rp. 323.000 Rp. 792.000 Rp. 558.000

28 SULAWESI SELATAN OP Rp. 206.000 Rp. 320.000 Rp. 1.127.000 Rp. 526.000

29 SULAWESI TENGAH OP Rp. 234.000 Rp. 385.000 Rp. 738.000 Rp. 619.000

30 SULAWESI TENGGARA OP Rp. 195.000 Rp. 295.000 Rp. 688.000 Rp. 490.000

31 MALUKU OP Rp. 253.000 Rp. 346.000 Rp. 724.000 Rp. 599.000

32 MALUKU UTARA OP Rp. 169.000 Rp. 354.000 Rp. 669.000 Rp. 523.000

33 PAPUA OP Rp. 293.000 Rp. 478.000 Rp. 990.000 Rp. 771.000

34 PAPUA BARAT OP Rp. 284.000 Rp. 421.000 Rp. 1.120.000 Rp. 705.000

Tabel 33

Uang Harian Kegatan Rapat atau Pertemuan Di Luar Kantor

FULLDAY/
NO SATU- FULLBOAR FULLBOARD RESIDENCE
PROVINSI HALFDAY DI
. AN D DI LUAR DI DALAM DI DALAM
DALAM
KOTA KOTA KOTA
KOTA
1 2 3 4 5 6 7

1 ACEH OH Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 85.000 Rp. 120.000

2 SUMATERA UTARA OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

3 RIAU OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 85.000 Rp. 130.000

4 KEPULAUAN RIAU OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

5 JAMBI OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

6 SUMATERA BARAT OH Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 85.000 Rp. 120.000

7 SUMATERA SELATAN OH Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 85.000 Rp. 120.000

134
FULLDAY/
NO SATU- FULLBOAR FULLBOARD RESIDENCE
PROVINSI HALFDAY DI
. AN D DI LUAR DI DALAM DI DALAM
DALAM
KOTA KOTA KOTA
KOTA
1 2 3 4 5 6 7

8 LAMPUNG OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

9 BENGKULU OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

10 BANGKA BELITUNG OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

11 BANTEN OH Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 85.000 Rp. 120.000

12 JAWA BARAT OH Rp. 150.000 Rp. 150.000 Rp. 105.000 Rp. 150.000

13 DKI. JAKARTA OH Rp. 180.000 Rp. 180.000 Rp. 130.000 Rp. 180.000

14 JAWA TENGAH OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

15 D.I YOGYAKARTA OH Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 100.000 Rp. 140.000

16 JAWA TIMUR OH Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 100.000 Rp. 140.000

17 BALI OH Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 115.000 Rp. 160.000

18 NUSA TENGGARA OH Rp. 150.000 Rp. 150.000 Rp. 105.000 Rp. 150.000
BARAT

19 NUSA TENGGARA OH Rp. 140.000 Rp. 140.000 Rp. 100.000 Rp. 140.000
TIMUR

20 KALIMANTAN BARAT OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

21 KALIMANTAN TENGAH OH Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 85.000 Rp. 120.000

22 KALIMANTAN SELATAN OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

23 KALIMANTAN TIMUR OH Rp. 150.000 Rp. 150.000 Rp. 105.000 Rp. 150.000

24 KALIMANTAN UTARA OH Rp. 150.000 Rp. 150.000 Rp. 105.000 Rp. 150.000

25 SULAWESI UTARA OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

26 GORONTALO OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

27 SULAWESI BARAT OH Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 85.000 Rp. 120.000

28 SULAWESI SELATAN OH Rp. 150.000 Rp. 150.000 Rp. 105.000 Rp. 150.000

29 SULAWESI TENGAH OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

30 SULAWESI TENGGARA OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

31 MALUKU OH Rp. 120.000 Rp. 120.000 Rp. 85.000 Rp. 120.000

32 MALUKU UTARA OH Rp. 130.000 Rp. 130.000 Rp. 95.000 Rp. 130.000

33 PAPUA OH Rp. 200.000 Rp. 200.000 Rp. 140.000 Rp. 200.000

34 PAPUA BARAT OH Rp. 160.000 Rp. 160.000 Rp. 115.000 Rp. 160.000

BAB XII
SATUAN BIAYA PENGADAAN KENDARAAN DINAS

Pasal 201
Satuan biaya yang digunakan untuk menyusun perencanaan
kebutuhan biaya pengadaan kendaraan dinas pejabat, kendaraan
operasional kantor, dan/ atau kendaraan lapangan roda empat atau

135
bus serta kendaraan lapangan roda dua melalui pembelian guna
menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah.

Tabel 34
Kendaraan Dinas Pejabat

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1 2 3 4

1. Eselon II Unit Rp. 481.316.000

Tabel 35

Kendaraan Operasional Kantor dan/Lapangan Roda 4 (Empat)

DOUBLE
NO URAIAN SATUAN PICK UP MINIBUS
GARDAN

1 2 3 4 5 6

1. KENDARAAN RODA 4 Unit Rp. 242.157.000 Rp 344.260.000 Rp. 494.870.000


(EMPAT)

Tabel 36

Kendaraan Operasional Bus

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1 2 3 4

1. Roda 4 dan/ atau Bus Unit Rp. 360.942.000


Kecil

2. Roda 6 dan/ atau Bus Unit Rp. 718.252.000


Sedang

3. Roda 6 dan/ atau Bus Unit Rp. 1.184.787.000


Besar

Tabel 37

Kendaraan Operasional Kantor dan/Lapangan Roda 2 (Dua)

NO URAIAN SATUAN OPERASIONAL LAPANGAN

1 2 3 4 5

1. KENDARAAN RODA 2 Unit Rp. 34.438.000 Rp 38.184.000


(DUA)

136
BAB XIII
SATUAN BIAYA KONSUMSI RAPAT

Pasal 202
Satuan biaya konsumsi rapat merupakan satuan biaya yang
digunakan untuk menyusun perencanaan kebutuhan biaya
pengadaan makan dan kudapan, termasuk minuman untuk rapat
atau pertemuan :

a. Rapat koordinasi tingkat kepala daerah, eselon I, atau setara


yang pesertanya menteri, eselon I, atau pejabat yang setara;
atau
b. Rapat biasa yang pesertanya melibatkan satuan kerja lainnya,
eselon II lainnya, eselon I lainnya, kementerian negara,
lembaga lainnya, instansi pemerintah, dan/atau masyarakat
dan dilaksanakan minimal selama 2 (dua) jam.

Tabel 38
Satuan Biaya Konsumsi Rapat

KUDAPAN
NO URAIAN SATUAN MAKAN
(SNACK)
1 2 3 4 5
1. Rapat Koordinasi Orang/Kali Rp. 110.000 Rp. 49.000
Tingkat Kepala
Daerah/Eselon I/Setara
2. Rapat Biasa
Kab. Kolaka Timur Orang/Kali Rp. 42.000 Rp. 20.000

BAB XIV
SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN

Bagian Pertama
Satuan Biaya Pemeliharaan Gedung atau Bangunan Dalam Negeri

Pasal 203
(1) Satuan biaya pemeliharaan gedung atau bangunan dalam negeri
merupakan satuan biaya yang digunakan untuk menyusun
perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan rutin gedung atau
bangunan di dalam negeri, guna menjaga atau
mempertahankan gedung dan bangunan kantor agar tetap
dalam kondisi semula, atau perbaikan dengan tingkat kerusakan
kurang dari atau sama dengan 2% (dua persen) dari nilai
bangunan saat ini, tidak termasuk untuk pemeliharaan gedung
atau bangunan di dalam negeri yang memiliki spesifkasi khusus
berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Biaya pemeliharaan gedung atau bangunan, meliputi :

137
a. Pemeliharaan gedung, atau bangunan bertingkat;
b. Pemeliharaan gedung atau bangunan tidak bertingkat; dan
c. Pemeliharaan halaman kantor.

(3) Satuan biaya pemeliharaan gedung atau bangunan dalam negeri


dialokasikan untuk :
a. Gedung atau bangunan milik daerah; dan/atau
b. Gedung atau bangunan milik pihak lain yang disewa dan/atau
dipinjam oleh pengguna barang dan dalam perjanjian diatur
tentang adanya kewajiban bagi pengguna barang untuk
melakukan pemeliharaan.

Tabel 39

Satuan Biaya Pemeliharaan Gedung atau Bangunan Dalam Negeri

HALAMAN
GEDUNG
GEDUNG GEDUNG/
NO URAIAN SATUAN TIDAK
BERTINGKAT BANGUNAN
BERTINGKAT
KANTOR

1 2 3 4 5 6

1 Gedung m²/Tahun Rp. 197.000 Rp. 144.000 Rp. 10.000


(Bangunan
Bertingkat dan
Bangunan Tidak
Bertingkat) dan
Halaman Kantor

Bagian Kedua
Satuan Biaya Pemeliharaan Kendaraan Dinas

Pasal 204
(1) Satuan biaya pemeliharaan kendaraan dinas merupakan
satuan biaya yang digunakan untuk menyusun perencanaan
kebutuhan biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan
dinas, yang digunakan untuk mempertahankan kendaraan
dinas agar tetap dalam kondisi normal dan siap pakai sesuai
dengan peruntukannya.
(2) Satuan biaya tersebut sudah termasuk biaya bahan bakar dan
Pajak Kendaraan, yang besarannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Satuan biaya bahan bakar sebagaimana dimaksud pada Ayat (2),
adalah biaya yang hanya diperuntukkan bagi perjalanan
operasional kendaraan Dinas dari rumah ke kantor (one way).
(4) Penerapan satuan biaya pemeliharaan dan operasional
kendaraan dinas tidak diperuntukan bagi :

138
a. Kendaraan yang rusak berat yang memerlukan biaya
pemeliharaan besar dan untuk selanjutnya harus
dihapuskan dari daftar inventaris; dan/atau
b. Pemeliharaan kendaraan yang bersifat rekondisi dan/ atau
overhaul.

Tabel 40
Satuan Biaya Pemeliharaan Kendaraan Dinas Pejabat

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1 2 3 4

1 KEPALA DAERAH Unit/Tahun Rp. 41.900.000

2 WAKIL KEPALA DAERAH Unit/Tahun Rp. 41.000.000

3 KETUA DPRD Unit/Tahun Rp. 40.500.000

4 WAKIL KETUA DPRD Unit/Tahun Rp. 40.000.000

5 PEJABAT ESELON II Unit/Tahun Rp. 39.540.000

Tabel 41
Satuan Biaya Pemeliharaan Kendaraan Dinas Operasional

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1 2 3 4

1 Roda Empat Unit/ Tahun Rp. 34.880.000

2 Double Gardan Unit/ Tahun Rp. 37.210.000

3 Roda Dua Unit/ Tahun Rp. 3.940.000

Tabel 42
Satuan Biaya Pemeliharaan Operasional Dalam Lingkungan Kantor,
Roda 6 dan Speed

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1 2 3 4

1 Operasional dalam Unit/Tahun Rp. 9.750.000


Lingkungan Kantor

2 Roda 6 Unit/Tahun Rp. 37.110.000

3 Speet Boat Unit/Tahun Rp. 20.240.000

4 Alat Berat Unit/Tahun Rp. 100.000.000

139
BAB XV
SATUAN BIAYA PEMELIHARAAN SARANA KANTOR

Pasal 205
(1) Satuan biaya pemeliharaan saran kantor merupakan satuan
biaya yang digunakan untuk mempertahankan barang
inventaris kantor.
(2) Barang inventaris kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah barang yang digunakan langsung oleh pegawai, khususnya
:
a. Meja;
b. Kursi;
c. Personal Komputer/notebook;
d. Printer;
e. AC split; dan
f. Genset.
(3) Biaya Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf d, belum termasuk kebutuhan penggantian toner.
(4) Biaya pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf f, belum termasuk kebutuhan bahan bakar minyak.

Tabel 43

Satuan Biaya Pemeliharaan Sarana Kantor

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1 2 3 4

1 Inventaris Kantor Pegawai/Thn Rp. 80.000

2 Personal Computer/Notebook Unit/Thn Rp. 730.000

3 Printer . Unit/Thn Rp. 690.000

4 AC Split Unit/Thn Rp. 610.000

5 Genset lebih kecil dari 50 KVA Unit/Thn Rp. 7.190.000

6 Genset 75 KVA Unit/Thn Rp. 8.640.000

7 Genset 100 KVA Unit/Thn Rp. 10.150.000

8 Genset 125 KVA Unit/Thn Rp. 10.780.000

9 Genset 150 KVA Unit/Thn Rp. 13.260.000

10 Genset 175 KVA Unit/Thn Rp. 14.810.000

11 Genset 200 KVA Unit/Thn Rp. 15.850.000

12 Genset 250 KVA Unit/Thn Rp. 16.790.000

13 Genset 275 KVA Unit/Thn Rp. 17.760.000

14 Genset 300 KVA Unit/Thn Rp. 20.960.000

140
NO URAIAN SATUAN BESARAN

15 Genset 350 KVA Unit/Thn Rp. 22.960.000

16 Genset450 KVA Unit/Thn Rp. 25.620.000

17 Genset 500 KVA Unit/Thn Rp. 31.770.000

BAB XVI
Biaya Diklat Pimpinan/Struktural dan Latihan Prajabatan

Pasal 206
(1) Satuan Biaya Diklat Pimpinan/Struktural merupakan satuan biaya
yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya diklat
penjenjangan bagi pejabat/pegawai yang akan/telah menduduki
jabatan tertentu.
(2) Satuan biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas sudah
termasuk biaya observasi lapangan, dan biaya perjalanan dinas
peserta.
(3) Besaran Satuan Biaya Diklat Pimpinan/Struktural Pejabat/Pegawai
adalah sebagai berikut:

Tabel 44
SATUAN BIAYA DIKLAT PIM

NO URAIAN SATUAN BIAYA


4
1 2 3

1 DIKLAT PIMPINAN TINGKAT II Peserta/Angkatan Rp. 50.000.000

2 DIKLAT PIMPINAN TINGKAT III Peserta/Angkatan Rp. 25.000.000

3 DIKLAT PIMPINAN TINGKAT IV Peserta/Angkatan Rp. 22.000.000

Catatan : Biaya Diklat Disesuaikan dengan Rincian dari Pihak


Penyelenggara.

Pasal 207
(1) Satuan Biaya Pelatihan Dasar CPNS merupakan satuan biaya yang
digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya diklat latihan
prajabatan bagi Calon PNS sebagai syarat untuk diangkat sebagai
PNS.
(2) Satuan biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas sudah
termasuk biaya observasi lapangan dan biaya perjalanan dinas
peserta.
(3) Besaran Satuan Biaya Pelatihan Dasar CPNS adalah sebagai
berikut:

141
Tabel 45
SATUAN BIAYA PELATIHAN DASAR CPNS
NO URAIAN SATUAN BIAYA
4
1 2 3

1 PELATIHAN DASAR CPNS Peserta/Angkatan Rp. 9.000.000

BAB XVII
Biaya Pengadaan Pakaian Dinas (Stel)

Pasal 208
(1) Satuan Biaya Pengadaan Pakaian Dinas (Stel) merupakan satuan
biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya
pengadaan Pakaian Dinas termasuk ongkos jahitnya meliputi :
Pakaian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Standar
PDH/ Baju adat bagi ASN.
(2) Satuan biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) di atas adalah sebagai
berikut:

Tabel 45
SATUAN BIAYA PENGADAAN PAKAIAN DINAS

NO URAIAN SATUAN BIAYA (Rp)


4
1 2 3

1 Baju Adat (Kain Ukir) KDH Stel 6.000.000


2. Baju Batik (Kain Rayon) KDH Stel 6.500.000

3. Baju Jas (Kain Woll) KDH Stel 10.000.000

4. Baju Putih (Kain Woll) KDH Stel 5.000.000

5. Baju Safari (Kain Woll) KDH Stel 10.000.000

6. Baju Adat (Kain Ukir) WKDH Stel 6.000.000

7. Baju Batik (Kain Rayon) WKDH Stel 6.500.000

8. Baju Jas (Kain Woll) WKDH Stel 10.000.000

9. Baju Putih (Kain Woll) WKDH Stel 5.000.000

10. Baju Safari (Kain Woll) WKDH Stel 10.000.000

11. Pakaian Dinas Harian PDH ASN Stel 600.000

12. Pakaian Adat Daerah ASN Stel 300.000

BAB XVIII
Biaya Jasa Lainnya

142
Tabel 47
SATUAN JASA PEMASANGAN INSTALASI

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1 Belanja Jasa Pemasangan Paket Rp. 5.000.000


Instalasi Telepon, Air, dan
Listrik

Tabel 48
SATUAN BIAYA BEASISWA

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1 Belanja Beasiswa (Imam dan Orang/Bulan Rp. 900.000


Da’I Kecamatan)

2 Beasiswa Pendidikan Dokter Tahun Rp. 50.000.000


Spesialis

Tabel 49
SATUAN BIAYA BIMBINGAN TEKNIS

NO URAIAN SPESIFIKASI SATUAN BESARAN

1 Penilaian Kompetensi Metode Per Peserta Rp5.000.000


Pegawai ASN Sedang

2 Penilaian Kompetensi Metode Per Peserta Rp7.500.000


Pegawai ASN Kompleks

3 Biaya Pendidikan Per Peserta Rp7.500.000


Profesi Guru

4 Kontribusi Bimbingan Per Peserta Rp5.000.000


Teknis

Tabel 50

SATUAN BIAYA SEWA PAKAIAN

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1. Sewa Baju Pengaman Set Rp 1.500.000

2. Sewa Pakaian Adat (FLS2N) Set Rp 200.000

143
Tabel 51
SATUAN BESARAN HADIAH LOMBA

NO URAIAN SATUAN BESARAN

1. Belanja Hadiah yang Bersifat Desa Rp 10.000.000


Perlombaan (Juara I - Desa)

2. Belanja Hadiah yang Bersifat Kelurahan Rp 10.000.000


Perlombaan (Juara I - Kelurahan)

3. Belanja Hadiah yang Bersifat Regu Rp 3.000.000


Perlombaan (Juara I Beregu)

4. Belanja Hadiah yang Bersifat Per Orang Rp 2.000.000


Perlombaan (Juara I)

5. Belanja Hadiah yang Bersifat Desa Rp 7.500.000


Perlombaan (Juara II - Desa)

6. Belanja Hadiah yang Bersifat Kelurahan Rp 7.500.000


Perlombaan (Juara II -
Kelurahan)

7. Belanja Hadiah yang Bersifat Regu Rp 2.250.000


Perlombaan (Juara II Beregu)

8. Belanja Hadiah yang Bersifat Per Orang Rp 1.750.000


Perlombaan (Juara II)

9. Belanja Hadiah yang Bersifat Desa Rp 5.000.000


Perlombaan (Juara III - Desa)

10. Belanja Hadiah yang Bersifat Kelurahan Rp 5.000.000


Perlombaan (Juara III -
Kelurahan)

11. Belanja Hadiah yang Bersifat Regu Rp 1.500.000


Perlombaan (Juara III Beregu)

12. Belanja Hadiah yang Bersifat Per Orang Rp 1.500.000


Perlombaan (Juara III)

13. Belanja Penghargaan atas Suatu Per Orang Rp 1.500.000


Prestasi

14. Hadiah uang juara lomba (Juara Tim Rp 3.000.000


1 (lomba kebersihan sekolah)

15. Hadiah uang juara lomba (Juara Tim Rp 2.500.000


2 (lomba kebersihan sekolah)

16. Hadiah uang juara lomba (Juara Tim Rp 2.000.000


3 (lomba kebersihan sekolah)

17. Hadiah uang juara lomba (Juara Tim Rp 1.500.000


4 (lomba kebersihan sekolah)

18. Hadiah uang juara lomba (Juara Tim Rp 1.000.000


5) (lomba kebersihan sekolah)

144
NO URAIAN SATUAN BESARAN

19. Hadiah uang juara lomba (Juara Tim Rp 500.000


6 (lomba kebersihan sekolah)

20. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 2.000.000


Olahraga (Juara 1) (2-4 orang)

21. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 4.000.000


Olahraga (Juara 1) (Tim Sepak
Bola)

22. Hadiah uang juara lomba Bidang Orang Rp 1.000.000


Olahraga (Juara 1) (Tunggal)

23. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 1.500.000


Olahraga (Juara 2) (2-4 orang)

24. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 3.000.000


Olahraga (Juara 2) (Tim Sepak
Bola)

25. Hadiah uang juara lomba Bidang Orang Rp 750.000


Olahraga (Juara 2) (Tunggal)

26. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 1.000.000


Olahraga (Juara 3) (2-4 orang)

27. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 2.000.000


Olahraga (Juara 3) (Tim Sepak
Bola)

28. Hadiah uang juara lomba Bidang Orang Rp 500.000


Olahraga (Juara 3) (Tunggal)

29. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 500.000


Olahraga (Juara 4) (2-4 orang)

30. Hadiah uang juara lomba Bidang Orang Rp 250.000


Olahraga (Juara 4) (Tunggal)

31. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 500.000


Olahraga (Juara 5) (2-4 orang)

32. Hadiah uang juara lomba Bidang Orang Rp 250.000


Olahraga (Juara 5) (Tunggal)

33. Hadiah uang juara lomba Bidang Tim Rp 500.000


Olahraga (Juara 6) (2-4 orang)

34. Hadiah uang juara lomba Bidang Orang Rp 250.000


Olahraga (Juara 6) (Tunggal)

145
Tabel 52
SATUAN HONORARIUM PEGAWAI TIDAK TETAP

NO URAIAN SATUAN BESARAN


4
1 2 3

Jasa Tenaga dengan Perjanjian Kerja

Tenaga Pelayanan Umum OB Rp 1.000.000

Tenaga Administrasi OB Rp 1.000.000

Tenaga Operator Komputer OB Rp 1.000.000

Honorarium Kegiatan Paskibraka

Jasa Instruktur/Pelatih Paskibraka OK Rp 3.000.000

Jumlah Rp 100.000
Jasa Tata Rias Peserta Paskibraka
Peserta

Tabel 53
SATUAN INSENTIF/JASA TENAGA KESEHATAN

NO URAIAN SATUAN BESARAN


4
1 2 3

Insentif Dokter Puskesmas Non Rp 2.000.000


1. OB
Rawat Inap
Insentif Dokter Puskesmas Rawat Rp 3.000.000
2. OB
Inap
Insentif Jasa Dokter Umum/Dokter Rp 4.500.000
3. OB
Gigi PNS
Insentif Jasa Dokter Umum/Dokter Rp 6.000.000
4. OB
Gigi Non PNS
5. Insentif Dokter Spesialis Penunjang OB Rp 15.000.000

Insentif Dokter Spesialis Dasar Rp 20.000.000


6. OB
(Bedah,Obgyn, Anak, Penyakit Dalam)
7. Insentif Patologi Klinik OB Rp 15.000.000

8. Insentif Dokter Spesialis Radiologi OB Rp 22.200.000

9. Insentif Dikter Spesialis Anastesi OB Rp 20.000.000

10. Insentif Dokter Spesialis Jiwa OB Rp 18.500.000

11. Insentif Penata Anastesi OB Rp 4.000.000

12. Insentif/Tunjangan Bahaya Radiasi OB Rp 950.000

146
Tabel 54
SATUAN HONORARIUM TENAGA AHLI

NO URAIAN SATUAN BESARAN


4
1 2 3

1. Jasa Pelatih Tari/Penari OB Rp 1.000.000

2. Jasa Tenaga Ahli Fraksi OB Rp 2.000.000

3. Jasa Tenaga Ahli/Pakar DPRD OB Rp. 2.500.000

4. Jasa Pelatih/Instruktur OJ Rp 900.000

Jasa Tenaga Ahli Pendamping Pasca Rp 450.000


7. OK
Akreditasi
8. Jasa Tenaga Ahli Surveyor Akreditasi OK Rp 900.000

9. Jasa Tenaga Ahli KLHS OB Rp 1.000.000

10. Jasa Advokasi OK Rp. 1.800.000

11. Jasa Tolea OB Rp 1.000.000

12. Jasa Tim Musik Kesenian OB Rp 1.000.000

13. Jasa Instruktur Bela Diri OB Rp 1.000.000

14. Jasa Instruktur Korsik OB Rp 1.000.000

15. Jasa Pembuat Maqra (MTQ/STQ) OK Rp 1.000.000

16. Jasa Panitera (MTQ/STQ) OK Rp 1.000.000

17. Jasa Official/Pendamping MTQ/STQ OK Rp 1.500.000

18. Jasa Anggota Dewan Hakim (MTQ/STQ) OK Rp 1.500.000

Jasa Sekretaris Dewan Hakim Rp 1.650.000


19. OK
(MTQ/STQ)
20. Jasa Ketua Dewan Hakim (MTQ/STQ) OK Rp 1.750.000

21. Jasa Pelatih (MTQ/STQ) OK Rp 1.750.000

Tabel 55
SATUAN HONORARIUM TENAGA PENDUKUNG

NO URAIAN SATUAN BESARAN


4
1 2 3

SOPIR

1. Sopir Bupati OB Rp 2.500.000

2. Sopir Wakil Bupati OB Rp 2.500.000

3. Sopir Ketua DPRD OB Rp 2.500.000

4. Sopir Wakil Ketua DPRD OB Rp 2.500.000

147
NO URAIAN SATUAN BESARAN
4
1 2 3

5. Sopir Eselon IIa OB Rp 2.500.000

6. Sopir Eselon IIb OB Rp 2.000.000

7 Sopir Operasional Ketua TP-PKK OB Rp 2.000.000

Sopir Kabag Lingkup SETDA, Camat dan Rp 1.750.000


8. OB
Kepala RSUD
9. Sopir Mobil Hidraulik OB Rp 1.250.000

10. Sopir Operasional Rujab KDH OB Rp 1.250.000

11. Sopir Operasional Rujab WKDH OB Rp 1.250.000

12. Sopir Operasional Perlengkapan OB Rp 1.250.000

13. Sopir Mobil Ambulance OB Rp 1.250.000

14. Sopir Mobil Jenazah OB Rp 1.250.000

15. Sopir Mobil Operasional OB Rp 1.250.000

16. Sopir Operasional Persampahan OB Rp 1.500.000

CLEANING SERVICE

1. Jasa Cleaning Service OB Rp 1.000.000

PENYULUH KONTRAK

1. Penyuluh Kontrak THL-TBPP SMA OB Rp 1.200.000

Penyuluh Kontrak THL-TBPP DI/DII/DIII Rp 1.500.000


2. OB
Sarjana Terapan
3. Penyuluh Kontrak THL-TBPP Setara S1 OB Rp 2.000.000

HONORARIUM TUKANG

1. Mandor OH Rp 128.000

2. Kepala Tukang OH Rp 125.000

3. Tukang Batu OH Rp 115.000

4. Tukang Besi OH Rp 115.000

5. Tukang Cat OH Rp 115.000

6. Tukang Kayu OH Rp 115.000

7. Pekerja OH Rp 105.000

ALAT BERAT

1. Operator Alat Berat OB Rp 1.500.000

2. Operator Alat Berat OH Rp 200.000

3. Pembantu Operator Alat Berat OH Rp 120.000

4. Operator Dump Truck OB Rp 1.500.000

148
NO URAIAN SATUAN BESARAN
4
1 2 3

5. Operator Tronton OB Rp 1.500.000

6. Pembantu Operator Alat Berat OB Rp 1.000.000

7. Pembantu Operator Dump Truck OB Rp 1.000.000

8. Pembantu Operator Tronton OB Rp 1.000.000

JASA LAINNYA

1. Mekanik OH Rp 300.000

2. Petugas Jaga Saat Hari Raya (Medis) OH Rp 200.000

3. Petugas Jaga Saat Hari Raya (Paramedis) OH Rp 150.000

Petugas Jaga Saat Hari Raya (Tenaga Rp 125.000


4. OH
Kesehatan Lainnya)
5. Recepsionist OB Rp 1.000.000

6. Pramubakti OB Rp 1.000.000

7. Tenaga Keamanan OB Rp 1.000.000

8. Caraka OB Rp 1.000.000

9. Tenaga Pembantu Umum OB Rp 1.000.000

10. Tenaga Pembantu Teknis Kegiatan OB Rp 1.000.000

11. Tukang Cuci RSUD OB Rp 1.000.000

12. Tukang Masak RSUD OB Rp 1.000.000

13. Pramusaji (RSUD) OB Rp 1.000.000

14. Tenaga IT & Multimedia OB Rp 1.500.000

15. Guru Bukan PNS (GBPNS) OB Rp 1.250.000

Honorarium Tenaga Kesehatan Rumah Rp 1.000.000


16. OB
Sakit
17. Juru Pengairan OB Rp 500.000

18. Direksi Teknis Pengaman Sungai OB Rp 500.000

19. Direksi Teknis OB Rp 500.000

20. Pengamat Pengairan OB Rp 600.000

21. Pengawas Irigasi OB Rp 1.000.000

22. Penjaga Bendung OB Rp 1.000.000

23. Penjaga Pintu Air OB Rp 1.000.000

24. Pengumpul Data Statistik Perkebunan OB Rp 1.000.000

25. Jasa Tenaga Penanganan Bencana OB Rp 1.000.000

Jasa Tenaga Pemadam Kebakaran dan Rp 1.000.000


26. OB
Penyelamatan

149
NO URAIAN SATUAN BESARAN
4
1 2 3

27. Jasa Tenaga Keamanan (Security TPA) OB Rp 1.000.000

Jasa Tenaga Kebersihan (Petugas Rp 1.250.000


28. OB
Kebersihan Kota)
30. Honorarium LPM OB Rp 500.000

Honorarium Taruna Siaga Bencana Rp 500.000


31. OB
(TAGANA)
Honorarium Tenaga Kesejahteraan Sosial Rp 500.000
32. OB
Kecamatan (TKSK)
Honorarium Satuan Bakti Pekerja Sosial Rp 500.000
33. OB
(SAKTI PEKSOS)
34. Honorarium Pengelola Gudang Logistik OB Rp 1.000.000

Honorarium TFL Masyarakat (Kegiatan Rp 2.000.000


35. OB
DAK Sanitasi)
36. Honorarium Tokoh Agama OB Rp 600.000

Jasa Direksi Teknis (Pembangunan


37. Gedung, Jalan, Jembatan, SPAM, IPAL, OB Rp 500.000
Drainase)
38. Kepala Lingkungan OB Rp 500.000

Jasa Tenaga Penanganan Prasarana dan Rp 1.000.000


39. OB
Sarana Umum
40. Jasa Tenaga Teknisi Mekanik dan Listrik OB Rp 1.000.000

41. Jasa Pengamanan Lalu Lintas OB Rp 1.000.000

42. Jasa Pengendali Lalu Lintas OB Rp 1.000.000

Jasa Direksi Teknis (Pembangunan


43. Gedung, Jalan, Jembatan, SPAM, IPAL, OB Rp 1.000.000
Drainase)
Pejabat Pengelola dan DPMU Rp 700.000
44. OB
(PIP/PAMSIMAS)
Pejabat Pengoreksi SPP/SPM ROP
45. Pejabat Pengelola dan DPMU OB Rp 600.000
(PIP/PAMSIMAS)
46. Pengelola dan DPMU (PIP/PAMSIMAS) OB Rp 500.000

Honorarium Pengarah OP Rutin Jaringan Rp 1.000.000


47. OB
Irigasi
Honorarium Koordinator OP Rutin Rp 750.000
48. OB
Jaringan Irigasi
49. Honorarium OP Rutin Jaringan Irigasi OB Rp 500.000

Honorarium Pelaksana Lapangan OP Rp 500.000


50. OB
Rutin Jaringan Irigasi
51. Insentif Tenaga Bebas Radiasi OB Rp 425.000

JASA KALIBRASI

1. Daya Hantar Listrik Sampel Rp 45.000

150
NO URAIAN SATUAN BESARAN
4
1 2 3

2. Fluorida (F) Sampel Rp 45.000

3. Sulfat (SO) Sampel Rp 45.000

4. Derajat Keasaman (Ph) Sampel Rp 45.000

5. Magnesium (Mg) Sampel Rp 45.000

6. Kalsium (Ca) Sampel Rp 45.000

7. Kesadahan (CaCO2) Sampel Rp 45.000

8. Klorida (Cl) Sampel Rp 45.000

9. Kebisingan Sampel Rp 50.000

10. Debu Sampel Rp 50.000

11. Minyak Lemak Sampel Rp 50.000

12. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Sampel Rp 50.000

13. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Sampel Rp 50.000

14. Oksigen Terlarut (DO) Sampel Rp 50.000

15. Nitrit (NO2) Sampel Rp 50.000

16. Nitrat (NO2) Sampel Rp 50.000

17. Zat Padat Tersuspensi (TSS) Sampel Rp 50.000

18. Zat Padat Terlarut (TDS) Sampel Rp 50.000

19. Ammonia (NH3N) Sampel Rp 50.000

20. Hydrogen Sulfida (H2S) Sampel Rp 55.000

21. Sox Sampel Rp 60.000

22. Nox Sampel Rp 60.000

23. Detergen Sampel Rp 60.000

24. Zat Organik (KMnO4) Sampel Rp 60.000

25. Phospat (PO4) Sampel Rp 60.000

26. Secret (Gram, M.Blue, Langsung) Sampel Rp 65.000

27. BTA (REITZ Serum) 3x Sampel Rp 65.000

28. BTA (Sputum) 3x Sampel Rp 65.000

29. Kobalt (Co) Sampel Rp 65.000

30. Boron (B) Sampel Rp 65.000

31. Barium (Ba) Sampel Rp 65.000

32. Kromium Total (Cr) Sampel Rp 65.000

33. Aluminium (Al) Sampel Rp 65.000

151
NO URAIAN SATUAN BESARAN
4
1 2 3

34. Besi (Fe) Sampel Rp 65.000

35. Pestisida Total Sampel Rp 65.000

36. Timbal (Pb) Sampel Rp 70.000

37. Mangan (Mg) Sampel Rp 70.000

38. Kadmiun (Cd) Sampel Rp 70.000

39. Seng (Zn) Sampel Rp 70.000

40. Tembaga (Cu) Sampel Rp 70.000

41. Nikel (Ni) Sampel Rp 70.000

42 Raksa (Hg) Sampel Rp 80.000

43. Selenium (Se) Sampel Rp 80.000

44. Sianida Sampel Rp 80.000

45. Krom Val 6 (Cr) Sampel Rp 80.000

46. Arsen (As) Sampel Rp 80.000

47. Ja,ur (KOH, Cotton Blue) Sampel Rp 120.000

48. Sensitivity Test (Bak. Aerob)/ Bact Allert Sampel Rp 175.000

49. Kultur (Bakteri Aerob)/ Bact Allert Sampel Rp 225.000

50. Defibrilator Unit Rp 756.000

51. Centrifuge Unit Rp 782.000

52. Dental Unit Unit Rp 1.038.000

Ajudan

1. Ajudan Kepala Daerah OB Rp. 3.000.000

2. Ajudan Wakil Kepala Daerah OB Rp. 2.500.000

3. Staf Pengamanan Tertutup OB Rp 2.000.000

Asisten Pribadi

1. Asisten Pribadi Kepala Daerah OB Rp. 2.000.000

2. Staf Khusus Bupati OB Rp. 2.500.000

Asisten Pribadi Ketua DPRD dan Wakil Rp. 2.000.000


3. OB
Ketua DPRD
4. Asisten Pribadi Ketua TP-PKK OB Rp. 2.000.000

5. Asisten Pribadi Sekretaris Daerah OB Rp. 2.000.000

152
BAB XIX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 209
Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, pelaksanaannya tetap
berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku.

BAB XX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 210
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Kolaka Timur Tahun Anggaran 2023 yang ditetapkan sebagai
batas tertinggi dalam Penyusunan Perencanaan dan Pelaksanaan
Anggaran SKPD lingkup Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Kolaka Timur.

Ditetapkan di Tirawuta
Pada tanggal 2022

PLt. BUPATI KOLAKA TIMUR,

ABD. AZIS

Diundangkan di Tirawuta
Pada tanggal 2022
SEKRETARIS DAERAH
KAB. KOLAKA TIMUR,

ANDI MUHAMMAD IQBAL TONGASA

BERITA DAERAH KABUPATEN KOLAKA TIMUR TAHUN 2022 NOMOR

153

Anda mungkin juga menyukai