Anda di halaman 1dari 4

Tantra, Yantra, Mantra

Dalam melaksanakan puja bhakti kepada Brahman, umat Hindu diberikan


kebebasan untuk dapat mewujudkan bentuk Śraddhā tersebut. Secara umum
bentuk bhakti umat Hindu dapat dilakukan dengan melibatkan aspek: yantra,
tantra, mantra, yajña, dan yoga. Yantra adalah alat atau simbol-simbol
keagamaan yang diyakini mempunyai kekuatan spiritual untuk meningkatkan
kesucian. Tantra adalah kekuatan suci dalam diri yang dibangkitkan dengan
cara-cara yang ditetapkan dalam kitab suci. 

Mantra adalah doa-doa yang harus diucapkan oleh umat kebanyakan,


pinandita, pandita sesuai dengan kewenangan dan tingkatannya. Ketiga aspek
itu dilaksanakan secara terpadu dengan berbasiskan “ketulus-ikhlasan”
sehingga membangun satu aktifitas yang disebut yajña. Yajña yaitu
persembahan yang tulus ikhlas atas dasar kesadaran untuk dipersembahkan
sehingga dapat meningkatkan kesucian. Jika hal ini dilaksanakan secara
intens maka akan mempengaruhi gelombang- gelombang pikiran menjadi
stabil dan kuat (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 170).

1. Tantra
Kata tantra berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki makna
“memperluas”. Tantra merupakan salah satu dari sekian banyak konsep
pemujaan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, di
mana manusia kagum pada sifat-sifat ke-Maha- Kuasaan-Nya sehingga
memiliki keinginan untuk mendapatkan kesaktian. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1141 menjelaskan tantra ‘tantrisme’


adalah ajaran dalam Agama Hindu yang mengandung unsur mistik dan magis.
Mistik dapat dipahami sebagai eksistensi tertinggi kesadaran manusia, di
mana ragam perbedaan (“kulit”) akan lenyap, eksistensi melebur ke dalam
kesatuan mutlak hal ikhwal, nilai universalitas, alam kesejatian hidup, atau
ketiadaan. 

Kesadaran tertinggi ini terletak di dalam batin atau rohaniah, mempengaruhi


perilaku batiniah (bawa) seseorang, dan selanjutnya mewarnai pola pikirnya.
Atau sebaliknya, pola pikir telah dijiwai oleh nilai mistisisme yakni eksistensi
kesadaran batin. Meskipun demikian, eksistensi mistik yang sesungguhnya
tidaklah berhenti pada perilaku batin (bawa) saja, lebih utama adalah perilaku
jasad (solah). Artinya, mistik bukanlah sekedar teori namun lebih kearah
manifestasi atau mempraktikkan perilaku batin ke dalam aktivitas hidup
sehari-harinya dalam berhubungan dengan sesama manusa dan makhluk
lainnya. 

Diantara kita tentu ada yang tidak ingin menjadi seorang agamis, yang hanya
terpaku pada simbol-simbol agama berupa penampilan fisik, jenis pakaian,
cara bicara, bahasa, gerak-gerik, bau minyak wanginya. Ada baiknya diantara
kita menjadi seorang praktisi (penghayat) akan teori-teori agama sehingga
tidak hanya pintar berbicara. Hal itu menjadi hak setiap orang untuk memilih,
masing-masing tentu akan membawa dampak yang berbeda-beda. Damarjati
Supadjar, mengemukakan bahwa ciri-ciri mistisisme adalah sebagai berikut:
Mistisisme adalah persoalan praktik; Secara keseluruhan, mistisisme adalah
aktivitas spiritual; Jalan dan metode mistisisme adalah cinta kasih sayang;
Mistisisme menghasilkan pengalaman psikologis yang nyata; dan Mistisisme
sejati tidak mementingkan diri sendiri (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015:
171).

2. Yantra
Dalam kamus Sanskerta, kata yantra memiliki arti mengikat, menyimpulkan
sebuah peralatan, instrumen, mesin dan sebuah jimat (Surada, 2007: 257).
Yantra umumnya berarti alat untuk melakukan sesuatu guna mencapai
tujuan. Di dalam pemujaan yantra adalah sarana tempat memusatkan
pikiran. Yantra merupakan aspek dalam dari bentuk penciptaan. Sifat dasar
dari manusia dan binatang, seperti halnya para Devata yang diekspresikan
melalui yantra (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 175).

Yantra adalah garis-garis lurus, lengkung yang dipadukan yang merupakan


basis dari energi alam semesta yang merupakan perwujudan Devata (Titib,
2003:469- 470). Selain itu yantra adalah suatu lukisan geometri dari tipe
tertentu yang mempunyai makna serta mempunyai bentuk yang berbeda-beda
sehingga pada masing-masing bentuk memiliki struktur dan komposisi dari
suatu Deva tertentu (Tim Penyusun, 1987:6). Yantra merupakan hal yang
sangat penting bagi seseorang dalam hal melakukan pemujaan serta
persembahan kehadapan Tuhan. Yantra dilihat dari struktur memiliki
bentuk yang beragam serta disusun sesuai dengan si penggunanya.

Hal senada dijelaskan pula dalam kamus jawa Kuno oleh L. Mardiwarsito
(dalam Wiana 2004:189), kata yantra dinyatakan berasal dari bahasa
Sanskerta yang artinya sarana untuk memuja Deva, sedangkan dalam kamus
Sanskerta-Indonesia, kata yantra diartikan harta kekayaan, bantuan, alat
perlengkapan dan lain-lain. Yantra merupakan kebutuhan dasar untuk
menggambarkan semua simbol- simbol, semua wujud suci, altar, pura dan
mudra. Yantra dipergunakan dalam upacara pemujaan, Devata dihadirkan
dengan menggambar melalui yantra dan memanggil nama yang gaib. Yantra
dapat diekspresikan ke dalam aspek internal dari setiap bentuk ciptaan. Sifat
alami manusia dan binatang-binatang, seperti halnya Deva-Deva dapat
diekspresikan melalui yantra (Titib, 2003:469). 

Yantra dapat berbentuk diagram, dilukis atau dipahatkan di atas logam,


kertas atau benda-benda lain dan disucikan seperti menyucikan pretima,
kemudian dilakukan pemujaan melalui sarana yantra tersebut, seperti
pemujaan melalui pratima, arca (patung), dan sebagainya. Mantra yang
berbeda digunakan untuk melakukan pemujaan yang berbeda, demikian pula
halnya dengan penggunaan yantra-yantra. Menurut Ensiklopedi Hindu, yantra
merupakan simbol seperti banten atau alat-alat upacara (Tim Penyusun,
2011:619) (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015: 176).

Yantra  adalah dipergunakan oleh seseorang yang telah suci (pribadi,


pemangku, pendeta atau sulinggih) dalam memuja Ida Sang Hyang
Widhi/Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasi-Nya. Selain itu, yantra lebih
banyak mengejawantah ke dalam berbagai lambang-lambang atau simbol
beserta peralatan, sarana dan prasarana ritual bersangkutan.

Yantra adalah garis-garis lurus dan garis-garis lengkung yang dipadukan


sedemikian rupa, yang merupakan basis dari energi dan alam semesta sebagai
perwujudan devata. “Yantra adalah wujudnya, mantra adalah jiwanya dan
devata adalah atma yang menghidupkannya. Perbedaan antara yantra dengan
devata adalah seperti halnya badan dan roh”. Yantra diyakini merupakan
basis alami, atau kebenaran, indeogram daripada tulisan-tulisan yang
muncul. 

Yantra, umumnya berarti alat untuk melaksanakan sesuatu guna mencapai


tujuan. Di dalam pemujaan, yantra adalah sarana tempat memusatkan
pikiran. Dalam Yogini Tantra dikatakan bahwa Devi harus dipuja di dalam
pratima, mandala atau yantra. Pada tingkat tertentu, kemajuan spiritual
sadhaka diperkenankan memusatkan bhaktinya melalui yantra (Mudana dan
Ngurah Dwaja, 2015: 177).

3. Mantra
Ya indra sasty-avrato anuûvàpam-adevayuá,
svaiá sa evair mumurat poûyam rayiý sanutar dhei taý tataá.

Terjemahannya;

Tuhan Yang Maha Yang Maha Esa, orang yang tidak beriman kepada Tuhan
Yang Maha Esa adalah lamban dan mengantuk, mati oleh perbuatannya
sendiri. Berikanlah semua kekayaan yang dikumpulkan oleh orang semacam
itu, kepada orang lain’ (Ågveda VIII. 97.3).

Kata mantra berasal dari bahasa Sanskerta dari kata “Man” artinya pikiran
dan “Tra” artinya menyebrangkan. Mantra adalah media untuk
menyeberangkan pikiran dari yang tidak suci atau tidak benar menjadi
semakin suci dan semakin benar (Wiana, 2004:184). Mantra memiliki tujuan
untuk melindungi pikiran dari jalan sesat menuju jalan yang benar dan suci.
Menurut Danielou (dalam Titib 2003:437) bahasa yang benar yang merupakan
ucapan suci yang digunakan dalam pemujaan disebut dengan mantra. Kata
mantra berarti “bentuk pikiran”, sehingga seseorang yang mampu memahami
makna yang terkandung di dalam mantra dapat merealisasikan apa yang
digambarkan di dalam mantra tersebut (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015:
178).

Mantra adalah kumpulan dari pada kata-kata yang mempunyai arti mistik,
serta umumnya berasal dari bahasa Sanskerta dan dinamai Bijaksara (Tim
Penyusun, 1987:6). Mantra disusun dengan menggunakan aksara-aksara
tertentu yang diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk
bunyi, sedangkan huruf-huruf itu sebagai perlambang dari bunyi tersebut.
Mantra mempunyai getaran atau suara tersendiri sehingga untuk
menghasilkan pengaruh yang dikehendaki mantra harus disuarakan dengan
cara yang tepat, sesuai dengan “suara” atau ritme, dan warna atau bunyi.
Apabila mantra tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa lain, mantra itu tidak
memiliki warna yang sama, sehingga terjemahannya hanya sekedar kalimat
(Avalon dalam Titib, 2003:439). Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan,
mantra adalah merupakan susunan kata yang berunsur puisi, seperti ritme
dan irama yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan
oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Mantra
sebagai sebuah pola gabungan kata-kata bahasa Veda yang diidentikkan
dengan Deva atau Devi tertentu. 
Mantra digunakan dalam sadhana tantra atau berbagai ritual, diucapkan atau
diulang-ulang dalam berbagai kombinasi atau konteks yang kemudian
membuat pola vibrasi tertentu. Mantra-mantra yang ada sekarang adalah
warisan dari para maharsi, orang suci, orang sadhu dan yogi yang telah
mempraktekkan berbagai mantra selama ribuan tahun (Chawdhri, 2003:97).
Dalam pengucapan mantra, ada hal-hal yang perlu dicermati seperti: susunan
kata-kata, ritme/intonasi serta pengucapan yang tepat yang diikuti dengan
suasana lingkungan yang baik sehingga akan menciptakan suatu kesucian.
Mantra adalah sebuah kata-kata atau kalimat suci yang bersumber dari kitab
suci veda, khususnya dalam teks dharma pemujaan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa beserta dengan berbagai macam
manifestasi- Nya pada saat pelaksanaan Panca Yajna dalam kehidupan dan
penerapan ajaran Hindu.

Mantra adalah catur Veda yaitu: Åg veda, Yayur veda, Sama veda, dan
Atharwa veda. Mantra merupakan bunyi, suku kata, kata, atau sekumpulan
kata-kata yang dipandang mampu “menciptakan perubahan” seperti misalnya
perubahan spiritual. Penggunaan mantra sekarang tersebar melalui berbagai
gerakan spiritual yang berdasarkan atau cabang dari berbagai praktik dalam
tradisi dan agama ketimuran. Mantra Aum atau Om dalam aksara Devanagari.
Mantra merupakan sebuah kata atau kombinasi beberapa buah kata yang
sangat kuat atau ampuh, yang didengar oleh orang bijak dan dapat membawa
seseorang yang mengucapkannya melintasi lautan kelahiran kembali, inilah
yang merupakan arti mantra yang tertingi (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2015:
179).

Mantra adalah rumusan gaib untuk melepaskan berbagai kesulitan atau


untuk memenuhi bermacam-macam keinginan duniawi, tergantung dari motif
pengucapan mantra tersebut. Mantra sebagai sebuah kekuatan kata yang
dapat dipergunakan untuk mewujudkan keinginan spiritual atau keinginan
material, yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan ataupun
penghancuran diri seseorang. Mantra seperti suatu tenaga yang bertindak
sesuai dengan rasa bakti seseorang yang mempergunakannya. Sabda adalah
Brahman, karena itu Ia menjadi penyebab Brāhmanda (Svami Rama: 1984:
24). 

Anda mungkin juga menyukai