Anda di halaman 1dari 2

CAPD (CHRONIC AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS)

CAPD adalah suatu teknologi kedokteran yang cukup baru diindonesia untuk menjadi
salah satu pilihan menangani masalah CKD (chronic kidney disease) end stage yang
membutuhkan penanganan dialisis. Mekanisme teknologi yang diterapkan pada CAPD ini
ialah dengan memanfaatkan membrane-membran yang terdapat di dalam rongga perut pasien
dengan bantuan pemberian cairan diasilat yang didiamkan beberapa waktu untuk dijadikan
sebagai proses filter dari sisa-sisa metabolit dan cairan berlebih dari tubuh. Dimana
pertukaran zat-zat metabolit, kalium, natrium maupun yang lainya menggunakan prinsip
difusi dimana dari konsentrasi solute yang tinggi ke konsentrasi solute yang rendah yaitu dari
zat-zat yang berada dalam darah capiler berpindah ke cairan diasilat, sedangkan untuk cairan
menggunakan prinsip osmotik dimana perpindahan cairan dari konsentrasi tinggi ker
konsentrasi rendah yaitu dari kapiler pembuluh darah ke cairan diasilat dan pada akhirnya
cairan diasilat yang sudah terpakai dibuang dan diganti kembali.
CAPD sendiri di kenalkan di Indonesia pada tahun 1985, memang cukup lama sudah
dikenal tetapi pemanfaatanya masih belum maksimal diindonesia baru melenium ini
pengunaanya baru familiar. Padahal dengan teknologi ini segudang manfaat yang
memudahkan pasien dalam perawatan penyakitnya. Beberapa kemudahan yang diberikan
teknologi ini seperti pasien masih bisa mobile atau beraktifitas tanpa harus datang dan diam
dirumah sakit untuk menjalani hemodialisis dengan alat hemodialisis, yang sangat sesuai
dengan kebutuhan pasien-pasien produktif untuk tetap bisa bekerja dengan Batasan sakitnya.
Hal ini sejalan pada dewasa ini kasus CKD pada usia produktif maupun remaja yang
mengalami CKD sehingga dibutuhkan pemaksimalan pemanfaatan teknologi CAPD ini untuk
pasien-pasien.
Selain kemudahan dalam aktifitas yang tidak menyita waktu di rumah sakit teknologi
CAPD juga memiliki manfaat secara klinis yang lebih baik dibandingkan mesin hemodialisis
seperti hasil akumulasi kalium, natrium dan cairan lebih sedikit yang dikarenakan oleh
penggunaanya secara terus-menerus, begitu juga fungsi ginjal yang masih tersisa juga lebih
bertahan lama. Kemudian kelebihan lainya teknologi ini menawarkan keuntungan dari
kemampuanya memfilter zat molukuler yang lebih besar dibanding alat HD (hemodialisis),
kemudian control tekanan darah yang lebih baik serta kejadian anemia lebih berkurang. Dari
segi restriksi makanan pada pasien pengguna CAPD bisa lebih flexibel oleh karena akumulasi
dari kalium, natrium dan air yang lebih sedikit pada teknologi ini. Dikatakan dalam beberapa
penelitian bahwa penggunaan teknologi ini relative risk kematianya didapatkan pada
kelompok yang melakukan dialsis di center HD dibandingkan dengan pengguna CAPD lebih
rendah resikonya khususnya pada masa 3 bulan pertama. Selain itu dikatakan oleh para ahli
peritoneal dialysis merupaka pilihan utama pada pasien diatas 2 tahun keatas hingga dewasa
Oleh karena itu dengan perkembangan zaman yang menuntut efisiensi dalam segala
hal termasuk pilihan terapi pada CKD end stage. Penggunaan teknologi terbarukan adalah
jawabanya dengan yaitu CAPD. Pasien yang mengalami CKD sekarang tidak harus
kehilangan waktunya untuk menghabiskan waktunya di rumah sakit sehingga masih bisa
bekerja atau bersekolah sebagaimana mestinya walupun ada Batasan. Walaupun biaya,
fasilitas pemasangan, tingkat Pendidikan masih menjadi kendala penggunaan CAPD secara
luas tetapi dengan berjalanya waktu teknologi ini akan menjadi pilihan utama dalam
penanganan CKD end stage pada pasien remaja hingga usia yang masih produktif.

Sumber :
https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/peritoneal-dialysis/about/pac-20384725
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7221530/
http://ispd.org/NAC/wp-content/uploads/2010/11/Anatomy-and-Physiology-of-PD-
Teitelbaum-April-2011-Notes.pdf
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22098661/

Oleh :
Nama : I Putu Aris Govindha Putra
NIM :2171041002
Prodi : Ilmu Penyakit dalam

Anda mungkin juga menyukai