Anda di halaman 1dari 10

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO

DINAS PENDIDIKAN KEBUDAYAAN


PEMUDA DAN OLAH RAGA PROPINSI GORONTALO
SMK NEGERI 1 DUHIADAA
JL. AMPERA DESA DUHIADAA KECAMATAN DUHIADAA
Email : smkn1duhiadaa@yahoo.com
KABUPATEN POHUWATO

PELAKSANAAN TEACHING FACTORY


(TEFA)

SEKOLAH : SMK NEGERI 1


DUHIADAA
KECAMATAN : DUHIADAA
KABUPATEN : POHUWATO
PROVINSI : GORONTALO

KOMPETENSI KEAHLIAN

AKOMODASI PERHOTELAN

2 0 2 2
BAB I

PENDAHULUAN

Era globalisasi memberikan dampak yang menguntungkan dan merugikan.


Dampak yang menguntungkan dirasakan ketika kesempatan kerjasama dengan
negara-negara asing terbuka seluas-luasnya. Dampak lain yang merugikan
dirasakan ketika ketidakmampuan bersaing dengan negara-negara asing, karena
Sumber Daya Manusia (SDM) yang lemah sehingga konsekuensinya akan
merugikan bangsa.

Akar kelemahan SDM Indonesia ini dapat terlihat melalui wahana


pendidikan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan
formal yang diharapkan mampu menjadikan calon tenaga kerja sesuai kebutuhan dunia
kerja. Proses pembelajaran di SMK lebih dititikberatkan pada penerapan teori-teori
yang telah diberikan melalui kegiatan praktikum.

Untuk mendukung pembelajaran tersebut, Pemerintah membuat kebijakan


pembangunan pendidikan nasional tahun 2010 - 2014 yaitu penyelarasan pendidikan
dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).

Manajemen SMK harus didesain untuk mecapai keefektifan dan sekaligus


efisiensi. Merencanakan dan melaksanakan program sedekat mungkin dengan
kondisi di tempat kerja merupakan tugas penting SMK. Kurikulum harus disusun
berdasarkan kebutuhan dunia kerja (demand driven). Penyempurnaan program
pemerintah diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan melalui
Teaching Factory.

Teaching Factory adalah suatu konsep pembelajaran dalam suasana


sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara
kebutuhan industri dan pengetahuan sekolah.
.

BAB II

Pelaksanaan Pembelajaran Teaching Factory


Pembelajaran Teachig Factory merupakan pengembangan dari unit produksi
dan pendidikan sistem ganda yang sudah dilaksanakan di SMK. Teaching Factory
merupakan salah satu bentuk pengembangan dari sekolah kejuruan menjadi model
sekolah produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh
Triatmoko (2009 : 35) bahwa SMK masih kesulitan untuk menerapkan pendidikan
berbasis produksi (production based education and training) sebagaimana yang
dilaksanakan di ATMI (Akademi Teknik Mesin Indonesia). Oleh karena itu
dimunculkan istilah Teaching Factory yang mengharuskan SMK yang
melaksanakannya untuk memiliki sebuah unit usaha atau unit produksi sebagai
tempat untuk pembelajaran siswa. Dalam unit usaha adau produksi tersebut, siswa
secara langsung melakukan praktik dengan memproduksi barang atau jasa yang
mampu dijual ke konsumen.

Pelaksanaan Teaching Factory untuk pembelajaran dengan mendirikan unit


usaha atau produksi di sekolah berkebalikan dengan proses pembelajaran yang
terjadi di Jerman. Menurut Moerwismadhi (2009), kegiatan praktik siswa sekolah
kejuruan di Jerman dilakukan di dalam sebuah pabrik atau perusahaan, sedangkan
pemerintah mengajarkan materi-materi teoritik di sekolah selama satu sampai dua
hari per minggu. Dengan demikian, Teaching Factory adalah kegiatan
pembelajaran dimana siswa secara langsung melakukan kegiatan produksi baik
berupa barang atau jasa di dalam lingkungan pedidikan sekolah. Barang atau jasa
yang dihasilkan memiliki kualitas sehingga layak jual dan diterima oleh masyarakat
atau konsumen.

Teaching factory adalah perpaduan pendekatan pembelajaran yang sudah


ada yaitu CBT (Competency Based Training) dan PBT (Production Based
Training). CBT adalah pelatihan yang didasarkan atas hal-hal yang diharapkan
oleh siswa ditempat kerja. CBT ini memberikan tekanan pada apa yang dapat
dilakukan oleh seseorang sebagai hasil pelatihan (output) bukan kuantitas dari
jumlah pelatihan. PBT (Production Based Training) adalah suatu proses
pembelajaran keahlian atau ketrampilan yang dirancang dan dilaksanakan
berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk
menghasilkan barang atau sesuai dengan tuntutan pasar atau
konsumen. Teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran dalam ruangan
kelas dan bengkel praktek dengan menerapkan pelatihan dalam suasana
sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara
kebutuhan industri dan pengetahuan dari sekolah.

A. Manajemen pengelolaan Teaching Factory

Teaching Factory di SMK N 1 Duhiadaa hanya mengikutkan guru, siswa


dan karyawan yang berminat dan ingin mengembangkan potensi industrinya
melalui kegiatan tersebut sehingga dari segi sumber daya manusia (SDM)
kurang memadai dan berdampak pada pengerjaan suatu produk/jasa itu sendiri.

Pelaksanaan Teaching Factory di SMK N 1 Duhiadaa di luar Kegiatan


Belajar Mengajar (KBM) yaitu sekitar pukul 15.30 WIB yang merupakan kegiatan
praktek tambahan untuk siswa sehingga tidak mengganggu proses KBM yang
berlangsung di sekolah karena tidak semua siswa mengikuti kegiatan Teaching
Factory tersebut serta diharapkan dengan mengikuti kegiatan ini SMK N 1
Duhiadaa mampu menciptakan lulusan yang berjiwa wirausaha dan memiliki
kompetensi keahlian melalui pengembangan kerjasama dengan indutri dan bisnis
yang relevan. Akan tetapi, disisi lain karena minimnya waktu yang digunakan
untuk kegiatan Teaching Factory maka berdampak pada produk/jasa yang
dihasilkan terutama efisiensi waktu.

a. Fasilitator / Partnership

SMK N 1 Duhiadaa sudah melakukan kerjasama dengan beberapa

Instansi dan perusahaan untuk menunjang kegiatan Teaching Factory baik

dari segi pembelajaran, tenaga ahli industri maupun modal yang dimulai dari

awal kegiatan Teaching Factory berlangsung, beberapa instansi dan

perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:


b. Quality Control dan Assesor

Setiap pembuatan produk pesanan konsumen yang sudah jadi akan


dinilai dan diuji terlebih dahulu oleh tim penilai dan assessor baik dari pengelola
Teaching Factory sekolah maupun tim dari perusahaan sehingga diharapkan
tidak mengecewakan konsumen yang memesan produk tersebut.

Kegiatan Quality Control yang dilakukan saat pelaksanaan produksi


kurang sesuai karena belum adanya tim Assesor yang sesuai seperti di
perusahaan atau industri. Kegiatan Quality Control hanya melakukan
pengecekan oleh guru dalam hal ini dilakukan oleh Ketua Program Diklat
yang terkait bukan didatangkan teknisi dari perusahaan atau industri.

c. Konsumen

Konsumen yang sudah memesan produk Teaching Factory di SMK N 1


Duhiadaa diantaranya home industri, rumah tangga, instansi dll. Secara
pendataan konsumen pemesan yang masuk ke bagian administrasi dan
keuangan kegiatan Teaching Factory tersusun dengan rapi mulai dari awal
pelaksanaan sampai sekarang.

d. Produk Teaching Factory

Produk berupa alat yang dihasilkan dari kegiatan Teaching Factory di


SMK N 1 Duhiadaa diantaranya: Jasa Layanan Kasual.

Selain menghasilkan produk berupa alat, kegiatan Teaching Factory di


SMK N 1 Duhiadaa juga menghasilkan produk berupa Jasa Monitoring
Keberadaan Siswa di Sekolah maupun di tempat Kasual/PKL.

e. Mekanisme dan Pembagian Hasil Teaching Factory

Pembagian hasil dari kegiatan Teaching Factory di SMK N 1 Duhiadaa


berdasarkan hasil kesepakatan bersama warga sekolah adalah sebagai berikut:

a. Untuk pembawa order 5 %


b. Untuk Unit Produksi Program Keahlian (UPPK) 20 %
c. Untuk Unit Produksi Sekolah (UPS) 20 %
d. Untuk Perbaikan dan Perawatan 5 %
e. Untuk Pelaksana 50 % (diambil dari hasil bersih dan setiap saat dapat
berubah melalui kesepakatan)

Mekanisme pelayanan pelanggan DU//DI/Home Industri dibuat secara


sederhana mungkin, dari konsumen mengajukan barang yang akan
dibuat/diperbaiki melalui bagian administrasi kemudian setelah terjadi
kesepakatan harga antara pengelola dengan konsumen produk pesanan akan
dikerjakan oleh tim pelaksana, setelah produk sudah jadi akan dinilai dan diuji
oleh tim quality control, jika lolos maka produk akan segera dikirim ke
konsumen jika sebaliknya maka akan diperbaiki kembali. Mekanisme tersebut
terangkum terangkum dalam bagan sebagai berikut:

DU / DI / Home Industri
Masyarakat Pengguna

Administrasi dan
Keuangan Pelunasan

Pengiriman /
Pelaksana / unit teknis Pengambilan

Quality Control
II. PEMBAHASAN

Pelaksanaan Teaching Factory di SMK N 1 Duhiadaa belum bisa dikatakan


berhasil melaksanakan pembelajaran tersebut dikarenakan berbagai hal yang
menghambat seperti: (1) Sumber Daya Manusia atau pelaksana kegiatan Teaching
Factory kurang karena disamping waktu pelaksanaan setelah KBM sehingga para
siswa, guru atau karyawan sudah lelah dan juga bersamaan dengan kegiatan lain baik
ekstrakurikuler maupun kegiatan di rumah yang lain, (2) Lahan bangunan sekolah
yang kurang luas karena lokasi di tengah kota sehinggan tidak memungkinkan adanya
pelebaran lahan, bahkan untuk ruang kelas pun terkadang rebutan dan tidak tetap, (3)
Ketidakpercayaan konsumen kepada tim pelaksana karena sebagian besar pelaksana
praktek adalah siswa yang ingin belajar dan tidak adanya tim Assesor, (4) Tidak ada
rencana produksi karena hanya bergantung pada pesanan dari konsumen, sehingga
jika tidak ada pesanan maka tidak ada yang dikerjakan/diproduksi, (5)
Ketergantungan produksi pada jumlah pesanan dari konsumen menyebabkan tim
pengelola menjadi malas-malasan dan enggan berinovasi menciptakan produk yang
lain. Bahkan yang terjadi di lapangan pelaksanaanya masih menggunakan sistem Unit
Produksi.

Sangat berbeda sekali jika dibandingkan dengan pelaksanaan Teaching Factory


di SMK N 1 Duhiadaa yang bisa dikatakan sangat mumpuni dalam melaksanakan
pembelajaran tersebut dengan berbagai perencanaan manajemen yang matang tentunya
yaitu dengan membuat rencana program jangka panjang, menengah, dan pendek,
pelaksanaan dengan mengintegrasikan ke dalam kurikulum sehingga melibatkan
semua siswa, serta pengawasan dengan melakukan koordinasi rutin dan form
penilaian untuk semua siswa, karyawan, dan guru.

Program yang secara langsung terkait dengan pelaksanaan Teaching Factory


di SMK N 1 Duhiadaa ialah program pendirian unit produksi yang memiliki badan
hukum dan penerapan model backward design dalam proses pembelajaran. Program
pendirian unit produksi bertujuan untuk mendirikan sebuah unit produksi yang
memiliki badan hukum legal serta mampu melakukan kegiatan produksi
menggunakan peralatan sendiri. Pada saat ini, proses produksi yang dilakukan SMK
N 1 Duhiadaa menyatu dengan peralatan dan tempat yang dipergunakan untuk praktik
siswa. SMK N 1 Duhiadaa belum memiliki ruangan atau bangunan yang khusus
dipergunakan untuk kegiatan unit produksi. Program pendirian unit produksi tersebut
direncanakan dapat diraih pada tahun 2015.

Sedangkan penerapan model backward design bertujuan untuk mendukung


pencapaian profil lulusan yang ingin dihasilkan oleh SMK N 1 Duhiadaa. Backward
design ialah metode merancang kurikulum dengan menetapkan tujuan sebelum
memilih kegiatan atau konten untuk mengajar. Tujuannya untuk menjamin proses
pembelajaran mampu mencapai sasaran yang diinginkan dengan menjaga materi yang
disampaikan tetap fokus dan terorganisir serta memberikan pemahaman yang lebih
baik bagi siswa. Pada saat membuat rancangan implementasi kurikulum dalam bentuk
silabus dan Rancangan Pembelajaran, seluruh guru berkontribusi terhadap pencapaian
visi dengan memasukkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan ke dalam mata pelajaran
yang diampunya.

Disamping itu juga didukung oleh beberapa faktor penunjang diantaranya


budaya atau kultur yang baik, sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya
dan fasilitas yang memadai sehingga sangatlah mampu untuk melaksakan Teaching
Factory di sekolah tersebut walaupun belum secara maksimal pelaksanaanya yang
dikarenakan oleh beberapa hal yang menghambat seperti belum adanya ruang atau
bangunan khusus dan belum adanya karyawan yang khusus mengelola Teaching
Factory.

Di SMK N 1 Duhiaadaa pun seperti halnya di SMK yang lain yang masih
belum ada ruang atau bangunan khusus untuk Teaching Factory bahkan ruang kelas
Kegiatan Belajar Mengajar seringkali kekurangan ruangan serta belum adanya
karyawan khusus untuk mengelola Teaching Factory, struktur kepengurusan
Teaching Factory pun banyak yang merangkap seperti contoh Ketua Jurusan
merangkap sebagai Quality Control dan yang lainya karena Sumber Daya Manusia di
SMK Widya Utama sendiri masih terbatas yang mengikuti kegiatan Teaching Factory
tersebut.
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan:

Pelaksanaan pembelajaran Teaching Factory di SMK N 1 Duhiadaa belum


maksimal dikarenakan oleh beberapa hal yang menghambat seperti: (1) Sumber Daya
Manusia atau pelaksana kegiatan

Teaching Factory kurang karena disamping waktu pelaksanaan setelah KBM


sehingga para siswa, guru atau karyawan sudah lelah dan juga bersamaan dengan
kegiatan lain baik ekstrakurikuler maupun kegiatan di rumah yang lain, (2) Lahan
bangunan sekolah yang kurang luas karena lokasi di tengah kota sehinggan tidak
memungkinkan adanya pelebaran lahan, bahkan untuk ruang kelas pun terkadang
rebutan dan tidak tetap, (3) Ketidakpercayaan konsumen kepada tim pelaksana karena
sebagian besar pelaksana praktek adalah siswa yang ingin belajar dan tidak adanya
tim Assesor, (4) Tidak ada rencana produksi karena hanya bergantung pada pesanan
dari konsumen, sehingga jika tidak ada pesanan maka tidak ada yang
dikerjakan/diproduksi, (5) Ketergantungan produksi pada jumlah pesanan dari
konsumen menyebabkan tim pengelola menjadi malas-malasan dan enggan berinovasi
menciptakan produk yang lain. Bahkan yang terjadi di lapangan pelaksanaanya masih
menggunakan sistem Unit Produksi.

Terdapat 4 Prorgam Diklat di SMK N 1 Duhiadaa tetapi yang masih tetap


melaksanakan kegiatan Teaching Factory hanya dari Program Diklat permesinan karena
masih menerima banyak pesanan dari konsumen, itupun akan terlaksana ketika
menerima pesanan dari konsumen seperti halnya Program Diklat lainya.

Sangat berbeda dengan pelaksanaan Teaching Factory di SMK yang lain yang
sudah merencanakan dengan membuat program jangka panjang, menengah dan pendek,
program yang secara langsung terkait dengan pelaksanaan Teaching Factory di SMK
yang lain ialah program pendirian unit produksi yang memiliki badan hukum dan
penerapan model backward design dalam proses pembelajaran.
Disamping itu juga didukung oleh beberapa faktor penunjang diantaranya
budaya atau kultur yang baik, sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya
dan fasilitas yang memadai

Saran

a) Perlu adanya sosialisai kembali tentang “Penerapan Teaching Factory” di


Sekolah Menengah Kejuruan dari Pemerintah atau Dinas Pendidikan.
b) Harus ada perencanaan dalam menerapkan Teaching Factory
c) Sebaiknya mulai dengan menumbuhkan kultur budaya baru pada sumber daya
manusia berupa kedisplinan, ketelitian, dan kreatifitas.

Anda mungkin juga menyukai