Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, PROFITABILITAS,

DAN CAPITAL INTENSITY TERHADAP PENGHINDARAN PAJAK


(Studi Empiris Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2018-2021)

Proposal Penelitian

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana S1


Pada Program Studi Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhamadiyah Riau Pekanbaru

Disusun Oleh :

ANNISA AZAHRA
NIM :180301301

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Upaya penghindaran pajak secara legal yang tidak melnggar peratuaran perpajak

an Nomor 28 tahun 2007 tentang ketiga atas undang - undang nomor 6 tahun 1983 peru

bahan keempat atas ketentuan umum dan tata cara perpajakan pasal 1 ayat 1 yang meny

atakan konstribusi kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bers

ifat memaksa maka yang dilakukan wajib pajak dengan cara mengurangi jumlah pajak t

erhutang. Tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengurangai beban pajak inilah y

ang disebut sebagai penghindaran pajak ( Tax Avoidance). (www.pajak.go.id)

Penghindaran pajak merupakan bagian dari tax planning, adalah proses pengend

alian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki.

Penghindaran pajak adalah suatu tindakan yang benar-benar legal. Seperti halnya suatu

pengendalian yang tidak dapat menghukum seseorang karena perbuatannya tidak melan

ggar hukum atau tidak termasuk dalam kategori pelanggaran atau kejahatan, begitu pula

mengenai pajak yang tidak dapat dipajaki, apabila tidak ada tindakan / transaksi yang

dapat dipajaki. Dalam hal ini sama sekali tidak ada tindakan / transaksi yang dapat di

pajaki.

Pada tahun 2016, terdapat kebeocoran dokumen yang mana dokumen tersebut m

engunkapkan rahasia keuagan yang mengidentifikasikan perilakau tidak terbuka, tidak e

tis, dan tidak patut dari pejabat publik dunia, politisi, dan kalangan superkaya. Informasi

yang selama ini sangat rahasia tiba-tiba bocor dan menjadi konsumsi publik. Lebih dari

214.000 informasi perusahaan cangkang yang terdaftar di 21 negara suaka atau surga

pajak (tax havens countries) diungkap dalam bocoran dokumen tersebut. Laoran

bernama Panama Papers dari International Consoratium of investigative Journalists

(ICIJ) menjelaskan bagaimana para pejabat, politisi, dan kalangan superkaya

melindungi (menyembunyikan) kekayaan melalui pendirian perusahaan cangkang (shell


company) di negara-negara surga pajak. Bagi kalangan superkaya, pendirian perusahaan

diluar negri atau penempatan dana diluar negri merupakan bagian dari pengellaan

keuangan pribadi. Namun demikian, pendirian perusahaan di negara-negara surga pajak

seringkai dipersepsikan negatif. Hal ini tidak terlepas dari kerahasiaan yang ditawarkan

disamping tidak ada pajak atau minimnya pajak yang dikenakan (Sudiarta, 2016).

Wajib pajak diharpkan untuk patuh dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya. Akan tetapi, tidak semua wajib pajak mau membayar pajak sesuai

dengan sehausnya yang dibayarkan, terutama wajib pajak yangmemiliki kewajiban

pajak yang besar nilainya. Ketidakpatuhan ini akan menyebabkan berkurangnya

penerimaan negara dari sektor perpajakan dan menggangu keuangan negara. Menurut

Haque et al (2011) menemukan alasan-alasan wajib pajak tidak melakukan kewajiban

membayar pajaknya, antara lian moral pajak yang rendah, kualitas balas jasa pajak yang

rendah, adanya perbedaan persepsi keadilan dan sistem pajak, tranparasi dan

akuntabilitas intitusi publik yang rendah, tingginya tingkat korupsi, kurangnta

penegakan hukum dan lemahnya yurisdiksi fiskkal, tingginya biaya kepatuhuan,

pemungutan pajak yang tidak mencukupi, lemahnya kapasitas dalam mendektesi dan

menuntut praktik pajak yang tidak benar, tidak adanya kepercayaan terhadap

pemerintah, tingginya biaya pajak, dan lemahnya administrasi perpajakan.

Pajak yang harus dibayarkan kepada negara tentu saja akan mengurangi

keuntungan usaha yang diperolehkan oleh wajib pajak, sehingga wajib pajak cendrung

mencari cara untuk mengurangkan beban pajak yang harus dibayarnya. Usaha - usaha

yang dilakukan untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayar sebgai penghindaran

pajak. Penghindaran pajak adalah melakukan tindakan meminimalkan kewajiban pajak

dalam koridor (Aumeerun et al., 2016). Oleh sebab itu, pada umumnya penghindaran
pajak dianggap sebagai pengeksploitasian kompleksitas, teknikalitas, dan celah dalam

hukum perpajakn (Dowling, 2013).

Terdapat banyak kasus terkait pengindaran pajak yang umunya dilakukan oleh

perusahaan besar. Tak hanya di Indonesia, melainkan secaraglobal. Belakangan ini

banyak ditemukannya prkatik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan

besar duni. Berikut merupakan perusahaan-perusahaan yang memiliki skandal

penghindaran pajak (Chew, 2016)

Tabel 1.1
Skandal Penghindaran Pajak
Nama
No. Tuduhan Kasus Kecurangan
Perusahaan
1. Google Pada tahun 2014, Google memindahkan
pendapatan senilai $12 miliar ke sebuah
perusahaan penampung di Bermuda, afiliasi
terdaftar Irish yang dikenal dengan Google
Ireland Holdings. Google menggunakan strategi
yang dikenal dengan istilah “Double Irish With a
Dutch Sandwich”, yang membantu perusahaan
induknya, Alphabet, menikmati tarif pajak
efektif hanya 6% dari keuntungan di luar AS.
2. Apple Dituduh sebagai salah satu yang pertama
menggunakan metode yang rumit untuk
menghindari membayar pajak yang lebih.
3. Starbucks Starbucks telah diduga memotong beban pajak
hingga €30 juta sejak 2008, membayar Belanda
€2,6 juta di pajak perusahaan pada laba sebelum
pajak dari €407 juta, tarif pajak kurang dari 1%.
4. Ikea Dituduh tidak membayar pajak lebih dari €1
miliar selama enam tahun terakhir. Menurut
Greens/European Free Alliance, pada tahun
2014, Ikea tidak membayar €35 juta pajak di
Jerman, €24 juta di Perancis, dan €11,6 juta di
Inggris.
5. Amazon Ditemukan bahwa Amazon membayar $5,86 juta
dari total penjualan $6 triliun. Di Inggris,
Amazon dilaporkan bisa lolos dengan
pembayaran pajak yang rendah.
6. Gap Hampir tidak membayar pajak di Eropa sejak
tahun 2011, meskipun penjualannya sekitar $1,4
triliun.
7. Microsoft Pada tahun 2011, dilaporkan membayarkan pajak
19 juta pound, yang mana hanya 2,8% dari
pendapatan. Menghindari membayar pajak di
Inggris dengan penjualan sebesar $2,4 triliun
pada tahun 2012.
Sumber: fortune.com/2016/03/11/apple-google-taxes-eu

Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, akan berdampak terhadap

aktivitas perusahaan dan memungkinkannya mengurangi tindakan penghindaran pajak.

Beberapa penelitian terkait bagaimna pengaruh corporate governance terhadap

penghindaran pajak telah dilkakukan oleh Richardson et al. (2016), Wibawa et al.

(2016) dan Kanagaretnam et al. (2016).Begitu pula Damayanti & Susanto (2015) yang

meneliti pengaruh komite audit dan kualitas audit terhadap tax avoidance. Damayanti &

Susanto (2015) meneliti pengaruh komite audit, kualitas audit, kepemilikan

institusional, risiko perusahaan dan retun on assets terhadap penghindaran pajak. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa risiko perusahaan dan return on assets berpengaruh

terhadap penghindaran pajak, sedangkan komite audit, kualitas audit, dan kepemilikan

institusional tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Struktur kepemilikan yang

merupakan bagian mekanisme corporate governance memiliki hubungan dengan

penghindaran pajak, didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Richardson et al.

(2016). Begitu pula dengan penelitian Kerr et al. (2016) yang menunjukkan bahwa

reformasi tata kelola akan menurunkan tindakan penghindaran pajak.

Wibawa et al. (2016) yang meneliti pengaruh good corporate governance

terhadap penghindaran pajak, memperoleh hasil bahwa dewan komisaris independen

dan komite audit berpengaruh, sedangkan kualitas auditor eksternal tidak berpengaruh

terhadap penghindaran pajak. Kanagaretnam et al. (2016) meneliti tentang hubungan

antara kualitas auditor dan agresivitas pajak. Hasil penelitiannya menemukan bahwa

terdapat hubungan negatif antara kualitas auditor dengan agresivitas pajak. Kualitas

auditor merupakan fungsi mekanisme corporate governance (Sunarsih & Oktaviani,


2016; Lin & Liu, 2009) dan auditor the Big Four menyediakan kualitas audit yang lebih

tinggi daripada auditor non the Big Four (DeFond et al., 2014). Secara umum,

diasumsikan bahwa perusahaan memilih level kualitas audit mereka sendiri melalui

pilihan auditor mereka (Beisland et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana

perusahaan memilih auditor independen, pemilihan apakah termasuk auditor KAP the

Big Four atau bukan, merupakan bagian dari mekanisme corporate governance.

Selain corporate governance, profitabilitas perusahaan juga dapat

mempengaruhi tax avoidance. Beberapa penelitian terkait pengaruh profitabilitas

terhadap ETR telah dilakukan oleh Zarai (2013), Kraft (2014), dan Delgado et al.

(2014). Berbeda dengan hasil penelitian Kraft (2014) dan Delgado et al. (2014) yang

menemukan bahwa semakin tinggi profitabilitas perusahaan akan berdampak terhadap

semakin rendahnya ETR (Effective Taxe Rate), yang berarti semakin tinggi

penghindaran pajak yang dilakukan, penelitian Zarai (2013) menemukan bahwa

semakin tinggi profitabilitas perusahaan akan berdampak terhadap semakin tingginya

ETR, yang berarti semakin rendah penghindaran pajak yang dilakukan.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi penghindaran pajak ialah capital intensity yang

salah satunya dapat diukur dengan proporsi aset tetap yang dimiliki suatu perusahaan.

Beberapa penelitian terkait pengaruh capital intensity terhadap penghindaran pajak telah

dilakukan oleh Noor et al. (2010) dan Kraft (2014). Hasil penelitian Noor et al. (2010)

ditemukan bahwa semakin tinggi capital intensity, maka semakin rendah ETR. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi capital intensity menyebabkan semakin tinggi pula

penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan. Sedangkan Kraft (2014) menemukan

bahwa capital intensity tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini

karena pertama, untuk mengetahui apakah capital intensity yang merupakan proporsi
aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan dan profitabilitas yang diukur dengan ROA

berpengaruh terhadap penghindaran pajak, yang mana keduanya terkait dengan aset,

sehingga penting untuk diketahui apakah terdapat dampak atas harta atau aset yang

dimiliki perusahaan terhadap tindakan penghindaran pajak. Begitu pula dengan

corporate governance sebagai faktor penting keberhasilan suatu perusahaan apakah

terdapat dampak terhadap penghindaran pajak. Penelitian ini menggunakan kualitas

audit dan komite audit sebagai proksi corporate governance karena komite audit

berkaitan erat dengan fungsi pengawasan dalam meningkatkan kualitas laporan

keuangan dan memiliki peran dalam memberikan rekomendasi terkait pemilihan

auditor eksternal, serta komite audit dan auditor eksternal memiliki tingkat

independensi yang tinggi.

Kedua, berbagai penelitian terdahulu terkait pengaruh corporate governace,

profitabilitas, dan capital intensity terhadap penghindaran pajak masih menunjukkan

hasil yang tidak konsisten. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian

yang berjudul “Pengaruh Corporate Governance, Profitabilitas, dan Capital

Intensity terhadap Penghindaran Pajak” (Studi Empiris Pada Perusahaaan Prop

erty dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2018-2021)

Penelitian ini dilakukan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan

oleh Damayanti & Susanto (2015) dan Richardson et al. (2016). Perbedaan penelitian

ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

1. Damayanti & Susanto (2015) meneliti kepemilikan institusional dan risiko

perusahaan terhadap tax avoidance. Selain itu, komite audit, kualitas audit, dan

return on assets sebagai variabel. Penelitian Richardson et al. (2016)

menggunakan ROA dan capital intensity sebagai variabel kontrol dan

menggunakan ETR (Effective Tax Rate) dan BTG (Book-Tax Gap) sebagai proksi
penghindaran pajak. Sedangkan dalam penelitian ini, ROA digunakan sebagai

proksi profitabilitas dan capital intensity sebagai variabel independen. Selain itu,

penelitian ini menggunakan CETR (Cash Effective Rate) agar dapat diketahui

berapa besaran pajak yang dibayarkan perusahaan atas labanya dan dapat

membandingkannya dengan tarif pajak badan dalam peraturan undang-undang

perpajakan.

2. Populasi yang digunakan dalam penelitian terdahulu ialah perusahaan manufaktur

yang terdaftar di BEI pada periode 2014-2016. Sedangkan peneltian ini pada

perusahaan Property dan Real estate yang terdaftar di BEI Tahun 2018-2021).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya,

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah corporate governance (yang diproksikan dengan kualitas audit dan

komite audit) secara parsial berpengaruh terhadap penghindaran pajak?

2. Apakah profitabilitas secara persial berpengaruh terhadap penghindaran paja

k?

3. Apakah capital intensity secara parsial berpengaruh terhadap penghindaran

pajak?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah

untuk menemukan bukti empiris atas pengaruh corporate governance (yang

diproksikan dengan kualitas audit dan komite audit), profitabilitas, dan capital

intensity secara parsial terhadap penghindaran pajak.

2. Manfaat Penelitian
a. Kontribusi Teoritis

1) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai

bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk

menambah ilmu pengetahuan.

2) Mayarakat, sebagai sarana menambah pengetahuan akuntansi,

khususnya perpajakan dengan memberikan bukti empiris tentang

pengaruh corporate governance, profitabilitas, dan capital intensity

terhadap penghindaran pajak.

3) Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang

akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.

4) Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta menambah

referensi mengenai perpajakan, terutama tentang pengaruh pengaruh

corporate governance (yang diproksikan dengan kualitas audit dan

komite audit), profitabilitas, dan capital intensity secara terhadap

penghindaran pajak.

b. Kontribusi Praktis

1) Perusahaan, diharapkan dapat menjadi masukan dan dorongan

terkait faktor-faktor yang menpengaruhi tindakan penghindaran

pajak, sehingga dapat menghindarkan diri dari penyimpangan

hukum pajak dalam menentukan besaran pajak yang harus

dibayarkan pada negara.

2) Bagi investor, dapat membantu dalam mengetahui faktor-faktor

apa saja yang dapat mempengaruhi tindakan penghindaran pajak

yang dapat dilakukan oleh perusahaan yang diinvestasikannya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)

Teori keagenan merupakan dasar untuk memahami konsep corporate governanc

e, yang menjelaskan suatu hubungan keagenan (agency relationsip) dimana hubungan a

gensi muncul ketika sebuah kontrak memiliki lebih dari satu pemilik (principal) yang m

empekerjakan orang lain (agent) untuk melakukan pekerjaan dan kepentingan bagi mere

ka dalam mendelegasikan suatu kebijkan dalam pengambilan keputusan kepada agent te

rsebut (Jensen dan Meckling, 1976).

Masalah agensi akan menimbulkan biaya agensi, yaitu penurunan kesejahteraan

yang dinilai secara nominal yang dialami oleh pemilik karena adanya perbedaan dari

kepentingan pemegang saham dan agen (Godfrey et al., 2010). Jensen & Meckling

(1976) membagi biya agensi menjadi tiga, yaitu Biaya pemantauan (Monitoring Costs),

Bonding Cost, dan Residual Loss. Monitoring cost merupakan biaya pemantauan

perilaku agen. Bonding cost merupakan biaya ikatan kepentingan agen untuk para

pemilik yang mana biaya ikatan juga ditanggung oleh agen. Residual loas (kerugian

residual) merupakan efek kekayaan bahwa dengan peluaran pemantauan dan ikatan,

tindakan yang diambil oleh agen kadang-kadang akanbebeda dari perilaku yang akan

memaksimalkan kepentingan pemilik.

Manajer menggunkan teknik penghindaran untuk mengelola pendaptan (Yorke

et al., 2016). Dampak dari melakukan tindakan penghindaran pajak ialah berkurangnya

beban pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan, sehingga manejer dapat

memperoleh insetif yang lebih tinggi. Menurut Desai dan Dharmapala (2006) masalah

keagenan timbul sehubungan dengan penghindaran pajak jika pemgang saham dan

manajer mengevaluasi biaya dan manfaat penghindaran pajak secara berbeda.


Menurut Adeyami dan Fagbemi, (2010) contoh dari biaya pemantauan adalah

biaya audit. Peran audit adalah untuk mengurangai asimetri informasi pada nagka

akuntansi dan meminimlakan kerugian residual yang dihasilkan dari kesempatan

manajer dalam pelaporan kauangan. Hal ini menunjukan bahwa asimetri informasi yang

dapat menimbulkan maslah agensi dapat dikurangkan dengan adanya monitoring,

minsalnya dengan mengeluarkan biaya untuk melakukan audit.

Potensi konflik kepentingan dapat diminimalisir oleh kesejajaran mekanisme

pemangku kepentingan eksternal dan internal yang dikenalsebgai corporate

governance, yaitu mekanisme yang mengontrol sebuah perusahaan sehingga dapat

berjalan secara efektif dalam memenuhi kedua kepentingan eksternal dan internal

( Mulyadi dan Anwar, 2015). Fungsional struktur tata kelola adalah untuk melindungi

kepentingan pemegang saham, transparansi, dan mengurangi konflik keagean (Okiro et

al., 2015).

2.1.2 Penghindaran Pajak

Dalam suatu negara, pajak merupakan salah satu sumber terbesar yang menjadi

penerimaan negara. Akan tetapi, tidak semua wajib pajak mau melakukan kewajiban

perpajakan sesuai dengan yang sehrusnya. Ketidakpatuhan pajak adalah sebuah

tindakan yang tidak mematuhi hukuman dan peraturan perpajakan sebuah negara

dengan tidak membayar pajak atau tidak melaporkan jumlah pendapatan yang

sesungguhnya, yang mana dapat mencangkup menghindari pajak dalam cara legak,

yaitu penghindaran pajak dengan melakukan penggelapan pajak (Aumeerun et al.,

2016).

Istilah yang digunakan dalam penghindaran pajak yang digunakan untuk

menggambarkan pengaturan hukum atas urusan wajib pajak, sehingga dapat

mengurangi kewajiban pajaknya. Misalnya, digunkan untuk menggambarkan


penghindarna pajak yang dapat dicapai kepentingan pribadi atau bisnis untuk

mengambil keuntungan dari celah, ambiguitas, anomali atau kekurangan lain dari

hukum pajak (Suandy, 2006:7). Lim (2011) mendefenisikan penghindaran pajak sebagai

penghematan pajak yang timbul dari metode pengurangan pajak umum yang mana

terkadang legalitas untuk meminimalkan kewajiban pajak masih dipertanyakan.

Penghindaran pajak adalah melakukan tidakan meminimalkan kewajiban pajak koridor

hukum, sedangkan penggelapan pajak adalah melakukan tindakan ilegal untuk

menghindari dan membayar pajak (Aumeerun et al., 2016). Dapat disimpulkan bahwa

aktivitas penghindaran pajak merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mengurangi

kewajiban pajak merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mengurangi kewajiban

pajak yang harus dibayarnya dengan memanfaatkan celah-celah yang terdapat dalam

hukum perpajakan, seghingga tetap dalam koridor hukum.

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dari manajemen pajak yang

digunakan untuk mengestimasi jumlah pajak yang akan dibayar dan hal-hal yang dapat

dilakukan untuk menghindari pajak dengan cara mengumpulkan dan meneliti peraturan

perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang

akan dilakukan (Astutik, 2016). Sebuah perusahaan menggunakan berbagai strategi

untuk menurunkan pajak yang harus dibayarnya, salah satunya dengan melibatkan jasa

konsultan (Huseynov & Klamm, 2012). Perusahaan dapat melakukan manajemen pajak

yang tujuannya untuk menekan serendah mungkin kewajiban pajaknya. Manajemen

pajak harus dilakukan dengan sebaik mungkin agar tidak menjurus kepada pelanggaran

peraturan perpajakan (tax evasion). Perusahaan juga dapat melakukan tindakan agresif

perpajakan yaitu dengan memanfaatkan celah-celah sekecil mungkin yang ada dalam

peraturan perpajakan untuk menekan beban pajaknya (Putra & Merkusiwati, 2016).
Annuar et al. (2014) menyebutkan bahwa manfaat yang paling jelas dari

tindakan penghindaran pajak ialah penghematan kas dari pajak yang dihindarkan.

Penghematan kas mengarah pada peningkatan arus kas perusahaan yang mana

perusahaan dapat melakukan investasi menggunakan kas yang dapat dihematnya,

sehingga meningkatkan nilai perusahaan dan kekayaan pemegang saham dengan

bertambahnya dividen. Begitu pula dengan manajer merasakan pula manfaatnya dengan

diberikannya kompensasi atas manajemen pajak efektif.

Akan tetapi, terdapat dampak buruk yang menyertai aktivitas penghindaran

pajak. Dalu et al. (2012) menyebutkan bahwa sebuah negara yang menghadapi

peningkatan jumlah penggelapan pajak dan penghindaran pajak cenderung

menunjukkan investasi campuran yang berproduktif rendah, yang mana hal ini berarti

pertumbuhan ekonomi rendah dan perusahaan publik akan terkena dampak negatif.

Penghindaran pajak yang merupakan strategi pajak agresif yang dilakukan untuk

meminimalkan beban pajak akan dapat menyebabkan meningkatnya risiko untuk

perusahaan seperti denda dan reputasi perusahaan yang buruk di mata publik (Rizal,

2016).

2.1.3 Corporate Governance

Corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan per

usahaan dengan tujuan, untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yan

g diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertangg

ungjawaban kepada stakholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemili

k, direktur, manajer, pemegang saham dan sebagainya.

Turnbul Report di Inggris (1999), menjelaskan tata kelola perusahaan merupaka

n sebagai sistem pengendalian internal dalam perusahaan yang memiliki tujuan utamany

a untuk mengelola risiko yang signifikan untuk memenuhi tujuan bisnisnya melalui pen
gamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jang

ka waktu yang panjang.

Menurut Forum for corporate Governance in Indenesia (FCGI), Corporate gove

rnance adalah suatu peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, penge

lola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan

intren dan ekstrem lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka dengan di

atur dalam suatu sistem dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan corporate govern

ance untuk menciptakan nilai tambah untuk semua pihak yang berkepentingan.

Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas good corporate governance

(GCG) diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Terdapat

lima asas GCG, yaitu transparansi, akuntanbilitas, responsibilitas, independensi serta

kewajaran dan kesetaraan (KNKG, 2006). Berikut penjelasannya :

1. Transparasi, yaitu perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan

relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku

kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak

hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga

hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kridetur, dan

pemangku kepentingan lainnya.

2. Akuntanbilitas, yaitu perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan

kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara

benar, terukur dan sesuai kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

3. Responsibilitas, yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan

serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga

dapat terpelihara kesinambungan sebagai good corporate nitizen.


4. Independensi, yaitu perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-

masing organ dalam perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak diintervensi

oleh pihak lain.

5. Kewajaran dan kesastraan suatu perusahaan harus senantiasa memperhatikan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas

kewajaran dan kesetaraan.

Terdapat mekanisme corporate governance yang dapat dilakukan oleh

perusahaan, beberapa di antaranya ialah dengan dibentuknya komite audit dan

pemilihan auditor eksternal yang mana pemilihan auditor eksternal berkaitan dengan

kualitas audit, serta komite audit dan auditor eksternal memiliki tingkat independensi

yang tinggi.

1. Komite Audit

Menurut Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh

dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.

Komite audit sangat penting bagi pengelola perusahaan, karena komite audit di

anggap sebagai suatu penghubung antara pemegang saham dengan dewan komisaris

dean pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Dalam peraturan

Kep. 29/PM/2004, perusahaan diwajibkan membentuk komite audit yang memiliki

tugas, sebagai berikut :

1) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan

perundang - undangan di bidang pasar modal dan peraturan

perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

2) Melakukan penelaahan atas informasi keuanagan yang akan dikeluarkan

perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan

lainnya.
3) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan

dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.

4) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas

pengaduan yang berkaitan dengan emiten.

5) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemerikasaan oleh auditor

internal.

6) Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.

Dalam melaksanakan tugasnya, komite audit juga mengadakan rapat audit yang

berfungsi sebagai media komunikasi antar anggotanya dalam menerapkan fungsi

pengawasan terhadap perusahaan. Semakin sering komite audit melakukan rapat maka

akan semakin baik komunikasi yang terjalin antar anggota komite audit dalam

melakukan fungsi pengawasannya.

Prosedur rapat yang diadakan oleh komite audit telah diatur dalam keputusan

Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-643/BL/2012 tanggal 7 desember 2012 tentang

pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit yang isinya antara lain :

1) Komite audit mengadakan rapat secara berkala paling kurang satu kali dalam 3

(tiga) bulan.

2) Rapat komite audit hanya dapat dilaksanakan apabila dihadiri oleh lebih dari

1/2 (satu per dua) jumlah anggota.

3) Keputusan rapat Komite Audit diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat.

4) Setiap rapat Komite Audit dituangkan dalam risalah rapat, termasuk apabila

terdapat perbendaan pendapat (dissenting opinions) yang ditandatangani oleh

seluruh anggota komite audit yang hadir dan disampaikan kepada dewan

komisaris.
2. Kualitas Audit

Tugas utama auditor eksternal adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan

keuangan. Selain itu, dari analisis dan pengujian lainnya yang dilakukan, auditor harus

melaporkan kepada manajemen atas setiap risiko yang teridentifikasi baik internal

maupun eksternal, dan memberikan saran untuk mengelola risiko-risiko tersebut

(Wallace & Zinkin, 2005:223). Peran audit adalah untuk mengurangi asimetri informasi

pada angka akuntansi dan untuk meminimalkan kerugian residual yang dihasilkan dari

kesempatan manajer dalam pelaporan keuangan. Agar menghasilkan dampak yang

bermanfaat sebagai alat pengawasan, kualitas yang efektif dan dapat dirasakan sangat

diperlukan. Kualitas audit yang dirasakan oleh pengguna laporan keuangan setidaknya

sama pentingnya dengan kualitas audit yang efektif (Adeyemi & Fagbemi, 2010).

Kualitas audit berhubungan dengan pemilihan auditor (Kasim et al., 2016), yang mana

secara umum diasumsikan bahwa perusahaan memiliki evil kualitas audit mereka

sendiri melalui pilihan auditor mereka (Beisland et al., 2012), sehingga dapat dikatan

bahwa kualitas audit merupakan fungsi dari mekanisme corporate governance (Lin,

2009; Sunarasih dan Oktaviani, 2016).

Kasim et al. (2016) menyebutkan bahwa indikator-indikator yang umumnnya

digunkan peneliti-peneliti untuk menilai kualitas audit seperti ukuran auditor, biaya

audit, dan reputasi auditor merupakan indikator yang relevan dengan auditor the big

Four karena mereka dikenal dengan reputasi terbaik dan harga tertinggi mereka selain

KAP terbesar di dunia. Auditor the big four telah membangun jaringan global kemitraan

nasional untuk memungkinkan kantor lokal mereka untuk mengakses informasi global,

pengetahuaan, dan pengalaman. Mereka berusaha untuk mengembangkan dan

mempertahankan reputasi global dan mempromosikan diri mereka sebgai perusahaan


internasional tunggal yang memperthankan tingkat kualitas audit di seluruh duni

(Kanagaretman et al., 2016).

2.1.4 Profitabilitas

Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan profit ialah

keuntungan, yang mana keuntungan ini dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumber

daya yang dimiliki oleh perusahaan. Pada umumnya, rasio keuangan digunakan sebagai

tolak ukur bagaimana kondisi kesehatan perusahaan, terutama kondisi finansial.

Kabajeh et al., (2012) menjelaskan bahwa rasio keuangan dapat didefenisikan sebagai

hubungan antara dua informasi keuangan kuantitatif individual yang terhubung satu

sama lain dalam beberapa cara yang logis dan hubungan ini dianggao sebagai indikator

keuangan yang memiliki makna yang dapat digunakan oleh pengguna informasi

keuangan yang berbeda.

Salah satu rasio yang sering digunakan dalam mengukur profitabilitas ialah

return on assets (ROA), yang mana pengukuran ini digunakan untuk mengetahui

bagimana kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan asetnya untuk memperoleh

keuntungan. Kabajeh et al. (2012) menyebutkan bahwa rasio profitabilitas merupakan

indikator untuk efisiensi keseluruhan perusahaan. Ini biasanya digunakan sebagai

ukuran untuk laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Ini biasanya digunakan sebagai

ukuran untuk laba yang dihasilkan oleh perusahaan selama periode waktu berdasarkan

tingkat penjualan, aset, modal yang digukan, kekayaan bersih dan laba per saham. Rasio

ini juga menujukan kemajuan dan tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan

oleh nvestor.

Tak hanya pemegang saham yang mendapatkan manfaat dari rasio profitabilitas,

melainkan pemangku kepentingan yang lainnya. Hal ini dikarenakan pemangku

kepentingan dapat mengetahui sajauh mana efesiensi pemanfaatan aset yang dimiliki
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Kreditur sebagai salah satu pemangku

kepentingan juga tertarik dengan rasio profitabilitas, sebagaimana yang dikatakan oleh

Kabajeh et al. (2012) bahwa kreditur dapat mengetahui bagimana kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban bunganya.

Keuntungan yang tinggi tentu saja merupakan hal bagus bagi suatu perusahaan.

Akan tetapi, keuntungan yang tinggi berarti beban pajak yang harus dibayarkan tinggi

pula. Dengan melakukan penghindaran pajak, perusahaan dapat memperoleh manfaat

berupa penghematan kas, seperti yang dikatakan oleh Annuar et al. (2014) bahwa

manfaat yang paling jelas dari tindakan penghindaran pajak ialah penghematan kas dari

pajak yang dihindarkan. Penghematan kas mengarah pada peningkatan arus kas

perusahaan yang mana perusahaan dapat melakukan investasi yang dapat

menghematkan kas, sehingga meningkatkan nilai perusahaan dan kekayaan pemegang

saham dengan bertambahnya dividen. Oleh sebab itu, perusahaan yang memiliki

keuntungan yang tinggi cenderung akan melakukan penghindaran pajak, yang didukung

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kraft (2014) dan Delgado et al. (2014)

yang menemukan bahwa semakin tinggi profitabilitas perusahaan akan berdampak

terhadap semakin rendahnya ETR, yang berarti semakin tinggi penghindaran pajak yang

dilakukan.

2.1.5 Capital Intensity

Intensitas modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang

ditetapkan oleh manajemen perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Intensitas modal mencerminkan seberapa besar modal yang dibutuhkan perusahaan

untuk menghasilkan pendapatan (Mulyani et al., 2014).

Capital intensity adalah sejumlah uang yang diinvestasikan untuk mendapatkan

output satu dolar. Semakin besar modal digunakan untuk menghasilkan unit yang sama,
dapat dikatakan bahwa semakin intens modal perusahaan (Shaheen & Malik, 2012).

Pada umunya, capital intensity dikaitkan dengan jumlah modal yang dimiliki

perusahaan yang berupa aset tetap, sehingga capital intensity ratio diukur dengan

berapa proporsi aset tetap dari total aset yang dimiliki perusahaan. Zarai (2013)

menyebutkan bahwa rasio ini menggambarkan intensitas modal dari aktivitas yang

dijalankan perusahaan. Kraft (2014) menyebutkan bahwa perusahaan dengan modal

yang intensif memiliki kesempatan yang lebih besar untuk perencanaan perpajakan atau

strategi penghindaran pajak daripada perusahaan lain, misalnya mereka dapat

memutuskan apakah akan membeli atau leasing dalam memperoleh aset.

Delgado et al. (2014) menyebutkan bahwa komposisi aset dapat memiliki efek

yang jelas pada Effective Tax Rate, khususnya aset tetap yang memungkinkan

perusahaan untuk memotong beban pajak yang berasal dari biaya penyusutan dari aset

tetap setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki aset tetap

yang banyak, cenderung memiliki tarif efektif pajak yang rendah.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dibawah ini merupakan hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai topik

yang berkaitan dengan penelitian ini

Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Variabel Penelitian Hasil


Peneliti
1. Zahra (2017) Pengaruh variabel dependen: corporate governance
corporate Penghindaran pajak diproksikan dengan
governance, Variabel Independen: (kualitas audit) dan
profitabilitas Corporate profitabilitas berpengaruh
dan capital governance,(komite signifikan terhadap
intensity audit, kualitas audit), penghindaran pajak,
terhadap Profitabilitas dan sedangkan corporate
penghindaran capital intensity governance (komite audit)
pajak dan capital insensity tidak
berpengaruh terhadap
penghindaran pajak
2. Wibawa et Pengaruh Variabel dependen: secara simultan persentase
al. (2016) good Penghindaran pajak dewan komisaris
corporate Variabel independen: independen, komite audit
governance Corporate perusahaan dan kualitas
terhadap governance (dewan auditor eksternal
penghindaran komisaris berpengaruh secara
pajak independen, komite signifikan terhadap
audit, kualitas auditor penghidaran pajak,
eksternal) sedangkan secara persial
persentase dewan
komisaris independen dan
komite audit berpengaruh
segnifikan terhadap
penghindaran pajak, dan
kualitas auditor eksternal
berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap
penghindran pajak.
3.. Armstrong Corporate Variabel dependen: Tidak ditemukannya
(2015) governance, Tax avoidance hubungan antara berbagai
incetives, and Variabel independen: mekanisme corporate
tax avoidance Corporate governance dan tax
governance avoidance pada kondisi
rata-rata dan median dari
distribusi tax avoidance.
Menggunkan regresi
quantile, ditemukannya
hubungan positif antara
dewan independen dan
kondisi keuangan untuk
tingkat tax avoidance
yang rendah, tetapi
hubungan negatif untuk
tingkat tax avoidance
yang tinggi.
4. Desmiyanti Pengaruh Variabel dependen: Risiko perusahaan dan
dan Susianto komite audit, Penghindaran pajak returtn on assets
(2015) kualitas audit, Variabel independen: berpengaruh terhadap
kepemilikan Komite audit, penghindaran pajak,
institusional, kepemilikan sedangkan komite audit,
risiko institusional, risiko kulitas audit dan
perusahaan perusahaan, dan kepemilikan institusional
dan retrun on return on assets tidak berpengaruh
assets terhadap penghindaran
terhadap pajak.
penghindaran
pajak
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam gambar 2.1

dibawah ini.

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Fenomena Penghindaran Pajak

Faktor-Faktor Penyebab Penghindaran Pajak

Skandal Penghindaran Pajak

Basis Teori: Teori Agensi

Komite Audit
Corporate
Governance
Kualitas Audit Penghindaran
Pajak
Profitabilitas

Capital Intensity

Metode Analisis: Regresi Linier Berganda

Hasil Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


2.4 Perumusan hipotesis

2.4.1 Keterkaitan Corporate Governance dengan Penghidaran Pajak

Dalam penelitian ini, corporate governance diproksikan menggunkan kualitas

audit dan komite audit.

1) Keterkaitan Kualitas Audit dengan Penghindaran Pajak

Penelitian yang dilakukan oleh Kerr et al. (2016) menunjukkan bahwa reformasi

tata kelola akan menurunkan tindakan penghindaran pajak. Kualitas auditor merupakan

fungsi mekanisme corporate governance (Lin & Liu, 2009; Sunarsih & Oktaviani, 2016)

dan auditor KAP the Big Four menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi daripada

auditor KAP non the Big Four (DeFond et al., 2014). Secara umum, diasumsikan bahwa

perusahaan memilih level kualitas audit mereka sendiri melalui pilihan auditor mereka

(Beisland et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana perusahaan memilih

auditor independen, pemilihan apakah termasuk auditor KAP the Big Four atau bukan,

merupakan bagian dari mekanisme corporate governance.

Penelitian yang dilakukan oleh Annisa & Kurniasih (2012) dan Sunarsih &

Oktaviani (2016) menunjukkan bahwa kualitas audit berpengaruh terhadap penghindaran

pajak. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Kanagaretnam et al. (2016)

yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara kualitas auditor dengan

agresivitas pajak.

Sedangkan hasil penelitian Wibawa et al. (2016) menunjukkan bahwa kualitas

auditor eksternal tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Begitupun dengan penelitian

Damayanti & Susanto (2015) yang menunjukkan bahwa kuailitas audit tidak berpengaruh

terhadap tax avoidance. Berdasarkan penelitian terdahulu, hipotesis dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut.

H1a : Kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.


2) Keterkaitan Komite Audit dengan Penghindaran Pajak

Dalam Keputusan Ketua BAPEPAM nomor Kep-29/PM/2004 peraturan no. IX.1.5

tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, disebutkan bahwa

komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang Komisaris Indepeden dan

sekurang- kurangnya 2 (dua) orang anggota lainnya berasal dari luar Emiten atau

Perusahaan Publik. Komite audit merupakan komponen corporate governance. Komite

audit memiliki peran penting, yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan di bawah tugas

utamanya untuk menjamin integritas dan kredibiltas laporan keuangan (Gajevszky, 2014).

Hasil penelitian Annisa & Kurniasih (2012) menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh yang signifikan dari jumlah komite audit terhadap penghindaran pajak. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sunarsih & Oktaviani (2016) menunjukkan bahwa komite

audit berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak, yang mana mengindikasikan

bahwa komite audit mampu memperbaiki kesalahan manajemen yang melakukan tax

evasion. Hasil penelitian Wibawa et al. (2016) juga menyatakan bahwa komite audit

berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.

Sedangkan penelitian Damayanti & Susanto (2015) menunjukkan bahwa komite

audit tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Komite audit yang beranggotakan

sedikit, cenderung dapat bertindak lebih efisien, namun juga memiliki kelemahan, yakni

minimnya pengalaman anggota Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh

Cahyono et al. (2016) yang manyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap

penghindaran pajak. Berdasarkan penelitian terdahulu, hipotesis dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut.

H1b : Komite audit berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.


3) Keterkaitan Prifitabilitas dengan Penghidaran Pajak

Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan profit ialah

keuntungan, yang mana keuntungan ini dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumber

daya yang dimiliki oleh perusahaan. Keuntungan yang tinggi tentu saja merupakan hal

bagus bagi suatu perusahaan. Akan tetapi, keuntungan yang tinggi berarti beban pajak

yang harus dibayarkan tinggi pula. Dengan melakukan penghindaran pajak, perusahaan

dapat memperoleh manfaat berupa penghematan kas, seperti yang dikatakan olehAnnuar

et al. (2014) bahwa manfaat yang paling jelas dari tindakan penghindaran pajak ialah

penghematan kas dari pajak yang dihindarkan. Penghematan kas mengarah pada

peningkatan arus kas perusahaan yang mana perusahaan dapat melakukan investasi

menggunakan kas yang dapat dihematnya, sehingga meningkatkan nilai perusahaan.

Hasil penelitian Richardson et al. (2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara penghindaran pajak dengan profitabilitas. Begitu pula dengan

penelitian Kraft (2014), Delgado et al. (2014), dan Rizal (2016) yang menunjukkan hasil

yang sama. Sedangkan penelitian Zarai (2013) menemukan bahwa semakin tinggi

profitabilitas perusahaan akan berdampak terhadap semakin tingginya effective tax rate,

yang berarti semakin rendah penghindaran pajak yang dilakukan. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Cahyono et al. (2016) yang menunjukkan bahwa

profitabilitas tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Berdasarkan penelitian

terdahulu, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

H2: Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.


4) Keterkaitan Capital Insensity dengan Penghidaran Pajak

Kraft (2014) menyebutkan bahwa perusahaan dengan modal yang intensif

memiliki kesempatan yang lebih besar untuk perencanaan perpajakan atau strategi

penghindaran pajak daripada perusahaan lain. Sebagai contoh, mereka dapat

memutuskan apakah akan membeli atauleasing dalam memperoleh aset. Hal ini

menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki aset tetap yang banyak (proporsi aset

tetap yang dimiliki perusahaan tinggi), cenderung memiliki tarif efektif pajak yang

rendah (Delgado et al., 2014).

Penelitian Richardson et al. (2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara penghindaran pajak dengan capital intensity. Begitu pula dengan

penelitian Noor et al. (2010) ditemukan bahwa semakin tinggi capital intensity, maka

semakin rendah effective tax rate yang menunjukkan semakin tinggi penghindaran pajak

yang dilakukan. Berbeda dengan penelitian Kraft (2014) dan Chiou et al. (2012) yang

menemukan bahwa capital intensity tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Berdasarkan penelitian terdahulu, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut.

H3: Capital Intensity berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak.


BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen, yaitu

corporate governance, profitabilitas, dan capital intensity terhadap variabel dependen,

yaitu penghindaran pajak. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Property dan

Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2018 sampai dengan

2021. Hal ini dengan pertimbangan bahwa jumlah perusahaan yang termasuk dalam

industri property dan real estate paling banyak dibandingkan dengan industri lain,

sehingga mampu mewakili perusahaan-perusahaan dari industri lain yang terdaftar di

BEI. Selain itu, penelitian ini meneliti variabel Capital Intensity untuk mengetahui

pengaruh proporsi aset tetap atas total aset yang dimiliki perusahaan property dan real

estate terhadap penghindaran pajak, yang mana perusahaan property dan real estate

memiliki nilai aset tetap yang tinggi.

Periode penelitian yang digunakan adalah 4 tahun, yaitu dari tahun 2018 sampai

dengan 2021. Hal ini dikarenakan di akhir 2014, terungkap kasus penghindaran pajak

yang menyangkut banyak perusahaan multinasional yang melibatkan negara

Luxembourg sebagai negara yang memberikan fasilitas pajak dengan skema pajak yang

rumit dengan dibantu oleh kantor akuntan handal internasional (Santosa, 2015). Selain

itu, penggunaan data yang up todate juga diharapkan mampu mengggambarkan kondisi

saat ini, sehingga lebih relevan dengan tahun penelitian.

3.2 Metode Penetuan Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dari perusahaan sektor industri manufaktur.

Peneliti menggunakan metode purposive sampling dalam memilih sampel, yaitu proses
pemilihan sampel berdasarkan kriteria atau penilaian tertentu. Kriteria pemilihan sampel

dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Perusahaan property dan real estate yang terdaftar selama 3 tahun berturut- turut di

BEI selama tahun 2018 hingga 2021;

2. Menyajikan laporan keuangannya menggunakan tahun buku yang berakhir 31

Desember;

3. Menyajikan laporan keuangannya dalam satuan mata uang rupiah selama periode

penelitian dan tidak memiliki laba yang negatif (mengalami kerugian).

4. Menyajikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini secara lengkap selama

periode penelitian.

5. Memiliki CETR kurang dari 1 selama periode penelitian.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data-data yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan dua cara, yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

1. Penelitian Pustaka

Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui

buku, jurnal, internet, berita, dan perangkat lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

2. Penelitian Lapangan

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder. Seluruh data

bersumber dari laporan tahunan perusahaan manufaktur tahun 2014 sampai 2016 yang

dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dapat diakses melalui situs resmi

Bursa Efek Indonesia pada alamat website www.idx.co.id.


3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat

dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,

kutosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2016:19).

3.4.2 Uji Asumsi Klasik

3.4.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal(Ghozali, 2016:154). Penelitian ini

menggunakan analisis grafik dan uji non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S) untuk

mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak. Analisis grafik dapat

dilakukan dengan melihat grafik histogram dan grafik normal P-Plot. Grafik histogram

yang memberikan pola distribusi yang tidak menceng ke kiri ataupun ke kanan dapat

dikatakan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. Pada grafik normal P-

Plot, jika data (titik) menyebar di sekitar garis diagonal, maka model regresi memenuhi

asumsi normalitas (Ghozali, 2016:156). Pada uji non- parametik Kolmogorov-Smirnov,

jika nilai Sig. (2-tailed) > α, nilai residual terstandarisasi dinyatakan menyebar secara

normal (Suliyanto, 2011:78).

3.4.2.2 Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi ada

atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi, dapat dilihat dari nilai VIF

(Variance Inflation Factor) dan nilai Tolerance. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk

menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama

dengan nilai VIF (Variance Inflation Factor) > 10 (Ghozali, 2016:103-104). Hal ini
berarti jika nilai Tolerance > 0,10 atau sama dengan nilai VIF (Variance Inflation

Factor) < 10, tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi.

3.4.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

Homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas (Ghozali, 2016:134).

Penelitian ini menggunakan analisis grafik scatterplot dan uji Park untuk

mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas pada model regresi. Jika pada grafik

scetterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak di atas maupun di bawah

angka nol pada sumbu Regression Studentized Residual, maka dapat disimpulkan bahwa

tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi (Ghozali, 2016:136). Pada uji Park,

gejala heteroskedastisitas ditunjukkan oleh koefisien regresi dari masing-masing

variabel independen. Jika nilai probabilitasnya lebih besar dari nilai alpha (Sig. > α),

maka dapat dipastikan model tidak mengandung gejala heteroskedastisitas (Suliyanto,

2011:107).

3.4.2.4 Uji Autokorelasi

Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika

terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/tidak layak dipakai

prediksi. Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi

denganuji Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut (Sunyoto, 2011:134):

1. Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW di bawah -2 (DW < -2).

2. Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada di antara -2 dan +2 (-2 < DW < +2).

3. Terjadi autokorelasi negatif, jika nilai DW di atas +2 (DW > +2).


3.5 Uji Hipotesis

Penelitian ini menggunakan Software SPSS (Statistical Product and Services

Solutions) versi 22 untuk memprediksi hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen.

3.5.1 Pengujian dengan Analisi Regresi Berganda

Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda (multiple regression)

untuk menguji pengaruh antara variabel independen dengan dependen. Pada analisis

regresi berganda, jumlah variabel bebas (independen) yang digunakan untuk

memprediksi variabel tergantung (dependen) lebih dari satu (Suliyanto, 2011:53).

Persamaan regresi berganda dirumuskan sebagai berikut:

CETR = α + β1ADT + β2KMT + β3ROA + β4CINT + ε

Keterangan:

CETR = Penghidaran Pajak

α = Konstanta

β = Koefisien Regresi

ADT = Kualitas Audit

KMT = Komite Audit

ROA = Profitabilitas

CINT = Capital Insensity

e = Eror

3.5.2 Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

Koefisien Determinasi (R2) mengukur seberapa jauh keampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah anatara nol

dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
Nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke

dalam model (Ghozali, 2016:95)

3.5.3 Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen

yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama

(simultan) terhadap variabel dependen. Jika variabel independen memiliki pengaruh

secara simultan terhadap variabel dependen, maka model persamaan regresi masuk

dalam kriteria cocok atau fit (Suliyanto, 2011:55). Hipotesis alternatif yang ingin diuji

adalah sebagai berikut:

Ha: Corporate Governance, profitabilitas, dan capital intensity secara simultan

berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Dasar pengambilan keputusan dalam penelitian ini menggunakan taraf

signifikansi 5% adalah sebagai berikut (Ghozali, 2016:99):

1) Apabila nilai signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak atau Ha diterima, yang berarti

semua variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel

dependen.

2) Apabila nilai signifikansi > 0,05, maka Ho diterima atau Ha ditolak, yang berarti

semua variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel

dependen.

3.5.4 Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel independen (Ghozali,

2016:97). Dasar pengambilan keputusan dalam penelitian ini menggunakan taraf

signifikansi 5% adalah sebagai berikut (Ghozali, 2016:97):


1) Apabila nilai signifikansi t < 0,05, berarti variabel independen secara parsial

berpengaruh terhadap variabel dependen.

2) Apabila nilai signifikansi t > 0,05, berarti variabel independen secara parsial tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.5.5 Operasional Variabel Penelitian

Berikut merupakan defenisi dari variabel dan cara pengukurannya

3.5.5.1 Penghindaran Pajak

Lim (2011) medefinisikan penghindaran pajak sebagai penghematan pajak yang

timbul dari metode pengurangan pajak umum dan perlindungan pajak yang mana

terkadang legalitas untuk meminimalkan kewajiban pajak dipertanyakan. Penghindaran

pajak adalah melakukan tindakan meminimalkan kewajiban pajak dalam koridor hukum,

sedangkan penggelapan pajak adalah melakukan tindakan ilegal untuk menghindari dari

membayar pajak (Aumeerun et al., 2016). Variabel ini dihitung mengunakan CETR

(Cash Effective Tax Rate), yaitu kas yang dikeluarkan untuk membayar beban pajak

dibagi dengan laba sebelum pajak. Semakin rendah kas yang dibayarkan perusahaan

untuk beban pajak mengindikasikan bahwa semakin tinggi perusahaan cenderung

melakukan penghindaran pajak.

Penelitian ini menggunakan CETR (Cash Effective Tax Rate) sebagai pengukuran

agar dapat mengetahui perbandingan kas yang perusahaan keluarkan untuk membayar

pajak dengan laba sebelum pajaknya, sehingga akan diketahui berapa pastinya tarif pajak

perusahaan sesuai besarnya pajak yang dibayarkan dan dapat membandingkannya

dengan tarif pajak badan dalam peraturan undang-undang perpajakan, yang mana

semakin tinggi CETR mengindikasikan semakin rendah aktivitas penghindaran pajak.

Penghindaran pajak dalam penelitian ini diukur dengan membandingkan kas yang

dikuluarkan untuk beban pajak dengan laba sebelum pajak (Huseynov & Klamm, 2012;
Damayanti & Susanto, 2015; Dewinta & Setiawan, 2016) yang dapat dirumuskan

sebahai berikut:

Kas yang dibayarkanuntuk beban pajak


CETR=
Laba sebelum pajak

3.5.5.2 Corporate Governance

Potensi konflik kepentingan, bagaimanapun, dapat diminimalisir oleh

kesejajaran mekanisme pemangku kepentingan eksternal dan internal. Mekanisme ini

lebih dikenal sebagai tata kelola perusahaan. Ini adalah mekanisme yang mengontrol

sebuah perusahaan sehingga dapat berjalan secara efektif dalam memenuhi kedua

kepentingan pemangku kepentingan eksternal dan internal, seperti pemerintah dan

manajemen (Mulyadi & Anwar, 2015).

1) Kualitas Audit

Peran audit adalah untuk mengurangi asimetri informasi pada angka

akuntansi, dan untuk meminimalkan kerugian residual yang dihasilkan dari

kesempatan manajer dalam pelaporan keuangan (Adeyemi & Fagbemi, 2010).

Kasim et al. (2016) menyebutkan bahwa indikator-indikator yang umumnya

digunakan peneliti-peneliti untuk menilai kualitas audit seperti ukuran auditor,

biaya audit, dan reputasi auditor merupakan indikator yang relevan dengan

auditor KAP the Big Four karena mereka dikenal dengan reputasi terbaik dan

harga tertinggi mereka disamping merupakan KAP terbesar di dunia.

Penelitian ini menggunakan auditor KAP the Big Four atau non the Big

Four sebagai proksi untuk mengukur kualitas audit karena beberapa penelitian

menunjukkan bahwa auditor KAP the Big Four berhubungan dengan kualitas

audit yang lebih tinggi (Beisland et al., 2012; Damayanti & Susanto, 2015;

Kanagaretnam et al., 2016). Sehingga, variabel dummy digunakan, yang mana

bernilai 1 jika menggunakan jasa auditor KAP the Big Four dan bernilai 0 jika
tidak menggunakan jasa auditor KAP the Big Four. KAP the Big Four antara

lain: Price Water Housecooper (PWC), Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte),

Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), dan Ernst & Young (E&Y).

2) Komite Audit

Dalam Keputusan Ketua BAPEPAM nomor Kep-29/PM/2004 peraturan

no. IX.1.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit,

disebutkan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan

Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Selain

itu, dinyatakan juga bahwa komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu

orang Komisaris Indepeden dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota

lainnya berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik.

Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas

perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan

keputusan (KNKG, 2006). Gajevszky (2014)menyatakan bahwa komite audit

memiliki peran penting yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan di bawah

tugas utamanya untuk menjamin integritas dan kredibiltas laporan keuangan.

Komite audit diproksikan dengan jumlah personil komite audit yang terdapat di

perusahaan (Annisa & Kurniasih, 2012; Wibawa et al., 2016).

Komite Audit = Jumlah personil komite audit

3.5.5.4 Profitabilitas

Salah satu rasio yang sering digunakan dalam mengukur profitabilitas

ialah return on assets (ROA), yang mana pengukuran ini digunakan untuk

mengetahui bagaimana kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan asetnya

untuk memperoleh keuntungan. Kabajeh et al. (2012) menyebutkan bahwa rasio

profitabilitas merupakan indikator untuk efisiensi keseluruhan perusahaan, yang


mana biasanya digunakan sebagai ukuran untuk laba yang dihasilkan oleh

perusahaan selama periode waktu berdasarkan tingkat penjualan, aset, modal

yang digunakan, kekayaan bersih dan laba per saham. Rasio profitabilitas

mengukur kapasitas pendapatan perusahaan, dan dianggap sebagai indikator

untuk pertumbuhan, keberhasilan dan kontrol. Rasio ini juga menunjukkan

kemajuan dan tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan oleh investor.

Rerturn on assets (ROA) dalam penelitian ini dihitung dengan

membandingkan laba bersih dengan total aset yang dimiliki perusahaan(Kabajeh

et al., 2012; Zarai, 2013; Damayanti & Susanto, 2015; Rizal, 2016), yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Laba Bersih
ROA=
Total Assets

3.5.5.5 Capital Intensity

Capital intensity adalah sejumlah uang yang diinvestasikan untuk

mendapatkan output satu dolar. Semakin besar modal digunakan untuk

menghasilkan unit yang sama, dapat dikatakan bahwa semakin intens modal

perusahaan (Shaheen & Malik, 2012). Pada umunya, capital intensity dikaitkan

dengan jumlah modal yang dimiliki perusahaan yang berupa aset tetap, sehingga

rasio intensitas aset tetap diukur dengan berapa proporsi aset tetap dari total aset

yang dimiliki perusahaan (Kraft, 2014; Richardson et al., 2016), yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Assets tetap
Rasio Intensitas Assets=
Total Assets
.

Anda mungkin juga menyukai