Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

”MANAJEMEN KASUS HIV/AIDS DAN NAPZA YANG TELAH DILAKUKAN OLEH


PEMERINTAH”

Disusun oleh :

GETHROIDA DEBORA POLUAN

18061046

KELAS : A / IV

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2020
 MANAJEMEN KASUS HIV/AIDS YANG TELAH DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH.
 Tujuan :

Peserta mampu :

1. Menjelaskan dan menerapkan prinsip-prinsip dasar manajemen kasus HIV/AIDS


2. Memahami fungsi/kegiatan manajemen kasus HIV/AIDS dan peran manajer kasus dalam
membantu Odha memecahkan masalah
3. Melaksanakan sistem manajemen kasus dalam perawatan, dukungan dan pengobatan Odha
 APAKAH MANAJEMEN KASUS?

Manajemen kasus adalah : pelayanan yang mengkaitkan dan mengkoordinasi bantuan dari berbagai
lembaga dan badan penyedia dukungan medis, psikososial, dan praktis bagi individu-individu yang
membutuhkan bantuan itu

 APA TUJUAN MK?

Tersedianya akses pelayanan & koordinasi:

 yang mencakup bantuan berbasis masyarakat


 memungkinkan orang-orang yang mempunyai masalah untuk menjalani kehidupan secara normal
dalam lingkungan alamiah
 MENGAPA MK?

1. Menyadari bahwa hidup dengan HIV merupakan tantangan biopsikososial dan spiritual.

2. Karena krisis dapat terjadi dalam seluruh spektrum masa penyakit dan kemungkinan kebutuhan Odha
akan berubah

3. Pencegahan dan pengurangan resiko merupakan komponen pelayanan MK HIV

4. Program terpadu, memperhatikan peningkatan mutu melalui evaluasi hasil

5. Menjaga kerahasiaan Odha

6. Memperhatikan kompetensi budaya


 SIAPA MANAJER KASUS?

Profesional yang :

 bekerja dan peduli pada program penanggulangan HIV/AIDS


 mampu menjaga kerahasiaan Odha
 mampu bekerja erat dengan tim perawatan kesehatan
 mampu memfasilitasi Odha pada akses perawatan dan dukungan
 mencakupkan upaya pengurangan resiko dan pendidikan HIV dalam intervensi yang
dilakukannya

 APA FUNGSI/KEGIATAN INTI MANAJER KASUS?

1. Intake/Penerimaan Awal

2. Asesmen

3. Perencanaan Pelayanan

4. Pengkaitan dan Rujukan

5. Monitoring dan Evaluasi

 INTAKE/PENERIMAAN AWAL

• Membangun hubungan kolaboratif dengan klien

• Pengumpulan informasi

• Memberi informasi : persyaratan,batas layanan, hak dan tanggung jawab klien

Selama Intake, dilakukan asesmen awal kebutuhan klien untuk :

• Menjembatani kesenjangan antara kebutuhan pelayanan dan sumber daya yan tersedia

• Melakukan tinjauan hak-hak dan kewajiban klien

• Mendaftarkan klien dalam sistem penyedia pelayanan atas persetujuan klien


 ASESMEN

1. Asesmen risiko penularan mencakup :

• upaya mengidentifikasi hambatan bagi klien untuk mengurangi risiko penularan

• upaya pendidikan mengenai penularan HIV dan cara-cara memperkecil resiko.

2. Asesmen kemampuan klien mengikuti perawatan, yaitu :

• Upaya mengidentifikasi kebutuhan perawatan dan dukungan

 PERENCANAAN PELAYANAN

Mengidentifikasi dan mendokumentasikan :

• Pelayanan yang dibutuhkan klien, tujuan dan hasil yang ingin dicapai

• Langkah - langkah pelayanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan klien

• Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan klien

 PENGKAITAN DAN RUJUKAN

• Melaksanakan strategi perencanaan pelayanan dalam rangka mencapai kebutuhan klien

• Mengkoordinasikan pelayanan dan rujukan-rujukan itu sendiri

• Mengadvokasi pelayanan terhadap klien jika dia tidak sanggup mendapatkannya

• Mengkoordinasikan dengan manajer kasus lain dengan siapa klien akan bekerja

• Membuat perjanjian dan pelaksanaan rujukan kepada lembaga lain

 MONITORING DAN EVALUASI

• Memastikan semua kegiatan dilaksanakan sesuai rencana dan sesuai jadwal yang ditentukan

• Meyakinkan bahwa klien diakses secara tepat kepada lembaga yang dibutuhkan/sesuai

• Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan yang mungkin diperoleh klien selama menerima pelayanan

• Menentukan apakah klien masih membutuhkan pelayanan manajemen kasus

• Mengases kembali dan memperbaiki rencana pelayanan supaya selalu tepat


• Menyediakan dokumentasi yang tepat

 APA MANFAAT MK?

• Ekonomis, memanfaatkan sumber perawatan dan dukungan melalui koordinasi dengan lembaga formal
dan informal

• Pendekatan individual yang potensial

meningkatkan kesadaran Odha untuk:

o Mentaati saran petugas kesehatan secara benar


o Mengurangi penyebaran HIV pada orang lain

• Pendekatan berbasis pemberdayaan yang menghilangkan ketergantungan Odha pada lembaga

 APA MANFAATNYA BAGI ODHA?

• Menjamin kontinuitas pelayanan (holistik, terpadu dan berkesinambungan)

• Memperoleh akses pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan

• Memperoleh pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga mengurangi resiko HIV (seperti munculnya
infeksi oportunistik)

• Penyediaan pelayanan yang menekankan hubungan yang aman, konfidensial, dan menghargai
 MANAJEMEN KASUS NAPZA YANG TELAH DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) merupakan salah satu

permasalahan yang menjadi ancaman serius bagi Bangsa Indonesia. Penyalahgunaan

NAPZA di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan catatan

Badan Narkotika Nasional (BNN) tentang penyalahgunaan NAPZA mulai tahun 2001-

2008 sebanyak 40.273 kasus dengan jumlah tersangka yang melibatkan warga negara

asing (WNA) sebanyak 15,85%, sedangkan dengan tersangka Warga Negara Indonesia

(WNI) sebanyak 5,10%. (referensi elektronik direkomendasi oleh BNN pada tahun

2008).

Dampak penyalahgunaan NAPZA berpotensi dapat menyebabkan terganggunya

fungsi mental psikologis berupa sikap apatis, euforia, emosi labil, depresi, kecurigaan

yang tanpa dasar/kecemasan, kehilangan kontrol perilaku, sampai pada sakit jiwa dan

terganggunya fungsi fisik seperti kerusakan otak, gangguan hati, ginjal, paru-paru serta

penularan HIV/AIDS melalui pengguna jarum suntik bergantian (Prihartini, 2012).

Maramis (2005) menyatakan pada klien dengan penyalahgunaan NAPZA sering

mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

secara sosial dan gangguan dalam berhubungan, bahkan sampai muncul perilakuperilaku ekstrim
seperti destruktif terhadap diri sendiri maupun orang lain dan depresi,

hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi antara klien dengan keluarga, klien dengan

klien lainnya, terutama klien dengan lingkungan sekitarnya.


Hasil studi yang dilakukan oleh Fransisca (2009) menyatakan bahwa pada kasus

penyalahgunaan NAPZA 45% para pecandu yang dirawat memenuhi kriteria DSM IV

TSR untuk depresi. Depresi yang diderita oleh pasien masih dalam tingkat depresi ringan

(mild depression). Akan tetapi, masalah tersebut perlu di perhatikan secara serius, karena

jika tidak dikenali dan ditatalaksana dengan baik, maka depresi tersebut akan

menurunkan motivasi serta komitmen pada pecandu NAPZA dalam menjalani

perawatan.

Fakta di lapangan upaya yang dilakukan untuk menurunkan gangguan fungsi

mental (depresi) ini dilakukan dengan berbagai macam cara. Salah satunya yang

dilakukan oleh Tetantro (2003) dengan menggunakan metode Therapeutic community dan

12 steps pada 39 pecandu NAPZA yang mengalami depresi. Hasil dari metode tersebut

dapat membantu menurunkan tingkat depresi klien. Dari 39 pecandu yang mengalami

depresi berat, 25 pecandu yang kooperatif dalam perawatan mengalami penurunan

tingkat depresi menjadi depresi ringan.

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk membantu menurunkan tingkat depresi

pada penyalahguna NAPZA yaitu dengan melakukan usaha preventif, kuratif, maupun

rehabilitatif, tetapi pada kenyataannya kasus baru terus bertambah dan kasus lama terus

berlanjut. Salah satu jenis usaha pengobatan pasien penyalahguna ini adalah psikoterapi.

Psikoterapi merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional pasien yang

dilakukan oleh seseorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara suka-rela,

dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-gejala yang

ada, mengoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan

kepribadian secara positif (Maramis, 2007).

Menurut Adler (2002) patokan bagi kesehatan seseorang ialah perasaan sosialnya.
Perasaan sosial yang kuat mempertinggi kemampuan dan rasa harga diri serta

memudahkan seseorang menyesuaikan dirinya pada kemalangan yang tak terduga.

Sebenarnya kalau dicermati aspek yang sangat penting dalam berhubungan sosial

adalah aspek komunikasi. Komunikasi pada hakikatnya adalah suatu proses sosial.

Sebagai proses sosial, dalam komunikasi selain terjadi hubungan antar manusia juga

terjadi interaksi saling mempengaruhi (Anwar, 1998). Pada saat komunikasi tidak jarang

terdapat masalah atau hambatan, baik verbal maupun non verbal. Adapun masalah yang

biasa timbul dari pasien adalah kurang mempunyai explorasi perasaan atau mungkin ada

faktor internal yang menjadi masalah pasien enggan untuk melakukan komunikasi.

Pada kenyataannya lebih banyak faktor penyebab pasien tidak mau berkomunikasi

adalah karena pasien melakukan supresi perasaan yang terlalu lama sehingga pasien jatuh

pada kondisi depresi. Depresi merupakan suatu gangguan jiwa dengan gejala-gejala yang

ditunjukkan oleh manifestasi emosi, kognitif, motivasional dan manifestasi fisik. Tingkat

gejala depresi yang timbul mulai dari tidak ada depresi, depresi ringan, depresi sedang, depresi

berat, depresi sangat berat. Pasien dengan penyalahgunaan NAPZA mula-mula merasa

rendah diri, tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam

membina hubungan dengan orang lain.

Terapi seni medium gambar atau Art Therapy merupakan salah satu macam

psikoterapi suportif jenis ventilasi yang memfasilitasi pasien mengeluarkan isi hatinya.

Sehingga pasien merasa lega dan kecemasannya berkurang, kemudian dapat melihat

masalahnya dalam proporsi yang sebenarnya.

Menurut Sarie (2008) tujuan dari Art Therapy bukan untuk menghasilkan karya seni

yang estetik, ataupun untuk mengasah bakat menjadi seorang seniman, akan tetapi

tujuan akhir yang ingin dicapai adalah membantu pasien agar merasa lebih nyaman
terhadap diri mereka sendiri (Sarie, 2008).

Berdasarkan tujuan dari Art Therapy diatas kita dapat melihat hasil gambaran

pasien. Terapis membantu pasien untuk menjelaskan apa yang menarik dari hasil

karyanya. Jika hasil karya yang muncul berarti positif maka terapis akan mendukung

perilaku pasien, akan tetapi jika dari hasil karya terlihat gambaran yang negatif maka

terapis memfokuskan dan mengarahkan pasien pada arah yang lebih baik lagi.

Berdasarkan hasil wawancara terbatas yang dilakukan oleh peneliti dengan perawat

di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang diketahui bahwa upaya

untuk menurunkan tingkat depresi klien dengan penyalahgunaan NAPZA dilakukan

metode Community. Pelaksanaan terapi dilakukan pada siang hari sekitar pukul 11.00 WIB.

Pasien dikumpulkan di ruangan atau di halaman kemudian para terapis melakukan

pendekatan dengan menanyakan suasana hati pasien pada hari itu sehingga terapis

mengetahui perkembangan dari asuhan keperawatan yang telah diberikan. Sedangkan

proses Art Therapy belum diterapkan di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman

Wediodiningrat Lawang dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sehari-hari.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang

menganalisis Perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA sebelum dan

sesudah diberikan intervensi Art Therapy dengan menggunakan pendekatan NIC dan

NOC di Ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang


1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA di ruang

NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang sebelum diberikan intervensi

Art Therapy ?

2. Bagaimana gambaran tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA di ruang

NAPZA RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang sesudah diberikan intervensi

Art Therapy ?

3. Apakah ada perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA sebelum

dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy di ruang NAPZA di RSJ. Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

 Tujuan Umum

Mengidentifikasi perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA

sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy di ruang NAPZA RSJ. Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang.

 Tujuan Khusus
o Mengidentifikasi tingkat depresi sebelum dilakukan Art Therapy pada pasien

penyalahgunaan NAPZA di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman

Wediodiningrat Lawang.

o Mengidentifikasi tingkat depresi sesudah dilakukan Art Therapy pada pasien

penyalahgunaan NAPZA di ruang NAPZA RSJ. Dr. Radjiman


Wediodiningrat Lawang.

o Mengidentifikasi perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA

sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy di ruang NAPZA RSJ.

Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagi peneliti

Untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA

sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy sehingga dapat digunakan

sebagai bahan penyuluhan untuk menumbuhkan atau meningkatkan konsep diri

yang positif bagi pasien depresi.

2) Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi bahan ajar dalam memberikan pendidikan tentang Art Therapy pada mata

kuliah keperawatan jiwa terhadap mahasiswa sebagai modal untuk terjun ke dalam

rumah sakit.

3) Bagi pasien penyalahgunaan NAPZA

Dengan Art Therapy dapat merubah sikap negatif klien terhadap NAPZA ,

mengembangkan pengertian dan ketegasan peranan, keterampilan antar pribadi,

kreatifitas dan pola berfikir pasien sehingga dapat mencapai hasil yang optimal

dalam membantu meningkatkan konsep diri pasien dan menurunkan tingkat

depresi pasien.
4) Bagi profesi keperawatan

Sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan masalah-masalah mengenai

konsep diri pada pasien dengan penyalahgunaan NAPZA, sehingga dapat ditindak

lanjuti dengan menggunakan teknik Art Therapy NIC yang mampu memberikan

motivasi sehingga konsep diri pasien dapat berkembang secara maksimal. Serta

masukan bagi bidang ilmu keperawatan jiwa terhadap peningkatan upaya

komunikatif, informasi dan edukasi (peran perawat sebagai pendidik) kepada klien

dalam upaya pemahaman sebuah metode terapi seni dalam manajemen psikologis.

5) Bagi peneliti lain

Penelitian ini bisa menjadi acuan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian

sejenis mengenai perbedaan tingkat depresi pasien penyalahgunaan NAPZA

sebelum dan sesudah diberikan intervensi Art Therapy di ruang NAPZA RSJ. Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang.

1.5 Keaslian penelitian

Beberapa hasil penelitian terdahulu dan landasan teori diantaranya yaitu :

1. Menurut Sarie (2008), Art Therapy atau terapi seni yang bermediumkan gambar,

menunjukkan hasil yang sangat signifikan, artinya terdapat perbedaan tingkat

gangguan stress pasca trauma pada anak-anak korban kerusuhan sebelum dan

sesudah mendapatkan treatment art therapy.

2. Penelitian terapi seni yang dilaksanakan penulis dalam riset penggunaan

media ”Drawing Therapy” tampak memberikan peluang penyembuhan dari stres

berat kekecewaan diri oleh keterlibatan kecanduan narkoba menuju harapan untuk

hidup baru penuh percaya diri karena klien menemukan kesadaran baru memiliki
kemampuan kreatif, yang akan menjadi pegangan langkah hidup baru sesudah

menjalani rehabilitasi (Gai, 2010).

3. Hasil riset Suhardja pada tahun 2002 yang dilakukan di Panti Rehabilitasi Desa

Dukuhlo Kecamatan Bulakamba Brebes diketahui bahwa kemampuan untuk

mengekspresikan diri melalui senirupa, ternyata mempersepsi peningkatan

kenyamanan individual. Rasa nyaman meningkat bahkan pada orang cacat atau

orang berpenyakit kronis, berarti “seni” mampu membantu individu mengatasi

bahkan mengubah rasa percaya diri untuk menghadapi penyakit atau

ketidaknyamanan fisik. Keahlian ini sungguh bermanfaat untuk membantu orangorang yang
membutuhkan pertolongan karena dirinya sudah tak sanggup lagi

menanggung beban berat kehidupan, atau berhadapan dengan masalah-masalah

rumit. Dengan proses terapi seni, akan terjadi suatu penyembuhan yang melegakan.

Membangkitkan kembali semangat hidup, menemukan kembali spirit kehidupan,

melalui proses terapi seni orang akan merasa lebih baik, lebih kreatif dan lebih

dimampukan dalam memecahkan kesulitannya.

4. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sarie, Gai dan Suhardja dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan medium gambar

sebagai alat komunikasi. Namun yang membedakan adalah variabel dependennya,

pada penelitian yang akan dilakukan, variabel dependen yang digunakan adalah

penurunan tingkat depresi pada pasien penyalahgunaan NAPZA dengan metode

penelitian Quasi-experimental design Nonrandomized Control Group.


1.6 Batasan Penelitian

Hal-hal yang dibatasi dalam penelitian ini adalah :

1.) Intervensi Art Therapy menggunakan model NIC (Nursing Interventions Classifications).
2.) Indikator tingkat depresi menggunakan Depression Level NOC (Nursing Outcome
Classification)
3.) Mengukur tingkat depresi dengan membandingkan hasil sebelum dan sesudah pelaksanaan
Art Therapy

DAFTAR PUSTAKA

http://ners.unair.ac.id/materikuliah/MANAJEMEN%20KASUS%20HIV.pdf

http://eprints.umm.ac.id/28421/2/jiptummpp-gdl-kharismadw-31927-2-babi.pdf

Anda mungkin juga menyukai