JC Ka-Hy
JC Ka-Hy
Oleh:
Pembimbing:
dr. Haviz Yuad, SpOG. Subsp. FER (K)
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Inkompetensia servix pada awal persalinan dini...............................10
Gambar 3.2 Cairan amnion....................................................................................12
Gambar 3.3 Pathways patofisiologi ketuban pecah dini........................................13
Gambar 3.4 Gambaran “ferning”...........................................................................15
Gambar 3.5 Algoritma Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini..............................20
Gambar 3.6 Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur................................................................................................................. 22
Gambar 3.7 Deformitas janin.................................................................................23
Gambar 3.8 Posisi janun pada letak sungsang dengan sakrum sebagai denominator6
.................................................................................................................................... 25
Gambar 3.9 Beberapa Posisi Denominator Sakrum Pada Janin Dengan Presentasi
Bokong7.................................................................................................................. 25
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Insidens presentasi bokong...............................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Presentasi sungsang mengacu pada janin dalam posisi membujur dengan
bokong atau ekstremitas bawah memasuki panggul terlebih dahulu. Presentasi
bokong terjadi pada 3% sampai 4% dari semua kehamilan cukup bulan.
Persentase presentasi sungsang yang lebih tinggi terjadi pada usia kehamilan
yang kurang lanjut. Pada 32 minggu, 7% janin sungsang, dan 28 minggu atau
kurang, 25% sungsang. Secara khusus, setelah satu kali persalinan sungsang,
tingkat kekambuhan untuk kehamilan kedua hampir 10%, dan untuk kehamilan
ketiga berikutnya, adalah 27%. Pelahiran sesar sebelumnya juga telah dijelaskan
oleh beberapa orang untuk meningkatkan kejadian presentasi sungsang dua kali
lipat.5
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. AM
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : SK Kalam Jorong Sentosa Cubadak Duo Kota
Pasaman
MR : 01.12.79.88
Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien kiriman IGD Ponek pada tanggal 24 Januari 2022 dengan diagnosa
G3P2A0H2 gravid preterm 25-26 minggu + anhidramnion ec PPROM lama
+ letak sungsang
Riwayat Penyakit Sekarang
─ Pasien datang rujukan dari RSIA Ichsan Pasaman Barat dengan
keluhan keluar air-air banyak dari kemaluan sejak 4 hari SMRS
membasahi 1 sarung, air keluar bewarna coklat kekuningan seperti
bercampur darah
─ Nyeri pinggang menjalar ari-ari tidak ada
─ Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada
─ Keluar darah dari kemaluan tidak ada
─ Tidak haid sejak 6 bulan yang lalu
─ Gerak anak dirasakan 2 bulan yang lalu
─ HPHT tanggal 6 Agustus 2021, TP 13 Mei 2022
─ ANC kontrol ke bidan 2x usia kehamilan 2 dan 4 bulan
─ Tidak ada batuk, sesak, dan demam
─ Riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi positif COVID-19
tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu
3
─ Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hipertensi, DM, ginjal, dan
alergi
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit keturunan, menular atau
kejiwaan.
Riwayat perkawinan : menikah 1x tahun 2011
Riwayat kehamilan/abortus/persalinan : 3/0/2
─ 2012/Laki-laki/3000gr/cukup bulan/normal/bidan/hidup
─ 2018/Laki-laki/3500gr/cukup bulan/normal/bidan/hidup
─ Sekarang
Riwayat Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Riwayat Pendidikan : SMP
Riwayat Imunisasi : tidak ada
Riwayat Kontrasepsi : tidak
ada Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 19 x/menit
Suhu : 36,5 C
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV
(-) Inspekulo :
Vagina : tumor (-), laserasi (-), fluksus (-)
Portio : nulipara, tumor (-),laserasi (+), fluksus (+), tampak
cairan mengalir dari kanalis servikalis
Nitrazin test (+)
5
USG Ponek
Interpretasi:
Janin tunggal hidup intrauterin, letak memanjang presentasi
bokong BPD: 6,23 AC: 20,44
FL: 4,75 EFW: 807
AFI: 0,41 cm FHR: 157 cc
Kesan: Gravid 25-26 minggu sesuai biometri
Janin hidup tunggal intrauterin, letak memanjang presentasi bokong
6
Globulin 3,1 g/dL 1,3-2,7
SGOT 14 U/L <32
SGPT 14 U/L <31
Ureum darah 13 mg/dL 10-50
Kreatinin darah 0,5 mg/dL 0,6-1,2
Gula Darah Sewaktu 109 mg/dL 50-200
Natrium 135 mmol/L 136-145
Kalium 3,8 mmol/L 3,5-5,1
Klorida 109 mmol/L 97-111
HBsAg Non reaktif Non reaktif
Anti HIV (Rapid Test) Non reaktif Non reaktif
Diagnosis:
G3P2A0H2 gravid preterm 25-26 minggu + anhidramnion ec PPROM
lama + letak sunsang
Terapi:
─ IVFD RL 20 tpm
─ Inj. Ceftriaxon 2x1gr
─ Asam mefenamat 3x500gr
─ Nifedipin 3x10mg
─ Tidur dengan posisi bokong lebih tinggi
─ USG Fetomaternal pada 24 Januari 2022
Rencana:
Kontrol KU, VS, DJJ
7
Interpretasi:
Janin tunggal hidup intrauterin, letak memanjang presentasi
bokong BPD: 6,26 HC : 23,40
AC: 21,39 FL: 4,65
EFW: 835 AFI: 0 cm FHR: 155 cc
Kesan: Gravid 25-26 minggu sesuai biometri
Janin hidup tunggal intrauterin, letak memanjang presentasi bokong
Anhidramnion
Interpretasi:
Janin tunggal hidup intrauterin, letak memanjang presentasi
bokong BPD: 6,26 HC : 24,21
AC: 21,61 FL: 4,67
EFW: 873 AFI: 1,16 cm FHR: 155 cc
Kesan: Gravid 25-26 minggu sesuai biometri
Janin hidup tunggal intrauterin, letak memanjang presentasi bokong
Anhidramnion
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
9
Ketuban pecah dini atau yang sering disebut dengan KPD adalah ketuban
pecah spontan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan, ketuban pecah sebelum
pembukaan 3 cm (primigravida) atau sebelum 5 cm (multigravida). 9
3.1.2. Epidemiologi
Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan.
Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas. Ketuban pecah dini berhubungan dengan
penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.10,11
3.1.3. Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan
sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi KPD adalah :13,14
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama
ketuban pecah dini. Riwayat KPD sebelumnya.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau
penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan
terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
1
7. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
3.1.4. Klasifikasi
KPD adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda – tanda
persalinan spontan. Terminologi :6,15
─ Premature Rupture of The Membrane (PROM) : Pecahnya selaput
ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur kehamilannya ≥
37 minggu.
─ Preterm Premature Rupture of The Membrane (PPROM) : Pecahnya
selaput ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur
kehamilannya < 37 minggu.
─ Prolonged Premature Rupture of The Membrane: Pecahnya selaput
ketuban selama ≥ 24 jam dan belum terjadi onset persalinan.
─ Periode Laten: Interval waktu antara pecahnya selaput ketuban dengan
persalinan. Bervariasi dari 1 – 12 jam tergantung umur kehamilannya
1
(semakin kurang bulan, periode laten semakin lama ; 85 % kehamilan
cukup bulan dengan KPD memiliki periode laten < 24 jam sedangkan 57
% kehamilan < 37 minggu dengan KPD memiliki periode laten > 24 jam).
3.1.5. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan
antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah
sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.8,17
Dua belas hari setelah ovum dibuahi, terrbentuk suatu celah yang
dikelilingi amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut
melebar dan amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body
stalk kemudian dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang
berisi cairan amnion. Cairan amnion, normalnya berwarna putih, agak keruh serta
mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat
jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025
menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan
amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu jam
didapatkan perputaran cairan lebih kurang 500 ml.17
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio
tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili–vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus.18
1
Gambar 3.2 Cairan amnion
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup
bulan sekitar 1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak
manis, terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik
(protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, serta sel –
sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.
Fungsi cairan amnion
1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
1
Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain:
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi
yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
1
3.1.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding 19
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala
cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita
merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
1. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan
yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang
dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari
serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari
amnion yang khas juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis
KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.
Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina
ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kertas nitrazin ini tidak terjadi perubahan
warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan
dengan darah, semen atau vaginosis trichomiasis.
2. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar
dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari
forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning” menandakan cairan amnion
1
3. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan
stretococcus group B
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit
(oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil
anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis
1
rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi
janin, berat janin, dan usia janin.20
3.1.8. Penatalaksanaan
1. Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.
Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
2. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu
persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus
KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus
dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara
konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru,
harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan
memperjelek prognosis janin. 19,28
3. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak
janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan
adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada
kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan
waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34
minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis
yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup
bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya
selaput ketuban atau lamanya perode laten. 28
4. Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap
penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda
infeksi pada ibu. 28
1
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu) 28
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = "lag" period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan
dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit
ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan
pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah
terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa
penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi
semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan
bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
1
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu) 28
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di
rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent
diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid
pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan
paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut
muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa
memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat
terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan
bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin
tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat
janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap
kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan
1
selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD
telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National
Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m
tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason,
observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah
inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason,
dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada
infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32
– 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis
betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5
mg setiap 6 jam selama 4 kali.22,24
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio
sesarea. Bila tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor
pelviks > 5 lakukan induksi persalinan. 19,23
2
Gambar 3.5 Algoritma Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
3.1.9. Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan
dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.25
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
2
omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
Ketuban
2
Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden
infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten (Nili, 2003).
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Gambar 3.6 Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur
2
Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan
janin serta hipoplasi pulmonary.27
2
Belum ada cara pasti untuk mencegah kebocoran kantung ketuban.
Namun, yang bisa dilakukan untuk menurunkan risikonya:
─ Mengurangi aktivitas pada trimester II dan awal trimester III
─ Tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama
kehamilan
─ Berhenti merokok dan menghindari lingkungan perokok agar tak
menjadi perokok pasif
3.1.11. Prognosis19,28
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
─ Usia kehamilan
─ Adanya infeksi / sepsis
─ Factor resiko / penyebab
─ Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
─ Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun,
umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai
komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature (Manuaba,
2001).
2
sakrum kiri transversus (LST), sakrum kanan transversus (RST), sakrum kiri
anterior (LSA), sakrum kiri posterior (LSP), sakrum kanan anterior (RSA), dan
sakrum kanan posterior (RSP).4 Misalnya penunjuk bokong janin adalah sakrum
kanan anterior, artinya presentasi bokong dengan sakrum janin ada di kuadran
kanan depan panggul ibu, dan diameter bitrochanterica janin berada pada
diameter obliqua dekstra panggul ibu.5
Gambar 3.8 Posisi janun pada letak sungsang dengan sakrum sebagai
denominator6
Gambar 3.9 Beberapa Posisi Denominator Sakrum Pada Janin Dengan Presentasi
Bokong7
3.2.2 Klasifikasi
Dikenal beberapa jenis letak sungsang sesuai dengan sikap fetus, yaitu: 4,8
─ Presentasi bokong murni (Frank breech)
Pada presentasi bokong murni, kedua paha fleksi dan lutut ekstensi pada
ermukaan anterior tubuh. Akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat
ke atas sehingga ujungnya dapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan
2
demikian
2
pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong. Sekitar 60% hingga 65%
presentasi bokong murni lebih sering terjadi pada persalinan aterm.
─ Presentasi bokong kaki sempurna (Complete breech)
Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua paha maupun kedua lutut fleksi
sehingga kedua kaki berada di samping bokong. Presentasi bokong kaki
sempurna sangat jarang terjadi, yaitu sekitar 5%.
─ Presentasi bokong kaki tidak sempurna (Incomplete breech)
Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna, selain bokong bagian
terendah juga terdapat kaki atau lutut. Satu atau kedua pinggul fleksi tak
sempurna, di mana ekstremitas bawah yang terletak paling bawah dapat diraba
satu kaki atau kedua kaki. Terjadi pada 25% hingga 35% presentasi bokong pada
bayi prematur.
─ Presentasi kaki (Footling breech)
Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki, di
mana kedua tungkai ekstensi di bawah level bokong.
3.2.3 Insidensi
Secara keseluruhan, presentasi bokong terjadi pada 2,7% dari persalinan
tunggal, tapi memiliki insiden yang lebih tinggi pada persalinan kembar (25%
pada kembar pertama dan 50% pada kembar kedua adalah sungsang).7,9 Pada
kehamilan tunggal presentasi bokong dimana berat bayi kurang dari 2500 gram,
40% merupakan letak bokong murni, 10% letak bokong sempurna, dan 50% letak
kaki. Sedangkan pada bayi dengan berat lebih dari 2500 gram, 65% merupakan
letak bokong murni, 10% letak bokong sempurna, dan 25% letak kaki.4 Insiden
presentasi bokong pada persalinan tunggal berdasarkan berat bayi dan usia
2
kehamilan dapat dilihat pada tabel di bawah:4
2
Tabel 3.1 Insidens presentasi bokong berdasarkan berat bayi dan usia kehamilan
3.2.4 Etiologi
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya presentasi
bokong diantaranya ialah prematuritas, multiparitas, gemelli, hidramnion,
hidrosefalus, plasenta previa, dan panggul sempit. Setiap keadaan yang
mempengaruhi masuknya kepala janin ke dalam panggul mempunyai peranan
dalam etiologi presentasi bokong.7
Penyebab presentasi bokong dapat berasal dari: 8,9,10
a. Faktor ibu
Keadaan rahim : uterus bikornis, mioma uteri
Keadaan plasenta: Plasenta yang terletak didaerah kornu fundus
karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus, plasenta
previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul.
Keadaan jalan lahir : Kesempitan panggul, deformitas tulang panggul,
dan tumor-tumor pelvis
b. Faktor janin
Prematuritas
Kelainan bentuk kepala seperti hidrocephalus, anencephalus, karena
kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul dan dapat
membatasi kemampuan janin untuk mengambil bentuk presentasi
kepala
2
Gemelli
Hidroamnion atau oligohidromion
Tali pusat pendek/lilitan tali pusat
3.2.5 Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Sebelum usia kehamilan 28 minggu, fetus masih berukuran
cukup kecil dalam menempati volume intrauterin sehingga dapat berotasi dari
presentasi kepala menjadi presentasi bokong dan kembali ke semula dengan
gerakan relatif. Seiring usia kehamilan dan berat badan janin bertambah, hal
tersebut semakin sulit dilakukan oleh janin. 9 Pada kehamilan sampai kurang lebih
32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan
janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri
dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.2
Presentasi bokong terjadi ketika versi spontan untuk presentasi kepala
gagal dicapai saat usia kehamilan aterm, atau jika persalinan terjadi secara
prematur sebelum versi sefalik terjadi. Beberapa penyebab hal tersebut antara
lain: oligohidroamnion, hidramnion, anomali uteri seperti uterus bikornu atau
septal uterus, tumor pelvik yang mengobstruksi jalan lahir, plasentasi abnormal,
grande multipara, dan kontraksi pelvis maternal.7
3.2.6 Diagnosis
Anamnesis
Seorang wanita dengan kehamilan presentasi bokong, khususnya
menjelang aterm, akan mengeluh ketidaknyamanan di daerah subkostal dan
merasakan gerakan bayi di bagian bawah dari uterus.7
Pemeriksaan fisik
- Palpasi (Pemeriksaan Leopold)
Pemeriksaan Leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan perawatan
antenatal bila umur kehamilannya 34 minggu. Pada palpasi teraba bagian
keras, bundar dan melenting pada fundus uteri. Punggung anak dapat
2
diraba
2
pada salah satu sisi perut dan bagian – bagian kecil pada pihak yang
berlawanan. Di atas simfisis teraba bagian yang kurang bundar dan lunak
dicurigai bokong. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat
memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan
semudah kepala. 2,4,7
- Auskultasi
DJJ terdengar paling jelas pada atau di atas umbilicus dan pada sisi yang
sama dengan punggung.7,8
Pemeriksaan dalam
- Tidak teraba kepala yang keras, rata, dan teratur dengan garis-garis sutura
dan fontanella. Bagian terdepannya teraba lunak dan irreguler. Dapat
diraba os sakrum, tuber ischii dan anus, kadang-kadang kaki (pada
presentasi kaki). Anus dan tuber ischiadicum terletak pada satu garis.
Kalau pembukaan sudah besar maka pada pemeriksaan dalam dapat teraba
3 tonjolan tulang yaitu tubera ossis ischii dan ujung os sacrum sedangkan
os sacrum dapat dikenal sebagai tulang meruncing dengan deretan
processi spinosi di tengah-tengah tulang tersebut.7,8
- Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki
teraba tumit, sudut 90°, dan jari-jarinya rata, sedangkan pada tangan
ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan
panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada
persalinan lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang-
kadang sulit membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti
dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan
dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot dan tidak mengisap,
sedangkan jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang
rahang dan alveola tanpa ada hambatan serta jari terasa terisap.8
Ultrasonografi (USG)
Peranan USG penting dalam diagnosis dan penilaian resiko pada presentasi
bokong. Pemeriksaan USG bertujuan untuk mengetahui jenis presentasi bokong,
2
taksiran berat badan janin, konfirmasi letak plasenta, keadaan hiperekstensi
kepala dan penilaian volume cairan air ketuban. Dari pemeriksaan USG juga
dapat diketahui kehamilan multipel, kelainan kongenital, malformasi skeletal dan
jaringan lunak dari fetus.2,4
3
Gambar 3.11 Mekanisme persalinan pada presentasi bokong4
3
kehamilan ganda, kelainan uterus. Jika tidak ada kelainan pada hasil USG, maka
dilakukan knee chest position atau dengan versi luar (jika tidak ada
kontraindikasi).14
Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38 minggu.
Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan karena
kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah 38
minggu versi luar sulit untuk berhasil karena janin sudah besar dan jumlah air
ketuban relatif telah berkurang.2,3,4,5,14
3
Gambar 3.13 Versi luar pada letak sungsang14
Selama versi dilakukan dan setelah versi luar berhasil denyut jantung
janin harus selalu diawasi, baik dengan non stress test maupun dengan USG.
Sesudah janin berada dalam keadaan presentasi kepala, kepala didorong masuk ke
dalam rongga panggul.14
Kontraindikasi versi luar 14:
1. Panggul sempit
2. Perdarahan antepartum
3. Hipertensi
4. Kehamilan kembar
5. Plasenta previa
Keberhasilan versi luar 35-86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan
keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak lintang.
Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan penilaian seperti
Bhisop skor (Bhisop-like score).
3
BAB IV
DISKUSI
3
dikaitkan
3
dengan peningkatan kelangsungan hidup janin dan peningkatan latensi untuk
melahirkan tanpa peningkatan komplikasi ibu. 45
Persalinan terjadi dalam 48 jam setelah ruptur untuk 18 hingga
93% kasus, dalam 7 hari untuk 56 hingga 96% dan dalam 28 hari untuk 78 hingga
100%. Walker dkk. menemukan bahwa hanya 33% bayi tetap tidak dilahirkan
setelah satu minggu setelah riwayat PPROM. Dalam laporan ini, bayi dengan
latensi yang lebih lama lebih mungkin meninggal dibandingkan dengan kontrol
yang sesuai usia. Namun, Uji et al. tidak menemukan korelasi antara periode laten
yang berkepanjangan (lebih dari 72 jam) dan peningkatan angka kematian
neonatus. 45
Pada pasien ini dari anamnesis yang dilakukan didapatkan bahwa
pasien datang rujukan dari RSIA Ichsan Pasaman Barat dengan keluhan keluar
air- air banyak dari kemaluan sejak 4 hari SMRS membasahi 1 sarung, air keluar
bewarna coklat kekuningan seperti bercampur darah, nyeri pinggang menjalar ari-
ari dan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada, pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas
normal, pemmeriksaan Leopold dengan kesan letak sunsang, nitrazin tes (+),
pemeriksaan laboratorium dengan kesan leukositosis dan hasil USG Gravid 25-26
minggu sesuai biometri dan anhidramnion. Berdasarkan penjelasan diatas, masih
memungkinkan untuk dilakukan perpanjangan kehamilan pada pasien dengan
segala risikonya.
Manfaat jangka pendek dari manajemen konservatif PPROM
dengan kortikosteroid antenatal dan pengobatan antibiotik sistemik sudah
diketahui secara luas. Penggunaan kortikosteroid untuk pematangan paru antara
24 sampai 34 minggu kehamilan merupakan gold standar. Terapi antibiotik lini
pertama adalah kelompok laktam dan makrolida, eritromisin atau klaritromisin.
Namun, transfer eritromisin trans-plasenta yang sangat rendah harus dievaluasi
dalam penelitian selanjutnya. Mungkin, pilihan terbaik adalah kombinasi
antibiotik. Terapi antibiotik mungkin harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
bakteriologi cairan ketuban dan/atau apusan serviks serta resistensi bakteri.
Tokolisis dapat menjadi pilihan untuk pengobatan awal, setidaknya untuk
3
memungkinkan penyelesaian kortikosteroid untuk pencegahan RDS.
Perlindungan saraf dengan magnesium sulfat kira-kira 24-32 minggu dapat
dipertimbangkan. Pemantauan ketat untuk
3
tanda-tanda korioamnionitis (CRP, leukosit, IL-6, prokalsitonin, suhu, CTG,
dalam beberapa kasus pemeriksaan cairan ketuban) diperlukan untuk menghindari
komplikasi neonatal dan ibu, terkait dengan infeksi. 45
Perpanjangan kehamilan dengan amnion infus juga dapat
dipertimbangkan, baik dari segi klinis ibu dan bayi, maupun sosial-ekonomi pada
pasien. Perlu diingat bahwa infus intra-amnion berulang atau terus menerus dari
setiap larutan garam, yang cukup berbeda dari cairan ketuban fisiologis, dapat
mengubah program janin dan/atau merusak beberapa organ janin, terutama ginjal
janin, kulit, mata, usus, dan sistem bronkus. 45
3
ibu dengan korioamnionitis membutuhkan oksigen pada 28 hari (46% vs 30%),
mereka juga memiliki tingkat BPD yang lebih tinggi (23,2% vs 14,9%).
Chorioam nionitis
3
dikaitkan dengan peningkatan kematian bayi (14,2% vs 22,6%) dan mengurangi
kelangsungan hidup tanpa morbiditas utama, termasuk IVH, PVL, BPD, NEC
atau ROP >2 dari 57,1% menjadi 42,0%.45
Mercer dkk. melaporkan bahwa sekitar 76% pasien PPROM
melahirkan bayi dalam waktu seminggu setelah diagnosis dan penggunaan terapi
antibiotik menurunkan angka persalinan menjadi 62%. Gomez dkk. menyatakan
bahwa antibiotik tidak dapat menghilangkan infeksi ketuban pada 83% kasus
PPROM. 45
Soylu dkk. menemukan, bahwa bayi dengan riwayat PPROM lebih
dari 7 hari, yang terjadi sebelum 24 minggu kehamilan mengembangkan RDS
pada 97% kasus, 21% mengalami hipertensi pulmonal persisten, 24% mengalami
perdarahan intra ventrikular berat dan angka kematian secara keseluruhan adalah
24 %. Stormness-Bliss et al. membandingkan hasil antara dua kelompok pasien:
dengan saku vertikal terdalam AF 1 cm dan <1 cm. Enam dari 10 subjek pada
kelompok pertama bersalin hidup tanpa kematian neonatus, sedangkan hanya satu
dari 12 subjek pada kelompok kedua yang bersalin hidup (P = 0,02). Komplikasi
tambahan termasuk solusio plasenta (63% vs 45%), korioamnionitis (50% vs
70%), dan endometritis postpartum (0% dan 9%), (masing-masing kelompok
pertama vs kedua). masing-masing. Kelompok kedua, atau oligo/anhidramnion,
dikaitkan dengan usia kehamilan yang lebih pendek saat melahirkan (23 minggu
vs 27,5 minggu [P = 0,07]). 45
Van Teeffelen dkk. mencoba memperkirakan kemampuan
parameter pencitraan dalam prediksi hipoplasia paru yang mematikan akibat
pecahnya ketuban sebelum persalinan pada pertengahan trimester. Para penulis
menyimpulkan bahwa perkiraan kurva ROC untuk lingkar dada/rasio lingkar
perut dan parameter lainnya menunjukkan akurasi yang terbatas dalam prediksi
hipoplasia paru. 45
Secara keseluruhan, apapun penyebab persalinan, usia kehamilan
saat lahir merupakan penentu utama kelangsungan hidup anak prematur. Pada
usia kehamilan yang sama, penelitian dengan tingkat bukti tertinggi tidak
menunjukkan
4
peningkatan risiko kematian ketika kelahiran prematur terjadi dalam konteks
PPROM, dibandingkan dengan persalinan spontan dengan ketuban utuh.
Dari kedua pembahasan diatas terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pada pasien ini yaitu
kemungkinan lama rawatan bayi baru lahir dan sarana prasarana yang tersedia di
RSUP M Djamil (NICU 13 bed, dengan ventilator berjumlah 15, SCN 19 bed,
dan CPAP 10). Jika dilakukan manajemen konservatif, risiko terjadinya
korioamnionitis cukup tinggi berdasarkan penelitian ditemukan sebanyak 69%
dan 12% pasien mengalami perdarahan post partum. Namun jika dilakukan
terminasi kehamilan pada pasien ini, apakah bagian anak sanggup untuk
melakukan perawatan bayi baru lahir yang berdasarkan literatur Soylu dkk.
menyebutkan bahwa bayi dengan riwayat PPROM lebih dari 7 hari, yang terjadi
sebelum 24 minggu kehamilan mengembangkan RDS pada 97% kasus, 21%
mengalami hipertensi pulmonal persisten, 24% mengalami perdarahan intra
ventrikular berat dan angka kematian secara keseluruhan adalah 24 %. Hal ini
akan dapat meningkatkan lamanya perawatan pada bayi tersebut,
4
DAFTAR PUSTAKA
4
European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology,
Volume 258, Pages 414-417, https://doi.org/10.1016/j.ejogrb.2021.01.044.
43. Romero R, Miranda J, Chaemsaithong P, Chaiworapongsa T, Kusanovic JP,
Dong Z, et al. Sterile and microbial-associated intra-amniotic inflammation
in preterm prelabor rupture of membranes. J Matern Fetal Neonatal Med.
2015;28:1394–409.
44. Tchirikov M, Natalla SL, Maher J, et. al. Mid-trimester preterm premature
rupture of membranes (PPROM): etiology, diagnosis, classification,
international recommendations of treatment options and outcome. J Perinat
Med. 2017; aop.