PENDAHULUAN
Vertigo merupakan kasus yang sering ditemui. Secara tidak langsung kitapun pernah
mengalami vertigo ini. Kata vertigo berasal dari bahasa yunani “vertere” yang artinya
memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan pusing,
pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Kasus
vertigo di Amerika adalah 64 orang tiap 100.000, dengan presentasi wanita lebih banyak dari
pada pria. Vertigo juga lebih sering terdapat pada usia yang lebih tua yaitu diatas 50 tahun.
Secara etiologis, vertigo disebabkan oleh adanya abnormalitas organ-organ vestibuler,
visual, ataupun sistem propioseptif. Secara umum vertigo dibagi menjadi 2 kategori yaitu
vertigo vestibuler dan non vestibuler. Vertigo vestibuler dibagi lagi menjadi vertigo
vestibuler perifer dan vertigo vestibuler sentral. Vertigo vestibuler perifer lebih sering sekitar
65% dibandingkan vertigo vestibuler sentral sekitar 7%. Vertigo vestibular perifer yang
paling sering yaitu benign paroxymal positional vertigo (BPPV) 32%, Meniere’s disease 12%
dan vertigo vestibular lainnya sekitar 15-20%. Sedangkan vertigo vestibular sentral yang
paling sering yaitu space-occupying lesions (SOL) pada fossa posterior sekitar 1%, infark
serebellum sekitar 1,9%>
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun serebellum. Kasus
vertigo jenis ini hanya sekitar 20%-25% dari seluruh kasus vertigo, tetapi gejala gangguan
keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada 50% kasus vertigo. Sedangkan pada vertigo
perifer, kelainan atau gangguan dapat terjadi pada end-organ yaitu utrikulus, kanalis
semisirkularis dan saraf perifer.
Oleh karena itu, pembelajaran mengenai vertigo dirasa sangat penting dan perlu. Dengan
memiliki pengetahuan yang baik beserta penatalaksanaan yang benar, maka diharapkan agar
kasus vertigo ini dapat berkurang dan masyarakat bisa mengetahui akan kasus vertigo ini dan
bisa mengantisipasi akan hal tersebut.
1
1.2. Tujuan Penulisan
1. Mampu menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisologi dari vertigo
2. Mampu menjelaskan klasifikasi dari vertigo
3. Mampu mendiagnosis vertigo berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang serta mampu menentukan terapi dengan tepat.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Organ pendengaran dan keseimbangan 4
4
Stasiun berikutnya untuk transmisi implus di sistem vestibular adalah nervus
vestibulokokhlearis. Ganglion vestibulare terletak di kanalis auditorius internus; mengandung
sel-sel bipolar yang prosesus perifernya menerima input dari sel resptor di organ vestibular,
dan yang proseus sentral membentuk nervus vestibularis. Nervus ini bergabung dengan
nervus kokhlearis, yang kemudian melintasi kanalis auditorius internus, menmbus ruang
subarakhnoid di cerebellopontine angle, dan masuk ke batang otak di taut pontomedularis.
Serabut-serabutnya kemudian melanjutkan ke nukleus vestibularis, yang terletak di dasar
ventrikel keempat. 4
2.2 Definisi
Vertigo adalah sensasi abnormal berupa gerakan berputar. Pada penderita vertigo
harus difikirkan apakah vertigo tersebut tipe sentral (misalnya stroke) atau perifer
(BPPV/benign positional paroxymal vertigo).
Vertigo adalah perasaan abnormal dan mengganggu bahwa seseorang seakan akan
bergerak terhadap lingkungannya (vertigo subjective), atau lingkungannya seakan akan
bergerak padahal sebenarnya tidak (vertigo subjective). Perhatikan bahwa istilah subjektif
dan objektif tidak memiliki arti sesungguhnya pada kedua ekspresi ini. Pasien vertigo ini
juga dapat mengalami osilopsia, ilusi, visual berupa objek yang terlihat seakan akan
bergerak maju mundur. Hanya ketika “dizziness” merupakan vertigo murni, berdasarkan
definisi istilah tersebut secara tepat, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan
pada sistem vestibularis atau sistem visual atau keduanya, dan yang memerlukan evaluasi
dari ahli neurologi
5
2.3 Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan prevalensi
sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidikiepidemiologi dizziness, yang
meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan
yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari
keempat jenis dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah
studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. 2
Frekuensi
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap tahunnya. Dari stroke
yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5% diantaranya terjadi di serebelum.
Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan dengan stroke perdarahan serebelum adalah 3-
5: 1. Sebanyak 10% dari pasien infark serebelum, hanya memiliki gejala vertigo dan
ketidakseimbangan. Insidens sklerosis multiple berkisar diantara 10-80/ 100.000 per tahun.
Sekitar 3000 kasus neuroma akustik didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat.
Jenis kelamin
Insidens penyakit cerebrovaskular sedikit lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Dalam
satu seri pasien dengan infark serebelum, rasio antara penderita pria dibandingkan wanita
adalah 2:1. Sklerosis multiple dua kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria.
Usia
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya faktor resiko yang
berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus,atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata pasien
dengan infark serebelum berusia 65 tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada mereka
yang berusia 60-80 tahun. Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-rata
berusia 70 tahun.
Morbiditas/ Mortalitas
Cedera vaskular dan infark di sirkulasi posterior dapat menyebabkan kerusakan yang
permanen dan kecacatan. Pemulihan seperti yang terjadi pada vertigo perifer akut tidak dapat
diharapkan pada vertigo sentral.
6
Dalam satu seri, infark serebelum memiliki tingkat kematian sebesar 7% dan 17%
dengan distribusi arteri superior serebelar dan arteri posterior inferior serebelar. Infark di
daerah yang disuplai oleh arteri posterior inferior serebelar sering terkait dengan efek massa
dan penekanan batang otak dan ventrikel ke empat, oleh karena itu, membutuhkan
manajemen medis dan bedah saraf yang agresif. Dalam satu rangkaian 94 pasien, 20
diantaranya datang dengan Glasgow Coma Scale (GCS) 8 yang mengindikasikan adanya
penurunan kesadaran yang signifikan. Tingkat kematian pasien lainnya, yaitu yang GCSnya
lebih dari 8, adalah 20%
Neuroma akustik memiliki tingkat kematian yang rendah jika dapat didiagnosis
dengan cepat. Tumor dapat diangkat tanpa mengganggu N VII, namun gangguan
pendengaran unilateral dapat terjadi.
2.4 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei
N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna
untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik;
reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.9
7
gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan
dan gejala lainnya.10
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :
1. Teori Cupulolithiasis
Partikel otolit yang terlepas dari makula utrikulus menempel pada permukaan kupula.
Kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang
melekat pada kupula.
2. Teori Canalithiasis
partikel otolith bergerak bebas di dalam kanalis semisirkularis. Ketika kepala dalam
posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi
yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas
sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung kanalis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe
mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini
menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali,
terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke
arah berlawanan.Lesi pada kanalis semisirkularis dapat menginduksi sensasi berputar
(rotatoar) sementara gangguan pada sistem otolit dapat menyebabkan sensasi linear/
terayun. Vertigo akut seperti pada labirinitis, memiliki fase iritatif dan fase paretik.
Ketika mata ditutup pasien merasa sensasi berputar.
3. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang
dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
4. Teori sinap
8
(corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala
penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi
setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
2.5 Etiologi
Penyebab perifer Vertigo
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo.
Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-rata 51 tahun. Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga
dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan gejala
klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan horizontal.Otoli mengandung Kristal-
kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam . Pergerakan dari
otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan
nistagmus.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga
diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumny,
meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun
setelah episode. 8
Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran .11 Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada
fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga. 10
Ménière’s disease terjadi
pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.8
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi
karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam
dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat
infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.
9
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran. Keduanya
terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.11
2.6 Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau otak) atau di
perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular).Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau cerebellum
10
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII)
Kata kunci untuk vertigo yang berasal dari sentral adalah gejala atau tanda batang otak
lainnya atau tanda onset akut misalnya sakit kepala tuli dan temuan neurologis lainnya
misalnya trigeminal sensory loss pada infark arteri cebellar postero inferior. Pada pasien
seperti ini perlu cepat dirujuk dan diinvestigasi. Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi
Sakit kepala
Gejala neurologis
Tanda neurologis
Penting juga untuk mengklasifikasikan vertigo menjadi akut dan kronik. Vertigo
akut biasanya memiliki mekanisme yang tunggal sedangkan vertigo kronik memiliki
mekanisme multifaktorial. Dizziness yang kronik lebih sering terjadi pada usia tua
karena insiden penyakit komorbid yang lebih besar. 7
11
atau tuli
Nistagmus + -
spontan
Tabel 1. Perebedaan vertigo perifer dan central
VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di
serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang
khas bagi gangguan di batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan
fungsi motorik, rasa lemah.5
VERTIGO PERIFER
12
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala (+) (-)
Gejala otonom (++) (-)
Gangguan pendengaran (+) (-)
Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan
nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya nvolunter, bolak
balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk reaksi dari
refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau
patologis dan manifes secara spontan atau dengan rangsangan alat bantu seperti test
kalori, tabung berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau
menyimpang atau test posisional atau gerakan kepala.
Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa
jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo
bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
2.7 Gejala Klinis
13
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer,
sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh gangguan pada
sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia, ataxia, gejala pendengaran.
Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputar. Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi.
Vertigo horizontal merupa tipe yang paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga
dalam. Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan
dari sisi yang berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika
sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya berasal dari
sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas. Vertigo rotasi
merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara biasnaya disebabakan BPPV
namun jika menetap disebabakan oleh sentral dan biasanya disertai dengan rotator nistagmus.
12
14
berkurang setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis. 3
Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin lama
durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral menjadi lebih besar. Vertigo
perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral kecuali pada
cerebrovascular attack. Perbedaan onset dan durasi maisng-masing penyebab vertigo
dapat dilihat pada table 4. 2
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo sentral
yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya menyebabkan tanda
neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan ketidakseimbnagan yang parah,
nystagmus murni vertical, horizontal atau torsional dan tidak dapat dihambat oleh
fiksasi mata pada objek.
Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendnegaran, nyeri, mual, muntah dan
gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo.
Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari perifer,
kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius interna atau
arteri anterior inferior cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan
dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau
iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada acute
vestibular neuronitis dan pada meniere disease yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis
berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran, parestesia,
penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris
lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular,
neoplasma, atau multiple sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala
lain yang berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal
(throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia.
21-35 persen pasien dengan migraine mengeluhkan vertigo. 3
15
Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan migraine, kejang, menire disease, atau yuli pada usia
muda perlu ditanyakan (Chain,
Riwayat pengobatan
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya vertigo melipti obat-obatab yang
ototoksik, obat anti epilepsy, antihipertensi, dan sedative
Pertama yang perlu ditanyakan pada pasien adalah bentuk vertigonya, onset, apakah
dipengaruhi oleh perubahan posisi, faktor pencetusnya, serta gejala lain yang berhubungan
seperti maul dan muntah.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan leher dan system
cardiovascular.
Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
- pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli sensorineural,
nistagmus. 2
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis cerebellar.
Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator konsisten
dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih
dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki instabilitas yang
parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupunRomberg’s sign konsisten dengan
masalah vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam
mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk gangguan
vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness
16
(tidak hanya erbatas pada vertigo) misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia,
atau cerebrovascular event3.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.
Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada
kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
17
Gambar 4. Uji Unterberger
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.
1. Fungsi Vestibuler
- Dix-Hallpike manoeuvre 1
18
hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya
perifer atau sentral.
- Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya normal.
Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu diperiksa
nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur ersebut menginduksi terjadinya
vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai
19
sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus terjadi setelah hiperventilais menandakan
adanya tumor pada nervus VIII. 5
Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita diangkat ke
belakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin
berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi secara maksimal
oleh aliran konveksi akibat endolimf). Tabung suntik berukuran 20 mL dengan ujung
jarum yang dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan air bersuhu 30ºC (kira-
kira 7º di bawah suhu badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1
mL/detik, dengan demikian gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah gerak
nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang dialiri (karena air
yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah gerak dicatat, demikian juga
frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan lamanya nistagmus berlangsung
dicatat.Lamanya nistagmus berlangsung berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara
½ - 2 menit. Setelah istirahat 5 menit, telinga ke-2 dites.
Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya nistagmus pada
kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa. Pada penderita sedemikian 5
mL air es diinjeksikan ke telinga, secara lambat, sehingga lamanya injeksi
berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan normal hal ini akan mencetuskan nistagmus
yang berlangsung 2-2,5 menit. Bila tidak timbul nistagmus, dapat disuntikkan air es
20 mL selama 30 detik. Bila ini juga tidak menimbulkan nistagmus, maka dapat
dianggap bahwa labirin tidak berfungsi.
Tes ini memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin normal
hipoaktif atau tidak berfungsi.
Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat
dianalisis secara kuantitatif.
Posturografi
20
Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang mempunyai
peranan penting : sistem visual, vestibular, dan somatosensorik. Tes ini dilakukan
dengan 6 tahap :
a. Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun dalam
keadaan biasa (normal)
b. pandangan dihalangi (mata ditutup) dan tempat berdiri terfiksasi (serupa
dengan tes romberg)
c. pandangan melihat pemandangan yang bergoyang, dan ia berdiri pada tempat
yang terfiksasi. Dengan bergeraknya yang dipandang, maka input visus tidak
dapat digunakan sebagai patokan untuk orientasi ruangan.
d. pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan untuk berdiri digoyang.
Dengan bergoyangnya tempat berpijak, maka input somatosensorik dari badan
bagian bawah dapat diganggu.
e. mata ditutup dan tempat berpijak digayang.
f. pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan tumpuan berpijak
digoyang.
Dengan menggoyang maka informasi sensorik menjadi rancu (kacau;tidak
akurat) sehingga penderita harus menggunakan sistem sensorik lainnya untuk input
(informasi)
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli konduktif
dan tuli perseptif
b. Audiometri : Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone
Decay.
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher meliputi :
- pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel (misalnya herpes zoster
auticus (Ramsay Hunt Syndrome)) atau kolesteaatoma (Sura et Newell, 2010).
- Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yangterjadi ketika mendorong tragus dan
meatus akustikus eksternus pada siis yang bermasalah) mengindikasikan fistula
perikimfatik .2
- Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup untuk meningkat
tekanan melawan tuba eusthacius dan telinga dalam) dapat menyebabkan vertigo pada
21
pasien dengan fistula perilimfatik atau dehiscence kanalis semisirkularis anterior.
Namun nilai diagnostic berdasarkan klinis ini masih terbatas. 3
- Head impulses test
Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan diinstruksikan
untuk tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan kepala pasien. Dimulai dengan
pemeriksa menolehkan kepala pasien ke salah satu sisi pelan-pelan setelah itu pemeriksa
menolehkan kepala pasien sisi lainnya horizontal 20 o dengan cepat. Pada orang yang normal
tidak ada saccades mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi di objek. Jika ada sakade
setelahnya maka mengindikasikan bahwa terdapat lesi pada vestibular perifer pada siis itu
(Allen, 2008).
Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20 mmHg atau
lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit) pada pasien dengan
vertigo dapat menentukan masalah dehidrasi dan disfungsi otonom.
22
2.9 Diagnosis Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular testing,
evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan
gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan audiometric
pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan gangguan pendengaran
Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan dizziness .
Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.
Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi thyroid
dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien. 11
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA, tuli unilateral
yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan
periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII. 11
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Prinsip umum terapi Vertigo
Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat
terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan
simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :
ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin
yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,
siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-
kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum
dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping
ini memberikan dampak yang positif.
- Betahistin
23
Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di
telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping
Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.
Betahistin Mesylate (Merislon)
Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.
Betahistin di Hcl (Betaserc)
Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi
dalam beberapa dosis.
- Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg – 50
mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) –
50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan parenteral. Efek
samping mengantuk.
ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak
terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain
seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan
dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
24
FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun
tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh
bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
- Promethazine (Phenergan)
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut.
Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari.
Efek samping ialah sedasi (mengantuk).
OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo
lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi
gelisah – gugup.
25
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang
diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering dan
penglihatan menjadi kabur.
- Lorazepam
- Diazepam
- Skopolamin
26
Contoh latihan :
Keterangan Gambar:
Ambil posisi duduk.
Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk.
Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan
lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.
27
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Pekerjaan : Tukang urut
Agama : Islam
Alamat : Nan Balimo
B. ANAMNESA
• KELUHAN UTAMA
Pusing berputar sejak 2 hari yang lalu dan dirasakan hilang timbul.
Keluhan dirasakan memberat semenjak 1 hari yang lalu. sampai pasien tidak bisa
berjalan, pasien merasakan bahwa benda disekililingnya seakan akan
mengelilinginya , keluhan semakin bertambah ketika pasien melakukan perubahan
pada posisi tubuhnya, dan berkurang ketika pasien tidur.
Pasien tidak bisa melihat sejak lahir karena penyakit mata congenital yang dideritanya
Mual muntah sejak 1 hari yang lalu, muntah sebanyak 2 kali / sehari dan muntah apa
yang pasien makan sebelumnya
Pasien juga merasakan sering berkeringat, jantung kadang kadang berdebar – debar.
Telinga berdenging disangkal
Demam tidak ada,
Nyeri kepala tidak ada
Batuk pilek tidak ada
Sesak nafas tidak ada
28
Nyeri dada tidak ada
Nyeri perut tidak ada
Nyeri pinggang tidak ada
BAK dan BAB normal
• RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat DM (-)
Pasien laki-laki berumur 46 tahun. Sudah menikah dan Tinggal bersama istri. Bekerja
sebagai tukang urut. Pasien tidak merokok, minum kopi dan tidak mengkonsumsi alkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
- UMUM
29
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,1 ◦C
- THORAK
PARU
Perkusi : Sonor
JANTUNG
- ABDOMEN
30
Inspeksi : Perut tidak terlihat membengkak
Perkusi : Timpani
STATUS NEUROLOGIS
• GCS : E4M6V5 = 15
Brudzinsky I : (-)
BrudzinskyII : (-)
Kernig : (-)
b. N. II : Optikus
31
Tajam penglihatan Normal Normal
c. N. III : Okulomotorius
Kanan Kiri
Pteosis - -
Strabismus - -
Ekso/endpftalmus - -
Refleks cahaya + +
d. N. IV : Troklearis
Kanan Kanan
32
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Diplopia - -
e. N. V : Trigeminus
Motorik
Normal
MMembuka mulut
Normalrahang
MMenggerakan
Normal
MMenggigit
Normal
MMenguyah
Sensorik
DDivisi optalmika
- Sensibilitas Baik
DDivisi maksila
- Sensibilitas Baik
Abdusen
Kanan Kiri
33
Sikap bulbus Dalam batas normal Dalam batas normal
Diplopia - -
g. N. VII : Facialis
Kanan Kiri
h. N. VIII : Vestibularis
Kanan Kiri
34
b. Memendek Tidak bisa dilakukan Tidak bisa dilakukan
i. N. IX : Glossopharingeus
j. N. X : Vagus
Uvula Di tengah
Menelan +
Artikulasi Jelas
Suara Normal
Nadi Regular
k. N XI : Asesorius
Kanan Kiri
35
Menoleh ke kiri Normal
l. N XII : Hipoglosus
Tremor -
Fasikulasi -
Atrofi -
Pemeriksaan Kordinasi
Romberg test + +
36
Tremor Tidak dilakukan
Pemeriksaan sensibilitas
Sistem Refleks
37
Barbamgki Tidak Tidak Triseps (+) (+)
s dilakukan dilakukan
Patologis
Fungsi Otonom
38
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Hipersekresi
Fungsi luhur
Reflek memegang -
1. Darah Rutin
DIAGNOSIS
Diagnosa Sekunder :-
39
disease,
PROGNOSA
TERAPI
Faramakologi
Anti histamine : Betahistine 3 x 6 mg
Antagonis Reseptor H2 : Ranitidin 2 x 150 mg
Analgetik : Paracetamol 3 x 500 mg
Non farmakologi
Memberikan penjelasan tentang perjalanan penyakit BBPV
Memberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu penyakit yang berbahaya dan
prognosisnya baik, dapat hilang spontan dalam beberapa waktu, walaupun kadang –
kadang dapat berlangsung lama dan sewaktu – waktu dapat kambuh kembali
Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa faktor pencetus timbul nya BBPV
bisa disebabkan karena perubahan posisi kepala yang berlangsung secara terus
menerus, kopi, msg dan penyedap makanan lainnya
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menjaga higenitas telinganya karena
salah satu penyebab BBPV adalah labirinitis
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk olahraga dengan teratur
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk rutin mengkonsumsi obat yang
diberikan dokter
BAB IV
40
PEMBAHASAN KASUS
A. Dasar Diagnosis
1. Anamnesis
Pusing berputar sejak 2 hari yang lalu dan dirasakan hilang timbul. Keluhan dirasakan
memberat semenjak 1 hari yang lalu. sampai pasien tidak bisa berjalan, pasien merasakan
bahwa benda disekililingnya seakan akan mengelilinginya , keluhan semakin bertambah
ketika pasien melakukan perubahan pada posisi tubuhnya, dan berkurang ketika pasien tidur.
Pasien tidak bisa melihat sejak lahir karena penyakit mata congenital yang dideritanya. Mual
muntah sejak 1 hari yang lalu, muntah sebanyak 2 kali / sehari dan muntah apa yang pasien
makan sebelumnya, pasien juga merasakan sering berkeringat, jantung kadang kadang
berdebar – debar. Telinga berdenging disangkal, demam tidak ada, nyeri kepala tidak ada,
batuk pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri dada tidak ada, nyeri perut tidak ada, nyeri
pinggang tidak ada, BAK dan BAB normal.
- Riwayat DM disangkal
3. Pemeriksaan Fisik
41
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik pada pasien ini ditegakan diganosa
- Diagnosa Sekunder :-
Pemeriksaan Penunjang:
1. Darah Rutin
B. Dasar Terapi
Farmakologi
- Anti Histamine : Betahistin 3 x 6 mg,
Non farmakologi
Memberikan penjelasan tentang perjalanan penyakit BBPV
Memberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu penyakit yang berbahaya dan
prognosisnya baik, dapat hilang spontan dalam beberapa waktu, walaupun kadang –
kadang dapat berlangsung lama dan sewaktu – waktu dapat kambuh kembali
Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa faktor pencetus timbul nya BBPV
bisa disebabkan karena perubahan posisi kepala yang berlangsung secara terus
menerus, kopi, msg dan penyedap makanan lainnya
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menjaga higenitas telinganya karena
salah satu penyebab BBPV adalah labirinitis
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk olahraga dengan teratur
Memberikan penjelasan kepada pasien untuk rutin mengkonsumsi obat yang
diberikan dokter
C. Dasar Prognosa
42
Prognosa pada penyakit ini adalah;
- Quo et Sanam : Dubia ad bonam, apabila tekanan darah terkontrol dan melatih
latihan buat keseimbangan.
BAB V
43
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
44
1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,
BJMP 2010;3(4):a351
2. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular
migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
3. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family
Physician January 15, 2006 ◆Volume 73, Number 2
4.
5. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008
6. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011. Diunduh
tanggal 8 April 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/794789-
clinical#a0217
7. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that
Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732): 19-23.
8. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and
Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6
9. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal
Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing. December:2006
10. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family
Physician March 15,2005:71:6.
11. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)
12. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10 September 2009.
Diunduh tanggal 8 April 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104
45