Anda di halaman 1dari 18

STUDI PEMBUATAN MINYAK SAWIT SECARA TRADISIONAL

(KINERJA PEREBUSAN BUAH : PENGARUH LAMA PEREBUSAN)

Disusun Oleh :
Ahmad Fazrin Maulana
NPM. E1G018010

Pembimbing Akademik :
Dr. Yazid Ismi Intara, SP., M.Si.
NIP.19740727 200501 1 001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................. 2
1.4 Batasan Masalah................................................................................................... 2
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit........................................................................................ 4
2.2 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit...................................................................... 4
2.3 Minyak Kelapa Sawit........................................................................................... 5
2.4 Ekstraksi............................................................................................................... 6
2.5 Ekstraksi Minyak CPO Menggunakan Metode Wet Rendering.......................... 7
2.6 Teknik Pengolahan Buah Kelapa Sawit............................................................... 8
2.7 Perebusan Buah Kelapa Sawit............................................................................. 12
2.8 Sistem Perebusan Buah Sawit.............................................................................. 13
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Cara Penelitian..................................................................................................... 15
3.2 Rancangan Penelitian........................................................................................... 15
3.3 Pengumpulan Data............................................................................................... 16
3.4 Analisis Data........................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 18

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prospek agroindustri perkebunan kelapa sawit di Indonesia sangat bagus, hal ini bisa
dilihat dari semakin luasnya lahan tanam yang ada. Luas lahan yang sudah ditanami hingga
tahun 2015 telah mencapai sekitar 11,44 juta hektar. Secara nasional, sebaran luas areal tanam
kelapa sawit di pulau-pulau besar Indonesia hingga tahun 2015, daerah yang terluas ada di
Pulau Sumatera, yakni 63 persen, disusul di Kalimantan 34 persen dan sisanya 3 persen
tersebar di Sulawesi, Maluku, Papua dan Jawa (BPS, 2016).
Indonesia adalah Negara dengan luas perkebunan kelapa sawit dan sebagai produsen
Crude Palm Oil (CPO) nomor satu di dunia, yakni sekitar 24 juta ton. Produksi CPO
Indonesia selain menjadi sumber pendapatan negara, juga sekaligus memenuhi 47%
kebutuhan minyak nabati dunia. Manfaat lain dari adanya perkebunan kelapa sawit yaitu
terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang hidup di sekitar perkebunan, yang
diharapkan dapat mendongkrak perekonomian dan taraf hidup masyarakat secara
berkelanjutan (Lukito, 2017).
Pengolahan buah kelapa sawit untuk mendapatkan minyak dapat dilakukan secara
tradisional melalui proses ekstraksi (Ketaren, 1986 dalam Putri, 2019). Salah satu cara
ekstraksi minyak dapat dilakukan dengan perebusan, pemanasan. Teknik tersebut merupakan
teknik sederhana yang dikenal dengan istilah wet rendering. Wet rendering merupakan suatu
sistem pemisahan minyak dari bahan yang mengandung kadar air tinggi dan pada
pengerjaannya dilakukan penambahan air dalam jumlah besar (Bambang, 1984 dalam Putri,
2019).
Proses perebusan merupakan tahap pertama pengolahan tandan buah segar sawit di
pabrik minyak kelapa sawit, yang sangat menentukan pencapaian besarnya rendemen dan
mutu minyak mentah sawit maupun kernel yang dihasilkan. Diantara faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan proses perebusan tandan buah segar sawit adalah ukuran berat
tandan, tingkat kematangan buah dan lama waktu perebusannya (Pandu, 2017).
Pada umumnya teknologi industri pengolahan minyak kelapa sawit menjadi CPO
selalu menggunakan teknologi penguapan dari boiler yang diteruskan pada stasiun-stasiun
pengolahan hingga pengepresan untuk mengeluarkan minyak. Saat ini belum dikembangkan
teknologi tepat guna untuk skala home industry yang mengolah buah kelapa sawit langsung
menjadi CPO. Pembuatan CPO diduga dapat dilakukan dengan cara sederhana yaitu
menggunakan perlakuan suhu dan lamanya ekstraksi. Salah satu contohnya adalah pembuatan
1
minyak sawit yang dilakukan oleh masyarakat Nigeria secara tradisional. Mereka mengolah
sendiri buah kelapa sawit hasil panen menjadi minyak sawit menggunakan alat-alat seadanya.
Proses pengolahan mulai dari perebusan sampai pengepresan juga masih menggunakan cara
tradisional. Hasil minyak yang mereka dapat kemudian dijual ke pasar-pasar tradisonal. Oleh
karena itu penelitian ini perlu dilakukan guna mempelajari ulang tentang pembuatan minyak
CPO yang lebih mudah dan dapat diaplikasikan melalui aplikasi teknologi sederhana untuk
dapat diterapkan pada teknologi skala home industry oleh para petani.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Putri (2019). Penelitian tersebut
menggunakan waktu perebusan selama 70 menit, 80 menit, 90 menit, dan 100 menit serta
menggunakan suhu 50 0C, 65 0C, 80 0C, dan 95 0C. Penelitian dilakukan mengggunakan
metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali pengulangan. Hasil perebusan
mendapatkan rendemen CPO tertinggi diperoleh dari perlakukan suhu 95 0C – 100 0C
sebanyak 30, 47% dengan lama waktu perebusan 100 menit. Hasil lainnya seperti kadar asam
lemak bebas, kadar air dan nilai DOBI dapat menjadi acuan dan referensi saya dalam
melakukan penelitian ini. Jumlah sampel yang diuji pada penelitian sebelumnya (Putri, 2019)
yaitu sebanyak 48 sampel, sedangkan jumlah sampel yang akan diuji pada penelitian
mendatang sebanyak 15 sampel. Selain itu proses menghasilkan rendemen minyak CPO pada
penelitian sebelumnya menggunakan proses ekstraksi, sedangkan untuk penelitian mendatang
menggunakan metode perebusan sederhana menggunakan bahan bakar kayu bakar.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana teknik perebusan buah sawit yang paling tepat digunakan pada pembuatan
CPO secara tradisional?
2. Bagaimana pengaruh lama waktu perebusan terhadap sifat fisik buah sawit hasil
rebusan pada pembuatan CPO secara tradisional?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan teknik perebusan buah sawit yang paling tepat digunakan pada
pembuatan CPO secara tradisional.
2. Mengamati bagaimana perubahan sifat fisik buah sawit hasil rebusan dengan
perlakuan lama waktu perebusan pada pembuatan CPO secara tradisional.

2
1.4 Batasan Masalah
1. Buah sawit yang digunakan dari varietas tenera.
2. Perebusan buah sawit dilakukan dengan cara tradisoinal dan menggunakan bahan
bakar tradisional.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah peneliti mendapatkan teknik perebusan buah sawit
yang paling tepat dalam pembuatan CPO secara tradisional. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
adalah dapat diketahui cara perebusan buah sawit paling baik untuk mendapatkan CPO yang
tinggi dalam pembuatan cpo secara tradisional. Manfaat bagi masyarakat adalah memberikan
alternatif pengolahan minyak sawit sederhana (CPO) yang dapat dilakukan langsung oleh
masyarakat sehingga masyarakat dapat memproduksi CPO secara tradisional.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit berasal (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika Barat,
merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih
tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Secara umum rata-rata waktu
tumbuh kelapa sawit adalah 20 hingga 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai
kelapa sawit muda, hal ini dikarenakan kelapa sawit tersebut belum menghasilkan buah.
Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Pada usia tujuh sampai
sepuluh tahun disebut sebagai periode matang (the mature periode), dimana pada periode
tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar (fresh fruit bunch). Tanaman kelapa sawit
pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah tandan
segar. Terkadang pada usia 20 hingga 25 tahun tanaman kelapa sawit mati. (Wikipedia, 2019).
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon yang tingginya mencapai 25 meter. Bunga
dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak, buahnya kecil dan apabila masak
berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat, daging dan kulit buahnya melindungi
minyak. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman monokotil. Menurut
Mangoensoekarjo dan Semangun (2008) secara taksonomi kelapa sawit dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Spadiciflorae (Arecales)
Famili : Palmae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq

2.2 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit


Kelapa sawit mempunyai beberapa jenis atau varietas yang dapat dibedakan
berdasarkan ketebalan tempurung dan bagian buah yaitu :

4
2.2.1 Dura
Tempurung cukup tebal antara 2 hingga 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada
bagian luar tempurung. Daging buah relative tipis dengan persentase daging buah terhadap
buah bervariasi antara 35 hingga 50%. Kernel (daging 7 biji) biasanya besar dengan
kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon
induk betina.
2.2.2 Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya
tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis.
Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain. Varietas ini
dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase ini. Oleh sebab
itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera
dengan Dura akan menghasilkan Tenera
2.2.3 Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan
Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini.
Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 hingga 4 mm, dan terdapat
lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60
hingga 96% tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi
ukuran tandannya relatif lebih kecil (SNI, 2006).

2.3 Minyak Kelapa Sawit


Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kepala sawit berupa minyak
sawit mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO
atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna (jernih). Jika dibandingkan dengan minyak nabati
lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tersendiri, yakni tidak hanya dikonsumsi
untuk kebutuhan pangan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non-pangan. CPO atau PKO
banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri
sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan
sebagai bahan bakar alternatif (Sastrosayono, 2006).
Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang diekstraksi dari bagian mesokarp
buah sawit secara mekanis dan fisika di pabrik kelapa sawit (PKS). Minyak sawit secara alami
berwarna merah karena kandungan bera-karoten yang tinggi. Pengolahan buah kelapa untuk
mendapatkan minyak dapat dilakukan secara tradisional melalui proses ekstraksi. Ekstraksi
adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga
5
mengandung minyak atau lemak. Ekstraksi minyak dapat dilakukan dengan
perebusan/pemanasan (rendering), pengepresan (pressing) atau memakai pelarut non polar
yang mudah menguap (solvent extraction) (Ketaren, 1986).

2.4 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran
homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating agent. Pemisahan terjadi atas
dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Ekstraksi
termasuk proses pemisahan melalui dasar operasi difusi. Secara difusi proses pemisahan
terjadi karena adanya perpindahan solute, searah dari fasa diluen ke fasa solven sebagai akibat
beda potensial diantara dua fasa yang saling kontak sedemikian hingga pada suatu saat sistem
berada dalam keseimbangan (Herry, 2014).
Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry remdering dan wet
rendering), mechanical expression, dan solvent extraction (Ketaren, 1986).
2.4.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering,
penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk mengumpulkan
protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehinga mudah
ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya. Menurut pengerjaannya
rendering dibagi dalam dua cara, yaitu wet rendering dan dry rendering.
a. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup
dengan menggunakan temperature yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap
(40-60 psi). penggunaan temperatur rendah dalam proses wet rendering dilakukan jika
diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan
pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran
tersebut dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50 0C sampai diaduk. Minyak yang
diekstraksi akan naik ke atas dan kemudian dipisahkan.
B. Dry Rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam
jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau
lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi dipanaskan sambil
6
diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220 0F sampai 230 0F (105 0C – 110 0C). Ampas
bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak
yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak
dilakukan dari bagian atas ketel (Sudarmadji, 1989).
2.4.2 Mechanical Expression (Pengepresan Mekanis)
Pengepresan mekanis merupaka suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama
untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari
bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan
perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan
pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta
tempering atau pemasakan (Ketaren, 1986).
2.4.3 Solvent Extraction
Cara ekstraksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dan digunakan untuk
bahan yang kandungan minyaknya rendah. Lemak dalam bahan dilarutkan dengan pelarut,
tetapi cara ini kurang efektif karena pelarut mahal dan lemak yang diperoleh harus dipisahkan
dari pelarutnya dengan cara diuapkan. Selain itu, ampasnya harus dipisahkan dari pelarut
yang tertahan, sebelum dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak (Winarno, 1991).

2.5 Ekstraksi Minyak CPO Menggunakan Metode Wet Rendering


Ekstraksi minyak dapat dilakukan dengan perebusan/pemanasan (rendering),
pengepresan (pressing) atau memakai pelarut non polar yang mudah menguap (solvent
extraction). Wet rendering adalah metode yang paling tua yang dikenal manusia, tetapi masih
sering dilakukan dalam industri-industri rumah tangga di pedesaan karena hanya memerlukan
alat pemanas (Bambang, 1984).
Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak yang disintesis dari buah kelapa sawit
yang berumur 22-24 minggu setelah pembuahan, CPO diekstraksi dari bagian mesocarp
(daging) buah sawit. Pembuatan minyak CPO (Crude Palm Oi) pada penelitian ini dilakukan
dalam skala laboratorium dengan metode wet rendering menggunakan panci dan pemanasan
berasal dari kayu bakar. Proses pembuatan minyak CPO secara home industri menggunakan
tandan buah segar kelapa sawit yang diperoleh dari perkebunan masyarakat di Kecamatan
Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah. Buah kelapa sawit yang digunakan adalah buah
kelapa sawit dari varietas Tenera (masak). Buah masak adalah buah yang sudah membrondol
minimal 5 brondolan dan buah berwarna orange. Ciri-ciri dari buah varietas ini adalah
mempunyai tempurung yang tipis, terdapat lingkaran serabut/daging buahnya tebal, dan
tandan buah lebih banyak tetapi ukurannya related kecil. Buah kelapa sawit yang telah
7
diperoleh dipisahkan antara daging buah sawit dengn cangkangnya secara manual
menggunakan pisau. Daging buah buah sawit yang telah dipisahkan lalu dipotong menjadi
bagian-bagian kecil dan ditimbang sebanyak 100 gram/sampel. Untuk satu sampel minyak
CPO yang dihasilkan memerlukan 8 sampai 9 brondol sawit. Satu brondolan buah kelapa
sawit mempunyai berat rata-rata 20 gram. Sebelum masuk ke proses ekstraksi, daging buah
sawit dihaluskan menggunakan blender dengan penambahan air 1:2 kemudian diekstrak
dengan metode wet rendering yang diberi perlakuan suhu dan waktu, lalu didapatkan minyak
CPO yang diinginkan. Proses ekstraksi minyak CPO mengacu pada prosedur yang digunakan
oleh Widyanto (2015).

2.6 Teknik Pengolahan Buah Kelapa Sawit


Tahapan-tahapan pengolahan minyak sawit terdiri dari stasiun penerimaan buah,
stasiun perebusan, stasiun perontokan, stasiun pres dan stasiun klarifiksi. Tandan buah segar
(TBS) yang masuk dengan truk atau lori, ditimbang pada sta-siun ini kemudian ditimbun
sementara menunggu antrian pengolahan. Pada stasiun perebusan TBS mengalami perebusan
dengan menggunakan uap panas boiler. Maksud dari perebusan antara lain untuk
menginaktifkan enzim lipase yang ada dalam buah maupun mikrobia kontaminan,
memudahkan pemisahan dengan tandan, memudahkan pelumatan daging buah, dan
memudahkan proses klarifikasi (Lubis, 1992 dalam Supriyanto, 2017).
Pengolahan kelapa sawit adalah kombinasi perlakuan mekanis, fisis dan khemis
terhadap tandan buah segar kelapa sawit. Pada prinsipnya pengolahan kelapa sawit ini
merupakan ekstraksi CPO (Crude Palm Oil) secara mekanis dari tandan buah segar dan
kemudian diikuti dengan proses pemurnian. Tahapan proses dalam ekstraksi CPO ini
merupakan tahap berkesinambungan sehingga masing-masing tahapan akan mempengaruhi
tahapan selanjutnya. Proses pengolahan kelapa sawit ada dua cara yaitu secara tradisional dan
modern. Secara garis besar tahapan yang dilakukan pada pengolahan kelapa sawit adalah
perebusan, perontokan/penebahan, pengepresan, dan pemurnian. Berikut penjelasan dari
masing pengolahan kelapa sawit.
2.6.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit Cara Tradisional
Proses pengolahan kelapa sawit cara tradisional merupakan cara atau teknik
pengolahan kelapa sawit dengan teknologi yang sederhana dan menggunakan alat yang
sederhana pula. Berikut alur proses pengolahan kelapa sawit cara tradisional.
a. Separation
Proses separation bertujuan untuk memisahkan buah sawit dari tandannya. Pemisahan
buah kelapa sawit dari tandannya ini untuk memudahkan proses selanjutnya. Biasanya
8
bahan baku kelapa sawit yang digunakan hanya menggunakan kelapa sawit yang telah
jatuh dan memotong tandan buah segar (TBS) pohon yang rendah.
b. Softening
Proses softening bertujuan untuk melembutkan buah kelapa sawit pada tahapan
berikutnya. Softening dapat dilakukan dengan dua cara yakni soft oil
processing dan hard oil processing. Soft oil processing ialah proses softening yang
dilakukan dengan cara merebus buah sawit selama 4 jam. Buah yang telah direbus
selanjutnya ditumbuk hingga menjadi bubur. Selanjutnya bubur tersebut diperas untuk
menghasilkan minyak. Sedangkan hard oil processing dilakukan dengan
memfermentasi buah untuk melunakkan buah secara alami. Buah yang telah lunak
selanjutnya ditumbuk hingga menjadi bubur dan ditampung dalam suatu wadah.
Penampungan tersebut kurang lebih 3 hari, bubur buah tersebut akan menghasilkan
minyak sawit. Cara kedua ini akan menghasilkan minyak dengan kandungan free fatty
acid (FFA) lebih tinggi dibandingkan cara yang pertama.
c. Pressing
Tujuan dari tahapan pressing yaitu untuk memproses biji inti kelapa sawit yang telah
melalui proses pembersihan. Tahapan ini akan memisahkan minyak dan
mengepressnya sehingga menghasilkan minyak kelapa sawit jenis CPO (Crude Palm
Oil). Tahapan ini harus dilakukan dengan baik dan benar agar tidak kehilangan banyak
persentase minyak kelapa sawit yang akan berpengaruh terhadap mutu minyak sawit.
d. Purification
Tahapan ini bertujuan untuk memisahkan minyak dari air dan serat buah yang masih
terkandung dari hasil proses softening. Purification dilakukan dengan cara
memanaskan hingga mendidih cairan hasil softening. Dengan cara ini diharapkan sisa
air yang terkandung dapat dihilangkan.
2.6.2 Proses Pengolahan Kelapa Sawit Cara Modern
Proses pengolahan kelapa sawit cara modern biasanya diterapkan pada industri skala
besar dan memerlukan peralatan serta teknologi yang tidak sederhana. Berikut tahapan atau
alur proses pengolahan kelapa sawit.
a. Penerimaan bahan baku
Buah sawit dalam proses pengolahan adalah buah yang matang dan akan berpengaruh
terhadap mutu serta jumlah produk yang dihasilkan. Penentuan saat panen juga sangat
mempengaruhi kandungan asam lemak bebas minyak sawit yang dihasilkan. Buah
masa pematangannya telah lewat akan menghasilkan minyak yang mengandung asam
lemak bebas lebih dari 5 %. Sedangkan buah yang belum matang akan menghasilkan
9
asam lemak bebas yang rendah namun rendemen minyak yang dihasilkan juga rendah.
Proses pengolahan kelapa sawit diawali dengan penerimaan bahan baku buah sawit
segar. Penerimaan buah baku pada pengolahan kelapa sawit dilakukan dengan
menggunakan jembatan timbang dan loading ramp.  Pengggunaan jembatan timbang
dikarenakan pada pengolahan kelapa sawit skala produksinya yaitu besar dan biasanya
menggunakan truk sebagai alat angkutnya sehingga metode penimbangan dilakukan
dengan menggunakan jembatan timbang dimana truk beserta muatannya ditimbang.
Penimbangan dilakukan dua kali yaitu truk beserta muatannya dan truk tanpa muatan.
Selisih antara berat truk bermuatan dan tanpa muatan menghasilkan berat tandan buah
segar. Buah segar yang telah ditimbang selanjutnya dibawa ke loading ramp untuk
dilakukan sortasi sesuai kriteria. Berikut kriteria buah kelapa sawit yang akan
dilakukan penyortasian.
 Buah mentah (unripe) tandan buahnya segar dengan kriteria tidak ada buah
yang membrondol dan biasanya warna buahnya hitam.
 Buah mengkal (under ripe) kriteria tandan buahnya hanya membrondol 25%
dari total tandan buah segar.
 Buah matang (ripe) kriteria tandan buahnya 50 % sudah membrondol.
 Buah terlalu matang (over ripe) kriteria tandan buahnya sudah membrondol
lebih dari 75 %.
b. Sterilisasi
Proses sterilisasi ini bertujuan untuk menonaktifkan enzim lipase yang berperan pada
pembentukan FFA (free fatty acid), memudahkan proses pelepasan buah dari tandan,
melunakkan daging buah, dan mencegah pecahnya kernel saat proses pengambilan
minyak sawit.Cara sterilisasi  dilakukan dengan perebusan dalam sterilizer yang
berupa bejana uap bertekanan 2.8-3 kg/cm2 selama 90 menit.
Sterilisasi yang dilakukan terhadap tandan kelapa sawit ini menggunakan sistem triple
peak yaitu sistem perebusan dengan tiga puncak untuk tujuan pengkondisian udara
dalam  bejana. Puncak pertama dimaksudkan untuk membuang udara yang ada di
dalam bejana sterilizer dan dilanjutkan puncak kedua untuk menekan sisa udara dan
uap air yang masih tersisa dalam bejana. Kondensat juga akan keluar, sehingga
kandungan udara dalam bejana semakin kecil. Puncak ketiga adalah untuk penetrasi
uap ke dalam kelompok brondolan terdalam dari tandan sehingga enzim akan non
aktif dan mesocarp menjadi lunak untuk memudahkan terlepas dari tandan dan nutnya.

10
c. Stripping (Perontokan buah)
Proses stripping berfungsi untuk memisahkan buah sawit dari tandannya. Buah yang
telah disterilisasi selanjutnya diangkat dengan menggunakan hoisting crane dan
dituang ke dalam mesin thresher melalui hooper yang berfungsi untuk menampung
buah yang telah disterilisasi. Stripping dilakukan dengan membanting buah dalam
drum putar kecepatan putarannya 23-25 rpm. Buah yang terpipil akan jatuh melalui
sela-sela mesin dan ditampung oleh fruit elevator dan dibawa dengan distributing
conveyor untuk didistribusikan ke unit digester. Massa brondolan ini disebut Mass
Passing to Digester (MPD) dimana brondolan ini mengandung kelopak, spiklet, dan
sampah lainnya.
d. Digestion (Pencacahan)
Proses pencacahan dalam digester, buah diaduk dan dilumat agar memudahkan
terpisahnya daging buah dari biji. Digester terdiri dari tabung silinder yang berdiri
tegak di dalamnya dipasang pisau-pisau pengaduk sebanyak 6 tingkat yang diikatkan
pada poros dan digerakkan oleh motor listrik. Pisau pengaduk ini berfungsi untuk
merajang buah sehingga terjadi pelepasan biji dan pemecahan minyak. Proses
pengadukan berlangsung selama 30 menit, setelah massa buah dari proses pengadukan
selesai kemudian dimasukan ke dalam alat pengepresan (screw press).
e. Pressing (Pengepresan)
Proses ini berfungsi untuk melepaskan minyak sawit dalam buah menggunakan uap
panas dan memberi tekanan secara mekanik sehingga diperoleh minyak kasar (crude
oil) dari daging buah.  Tahapan ini juga berfungsi untuk ekstraksi minyak secara
mekanis dengan mesin screw press. Mesin screw press ini bekerja dengan cara
memeras cacahan sawit untuk mendapatkan minyak sawit. Pengepresan minyak sawit
ini nantinya akan menghasilkan minyak kotor dan ampas. Minyak kotor dari sawit ini
nantinya akan dilakukan pemurnian di tahapan selanjutnya. Ampas dari hasil
pengepresan masih bercampur dengan nut dan membentuk gumpalan lalu akan
dipecah dan dipisahkan antara ampas dan nut dengan alat yang bernama cake beaker
conveyer atau pemisah ampas kempa.
f. Screening
Proses screening berfungsi untuk memisahkan air dan kotoran dari minyak sawit yang
dihasilkan. Pada proses ini digunakan peralatan seperti vibrating screen untuk
memisahkan kotoran padat sehingga kandungan air dapat terpisah dari minyak. Cairan
hasil proses pressing terdiri dari campuran minyak, air, dan padatan bukan minyak
atau disebut Non Oily Solids (NOS). Screening bertujuan untuk memisahkan NOS
11
yang berukuran besar dari minyak agar diperoleh minyak yang sesuai standar pada
proses selanjutnya.
g. Purification (Pemurnian)
Tahapan pemurnian ini berfungsi untuk menghasilkan minyak yang baik dan
berkualitas. Pemurnian minyak juga berfungsi untuk memisahkan kotoran dan
kontaminan lain yang berusaha mengurangi atau menurunkan kualitas minyak. Proses
pemurnian minyak sawit menggunakan sistem pengendapan, sentrifugasi dan
penguapan. Sistem tersebut akan memurnikan minyak dari kotoran atau kontaminan
yang bercampur dengan minyak sawit.

2.7 Perebusan Buah Kelapa Sawit


Tahap pengolahan TBS sawit yang pertama di PMKS adalah perebusan atau sterilisasi
yang dilakukan dalam bejana bertekanan (sterilizer) dengan menggunakan uap jenuh
(saturated steam). Penggunaan uap jenuh memungkinkan terjadinya proses penguapan
terhadap air yang ada di dalam buah sawit, yang memang harus dikeluarkan (sebagian) agar
memudahkan proses pengambilan minyak sawit yang ada padanya (Kamal, 1999). Media
pemanas yang dipergunakan dalam perebusan TBS sawit adalah uap jenuh (saturated steam)
berasal dari uap panas yang digunakan untuk menggerakan turbin, yang dilewatkan pada back
pressure vessel (BPV) yang diisi air sehingga uap yang dihasilkan tidak kering. Tekanan uap
jenuh yang berasal dari BPV tidak lebih dari 4 (empat) bar dengan temperatur sekitar 142 ºC.
Temperatur yang digunakan pada saat perebusan jika lebih dari 142 ºC, kemungkinan
mengakibatkan bagian luar buah menjadi hangus atau gosong sehingga kualitas minyak sawit
mentah rusak (Sitepu, 2011). Sebaliknya jika perebusannya menggunakan suhu kurang dari
100ºC, bisa mengakibatkan enzim lipase dan enzim lipoksidase pada buah tetap bisa aktif
sehingga memicu peningkatan asam lemak bebas (ALB), disamping kandungan kadar air
pada buah yang masih tinggi, sehingga dapat menurunkan mutu minyak kelapa sawit yang
dihasilkan (Darnoko, 2003). Kamal (2006) juga berpendapat bahwa sterilisasi atau perebusan
TBS sawit merupakan tahapan yang sangat penting dalam operasional PMKS, karena proses
ini merupakan kunci yang menentukan kuantitas (rendemen) dan kualitas minyak (CPO) dan
kernel yang dihasilkan.
Menurut Pahan (2008), perebusan TBS sawit bertujuan untuk memudahkan pelepasan
berondolan dari janjangan, menonaktifkan aktivitas enzim penstimulir kenaikan asam lemak
bebas, memudahkan pemisahan daging buah dari biji, mempermudah proses pemisahan
molekul minyak dari daging buah, serta menurunkan kadar air dan merupakan proses
pengeringan awal terhadap biji. Operasi perebusan memberi andil sekitar 60 % dari
12
keberhasilan operasi pengolahan TBS sawit di PMKS (Sawitindo, 2012). Oleh karena
pentingnya tahap ini, maka operasi perebusan sering dijadikan tolok ukur penyebab kerugian
yang dialami perusahaan, jika didapati nilai rendemen minyak kelapa sawitnya (oil effisiency
of rendement/ OER) dan kernel yang dihasilkan tidak maksimal dan mutunya rendah. Padahal
sudah diyakini bersama, bahwa rendemen minyak sepenuhnya adalah prestasi bagian kebun,
bagian pabrik hanya bisa menekan tingkat kehilangan minyak dan kernel yang mungkin
terjadi dan menjaga mutu minyak kelapa sawit dan kernel yang dihasilkan.
Dalam perebusan TBS sawit, suhu dan lama waktu perebusan sangat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas minyak dan kernel yang dihasilkan (Sivasothy,1993). Kehilangan
minyak yang tinggi dan kualitas yang rendah pada proses perebusan, merupakan hal yang
dapat merugikan perusahaan. Penambahan tekanan mengakibatkan guncangan - guncangan
pada buah sehingga mengakibatkan keluarnya minyak dari mesokarp, yang terikut pada saat
air kondensat dikeluarkan dari bejana perebusan (Naibaho, 1998). Sebaliknya waktu yang
terlalu singkat akan mengakibatkan kurang lunaknya mesokarp (daging buah) sehingga dapat
menyulitkan proses pengolahan tahap berikutnya (Siew, 2012). Selain itu faktor ukuran TBS
dan tingkat kematangan buah juga mempengaruhi lama waktu perebusannya (Siregar, 2002).
Permasalahan perebusan TBS sawit cukup rumit, karena biasanya tidak semua TBS
sawit yang masuk ke pabrik terdiri dari satu varietas dan memiliki tingkat kematangan buah
serta ukuran yang sama. Keadaan yang seperti ini menyebabkan metode perebusan yang tepat
sulit ditetapkan, pada umumnya dilakukan dengan cara kompromi antara manager dan asisten
pengolahan pabrik (Siregar, 2002). Untuk TBS sawit yang lewat matang, lama waktu
perebusan yang diberikan (pada suhu dan tekanan yang sama) tentu tidak sama dengan buah
yang mengkal. Buah yang lewat masak cukup memerlukan waktu perebusan yang singkat
(<90 menit) sedang untuk buah yang mengkal, memerlukan waktu perebusan yang lebih lama
agar TBS sawitnya masak. Ukuran TBS sawit yang lebih kecil, memerlukan waktu perebusan
yang lebih singkat daripada ukuran TBS sawit yang besar, karena penetrasi panas steam
kedalam TBS sawit yang berukuran kecil akan lebih cepat, sehingga menyebabkan buah lebih
cepat masak (Naibaho, 1998).

2.8 Sistem Perebusan Buah Sawit


Pemilihan sistem perebusan selalu dengan kemampuan boiler memproduksi uap,
untuk sasaran bahwa tujuan perebusan dapat tercapai. Berdasarkan sistem perebusan sterilizer
dapat dikelompokkan kedalam 3 jenis yaitu :

13
a. Sistem perebusan satu puncak (Single peak) Uap panas pada temperatur 130 – 150o C
dialirkan ke dalam ketel perebusan sambil menaikkan tekanan. Apabila tekanan telah
mencapai norma tertentu misalnya 2,3 kg/cm2.
b. Sistem perebusan dua puncak (Double peak) , maka tekanan dipertahankan selama
waktu tertentu, kemudian tekanan diturunkan dan perebusan dianggap selesai. Sistem
perebusan ini dipakai pada pabrik kelapa sawit tua sebelum tahun 1970. Uap panas
dengan temperatur didinginkan dialirkan kedalam ketel rebusan sambil menaikkan
pada tekanan tertentu. Setelah tekanan mencapai seperti diinginkan tekanan
diturunkan secara bertahap – tahap, kemudian tekanan dinaikkan kembali. Pada
puncak terakhir dibuat lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan dengan puncak
pertama. Sistem perebusan dua puncak jarang dipakai pada saat ini, tetapi masih dapat
ditemukan dipabrik – pabrik tertentu.
c. Sistem perebusan tiga puncak (Trippel peak) Sistem ini paling banyak digunakan pada
saat sekarang, karena dianggap lebih efesien dapat dilihat dari segi kehilangan minyak
dalam pengolahan. Sistem perebusan ini dimana jumlah puncak yang terbentuk selama
proses tiga puncak akibat dari tindakan pemasukan uap dan pembuangan uap,
dilanjutkan dengan pemanasan uap, penahanan dan pembuangan uap selama proses
perebusan satu siklus.
Proses perebusan tandan sawit merupakan suatu proses yang penting yang
menentukan kualitas minyak sawit yang dihasilkan dalam pengolahan CPO. Faktor yang
menentukan dalam perebusan tandan sawit antara lain suhu dan tekanan pada boiler serta
lama perebusan. Sistem perebusan yang biasa dilakukan dalam pengolahan CPO adalah
sistem dua puncak dan tiga puncak tekanan (double dan triple peak) dengan tekanan 2,8
sampai 3,2 kg/cm2 (Supriyanto, 2017).
Yang terpenting dalam proses rebusan ini adalah jumlah buah kelapa sawit dan
tekanan uap air dalam Sterilizer (salah satu bagian dari stasiun rebusan). Semakin besar buah
kelapa sawit mendapat tekanan uap air untuk waktu tertentu, semakin cepat terjadi
pemasakan. Sehingga dalam waktu yang sudah ditentukan dapat menghasilkan CPO yang
bagus dan berkualitas. Supaya tidak terjadi kesalahan dalam memasak buah sawit, baik dalam
jumlah sawit yang akan diolah maupun tekanan uap air yang diberikan serta kapan buah sawit
dapat ditarik dari stasiun rebusan, maka dari itu perlu dirancang suatu sistem yang dapat
membantu dalam pengolahan buah kelapa sawit (Wenda, 2017).

14
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Cara Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan cara percobaan dengan mengamati sifat atau karakter
tertentu dari sebagian anggota populasi yang diberi perlakuan berulang dan berbeda.

3.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor dan
dilakukan 3 kali pengulangan. Faktor yang diamati adalah waktu perebusan (menit) yaitu 60
menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit.
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan
Ulangan (U)
Waktu (S)
1 (U1) 2 (U2) 3 (U3)
S1 (60 menit) S1U1 S1U2 S1U3
S2 (90 menit) S2U1 S2U2 S2U3
S3 (120 menit) S3U1 S3U2 S3U3
S4 (150 menit) S4U1 S4U2 S4U3
S5 (180 menit) S5U1 S5U2 S5U3

3.3 Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer yang didapatkan dari
hasil pengukuran peneliti sendiri dengan data sebagai berikut :
a. Variabel yang diamati : perubahan sifat fisik buah sawit hasil perebusan (meliputi
warna buah, warna air rebusan, bentuk buah setelah direbus, kemudahan biji ketika
dilepaskan dari cangkang, serat buah setelah direbus) dan kandungan minyak hasil
rebusan.
b. Cara sampling : menggunakan sampling acak sederhana
c. Cara pengukuran : masing-masing sampel buah sawit hasil perebusan diamati
perubahan sifat fisik nya dengan cara manual (menggunakan panca indera) kemudian
hasil pengamatan dicatat di dalam tabel hasil pengamatan.

3.4 Analisis Data


Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan mencatat informasi perubahan
karakteristik bahan yang diuji.
15
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS), 2016. Direktori Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia.
Lukito, P. A. Dan Sudradjat. 2017. Pengaruh Kerusakan Buah Kelapa Sawit Terhadap
Kandungan Free Fatty Acid dan Rendemen CPO Di Kebun Talisayan I Berau. Jurnal
Bul. Agrohorti 5 (1) : 37-44.
Pandu, Imam Sudibyo Adib. 2017. Pengaruh Ukuran Berat Tandan, Tingkat Kematangan
Buah Dan Masa Rebus Tandan Buah Segar Sawit Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia
Hasil Rebusan Di Pt Bi Nusantara Teknologi Bengkulu. Doctoral dissertation,
Universitas Andalas.
Putri, M. M., Yazid, I. I., & Pandu, I. 2019. Kajian Ekstraksi Crude Palm Oil (CPO)
Menggunakan Metode Wet Rendering Terhadap Perlakuan Suhu Dan Lama
Pemanasan. Doctoral dissertation, Universitas Bengkulu.
Supriyanto, G. (2017). Analisa Minyak Hilang Selama Proses Pengolahan CPO Akibat Lama
Perebusan Tandan Buah Segar. Agroteknose (Jurnal Teknologi dan Enjiniring
Pertanian), 3(2).
Wenda, Yesi Hairian. 2017. Simulasi Pengoptimalan Waktu Memasak Buah Kelapa Sawit
Dengan Logika Fuzzy. Menara Ilmu, 11(77).

16

Anda mungkin juga menyukai