Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN HISCHPRUNG

PADA ANAK

OLEH

NAMA :

1. ELSI TAPATAB

2. RIAN LOTE

3. NIKEN SELAN

4. HENDRA LASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN M


ARANATHA

KUPANG

2021
2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya dan kemudahan, kekuatan, serta kelancaran dalam penyususnan dan p
enyelesaian Studi Kasus yang berjudul“GambaranGangguan Eliminasi Fekal Pad
a Pasien Anak Dengan Hirschprung Disease
Penulis menyadari bahwa studi kasus ini masih banyak kekurangan da
n jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak y
ang bersifat membangun sangat diharapkan.

Kupang,17-september-2021

Penulis

DAFTAR ISI
3

Kata Pengantar...............................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah. ............................................................................... 5
C. Tujuan Studi Kasus .............................................................................. 6
D. Manfaat Studi Kasus. ........................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori. .................................................................................... .10
1. Konsep Penyakit Hirschprung Disease. ........................................ 2
5 a.Definisi. .................................................................................... 2
5
b. Etiologi. .................................................................................... 26
c. Patofisiologi ... ......................................................................... 26
d. Manifestasi Klinis........ ............................................................ 27
e. Klasifikasi. ............................................................................... 28
f. Komplikasi. .............................................................................. 28
g. Penatalaksanaan. ...................................................................... 29

2. Gambaran Asuhan Keperawatan Hirshprung Disease .................. 2


9 a.Asuhan Keperawatan pada Hirschprung Disease .................... 2
9
b. Pengkajian Keperawatan. ......................................................... 30
c. Diagnosa Keperawatan............................................................. 32
d. Perencanaan Keperawatan.. ..................................................... 33
e. Pelaksanaan Keperawatan. ....................................................... 41
f. Evaluasi Keperawatan .............................................................. .41
B. Kerangka Teori . ................................................................................... .48
C. Kerangka Konsep. ................................................................................ .49

BAB I
4

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan kongenital pada


kolon yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pl
eksus submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Aurbachi. Sembilan
puluh persen kelainan ini terdapat pada rektum dan sigmoid. Penyakit ini d
iakibatkan oleh karena terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis
di daerah kolon distal pada minggu kelima sampai minggu kedua belas keh
amilan untuk membentuk sistem saraf intestinal. Kelainan ini bersifat gene
tik yang berkaitan dengan perkembangan sel ganglion usus dengan panjan
g yang bervariasi, mulai dari anus, sfingter ani interna kearah proksimal, t
etapi selalu termasuk anus dan setidaktidaknya sebagian rektum dengan ge
jala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional (Rochadi dkk., 2012).

Menurut Dede Nurhayati (2018), penyakit Hirschprung adalah suat


u kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter ani inter
nal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi. Disebut juga megac
olon kongenital, merupakan kelainan tersering yang dijumpai sebagai peny
ebab obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit ini tidak dijumpai pleks
us myenterikus sehingga bagian usus tersebut tidak dapat mengembang.

Angka kejadian penyakit Hirschsprungdi seluruh dunia terjadi seki


tar 1:5000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan de
ngan perbandingan 4:1. Data penyakit hirschprung di Indonesia belum beg
itu jelas. Apabila benar insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran, maka dengan j
umlah penduduk di Indonesia sekitar 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per
mil, diperkirakan akan lahir 1400 bayi lahir dengan penyakit Hirschprung.
Kebanyakan penyakit Hirschprung terjadi pada bayi aterm (cukup bulan) d
engan berat lahir ≤ 3 Kg, dan lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan (Padila, 2012).
Menurut Kemenkes RI tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedo
kteran Tata Laksana Penyakit Hirschprung nomor 474 tahun 2017 menyat
akan bahwa Hirschprungdianggapsebagai kasus kegawatdaruratan bedah y
ang perlu penanganan segera, apabila jika tanpa penangganan segera maka
5

mortalitas dapat mencapai 80% pada bulan-bulan pertama kehidupan. Den


gan penangganan yang tepat angka kematian dapat ditekan. Penyakit hirsc
hsprung dihubungkan dengan adanya mutasi pada paling kurang 12 gen ya
ng berbeda. Penyebab hirschprungdapat dihubungkan dengan adanya sekit
ar 12% individu yang mengalami abnormalitas dari kromosomnya dan kro
mosom yang paling berhubungan dengan hirschsprung adalah down syndr
ome, dimana dapat terjadi antara 2-10% dari semua kasus hirschsprung.In
dividu dengandown syndrom sekitar 100 kali lipat lebih tinggi berisiko me
nderita penyakit hirschprung dibandingkan individu yang normal.
.
Dampak yang terjadi pada penyakit hirschprungdiseasebila tidak di
tanganidengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti terjad
inya obstruksi usus, konstipasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, e
nterokolitis, striktur anal,dan inkontinensial (Nurarif & Kusuma, 2015). D
iagnosis hirschprungdapat ditegakkan dengan berbagai macam pemeriksaa
n, antara lain pemeriksaan foto polos abdomen, pemeriksaan rektum, bariu
m enema, biopsi rektal (Browne, et al., 2008). Masalah keperawatan
yang muncul pada penderita
Hirschprung Disease dibagi menjadi dua yaitu pre operatif dan post opera
tif. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pre operasi yaitu gan
gguan eliminasi fekal (konstipasi, diare, inkontinensia fekal), kurang volu
me cairan dan elektrolit, gangguan kebutuhan nutrisi, risiko cedera (injury)
sedangkan untuk post operasi yaitu nyeri, risiko infeksi, dan cemas pada k
eluarga (Hidayat, 2008). Dari masalah keperawatan yang muncul salah sat
unya adalah gangguan eliminasi fekal yang meliputi konstipasi, diare dan i
nkontinensia fekal. Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang es
ensial dan berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi
dibutuhkan untuk mempertahankan
keseimbangan fisiologis melalui sisa-sisa metabolisme tubuh (Kasiati & R
osmalawati, 2016).
Gangguan saluran pencernaan bisa berupa perubahan eliminasi fek
al yang dikarenakan penurunan motilitas usus akibat menurunnya peristalti
k, menurunnya tekanan otot dibandingkan dengan usus dan juga menurunn
ya penyerapan yang mengakibatkan meningkatnya gas di dalam usus. Jika
6

gangguan eliminasi fekal ini tidak ditangani pasien dapat mengalami stres
katabolik dan respon inflamasi sistemik. Hal ini adalah kondisi terjadinya
peningkatan kebutuhan karbohidrat, protein dan lemak dalam meningkatka
n kemampuan tubuh melawan infeksi. Proses penyembuhan penyakit terga
ntung dengan proses pemecahan protein menjadi glukosa, karena lemak ha
nya bisa memetabolisme apabila ada oksigen, sedangkan cadangan glukos
a terlalu sedikit yang diperlukan dalam penyembuhan jaringan. Respon me
tabolisme ini mempengaruhi morfologi dan fungsi saluran gastrointestinal
(Ibnu, Budipratama & Maskoen, 2014).
Peran perawat dalam menangani kasus hirschprung ini harus secar
a komprehensif yang dilakukan berdasarkan standar praktek keperawatan.
Peran perawat disini meliputi peran sebagai pelaksana, pendidik, peneliti d
an pengelola pelayanan kesehatan. Dalam upaya sebagai pelaksana pelaya
nan kesehatan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara la
ngsung maupun tidak langsung secara menyeluruh. Dalam upaya peneliti p
erawat mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip d
an metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkat
kan mutu asuhan atau pelayanan kesehatan yaitu dengan mengelola pelaya
nan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawat
an dalam paradigma keperawatan (Potter & Perry, 2010).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka, penulis merumuskan masa


lah ‘‘Bagaimana Gambaran Gangguan Eliminasi Fekal Pada Pasien Anak
dengan Hirschsprung Disease?’’
C.Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Mengetahui GambaranGangguan Eliminasi Fekal Pada Pasien Anak D


engan HirschprungDisease

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya karakteristik partisipan pasien dengan gambaran gan


gguan eliminasi fekal
7

b. Diketahuinya karakteristik partisipan dengan gangguan eli


minasi fekal dengan HirschprungDisease

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.Konsep Penyakit Hirschprung Disease

a.Definisi
8

Penyakit Hirschprung Diseaseatau megacolon adalah suatu


kelainan bawaan yang berupa tidak adanya ganglion pada usus bes
ar, mulai dari sfingter ani interna ke arah proksimal, termasuk
rektum dengan gejala klinis berupa pasese usus. Penyakit Hirschpr
ung pertama kali ditemukan olehHarold Hirschprung pada tahun 1
886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui sec
ara jelas hingga tahun 1938, namun patofisologi penyakit ini tidak
diketahui secara pasti. Pada tahun 1940, Robertsondan Kernohan
menyatakan bahwa penyebab penyakit hirschprung adalah tidak dij
umpai pleksus auerbach dan pleksus meissneri pada rektum. Tidak
adanya sel ganglion ini mengakibatkan inkoordinasi gerakan perist
altik sehingga terjadi gangguan pasase usus yang dapat mengakiba
tkan suatu obstruksi usus fungsional. Obstruksi fungsional ini aka
n menyebabkan hipertofi serta dilatasi pada kolon yang lebih proks
imal (Padila,
2012).

Gambar 2.1 Gambar colon yang normal pada sebelah kiri dan colon
yang mengalami dilatasi pada penyakitdisebelah kanan
b.Anatomi dan fiologi digesti

Anatomi dan Fisiologi


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
9

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari


mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan
fisiologi sistem pencernaan yaitu :

1.Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.
Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan
masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis,

asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung,
terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi
depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai
secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
10

2.Tenggorokan(Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam


lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.
Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan
hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan
bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian
superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media
disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah.
Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
denga laring.
3.Kerongkonga (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah
(campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama
terdiri dari otot halus).

4.Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan
dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat
penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim
yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari
kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana
yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
11

vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa
(sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan
lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.

b. Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adal
ah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong be
rupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan
dari usus.

c. Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4
m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
12

6.Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri),
kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang
terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
12 membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare.

6. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,
di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
13
lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar) yang merupakan fungsi utama anus (Pearce, 1999).

b. Etiologi

Penyebab belum diketahui tetapi diduga terjadi karena faktor genet


ik dan lingkungan, sering terjadi pada anak down syndrome, kegag
alan sel neural pada masa embrio pada dinding anus, gagal eksiste
13

nsi, kranio kaudal pada menyentrik dan submukosa dinding plexus


(Nurarif dan Kusuma, 2015).
c. Patofisologi

Istilah congenital aganglionic Megacolon menggambarkan


adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada di
nding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionichampir selalu a
da dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakad
aan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya evakuasi usu
s spontan serta spinter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga men
cegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya ak
umulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Pada bagian pro
ksimal sampai bagian yang rusak pada Megacolon. Semua ganglio
n pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontraksi perist
altik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik da
n feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya b
agian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obtru
ksi dan menyebabakan dibagian Colon tersebut melebar (Padila, 20
12).
14

PATWAY

d. Manifestasi Klinis

Gejala penyakit menurut Wong Donna L, (2013) adalah :

1) Periode bayi baru lahir

a) Gagal mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam


15

setelah lahir.

b) Menolak untuk minum air

c) Muntah berwarna empedu

d) Distensiabdomen

2) Masa bayi

a) Ketidakadekuatan penambahan berat badan

b) Konstipasi

c) Distensiabdomen

d) Episode diare dan muntah

e) Tanda-tanda ominous (sering mendakan


adanya

enterokilitis)

f) Diare berdarah

g) Demam

h) Letargi berat

3) Masa kanak-kanak

a) Konstipasi

b) Feses berbau menyengat dan seperti karbon

c) Distensiabdomen

d) Massa fekal dapat teraba

e) Anak biasanya mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan


yang buruk
16

e. Klasifikasi

Berdasarkan pada segmen colon yang aganglionik, penyakit


segmen panjang bila segmen aganglionik tidak melebihi batas sigm
oid dan segmen pendek bila segmen aganglionik melebihi sigmoid
(Browne, et al., 2008).
f. Komplikasi

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), komplikasi yang dapat t


erjadi pada penderita adalah obstruksi usus, konstip
asi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, entrokolisis, dan strikt
ur anal dan inkontinensial

g. Penatalaksanaan

Menurut Padila(2012), penatalaksanaan pada penyakit adal


ah sebagai berikut :
1) Temporasi ostomydibuat proksimalteradap segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi untuk melepaskan obstruksi dan se
cara normal melemah dan terdilatasi usus besar untuk mengem
balikan ukuran normalnya.
2) Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya
saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar
3 bulan setelah operasi pertama.Ada beberapa prosedur pembed
ahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave.
Prosedur Soave adalah satu prosedur yang paling sering dilaku
kan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir
dimana mukosa aganglionik telah diubah.
17

2. konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hirschprung Disease

Asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis be


rkesinambungan yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi ma
salah kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun
potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menugaskan ora
ng lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevalu
asi keberhasilan dari tindakan. Tahap-tahap proses keperawatan yai
tu pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan pelaksanaan,
pelaksanaan dan evaluasi kemudian

didokumentasikan (Rohmah & Walid, 2012).

a.Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pengkaj


ian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berik
utnya (Rohmah & Walid, 2012). Pada tahap pengkajian terdapa
t beberapa metode pengumpulan data wawancara, observasi, pe
meriksaan fisik, dan studi dokumentasi.
Menurut Muttaqin & Sari (2013) pengkajian pada

Meliputi pengkajian penyakit hirschprungdisease terdiri atas pengkaj


ian anamnesis, pemeriksaan fisik dan evaluasi diagnostik.
1) Keluhan utama yang lazim ditemukan pada anak adalah nye
ri abdomen. Untuk pengkajian nyeri pada anak terdiri atas p
engumpulan data subjektif dan objektif. Keluhan orangtua p
ada bayinya dapat berupa muntah -muntah. Keluhan gastroi
ntestinal lain yang menyertai, seperti distensi abdominal, m
ual, muntah, dan nyeri kolik abdomen.
18

2) Pengkajian riwayat kesehatan sekarang, keluhan ora


ngtua pada bayi dengan tidak adanya evakuasi mekonium d
alam24 - 48 jam pertama setelah lahir diikuti obstruksi kons
tipasi, muntah, dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipa
si selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan d
iare, distensi abdomen, dan demam. Adanya feses yang me
nyemprot pada saat colok dubur merupakan tanda yang kha
s. Pada anak, selain tanda pada bayi, anak akan rewel dan k
eluhan nyeri pada abominal. Didapatkan keluhan lainnya be
rupa kontipasi atau diare berulang. Pada kondisi kronis, ora
ngtua sering mengeluh anak mengalami gangguan pertumb
uhan dan perkembangan. Anak mungkin didapatkan mengal
ami kekurangan kalori – protein. Kondisi gizi buruk ini mer
upakan hasil dari anak karena selalu merasa kenyang, perut
tidak nyaman, dan distensi terkait dengan konstipasi kronis.
Dengan berlanjutnya proses penyakit, maka akan terjadi ent
erokolitis. Kondisi enterokolitis dapat berlanjut ke sepsis, tr
ansmural nekrosis usus, dan perforasi.
3) Pada pengkajian riwayat penyakit keluarga sering didapatka
n kondisi yang sama pada generasi terdahulu. Kondisi ini te
rjadi sekitar 30% dari kasus.
4) Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecem
asan, serta perlunya pemenuhan informasi intervensi kepera
watan dan pengobatan.

5) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifesta


si klinik.Pada survey umum terlihat lemah atau gelisah.Tan
da tanda vital biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dim
ana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadin
ya perforasi.Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pa
da kondisi syok atau sepsis. Pada
19

pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipat paha, dan


rectum akan didapatkan :
a) Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdomi
nal. Pemeriksaan rectum dan feses akan
didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan dan
berbau busuk.
b) Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bisin
g usus, dan berlanjut dengan hilangnya bising usus.
c) Perkusi : timpani akibat abdominal
mengalami kembung.
d) Palpasi : teraba dilatasi kolon pada abdominal.

6) Pengkajian diagnostik yang dapat membantu, meliputi pem


eriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya Leukositosi
s dan gangguan elektrolit atau metabolik; foto polos abdom
en dengan dua posisi, yaitu posisi tegak dan posisi berbarin
g untuk mendeteksi obstruksi intestinal pola gas usus, serta
USG untuk mendeteksi kelainan intra abdominal.
b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons


manusia terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, a
tau kerentaan respons dari seorang individu, keluarga, kelompo
k, atau komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisi dua b
agian: deskripton atau pengubah dan fokus diagnosis atau kons
ep kunci dari diagnosis. Ada beberapa pengecualian ketika dia
gnosa keperawatan hanya satu kata seperti keletihan, konstipasi
dan ansietas. Dalam diagnosa ini, pengubah dan fokus yang m
elekat dalam satu periode (Nanda Internasional, 2015).Diagnos
a keperawatan yang muncul pada Ketidakseimbangan nutrisi k
urang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
(ketidakmampuan mencerna makanan).
1) Resiko ketidaksimbanggan cairan b.d asites.

2).Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi d.d mengeluh nyeri,b


ersikap protektif dan tampak menghindar.)
20

c. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk menc


egah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan.Desain perencanaan
menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan me
nyelesaikan masalah dengan efektif dan efesien
(Rohmah & Walid, 2012).
Perencanaan keperawatan menurut Muttaqin & Sari (2013)
dari diagnosis yang mungkin muncul pada pasien adalah:
No Diagnose (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Resiko ketidaksi Setelah dilakukan t Manajemen Cairan
mbanggan cairan indakan keperawat
b.d asites an selama 1x24 ja Tindakan :
m diharapkan eksp  Monitor status hidrasi
etasi resiko keseim  Monitor berta badan harian
bangan cairan men  Monitor berat badan sebelum dan sesudah dial
ingkat dengan crite ysis
ria hasil:  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
1. Asites men  Monitor status hemodinamik
urun (5) Terapeutik :
 Catat intake-output dan hitung balans cairan 2
4 jam
 Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intervena, jika perlu
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian obat
2 Nyeri akut b.d a Setelah dilakukan t Manajemen nyeri
gen pencedera fis indakan keperawat Tindakan
iologi d.d mengel an selama 1x24 ja Observasi:
uh nyeri,bersikap m diharapkan eksp 1. Identifikasi lokasi,kara
protektif dan tam etasi nyeri akut me kteristik,durasi,frekuen
pak menghindar. nurun dengan crite si,kualitas,intensitas ny
ria hasil : eri
1. Keluhan ny
21

eri menuru 2. Identifikasi skala nyeri


n (5) 3. Identifikasi respon nyer
2. Tampak me i non verbal
ringis menu 4. Identifikasi factor yang
run (5) memperberat dan dan
3. Bersikap p memperingan nyeri
rotektif me 5. Identifikasi pengaruh n
nurun (5) yeri pada kualitas hidup
Terapeutik:
1. Berikan teknik nonfarm
akologis untuk mengur
angi rasa nyeri
2. Control lingkungan yan
g memperberat rasa nye
ri
3. Fasilitas istirahat dan ti
dur
4. Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri dalam pe
milihan strategi mereda
kan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,peri
ode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi mered
akan nyeri
3. Anjurkan memonitor n
yeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarm
akologis untuk mengur
angi rasa nyeri.
Kolaborasi :
22

 Kolaborasi pemberian a
nalgetik,jika peru

.
d. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan menurut Rohmah& Walid, (2012) penilai


an dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (ha
sil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat p
ada tahap perencanaan.Tujuan evaluasi menurut Rohmah & Wa
lid (2016) adalah untuk mengakhiri rencana tindakan keperawa
tan, memodifikasi rencana tindakan keperawatan, meneruskan r
encana tindakan keperawatan.
Menurut Rohmah & Walid (2016) evaluasi dibagi menjadi

2 macam yaitu :

1) Evaluasi proses (Formatif)

a) Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan

b) Berorientasi pada etiologi

c) Dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang dila


kukan tercapai.

2)Evaluasi hasil (Sumatif)

a) Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperaw


atan secara paripurna.
b) Berorientasi pada masalah keperawatan.

c) Menjelaskan keberhasilan/tidak keberhasilan

d) Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesu


ai dengan kerangka waktu yang ditetapkan. Untuk mem
udahkan perawat mengevaluasi atau memantau perkemb
angan klien, dugunakan SOAP. Pengertian SOAP
23

adalah sebagai berikut :

S : Subyektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan s


etelah dilakukan tindakan keperawatan
O : Objektif

Data objektif adalah data berdarkan hasil pengukuran atau o


bservasi perawat secara langsung kepada klien, data yang di
rasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
A : Assesment

Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Assesment


merupakan suatu masalahdiagnosis keperawatan yang masi
h terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan
objektif.

P : Perencanaan

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentika


n, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan ke
perawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yan
g telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak mem
erlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindaka
n yang perlu dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompe
ten untuk menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan
waktu untuk mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perl
u dimodifikasi adalah tindakan yang dirasa dapat membantu
menyelesaikan masalah klien, tetapi perlu ditingkatkan kual
itasnya atau mempunyai alternatif pilihan yang lain diduga
dapat
membantu mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan,r
encana tindakan yang perlu baru atau sebelumnya tidak ada
yang ditentukan bila timbul masalah baru atau rencana tinda
24

kan yang ada sudah tidak kompeten lagi untuk menyelesaik


an masalah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Kl
ien. Jakarta : Salemba Medika.

Arikunto, Suharsimi. (2013). Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka C
ipta.

Browne . NT. (2008). Proket Guide to PediatAic Surgical Nursing Canada : American Pedia
tric Surgical Nurse Assosiation.

Carpenito, M. L. (2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, alih bahasa Indonesia, edisi. 1
0. Jakarta : EGC.

Elfianto D. Corputty, Harsali F., & Alwin Monoarfa (2015). Gambaran Pasien Hirschsprung
Di RSUP DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010- September 2014. Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April
2015. Diakses 28 April 2019 dari
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/download/6822/6346

Doenges, Marilynn E. (2014). Manual Diagnosis Keperawatan : Rencana Intervensi, & Dok
umentasi Asuhan Keperawatan, alih bahasa Indonesia edisi 3. Jakarta : EGC

Henna N, Sheikh MA, Shaukat M, Nagi H. (2011) Children with clinical presentation of Hir
chsprung’s Disease - A Clinicopathlogical Experience. Pakistan. Biomedica vol . 27.
Hal. 1-4

Hidayat, Abdul. Aziz. Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika

Hidayat, Adul. Aziz. Alimul. (2011). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Ibnu, B, D.& Maskoen , T.T. (2014). Terapi Nutrisi pada pasien ICU. Medica Hospital. Vol
2 (3), 140-148. Diakses 5 Mei 2019 dari
https://www.medicalhospitalia.rskariadi.co.id/index.php/mh/article/viev185 96

Kartono D. 2010. Penyakit Hirschsprung. Sagung Seto. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Pedoman Nasional Pelayanan Kedoktera


n Tata Laksana Penyakit Hirschprung. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Diakses 17 Februari 2019 dari http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KM
K_No._HK_.01_.07
MENKES-
4742017_ttg_Pelayanan_Kedokteran_Tata_Laksana_Penyakit_Hirschprung _.pdf

Kasiati, Rosmalawati, Dwi W. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta : Pusdik SDM
Kesehatan.

Kozier Barbara, Erb Glenora. dkk (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konse, Pros
es dan Praktik. Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC.

Kyle, Terri & Carman Susan., (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC

Mutaqqin A dan Sari U., (2013). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.

Nanda Internasional (2015-2017). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi Edisi 1


0 (B. A. Keliat., H. D. Windarwati., A. Pawirowiyono., M. A. Subu, Penerjemah). Jaka
rta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2015).

Nasrullah, Dede. (2014). Etika dan Hukum Keperawatan Untuk Mahasiswa dan Praktisi Kep
erawatan. Jakarta : Trans Info Medika.

Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa NANDA, NIC, NOC dalam berbagai kasus. Yogyakarta : Medica
tion Publishing.
Nurhayati Dede, dkk. (2017). Kualitas Hidup Anak Usia Toddler Paska Kolostomi Di Bandu
ng.Nurseline Journal Volume 2 No./2017 Halaman
167. Diakses 17 Februari 2019 dari
https://media.neliti.com/media/publications/197135-ID-the-quality-of-lifeof-toddler-pos
t-colo.pdf

Nursalam. 2011. Management Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profession


al Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Potter, P.A, Perry, A.G. (2010) Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses Dan Praktik. Ja
karta : Salemba Medika

Rochadi. 2012. Terapi Pembedahan dan Peran GENA RET Pada Penyakit Hirschsprung. Di
sertasi Pascasarjana FK UGM Yogyakarta

Rohmah, Nikmat & Walid Saiful. (2012). Proses Keperawatan & Aplikasi,Yogyakarta. Ar-R
uzz Medika.

Rosdahl & Kowalski. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar: (Dwi Widiarti, Anastasia Onn
y Tampubolon, Penerjemah). Edisi 10. Jakarta: EGC

Setiadi. (2015). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Edisi 2. Yogyakarta : Grh
a Ilmu

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Tarwoto & Wartonah. (2010). KebutuhanDasar Manusia Dan Proses Keperawatan Edisi 4.
Salemba Medika : Jakarta

Tarwoto & Wartonah. (2015). KebutuhanDasar Manusia Dan Proses Keperawatan Edisi 6 S
alemba Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai