Laporan Geologi Kelautan
Laporan Geologi Kelautan
Oleh :
BANDUNG
2002
PPPGL. PGK. 115. 2002
PROYEK PENYELIDIKAN GEOLOGI KELAUTAN SISTEMATIK
TAHUN ANGGARAN 2002
LAPORAN
PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN PERAIRAN
BANGKA BELITUNG, LEMBAR PETA 1215
Oleh :
Tim Lembar Peta 1215
LAPORAN
PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN PERAIRAN BANGKA
BELITUNG, LEMBAR PETA 1215
Mengetahui/menyetujui A.n.
Pemimpin Proyek
Penyelidikan Geologi Kelautan
Sistematik,
Berkat Rakhmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan kerjasama yang baik dari semua pihak
baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam Penyelilikan Geologi dan Geofisika
Kelautan Lembar Peta 1215, maka Laporan Teknis Hasil Penyelidikan ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Perairan Bangka Lembar Peta 1215
merupakan salah satu kegiatan penelitian Pusat Pengembangan Geologi Kelautan yang dibiayai
dari Proyek Penyelidikan Geologi Kelautan Sistematik Tahun Anggaran 2002. Penyelidikan
lapangan telah dilaksanakan mulai dari tanggnl 22 Agustus s/d 18 Setember 2002
Dalam laporan ini disajikan hasil analisis data yang diperoleh dari penyelidikan lapangan,
analisis laboratorium serta data penunjang yang berkaitan dengan daerah penelitian.
Dengan selesainya penulisan laporan ini, atas nama Tim Penyelidikan Geologi dan
geofisika Kelautan Lembar Peta 1215, Perairan Kalimantan Barat menyampaikan penghargaan
yang setinggi-tingginya serta terima kasih kepada yang terhormat :
NO NAM A JABATAN/KEAHLIAN
PENELITI
1. Drs. Saiful Hakim Ketua Tim/ Ahli Geofisika
2. Ir. I.Wayan Lugra Anggota/Ahli Geofisika
3 .Ir. Imelda R Silalahi Anggota/Ahli Geofisika
4. Ir. Duddy Arifin, DEA. Anggota/Ahli Geologi
5. Mira Yosi, S.Si. Anggota/Ahli Geologi
6. Ir. Yogi Noviadi Anggota/Ahli Geologi
?. Ir. FX. Harkin Anggota/Ahli Geologi
8. Evie H Sujono, S.Si. Anggota/Ahli Geofisika
g. Ir. Hartono Anggota/Ahli Geologi
10. Warsil Viani, S.Si. Anggota/Ahli Geofisika
DAFTAR FOTO
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN TERIKAT
No. Keterangan
Lampiran
1 Data Koordinat dan Kedalaman Hasil Pemeruman
2 Data Koordinat dan Intensitas Anomali Magnet Total
3 Data Analisis Sayatan Oles
4 Tabel ketebalan sedimen kuarter
5 Data Perhitungan Numerik Analisa besar Butir
6 Data analisis mineral berat
7 Data analisis mineral lempung
8 Data Hasil Pemerian Megaskopis Sedimen Permukaan Dasar Laut
LAMPIRAN LEPAS
No. Keterangan
Lampiran
1 Peta Lintasan Pemeruman, Penelitian Seismik dan Magnet
2 Peta Batimetri Hasil Pemeruman
3 Peta Intensitas Anomali Magnet Total
4 Peta Lokasi Pengambilan Contoh Sedimen Permukaan dasar Laut
5 Peta Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut
6 Peta Isopah (ketebalan sedimen kuarter)
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan dari penyelidikan ini adalah untuk menginventarisasi data dasar serta
memperoleh gambaran mengenai kondisi geologi permukaan dan bawah permukaan
dasar laut. Data dasar tersebut meliputi potensi geologi baik yang bersifat positif,
seperti potensi sumberdaya mineral dan energi, maupun yang bersifat negatif, seperti
potensi bencana geologi.
1
1. 3 Lokasi dan Luas Daerah Penyelidikan
Daerah penyelidikan seperti yang disajikan dalam Gambar 1, terletak di Selat
Karimata, dimana menurut pembagian BAKOSURTANAL lembar peta 1215
termasuk kedalam wilayah Perairan Laut Natuna. Secara geografis terletak pada
o o o o ’ o
koordinat 00 00 00" – 013 00' 00" LS dan 106 30 00" – 108 00'00" BT, dengan
2
luas daerah penyelidikan kurang lebih 19.000 km . Batas-batas daerah penyelidikan
adalah sebagai berikut : di sebelah barat dibatasi lembar peta 1115, sebelah timur
lembar peta 1315, sebelah selatan lembar peta 1214 dan sebelah utara berbatasan
dengan lembar peta 1216.
1. 4 Waktu Penyelidikan
Kegiatan penyelidikan lapangan untuk pengambilan data geologi dan geofisika
kelautan lembar peta 1215 berlangsung mulai tanggal 22 Agustus 2001 sampai
dengan 18 Setember 2002. Selama kegiatan penyelidikan pelabuhan tempat
pengisian bahan bakar dan logistik adalah Pelabuhan Pangkalan Balam di Kabupaten
Belitung, Propinsi Babel. Selama melakukan kegiatan penyelidikan tidak terjadi
hambatan dalam semua jenis kegiatan, baik penyelidikannya sendiri maupun
pengisian bahan bakar dan logistik.
1. 5 Luaran
Hasil dari penyelidikan geologi dan geofisika Lembar Peta 1215 Perairan Bangka
akan menampilkan luaran-luaran berupa tabel dan peta yang disajikan dalam laporan
teknis sebagai berikut :
2
Gambar 1. Peta lokasi daerah penyelidikan
3
1. 6. Anggaran Biaya Penyelidikan
Biaya Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Lembar Peta 1215 Perairan
Bangka Belitung dibebankan kepada Mata Anggaran 441.270, Proyek Penyelidikan
Geologi Kelautan, PPPGL Tahun Anggaran 2002 sebesar Rp. 323.744.GOG,- (Tiga
Ratus Dua Puluh Tiga Juta Tujuh Ratus Empat Puluh Empat Ribu Rupiah)
4
BAB II
GEOLOGI REGIONAL DAN POTENSI
SUMBERDAYA MINERAL
2. I Geologi Regional
5
(Molenggraf, 1922; Kuenen, 1950) dan seismik pantul dangkal (Illahude
dan Situmorang, 1994) seperti terlihat pada Gambar 2.
6
Data endapan dasar laut yang diperoleh dari Ekspedisi Chaienger dan
Snelius 1 (Murray dan Renards,1891; Neeb, 1934) mengklarifikasikan
berupa lumpur terrigenus berasal dari sedimen yang kaya akan kuarsa
dengan sejumlah kecil abu volkanik. Dari data pemboran sedaiam 59 meter
di bawah dasar laut menunjukkan endapan dasar laut di Paparan Sunda
terdiri dari beberapa jenis endapan dan sedimen kuarter antara lain endapan
asal darat dan pantai, sungai, delta koluvial, rawa-rawa, lempung kaolin
dari lapukan batuan dasar dan lumpur volkanik (Situmorang drr, 1993;
Situmorang dan Andi, 1999). Sedimen tersebut biasanya ditutupi oleh
endapan laut resen yang ketebalannya berkisar antara beberapa sentimeter
sampai 5 meter.
7
Komplek Pemali yang terdiri dari firit dan sekis dengan sisipan kuarsit dan
batugamping, terkekarkan, terlipat dan tersesarkan diterobos oleh granit
kiabat. Komplek Pemali ini diperkirakan terbentuk pada Zaman Perem.
8
BAB III
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
Secara garis besarnya metoda yang diaplikasikan dalam penelitian ini dapat dibagi 3
(tiga) jenis, yaitu metoda penentu posisi, metoda geofisika dan metoda geologi.
3.1.2.1. Pemeruman
Pemeruman dilakukan sepanjang lintasan yang telah ditentukan bertujuan
untuk memperoleh data kedalaman dasar laut. Data ini dipakai sebagai
9
bahan untuk pembuatan peta batimetri yang menggambarkan morfologi
dasar laut. Lintasan pemeruman secara umum adalah utara selatan dengan
jarak tiap lintasan lebih kurang 10 km.
3.1.2.3. Geomagnet
Metoda ini diaplikasikan untuk mendapatkan harga intensitas magnet total
dari daerah penelitian. Karena cakupan daerah penelitian yang relatif luas
serta jarak antar lintasan relatif besar, maka penyelidikan yang dilakukan ini
lebih bersifat regional. Lintasan penelitian geomagnet berarah utara -
selatan sama dengan lintasan pemeruman dan lintasan seismik pantul
dangkal, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pembacaan harga
intensitas medan magnet total yang stabil dan amplitudo sinyal yang besar.
Pendataan intensitas magnet total dilakukan dengan sistem perekaman
secara kontinu oleh sistem perekam Soltec 314 B - NiF dan pencatatan
langsung secara manual setiap 15 menit. Untuk mendapatkan hasil yang
baik, maka pembacaan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan dilakukan pula
pembacaan . melalui hasil rekaman secara analog. Hasil pembacaan
kemudian dirata-ratakan sehingga mendapatkan data yang lebih akurat.
10
3.1.2. Metoda Penelitian Geologi
Metoda penelitian geologi yang diaplikasikan dalam penyelidikan ini
adalah pengambilan conto sedimen permukaan dasar laut, dengan penginti
comot (grab sampler).
11
3.1.3.2. Analisis Mineral Berat.
Analisis mineral berat (heavy mineral analyses) dipilih pada percontoh
sedimen yang mengandung fraksi pasir. Dengan keterbatasan fraksi 3 phi
(pasir halus), yakni tidak semua percontoh mengandung firaksi 3 phi, maka
untuk analisis mineral berat diperlakukan juga pada fraksi 3.5 phi (pasir
sangat halus). Mineral magnetik dipisahkan menggunakan magnet tangan,
sedang non magnetik oleh cairan Bromoform, kemudian diskriptif kualitatif
dan kuantitatif secara mikroskopis. Penghitungan butiran (counting) dari
tiap jenis mineral berat, persentasenya dikembalikan kepada berat asal (100
gram).
12
lempung oleh karena sebagian besar fraksi sedimen daerah penelitian
dibentuk oleh fraksi sedimen berukuran lumpur (lempung + lanau).
13
14
15
Trigger Capacitor Bank EG&G model 231
• Steamer 2 x 50 elemen active, Benthos
• TVG amplifier, TSS - 307
• Sweel Filter, TSS - 305
• Stacking Unit, TSS - 302
16
17
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Data penentuan posisi merupakan data digital yang disimpan dalam disket 3.5”
yang direkam setiap selang waktu 1 menit. Data posisi tersebut selanjutnya diplot
kedalam peta kerja dengan selang waktu 15 menit, yang kemudian menghasilkan
peta lintasan penelitian, dengan skala 1 : 250.000 seperti terlihat pada Lampiran
Lepas 1.
18
19
4.3. Data Seismik Pantul Dangkal
Data seismik yang diperoleh sepanjang lintasan 920 km terdiri dari 19 lintasan
merupakan data rekaman analog menerus yang dilalui sepanjang lintasan.
Berdasarkan hasil pengolahan data, pemerian dan penafsiran terhadap seluruh
rekaman seismik yang diperoleh, didapat gambaran secara umum keadaan geologi
bawah permukaan daerah telitian. Interpretasi rekaman seismik difokuskan pada
profil - profil yang menunjukkan pola konfigurasi reflektor yang khas. Penafsiran
konfigurasi reflektor seismik tertentu seperti chaotic fill, erosional tranction, dan lain
-lain merupakan bahan awal untuk interpretasi seismik di daerah telitian.
Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3
runtunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai accoustic basement, runtunan
B dan paling atas adalah runtunan C, seperti terlihat ada gambar 4.
Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari penampang seismik
yang diperoleh, ditafsirkan sebagai akustik basement dengan gambaran pantulan
menunjukan pola yang agak sejajar dan terputus serta kadang-kadang agak miring
dan di beberapa tempat menunjukan gambaran pantulan kaotik.
Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras dibatasi oleh
bidang pepat erosi dan onlap dengan gambaran pantulan adalah bebas pantulan
sampai agak sejajar (sub-paralel).
Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh
gambaran pantulan sejajar sampai agak sejajar diendapkan secara tidak selaras di
atas runtunan B dengan bidang batas pepat erosi.
20
21
Hasil pengukuran geomagnet dilapangan dikoreksi dengan medan Magnet Bumi
Normal IGRF 2000 clan koreksi harian. Koreksi harian dilakukan untuk
menghilangkan pengaruh medan magnet luar pada harga medan hasil pengukuran
Dari hasil pengolahan tersebut didapatkan harga anomali magnet total yang
kemudian dibuat peta kontur anomali magnet total. Nilai anomali yang dihasilkan
berkisar antara - 400 gamma sampai + 250 gamma. Sebarannya digambarkan dengan
interval kontur (isomagnet) 50 Gamma. Dari gambar peta terlihat bahwa anomali
rendah menempati, bagian timur dan tengah daerah selidikan, sedangkan bagian
Utara, Barat dan Selatan harga anomali geomagnet relatif lebih tinggi.
Harga anomali intensitas magnet total yang direduksi terhadap variasi harian dan
intensitas magnet secara teoritis disetiap titik pengamatan menunjukan interval harga
yang bervariasi seperti tertera dalam lampiran terikat tabel 2. Hasil pengeplotan
kedalam peta lintasan di tiap. titik pengamatan menghasilkan Peta Potensial yang
terdiri dari kontur-kontur isopach anomali dengan kerapatan kontur 50 gamma
seperti terlihat pada lampiran lepas 3.
22
- lumpur kerikilan (gM)
- lanau (Z).
Enam satuan utama ini disajikan dalam bentuk Peta Sebaran Sedimen
Permukaan Dasar Laut seperti terlihat pada lampiran lepas 5.
Pada teknik pengambilan contoh sayatan oles besar butir yang umumnya
terambil adalah dari ukuran lempung sampai pasir halus, dan hal ini terlihat jelas
pada tabel terikat 3, kecuali pada contoh 1215-22 yang terdapat pada litologi pasir
lanauan, disana hadir pula asosiasi sisa kayu dan oksida besi. Terdapatnya kerikilan
pada contoh 1215-19 (lihat peta sebaran sedimen permukaan), nampaknya tak dapat
diambil dengan teknik ini.
23
Jenis mineral berat yang terdapat di daerah selidikan untuk ukuran butir kurang
atau sama dengan 3 phi, selain magnetit adalah kasiterit, muscovit, bornit, hematit,
limonit, biotit, leukosen, ilmenit, hornblenda, monasit, pirit, kwarsa, dolomit, dan
mineral karbonat dari cangkang fosil. Yang hampir selalu hadir pada setiap contoh
adalah kasiterit., muskovit, dolomit dan cangkang. Pada tabel 1 terlihat kadar
mineral-mineral tersebut yang rata-rata sangat sedikit.
24
25
26
4.10. DATA ANALISIS MIKROFAUNA DAN FORAMINIFERA
Sebanyak 16 percontoh yang terdiri atas lanau pasiran, pasir lumpuran sedikit
kerikilan, lumpur pasiran sedikit kerikilan, pasir lanauan, lanau dan lumpur kerikilan
telah dianalisis. Percontoh-percontoh tersebut diambil pada kedalaman dasar laut
antara 29 - 60 m (Tabel 4).
27
Spesies spesies tersebut mempunyai toleransi yang luas terhadap kedalaman,
sepanjang masih berada di dalam zona fotik, yaitu kedalaman, di tempat mana
cahaya matahari masih bisa menembus.
Dalam Tabel 4 terlihat bahwa spesies foraminifera bentos yang jumlahnya lebih
banyak dijumpai antara lain adalah: Operculina spp., terutama Operculina
ammonoides, Pseudorotalia schroeteriana, dan Textularia spp. Pada umumnya
spesies-spesies tersebut, lebih banyak dijumpai di bagian selatan daerah telitian.
Secara umum jumlah individu yang paling banyak, dijumpai pada lokasi 1215 -
12 (kedalaman 40 m), di dalam sedimen pasir lanauan. Di dalam sedimen ini spesies
yang mendominasi adalah Amphistegina lessonii, Sebaran spesies ini lebih banyak
dijumpai di bagian selatan daerah telitian, pada kedalaman sekitar 40m. Sama halnya
dengan spesies Operculina ammonoides (lokasi 1215-19 dan 21,), hanya spesies
yang disebut terakhir masih dijumpai pada kedalaman sampai sekitar 55 m. Kedua
spesies ini kebanyakan berasosiasi dengan Textularia spp dan Pseudorotatia
schroeteriana. Di bagian tengah dan utara daerah telitian, Textularia spp banyak
mendominasi sedimen dan berasosiasi dengan E. praecintus (lokasi 1215-17, -32 dan
-34), C. floridanus (lokasi 1215-2 dan -16), P. schroeteriana (lokasi 1215-4, -5, -11
dan -35), Q. seminulina (lokasi 121534) atau Bolivina spp. (lokasi 1215-32).
28
29
30
Spesies yang jumlahnya umum antara lain terdiri atas Eponides praecintus,
Bolivina spp., Cibicides spp., terutama C. floridanus dan C.kullenbergi,
Quinqueloculina spp., terutama Q. arenata dan Q. seminulina.
Spesies yang jumlahnya jarang antara lain terdiri atas Ammonia, Edentostomina,
Glandulina, Reophax, Stillostomella, Lagena dan lain-lainnya dijumpai hanya
setempat-setempat, dengan sebaran yang tidak merata Foraminifera plangton yang
dijumpai di daerah telitian jumlahnya sedikit, dengan sebaran yang tidak merata
(Tabel 1-lanjutan). Ada delapan spesies yang dijumpai di daerah telitian, yaitu
Globigerina bulloides, G. falconensis, Globigerinita glutinata, Globigerinoides
ruber, Gs. trilobus, Gs. sacculiferus, Globorotalia inflata dan Hastigerina
siphonifera.
Dari hasil analisis didapatkan unsur utama berupa oksida dari Si. Al, Fe, Mn, Mg,
Ca, dan Na seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini.
31
4.12. Ketebalan Sedimen Kuarter
Ketebalan sedimen kuarter dihitung berdasarkan interpretasi seismik dengan
mengasumsikan bahwa sedimen tersebut homogen (isotrop), sehingga cepat rambat
gelombang dianggap sama ke segala arah.
Hasil perhitungan ketebalan seperti tertera pada lampiran terikat 4 (Tabel hasil
perhitungan ketebalan sedimen kuarter) diplot ke dalam peta kerja sekala 1 : 250.000
yang akan menghasilkan Peta Isopah dengan selang kontur 2 meter seperti terlihat
pada lampiran lepas 6.
Dari peta isopah terlihat bahwa ketebalan sedimen kuarter yang dapat dipetakan
adalah mulai dari ketebalan 6 meter sampai ketebalan maksimum 46 meter.
Ketebalan minimum sedimen kuarter menempati sisi timur, selatan dan barat daerah
penelitian, sedangkan ketebalan maksimum dijumpai di bagian utara agak ke barat
daerah penelitian.
32
BAB V
PEMBAHASAN
Bila diamati lebih teliti maka perubahan kedalaman peta batimetri dapat
dibedakan menjadi 3 zona yaitu :
Zona A di bagian timur laut yang mencakup area seluas 25 % dari seluruh luas
daerah penelitian. Daerah ini memiliki perubahan kedalaman yang bergradasi mulai
dari 36 meter berangsur bertambah dalam kearah tengah sampai kedalaman 42 meter
dengan pola arah kontur tenggarabaratlaut. Hal ini terlihat jelas bahwa perubahan
kedalaman dari 36 meter ke 32 meter terjadi pada rentang jarak 60 -67,5 km.
33
Zona C di bagian baratdaya mencakup area seluas 40% dari seluruh luas daerah
penelitian. Daerah ini memiliki kedalaman mulai dari 30 meter di bagian baratdaya
berangsur bertambah dalam ke arah timur laut sampai kedalaman 48 meter dan
merupakan daerah yang landai. Hal ini terlihat dari perubahan kedalaman mulai dari
30 meter ke 48 meter terjadi pada rentang jarak 92.5 km.
Dari analisis peta batimetri tidak dijumpai adanya indikasi struktur baik itu
berupa patahan, graben maupun antiklin.
Data seismik yang diperoleh sepanjang lintasan 920 km terdiri dari 19 lintasan
merupakan data rekaman analog menerus sepanjang lintasan yang dilalui.
Berdasarkan hasil pengolahan data, pemerian dan penafsiran terhadap seluruh
rekaman seismik yang diperoleh, didapat gambaran secara umum keadaan geologi
bawah permukaan daerah telitian. Interpretasi rekaman seismik difokuskan pada
profil-profil yang menunjukkan pola konfigurasi reflektor yang khas. Penafsiran
konfigurasi reflektor.seismik tertentu seperti chaotic fill, erotional tranction, dan
lain-lain merupakan bahan awal untuk interpretasi seismik didaerah telitian.
Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat dibedakan menjadi
4 rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai accoustic basement, runtunan
B, runtunan C dan paling atas adalah runtunan D seperti terlihat pada Gambar 6.
Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras dibatasi oleh
bidang pepat erosi (erotional truncation) dan onlap dengan gambar pantulan adalah
bebas pantulan (free reflection) sampai agak sejajar (sub-paralel). Mengamati
34
internal reflektor dari runtunan ini, kemungkinan besar disusun oleh jenis sedimen
yang berbutir halus sampai sedang dengan lingkungan pengendapan berenergi
rendah-sedang. Secara umum didominasi oleh jenis sedimen yang berbutir sangat
halus berupa silt ataupun lumpur (mud) dengan ciri khas berupa internal reflektor
bebas pantul. Disamping itu runtunan ini bisa juga berupa suatu masa batuan yang
besar dan massif bisa berupa batuan beku atau batuan terobosan.
Runtunan D adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh
gambaran pantulan sejajar (pararel) sampai agak sejajar (sub paralel) diendapkan
secara tidak selaras di atas runtunan C dengan bidang batas pepat erosi (erotional
trauncation). Runtunan ini diperkirakan tersusun oleh jenis sedimen berbutir halus
sampai kasar dengan lingkungan pengendapan yang berenergi rendah dan seragam
35
36
Runtunan ini diduga telah mengalami deformasi yang sangat intensif, hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya banyak sesar-sesar baik mayor maupun minor
yang telah mengoyak runtunan ini seperti terlihat pada Gambar 7.
Bila dibuat suatu rekonstruksi dengan mengacu kepada geologi darat yaitu
Lembar Peta Geologi Bangka Utara, maka runtunan ini diperkirakan sebanding
dengan Formasi Tanjung Genting yang tersusun oleh perselingan batupasir malih,
batupasir, batupasir lempungan, dan batulempung dengan lensa batugamping,
setempat dijumpai oksida besi. Berlapis baik terkekarkan terlipat, dan tersesarkan.
Formasi ini diperkirakan diendapkan di lingkungan laut dangkal pada Zaman Trias.
Hal ini diperkuat oleh beberapa kenyataan di lapangan dengan munculnya runtunan
ini ke permukaan dasar laut (Gambar 8) akibat intrusi dari batuan yang lebih muda
yaitu.granit klabat dan juga kemunculan dari runtunan ini di Pulau Kakhangang
sebelah utara Pulau Bangka.
Runtunan B dengan ciri internal reflektor yang khas seperti kaotik dan sub paralel
bila disebandingkan dengan geologi darat pulau Bangka kemungkinan adalah berupa
Granit Klabat yang telah mengalami pengkekaran dan pensesaran. Granit Kalabat ini
menerobos Formasi Tanjunggenting dan d.iperkirakan terbentuk pada Trias Akhir
sudah masuk ke Kapur Awal. Indikasi ini didukung oleh kenyataan bahwa granit
Klabat muncul ke permukaan di Pulau Yu, Meranti dan Pulau Lalang berdam.pingan
dengan kemunculan Formasi Tanjung Genting di sebelah utaranya yaitu di Pulau
Kakhangang yang merupakan gugusan Pulau-pulau kecil sebelah utara Pulau
Bangka.
37
38
39
Runtunan C adalah runtunan di atas runtunan B dicirikan lebih dominan oleh
internal reflektor berupa sub paralel, paralel dan di beberapa tempat caotik, bila
disebandingkan dengan geologi daratan Pulau Bangka kemungkinan adalah Formasi
Ranggam. Formasi ini berupa perselingan batupasir, batulempung dan batu lempung
tufaan, dengan sisipan tipis batu tanau dan bahan organik, berlapis baik struktur
sedimen berupa peranan sejajar dan silang siur terbentuk pada lingkungan Fluviatil.
Formasi ini diperkirakan terbentuk pada Kaia Pliosen (Miosen Akhir), telah
mengalami sedikit perlipatan dan pensesaran. Seperti terlihat pada gambar 9. Bila
dikaitkan dengan tektonik regional kemungkinan runtunan ini terkoyak oleh struktur
akibat aktifitas tektonik periode Pliosen-Plistosen
Runtunan D adalah runtunan teratas dan termuda yang dapat dikenali dari
penampang seismik dicirikan oleh internal reflektor yang paralel dan sub paralel.
Runtunan ini berupa sedimen resen berupa sedimen berukuran halus - kasar, dalam
lingkungan yang berenergi rendah - selang dan seragam.
Pola kontur dari peta Anomali Intensitas Magnet Total secara umum
mencerminkan keadaan kemagnetan dari batuan dasar daerah penelitian yang masih
berbaur dengan kemagnetan yang berada pada tubuh tubuh kemagnetan lokal.
Penafsiran kualitatif berdasarkan peta yang diperoleh lebih merupakan penafsiran
secara regional, sehingga tubuh-tubuh massa magnetik lokal yang memberikan harga
yang tidak menonjol dapat diabaikan. Dengan demikian massa bermagnet yang
menghasilkan kontur anomali tersebut merupakan suatu gambaran keadaan atau
struktur masa yang basemen megnetik regional bawah permukaan dasar laut.
40
41
Melihat pola penyebaran kontur Peta Intensitas Anomali Magnet Total yang
umumnya mempunyai garis kontur menutup berupa klosur klosur, maka daerah
penelitian dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu bagian utara, tengah dan bagian
selatan, seperti terlihat pada lampiran lepas 4.
Bagian Baratdaya
Kontur anomali sebagian besar merupakan kontur tertutup dari arah selatan
keutara dengan harga intensitas anomali 200 gamma pada bagian baratdaya menuju
ke arah utara menurun sampai mencapai harga intensitas anomali -300 gamma.
Kemungkinan ini merupakan satu tubuh batuan yang memanjang dari arah baratdaya
menuju ke utara.
Bagian Baratlaut
Pola kontur anomali pada bagian baratlaut daerah penelitian hampir semua
memperlihatkan kontur yang menutup berupa klosur dengan nilai kontur berkisar
mulai +250 sampai -300 gamma ke arah utara. Hal ini dapat di interpretasikan bahwa
basement magnetik di daerah ini berarah selatan utara.
Bagian Timur
Pola kontur umumnya terbuka dengan harga anomali bervariasi mulai dari 0
gamma dijumpai di bagian selatan dan - 400 gamma di bagian tengah. Hal ini dapat
diperkirakan bahwa basement magnetik di daerah ini juga mempunyai pola selatan
utara.
42
5.4. Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut
Fasies ini menempati lamparan yang terluas yaitu kurang lebih 32% dari luas daerah
selidikan dan hampir seluruhnya terfetak di bagian barat sampai tengah, kecuali
sebagian kecil terletak di utara-timur. Batas-batas litologi ditafsirkan mengikuti pola
kontur batimetri dengan kedalaman mufai dari 30 meter di sudut baratdaya sampai
56 meter di utara-tengah lembar peta. Adapun lamparan sempit yang terpisah juga
mengikuti pola kontur batimetri dengan kedalaman dari 38 meter sampai 44 meter.
Lamparan litologi ini umumnya terletak mufai dari tengah sampai timur dan
timurlaut. Lalu sebagian terletak terpisah di selatan-tengah dan sebagian kecil di
baratlaut. Gabungan ketiganya menempati luas kurang lebih 27% dari luasas daerah
selidikan. Sebagian besar terdapat pada kedalaman 36 meter sampai 62 meter. Yang
di baratlaut menempati kedalaman 42 meter sampai 44 meter, sedangkan yang di
selatan pada kedalaman yang hampir sama yaitu 41 meter sampai 44 meter.
Litologi ini melampar di dua tempat yaitu sebagian besar mengelilingi lanau pasiran
mulai dari timurlaut lalu ke selatan kemudian melingkar ke barat dan ke tengah
daerah selidikan membentuk koridor. Lalu sebagian lagi terletak di baratdaya.
Sehingga gabungan keduanya menempati kurang lebih 18% dari luas daerah
selidikan. Lamparan koridor terdapat pada kedalaman dari 32 meter sampai 52 meter
sedangkan yang di baratdaya pada kedalaman 32 meter sampai 38 meter.
Litologi ini terhampar seluas 14% dari daerah selidikan dan sebagian besar tersebar
di bagian barat. Yang lainnya secara setempat-setempat terdapat di tenggara, tengah
timur dan agak di utara-tengah. Yang di barat menempati mortologi dasar laut
dengan kedalaman dari 36 meter di barat kemudian mencapai 46 meter makin ke
timur. Yang di tenggara sebagian terletak pada kedalaman 38 meter sampai 44
meter, dan sebagian lainnya pada kedalaman 38 sampai 40 meter. yang di tengah-
43
timur terdapat pada kedalaman 40 meter sampai 42 meter, sedangkan yang di utara-
tengah menempati kedalaman 50 meter sampai 64 meter.
Fasies ini secara terpencil tersebar hanya di bagian selatan-tengah dengan luas
sekitar 5% dari daerah selidikan clan dikelilingi tertutup oleh satuan litologi lainnya.
Fasies ini menempati kedalaman dari 36 meter sampai 42 meter. Dari deskripsi
megaskopis kerikil yang terdapat pada sampel yang mewakili litologi ini terdiri dari
pecahan cangkang moluska dan foraminifera.
Lanau (Z)
Litologi ini terletak pada pada bagian utara yang menutupi bagian kecil dari
seluruh daerah selidiki di kedalaman 36 – 42 meter.
44
tetap adalah proses marin, sekalipun terdapat detritus dan feldspar dengan jumlah
sangat sedikit.
Dari empat mineral yang hampir selalu hadir di setiap lokasi contoh, terlihat
ada dua pengelompokan yaitu kasiterit dan muskovit sebagai penunjuk batuan
sumber magmatik dan dolomit serta cangkang sebagai sumber karbonat yang lebih
menunjukkan hasil proses marin atau insitu.
45
%, AI20s 2,30 - 9,54 %, Fe203 2,46 -14,93 %, Ca0 1,28 - 9,38 %, Mg0 1,10 - 3,20
%, Na20 0,66 - 0,93 %, K20 0,88 - 0,90 %, Ti02 1,97 - 2,58 %, Mn0 0,15 - 0,25 %,
P205 0,07 - 0,52 %, S03 0,21 - 1,03 %, H20- 1,08 - 2,88 % dan lainnya HD 4,25 -
19,62 %. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sedimen permukaan daerah
penelitiian dibentuk oleh dominasi unsur utama Si0 2 dengan persentase tertinggi
83,73 %.
Kuarsa dipastikan berasal dari hasil pengerjaan kembali (rework) batuan induk
Granit Sukadana dan arenit kuarsa dalam Batupasir Kempari; serta Granit Laur yang
berada di sebelah Timur daerah penelitian. Juga sebagian mineral berat diduga
berasal dari batuan induk Gabro Biwa yang berada di sebelah Timur daerah
penelitian.
46
5.9. Mikrofauna dan Foraminifera Oleh : Mimin Karmini
Pada umumnya, spesies-spesies yang banyak dijumpai di daerah telitian antara
lain adalah Operculina spp., Pseudorotalia schroeteriana, dan Amphistegina
lessonii, yang lebih banyak dijumpai di perairan bagian selatan dan Eponides
praecintus, Cibicides spp., dan Quinqueloculina spp., yang lebih banyak dijumpai di
perairan bagian utaranya.
Operculina spp., dan Amphistegina lessonii, biasanya menunjukkan kondisi air lebih
jernih dan merupakan ciri khas untuk perairan laut dangkal terbuka, karena
ketergantungannya terhadap cahaya matahari. Dengan melimpahnya spesies ini di
bagian selatan daerah telitian, diduga kondisi air di bagian ini lebih jernih daripada
di bagian utaranya.
47
keadaan melimpah, kondisi airnya diduga lebih jernih daripada di bagian utaranya.
Hal serupa terjadi juga di sebelah selatan daerah telitian, yaitu di lembar 1214
(Surachman, 2002). Pada lembar ini spesies tersebut di atas banyak dijumpai di
bagian utaranya, pada perbatasan kedua lembar tersebut (Lembar 1214 dan 1215).
Dilihat dari pola sebaran konturnya bahwa ketebalan sedimen menipis ke arah
timur, dimana di bawah sedimen yang relatif tipis tersebut terdapat reftektor yang
paralel, subparalel dan tidak teratur (chaotic), yang ditafsirkan sebagai runtunan C.
Hal ini dapat ditafsirkan sebagai akibat adanya struktur tektonik yang terjadi berupa
sesar, sedangkan pada bagian barat relatif tenang sehingga proses sedimentasi dapat
berlangsung dimana cenderung menempati cekungan / lekukan bidang erosi.
48
BAB VI
KESIMPULAN
Dari pembahasan hasil penelitian dalam bab V, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil pengamatan peta batimetri, daerah penyelidikan mempunyai kedalaman
bervariasi antara 30 - 66 meter dengan pola sebaran kontur secara umum mengarah
tenggara barat daya.
2. Perubahan kedalaman,terjadi secara bergradasi mulai dari arah timur dan arah barat
daerah penelitian dengan kedalaman yang terekam mulai dari 30 meter di bagian barat
daya dan 32 dibagian timur, berangsur bertambah dalam ke arah bagian tengah sampai
kedalaman maksimum 66 meter
3. Dari analisis peta batimetri tidak dijumpai adanya indikasi struktur baik itu berupa
patahan, graben maupun antiklin.
4. Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 4
rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai accoustic basement, runtunan B,
runtunan C dan paling atas adalah runtunan D.
5. Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari penampang seismik yang
diperoleh, ditafsirkan sebagai akustik basemen dengan gambaran pantulan
menunjukkan pola yang agak sejajar dan terputus serta kadang-kadang agak miring dan
di beberapa tempat menunjukan gambaran pantulan kaotik.
6. Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras dibatasi oleh
bidang pepat erosi (erotional truncation) dan onlap dengan gambar pantulan adalah
bebas pantulan (free reflection) sampai agak sejajar (sub-paralel).
7. Runtunan C diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang batas
pepat erosi dan onlap dicirikan oleh internal refektor yang hampir sama dengan
runtunan B. Perbedaannya adalah pada runtunan B lebih banyak dijumpai internal
reflektor bebas sedangkan pada runtunan C lebih banyak dijumpai internal reflektor sub
paralel sampai paralel.
49
8. Runtunan D adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh gambaran
pantulan sejajar ( pararel) sampai agak sejajar (sub paralel) diendapkan secara tidak
selaras di atas runtunan C dengan bidang batas pepat erosi (erotional trauncation).
9: Runtunan A diperkirakan sebanding dengan Formasi Tanjung Genting yang tersusun
oleh perselingan batupasir malih, batupasir, batupasir lempungan, dan batulempung
dengan lensa batugamping, setempat dijumpai oksida besi. Berlapis baik terkekarkan
terlipat, dan tersesarkan. Formasi ini diperkirakan diendapkan di lingkungan laut
dangkal pada Zaman Trias.
10. Runtunan B dengan ciri internal reflektor yang khas seperti kaotik dan sub paralel bila
disebandingkan dengan geologi darat pulau Bangka kemungkinan adalah berupa Granit
Klabat yang telah mengalami pengkekaran dan pensesaran dan menerobos runtunan A.
11. Runtunan C adalah runtunan dicirikan lebih dominan oleh internal reflektor berupa sub
paralel, paralel dan di beberapa tempat caotik, bila disebandingkan dengan geologi
daratan Pulau Bangka kemungkinan adalah Formasi Ranggam.
12. Runtunan D adalah runtunan teratas dan termuda berupa sedimen resen berupa sedimen
berukuran halus - kasar, dalam fingkungan yang berenergi rendah - sedang dan
seragam.
13. Secara umum sebaran kontur anomali magnet memperlihatkan harga yang bervariasi
dengan kisaran - 400 gamma sampai +200 gamma.
14. Daerah telitian dialasi oleh 3 basemenet magnetik yaitu di timur, baratdaya clan barat
laut.
15. Hasil analisis sayatan oles, menunjukan bahwa, mineral yang paling umum hadir adalah
mineral lempung yang kemudian diikuti oleh total detritus.
16. Kwarsa adalah mineral yang terbanyak pada kelompok pasir-lanau nonbiogenik yang
nampaknya bagian dari detritus total.
17. Kelompok biogenik gampingan, secara berurutan dari yang paling umum hadir sampai
yang paling sedikit adalah mikrit, fragmen karbonat, foraminifera dan nanno plankton.
18. Kelompok authigenik hanya terlihat kehadiran dolomit pada hampir seluruh contoh ,
namun dengan kadar yang sangat rendah (‘1 % - 5%). 19. Kelompok silikatan,
karbonatan biogenik, zeolit, gipsum clan glokonit adalah yang tidak sama sekali
terdapat pada semua contoh.
50
20. Kehadiran lempung dan detritus secara dominan teramati sangatlah sesuai dengan kisaran
besar butir yang tersebar pada setiap top dan bottom contoh inti dan sebaran sedimen
permukaan daerah selidikan.
21. Mikrit lebih merupakan asosiasi dalam lempung, sedangkan fragmen gampingan dapat
merupakan bagian dari sedimen marin insitu, kecuali dolomit yang merupakan asosiasi
total detritus.
22. Kecilnya kadar mineral berat sedimen permukaan daerah selidikan kemungkinan
disebabkan oleh tiga faktor utama yang mengontrolnya yaitu jauhnya jarak sumber
mineral berat / batuan sumber, rendahnya energi arus dominan dari utara ke selatan, dan
morfologi dasar laut yang tidak merata.
23. Empat mineral yang hampir selalu hadir di setiap lokasi contoh, terlihat ada dua
pengelompokan yaitu kasiterit dan muskovit sebagai penunjuk batuan sumber
magmatik dan dolomit serta cangkang sebagai sumber karbonat yang lebih
menunjukkan hasil proses marin atau insitu.
24. Mineral-mineral seperti bornit, hematit, limonit, dan lain-lain lebih berperan sebagai
indikator adanya sumber batuan jalur magmatik.
25. Kwarsa yang terdapat hanya di beberapa tempat menunjukkan sumber batuan kepulauan
Riau dengan energi arus yang rendah sehingga tidak cukup kuat untuk mengangkut
lebih banyak sampai daerah selidikan.
26. Analisis kimia unsur-unsur utama (major elements) yang dilakukan pada sebagian
percontohan memperlihatkan adanya kandungan Si0 2 antara 37,45 -83,73 %, A1 2 0 3
2,30 - 9,54 %, Fe 2 0 3 2,46 -14,93 %, Ca0 1,28 - 9,38 %, Mg0 1,10 - 3,20 %, Na 2 0 0,66 -
0,93 %, K 2 0 0,88 - 0,90 %, Ti0 2 1,97 - 2,58 %, MrtO 0,15 - 0,25 %, P205 0,07 - 0,52
%, S03 0,21 - 1,03 %, H 2 0- 1,08 - 2,88 % dan lainnya HD 4,25 - 19,62 %. ,
27. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sedimen permukaan daerah penelitian dibentuk oleh
dominasi unsur utama Si0 2 dengan persentase tertinggi 83,73 %.
28. Hasil analisis kimia kandungan utama sedimen yaitu kuarsa terlihat ditunjang oleh unsur
utama (major element) Si0 2 dengan persentase tertinggi 83,73 %: lkutannya yaitu
mineral opak (magnetit, hematit, limonit dan pirit) oleh unsur utama Fe 2 0 3 dan S0 3 .
29. Mineral mika (muskovit dan biotit) sebagian tampak oleh unsur.utama K 2 0, AI2 0 3 ,
MgO, Fe 2 0 3 , dan Si0 2
30. Mineral metastabil terlihat sebagian oleh unsur utama CaO, MgO, Fe 2 0 3 , A1 2 03 dan
Si02.
51
31. Mineral ultrastabil (rutil dan zirkon) tidak berkembang namun tampak ditemukan
penunjang pembentuk salah satu mineralnya yaitu rutil berupa unsur utama Ti0 2
32. Kuarsa dipastikan berasal dari hasil pengerjaan kembali (rework) batuan induk Granit
Sukadana dan arenit kuarsa dalam Batupasir Kempari; serta Granit Laur yang berada di
sebelah Timur daerah penelitian. Juga sebagian mineral berat diduga berasal dari batuan
induk Gabro Biwa yang berada di sebelah Timur daerah penelitian.
33. Hasil analisis X - ray difraction yang dilakukan pada sebagian percontoh umumnya
memperlihatkan mineral lempung jenis kolinit, ilit dan sebagian montmorilonit.
Sedangkan mineral kristalinnya kuarsa dan sebagian kalsit.
34. Pada umumnya, sedimen daerah telitian banyak mengandung spesiesspesies Operculina
spp., Pseudorotalia schroeteriana, Amphistegina fessonii, Eponides praecintus,
Cibicides spp., Quinqueloculina spp., dan Textularia spp.
35. Spesies Operculina, terutama O. ammonoides dan A, mphistegina lessonii, lebih banyak
dijumpai di bagian selatan daerah telitian daripada di bagian utaranya, kondisi ini
mencerminkan bahwa kondisi air di bagian selatan lebih jernih daripada di bagian
utaranya.
36. Spesies jarang seperti Ammonia, Edentostomina, Glandulina, Reophax, Stillostomella,
Lagena dan lain-lainnya dijumpai hanya setempatsetempat, dengan sebaran yang tidak
merata.
37. Kedalaman air yang masih dangkal, menyebabkan foraminifera plangton tidak
berkembang dengan baik.
38. Dilihat dari pola sebaran kontur bahwa ketebalan sedimen menipis ke arah timur, dimana
di bawah sedimen yang relatif tipis tersebut terdapat reflektor yang paralel, subparalel
dan tidak teratur (chaotic), yang ditafsirkan sebagai runtunan C.
39. Penipisan sedimen kuarter di beberapa tempat, akibat adanya struktur akibat tektonik
yang terjadi berupa sesar, sedangkan pada bagian barat relatif tenang sehingga proses
sedimentasi dapat berlangsung dan cenderung menempati cekungan I lekukan bidang
erosi.
52
DAFTAR PUSTAKA TERPILIH
Abdul Wahib, drr., 2000, Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Perairan Ketapang,
Kalimantan Barat, Lembar Peta, 1313, PPPGL. Alleva, GJJ., 1973, Aspect of the
Historical and Physical Geology of the Sunda Shelf Essensial too the Exploration
of Submarine Tin Placer, Geol. Minjnb 52
Andi Mangga, drr., 1994, Peta Geologi Bangka Utara, Sumatera, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Ben-Avraham, Z. and Emery, K.O., 1973, Structural framework of Sunda Shelf, Bull. Am.
Assoc. Petr. Geol., 57 : 2323 - 2366.
Blow, W.H., 1969. Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal biostrati-graphy.
In Bronnimann, P. and H.H. Renz (eds.) Proc. of the 1St Internat. Conf. on Plank.
Microfoss. Leiden: E.J. Brill, vol. 1,,p. 199-422.
Boltovskoy, E., 1978. Late Cenozoic Benthonic Foraminifera of the Ninetyeast Ridge (Indian
Ocean). In Von den Borch, C. C. (Ed.), 1978. Synthesis of Deep-Sea Drilling
Results in the Indian Ocean. Elsevier Oceanographic series No. 21, p. 139-175.
Curray, J.R., Shor, G.G., Raitt, R.W. and Henry., 1977, Seismic refraction studies of crustal
structure of the eastern Sunda and western Banda Arcs, Journ. Of Geoph. Res, 17:
2497 - 2489.
Emery, K.O., 1974, Pagoda structure in marine sediments, in Kaplan, f.R. (ed) : Natural gases
in marine sediments, 309-317, Plemum Press, New York.
Folk, R.L., 1980, Petrology of the Sedimentary Rock, Hemphis Publishing Company, Austin.
Friedman G.M., Sander, J.E., 1976, Principles of Sedimentology, Jonh Wiley & Sons. PP 34
- 37.
Ilahude D., dan Situmorang, M., 1994, Seismic Reflection Study oon Paleodr,ainage Pattern
of the Sunda River, off Southeast Kalimantan around Masalembo Waters, Jurnal
Geologi dan Sumberdaya Mineral, Vol. IV No. 29.
Koesoemadinata, R.P., Samuel, L. and Taib, M.I.T., 1999, Subsidence Curves and Basin
Mechanism of Some tertiary Basins in Western Indonesia, Buletin Geologi, Vol.
31, No. 1, pp.23-56.
Kuenen, .H., 1950, Marine Geology, New York, Jonh Wiley & Son Inc. Letouzey, J.,
Werner, P., and Marty, A., 1990, Fault reactivation and structural inversion,
backarc and interpfate compressive deformations, example of the eastern Sunda
shelf (Indonesia), Tectonophysics, 183 : 341-362.
Le Roy, L.W. 1941. Small Foraminifera from The Late Tertiary of The Sangkoelirang Bay
area, East Borneo, Netherland East Indies, vol. 36, No. 1. Quarterly of The
Colorado School of Mines.
Le Roy,L.W. 1944. Miocene Foraminifera from Sumatra and Java, Netherland East Indies,
vol. 39, No. 3. Quarterly of The Colorado School of Mines.
53
Loeblich Jr., A.R. and Tappan,H. 1988. Foraminiferal Genera and Their Classification, Van
Nostrand Reinhold. New York, 847 p.
Mc. Quillin, Fannin, N.G.T. and Judd, A., 1979, 6GS Pockmarc investigation 1974-1978,
report no. 98, Institute of Geological Science,’ Continental Shelf Division.
Molengraaff, GAF., 1922, Geologie Hoofdstuk VI van de Zeen van Netherland Oost Indie;
272-357
Murray,J., and Renard, 1981 Report n the Deep Sea Deposits Inc. Wyville (Editor) Report on
the Science Results of Voyage of HMS Challenger, Eyre and Spottiswode,
London.
Postuma, J.A., 1970.~ Manual of Planktonic Foraminifera.Elsevier Pub. Comp., 420 p.
Saito, T, P.R.Thompson and D. Breger., 1981. Recent and Pleistocene Planktonic
Foraminifera. University of Tokyo Press, 190 p.
Sangree, J.B. and J.M. Wiedmier 1979. Interpretation of Depositional Facies From Seismic
Data. Geophysics, 44, No.2, 131p.
Sheriff, R.E. 1986. Seismic stratigraphy. International Human Resources Development
corporation, Boston, 222p.
Sunargi., E.,’1999, Mengenal Unsur-Unsur Tanah Jarang (REE), PPTP. Setiawan, B.,
Kuncara, U., 1996, Potential of Rare Earth Mineral Resources in Indonesia, JICA
and DMRI, 1996., Proceeding.
54