Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sitemik akut pada manusia yang disebabkan
oleh bakteri S. Typhi dengan tanda-tanda demam, reseole, spleno,egali, intestinal
limphadenophati dan disertai kimplikasi intestinal seperti perdarahan usus dan komplikasi
non intestinal berupa komplikasi paru, komplikasi kardiovaskuler. Selama masa inkubasi
banyak keluhan penderita yang dirasaan seperti rasa lelah, kepala pusing, anoreksia,
mual, muntah, tidak enak badan, batuk, konstipasi maupun diare.

Demam tifoid masih menjadi permasalahan di berbagai negara seperti Afrika,


Amerika, Asia termasuk Indonesia. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia mencapai
350-810 per 100.000 populasi. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah berdasarkan sitem surveilans terpadu beberapa penyakit terpilih pada tahun 2009
penderita Demam Tifoid ada 44.422 penderita, termasuk urutan ketiga dibawah diare dan
TBC selaput otak, sedangkan pada tahun 2010 jumlah penderitanya meningkat menjadi
46.142. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian Demam tifoid di Jawa Tengah termasuk
tinggi.

Perilaku perorangan dan kebersihan lingkungan yang tidak baik diduga mempunnyai
peranan dalam penyebaran penyakit Demam Tifoid, seperti kebiasaan tidak mencuci
tangan dengan sabun setelah buang air besar, kebiasaan menutup makanan/ minuman,
kondisi sanitasi rumah yang tidak baik, kebiasaan jajan.

Perilaku yang tidak sehat, seperti kebiasaan jajan, makan makanan dipinggir jalan
memperngaruhi penularan penyakit tifoid. Penenlitian yang dilakukan oleh Volard AM
tentang Faktor Resiko Demam Tifoid menunjukaan kebiasaan makan makanan di jalan
mempunyai resiko 3,34 kali lebih besar untuk terkena penyakit Demam Tifoid.

Penanganan yang tepat dan komprehensif akan dapat memberikan kesembuhan


tehadap pasie. Kolaborasi yang baik antara dokter, ahli gizi dan perawat dapat
mempercepat proses penyembuhan pasien, karena tidak hanya dengan pemberian
antibiotika tetapi pengaturan diet yang benar dan pola asuhan keperawaatan yang
berperan dalam proses penyembuhan pasien dengan Demam Tifoid.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada An. S di Ruang Dahlia
RSUD KRT SETDJONEGORO Wonosobo.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada An. S di
Ruang Dahlia RSUD KRT SETDJONEGORO Wonosobo.
b. Mahasiswa mampu mendeskripsikan hasil analisa data keperawatan pada An. S di
Ruang Dahlia RSUD KRT SETDJONEGORO Wonosobo.
c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan keperawatan
pada An. S di Ruang Dahlia RSUD KRT SETDJONEGORO Wonosobo.
d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada An. S di
Ruang Dahlia RSUD KRT SETDJONEGORO Wonosobo.
e. Mahasiswa mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada An. S di Ruang
Dahlia RSUD KRT SETDJONEGORO Wonosobo.
BAB IV

PEMBAHASAN

An. S berjenis kelamin perempuan umur 3 tahun dibawa ke rumah sakit dengan
keluhan diare dari 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sehari sebelum masuk
rumah sakit klien diare 3 kali dalam sehari. Klien tidak mau makan selama satu minggu ini
dan klien panas naik turun selama 3 hari. Dari hasi pengkajian ibu klien mengatakan klien
senang makan makanan seperti mie, bakso ayam beserta dengan caos yang dijual berkeliling
disekitar rumahnya. Hasil laboratorium menunjukkan klien mengalami penurunan nilai Hb
dengan nilai 9.6 g/dL sedangkan nilai normal 10.8-12,8 dan pada pemeriksaan seru
Imonologi S thpy O menunjukkan 1/640 dan S.Typhi H 1/640 dengan nilai rujukan yang
seharusnya negatif. Adapun yang terapi yang diberikan kepada pasien adalah kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat anti mikoroba dan antipiretika, kolaborasi dengan ahli
nutrisi untuk pemberian nutrisi dengan diet lunak, meningkatkan pola istirahat klien dengan
membatasi pengunjung, menciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien dan memantau
cairan dan nutrisi yang adekuat. Antibiotik yang diberikan pada pasien adalah jenis
cefotaxime, pada jurnal Tata Laksana Demam Tifoid menjelaskan bahwa pemberian
antibiotik cefixime memiliki angka kesembuhan klinis lebih dari 90 % degan waktu
penurunan demam 5-7 hari, durasi pemberiannya lama (14 hari) dan angka kekambuhan serta
fecal carrier terjadi pada kurang 4 %. Terapi antibiotik yang diberikan pada demam tifoid
menurut WHO tahun 2003 adalah dengan memberikan cefotaxime. Selain itu yang perlu
diperhatikan adalah pemberian nutrisi. Cairan, klien harus mendapat cairan yang cukup, baik
secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral ini diindikasikan pada pasien dengan adanya
komplikasi, seperti penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung
elektrolit dan kalori yang optimal. Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup,
sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) umtul ,emcehgaj perdarahan dan perforasi. Strategi
pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan dan minuman yang
tidak terkontaminasi, higene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan
lingkungan, sanitasi yang baik dan tersedianya air bersih sehari-hari hal ini dapat
diberitahukan pada klien sebagai rencana tindak lanjut pada klien saat klien pulang.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sitemik akut pada manusia yang
disebabkan oleh bakteri S. Typhi dengan tanda-tanda demam, reseole, spleno,egali,
intestinal limphadenophati dan disertai kimplikasi intestinal seperti perdarahan usus
dan komplikasi non intestinal berupa komplikasi paru, komplikasi kardiovaskuler.
Selama masa inkubasi banyak keluhan penderita yang dirasaan seperti rasa lelah,
kepala pusing, anoreksia, mual, muntah, tidak enak badan, batuk, konstipasi maupun
diare.
Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan
dan minuman yang tidak terkontaminasi, higene perorangan terutama menyangkut
kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik dan tersedianya air bersih
sehari-hari hal ini dapat diberitahukan pada klien sebagai rencana tindak lanjut pada
klien saat klien pulang.
B. SARAN
1. Bagi Mahasiswa Profesi
Diharapkan tugas keperawatan anak ini dapat dijadikan sebagai tambahan
pengalaman serta proses pendidikan.
2. Bagi Institusi
Bagi intitusi Pendidikan diharapkan lebih proaktif bekerja sama dengan
institusi kesehatan dalam menginformasikan perkembangan ilmu terbaru
kepada rumah sakit maupun masyarakat
3. Bagi Perawat
Bagi Perawat dapat senantiasa mengembangkan ilmu keperawatan yang
ada,serta ahli gizi gu menerapkannya serta aktif berkolaborasi dengan tenaga
medis yang lainnya guna mencapai hasil yang maksimal
4. Bagi Rumah Sakit
Mengembangkan ilmu kesehatan terkini, memberikan pelayanan yang terkini
dan meningkatkan SDM yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah, A. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. .
Bobak, Lowdermilk & Jansen. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa : Maria
A.W (4th ed). Jakarta: EGC.
Manuaba, I. (2007). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk
pendidikan bidan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai