CC
CC
PENDAHULUAN
Dalam dua tahun terakhir ini, kematian akibat trauma meningkat setiap
2012 terjadi 109.038 kasus trauma akibat kecelakaan dengan korban meninggal
dunia sebanyak 27.441 orang. Sedangkan pada 2011 terjadi kasus trauma akibat
orang (Anonim, 2016). Data yang didapatkan dari Rumah Sakit Sanglah tercatat
pada tahun 2015 menyatakan bahwa dari total 2755 tindakan di ruang operasi IRD
RS Sanglah, didapatkan 720 kasus cedera kepala, 455 dengan fraktur ekstremitas
Trauma abdomen terutama yang terjadi sebagai akibat trauma tumpul pada
abdomen dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada semua usia, akan
tetapi jenis trauma ini merupakan keadaan yang cukup memberikan tantangan
bagi setiap departemen gawat darurat maupun bagi tenaga medis yang bekerja
pada departemen tersebut dikarenakan oleh presentasi maupun gejala klinis yang
sangat bervariasi pada setiap kasus yang terjadi. Adanya perbedaan antara gejala
yang didapatkan dengan trauma yang sesungguhnya pada banyak kasus yang
terjadi membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang tepat dan cepat. Perlu diingat
1
bahwa cedera yang tampak ringan pada beberapa kasus dapat menjadi suatu
cepat pada pasien dengan trauma abdomen menjadi suatu tujuan utama untuk
di mana terjadinya syok merupakan faktor inisiasi primer yang terjadi dalam
proses ini ( Brohi, dkk, 2014). Koagulopati merupakan suatu keadaan di mana
terdapat ketidakmampuan dari darah untuk membeku secara normal. Pada pasien
trauma pada umumnya hal ini bersifat multifaktorial dan merupakan suatu proses
akut yang kompleks. Banyak faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya
pasien dengan riwayat trauma terutama pada pasien trauma dengan energi tinggi,
di mana koagulopati dini merupakan fenomena yang umum terjadi pada pasien
dengan trauma sebagai salah satu penanda dari keparahan suatu cedera (Ruiz. C,
Andersen.M, 2013)
2
jaringan, sedangkan kehilangan darah akan menyebabkan terjadinya Acute
faktor dan mekanisme yang menyebabkan koagulopati dini sering disebut sebagai
2012). Cedera yang berat dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada faktor-
Mortalitas yang terjadi akibat suatu trauma menjadi masalah utama yang
terjadi pada sebagian besar pusat pelayanan kesehatan, kematian yang terjadi
cepat pada trauma abdomen seringkali berkaitan dengan perdarahan yang terjadi
pada sebagian besar pasien (MacLeod, dkk, 2003). Pengenalan komponen akut
pasien dengan multitrauma terjadi akibat kondisi sekunder atau setelah dilakukan
koagulopati ini akibat cedera kepala tertutup, transfusi darah masif, dan akibat
3
Berdasarkan penelitian yang dikerjakan oleh Brohi,K, dkk pada tahun
2014 di London melalui studi retrospektif dengan sampel pasien trauma di mana
bahwa angka mortalitas sebesar 46% pada pasien trauma dengan koagulopati dini,
di mana data tersebut menunjukkan adanya perbedaan 10,9% dari pasien trauma
dengan fungsi pembekuan darah yang normal. ( Brohi, K, dkk, 2014) Penelitian
lain yang dikerjakan oleh Maegele, M pada tahun 2010 di Jerman melalui teknik
trauma dengan koagulopati dini sebesar 13% dibandingkan dengan pasien trauma
(APTT) telah banyak digunakan untuk melihat faktor resiko terjadinya mortalitas
pada pasien dengan trauma abdomen. Walaupun pemeriksaan ini sangat sederhana
dan telah dapat diterima secara luas, akan tetapi masih ada beberapa keterbatasan
4
yaitupemanjangan PT dan APTT pada pasien dengan trauma abdomen terhadap
abdomen?
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trauma abdomen merupakan trauma yang terjadi pada regio abdomen dan
dapat diakibatkan oleh trauma tumpul maupun oleh trauma tajam yang dapat
mengenai organ-organ pada abdomen. Gejala utama yang dapat terjadi dapat
berupa nyeri, tenderness, maupun adanya jejas yang tampak pada abdomen.
Trauma ini juga dapat mengakibatkan perdarahan dan infeksi. (Legome, 2016)
Regio abdomen dapat dibagi menjadi empat area utama yaitu abdomen
intrahroracic yang terletak pada abdomen bagian atas yang dilindungi oleh
sangkar dari costae sehingga daerah ini seringkali tidak dapat dievaluasi melalui
palpasi dan pemeriksaan fisik lengkap. Bagian kedua adalah bagian abdomen
yang terletak pada area pelvis yang dikenal sebagai suatu ‘bony pelvis’, bagian ini
terdapat beberapa organ penting yaitu kandung kemih, urethra, rektum, usus
halus, tuba falopii dan uterus pada wanita. Cedera pada area ini sering bersifat
ekstraperitoneal dan sulit untuk didiagnosa. Bagian ketiga adalah abdomen yang
terletak retroperitoneal yang terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter,
pankreas, aorta dan vena cava, cedera pada area ini sulit diketahui hanya dengan
sejati, di mana di dalamnya terdapat beberapa organ yaitu usus halus dan usus
besar, uterus dalam keadaan gravida, kandung kemih ketika mengalami distensi.
(Legome, 2016)
6
Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas pada hampir semua usia, trauma yang terjadi pada beberapa kasus
dan terapi dijalankan. Penegakan diagnosis awal pada trauma tumpul abdomen
cukup sulit untuk dikerjakan dan kadang tidak akurat, beberapa gejala yang harus
peritoneum. Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan adanya lap belt marks
yang dapat menunjukkan suatu ruptur pada usus halus, steering wheel dengan
adanya kontusio, ekimosis pada regio flank (Grey Turner sign) atau pada
distensi abdomen, adanya bowel sound pada regio thoraks pada pemeriksaan
auskultasi dapat merupakan trauma pada diafragma, bruit pada trauma fistula
pada peritoneum, konsistensi yang keras pada abdomen dapat merupakan suatu
Trauma intra abdomen yang terjadi sekunder akibat trauma tumpul pada
abdomen merupakan akibat suatu tumbukan antara pasien yang mengalami cedera
7
Deselerasi
Crushing
Kompresi eksternal
(hukum Boyle)
Trauma ini sering ditemukan pada lien maupun hepar, akan tetapi pada
beberapa kasus dijumpai pula cedera pada usus halus dan usus besar. Trauma
akibat kecelakaan lalu lintas masih menjadi penyebab utama dari trauma tumpul
abdomen, meskipun pada beberapa kasus yang dilaporkan trauma ini juga dapat
8
diakibatkan kecelakaan pada tempat kerja ataupun karena suatu penyebab
tembak ataupun akibat trauma tusuk, di mana luka tembak dengan velositas yang
tinggi merupakan penyebab yang paling sering terjadi (64%), diikuti dengan luka
tusuk (31%), dan diikuti dengan luka tembak dengan velositas rendah (5%).
Gejala yang ditimbulkan oleh trauma ini sangat bervariasi, tergantung dari senjata
maupun objek, jarak dari tempat trauma berasal, organ mana yang terkena, lokasi
trauma, dan jumlah luka pada abdomen. Trauma dari jarak dekat akan
dari jarak jauh. Pada trauma tajam yang diakibatkan oleh luka tembak biasanya
disertai dengan energi kinetik yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan pola
trauma yang bervariasi, berbeda dengan trauma yang diakibatkan oleh trauma
tusuk biasanya dengan pola yang dapat lebih mudah diprediksi. (Legome, 2016)
kematian yang terbanyak. Evaluasi dari pasien dengan trauma tajam, maka regio
abdomen dapat dibagi menjadi bagian anterior yang dimulai dari batas anterior
costae sampai pada lipatan inguinalis di antara garis axilaris anterior, intrathoracic
yang dimulai dari intercostalis 4 anterior ( pada papilla mammae) dan 7 posterior (
ujung skapula ) sampai ke batas inferior dari kosta, flank dimulai dari ujung
skapula ke lipatan iliaka di antara anterior dan posterior garis axilla, punggung
9
yang dimulai dari ujung skapula ke lipatan iliaka di antara garis posterior dan
anterior axilla. Anatomi ini perlu diketahui untuk menentukan kemungkinan dari
Pada trauma tajam yang berasal dari luka tembak, organ-organ yang paling
sering mengalami cedera di antaranya adalah usus halus (50%), colon (40%),
hepar (30%), dan struktur vaskuler pada abdomen (25%). Pada trauma tajam yang
berasal dari luka tusuk, organ yang sering mengalami cedera yaitu hepar (40%),
usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Mekanisme yang
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, interval waktu di antara waktu
abdomen :
Primary survey
10
mendiagnosa secara cepat adanya patensi, refleks protektif, benda
evaluasi pada status mental, warna kulit, dan suhu badan serta nilai
Secondary survey
Pada fase ini dilakukan identifikasi dari semua cedera melalui head
11
trauma tumpul abdomen, pemeriksaan abdomen harus dikerjakan
(Legome, 2016)
(Legome, 2016)
Tertiary survey
12
Konsep dari Tertiary survey pertama kali diperkenalkan
Koagulopati dini akibat trauma terjadi dalam waktu yang sangat singkat
dan dapat diidentifikasi dalam hitungan menit setelah terjadinya trauma. Floccard
dkk menganalisa sampel darah yang diambil dari 45 pasien dengan trauma akibat
kecelakaan, dan dari hasil tersebut ditemukan 56% mempunyai status koagulasi
yang tidak normal hanya pada 25 menit setelah terjadinya trauma. Koagulopati
dini dapat terjadi pada saat pasien datang pada Unit Gawat Darurat dengan
13
Konsep pada koagulopati dini pada dasarnya merupakan pemanjangan dari
Prothrombin Time (PT) dan atau Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)
pada saat pasien tiba di rumah sakit sebelum dilakukan resusitasi adalah
organ, sepsis dan lama pengobatan selama di rumah sakit. (Cap, Hunt, 2015)
Pada evolusi dari koagulopati dini didapatkan beberapa fase, di mana fase
yang pertama adalah aktivasi cepat dari alur hemostatik multipel termasuk
dan sel darah merah yang menyebabkan terjadinya dilusi pada faktor hemostatik.
Keadaan yang selanjutnya pada post-resusitasi, dapat terjadi suatu respon terhadap
fase akut yang di kemudian hari dapat menjadi thromboembolisis pada sistem
vena. Pada beberapa pasien dengan keterlambatan resusitasi maupun terapi yang
sebagai berikut :
formasi klot dan thrombus ( thrombus merupakan klot yang terdapat pada
14
intravaskular selama terjadinya perdarahan. Berkurangnya jumlah sel
darah merah dalam sirkulasi juga memberikan efek yang besar terhadap
merah seringkali melalui pusat dari arteri atau arteriole, sedangkan platelet
dan plasma berjalan pada dinding dari pembuluh darah, oleh sebab itu
penurunan dari faktor hemostatik. Pada proses ini nilai dari hematokrit
2. Dilusi
Gaya Starling yang terbalik dan adanya perpindahan dari cairan interstitial
blood dengan cairan kristaloid, koloid dan transfusi sel darah merah yang
15
dari dinding inner menuju ke permukaan dari sel endotelial. Sitokin TNF
dan IL-1 sama halnya dengan thrombin dan keadaan hipoksia yang
yang tidak adekuat, hal ini akan memicu terjadinya DIC. Aktivasi sel
5. Aktivasi imun
dari ligan CD40, yaitu suatu aktivator imun potent yang dapat
16
berhubungan dengan pelepasan Damage Associated Molecular Patterns
thrombin dan generasi fibrin. Kolagen yang terdapat pada matriks subendotelial
terikat pada platelet glikoprotein VI dan vWF terikat pada glikoprotein Ib dapat
17
menyebabkan terjadinya aktivasi platelet. Platelet yang teraktivasi melekat pada
jaringan yang mengalami kerusakan dan berperan sebagai katalis untuk proses
amplifikasi dari generasi thrombin. Seluruh proses ini tampak pada penurunan
adalah fibrinogen dan faktor V akibat konsumsi yang diaktivasi oleh protein C
tidak hanya merubah fibrinogen menjadi fibrin akan tetapi seperti halnya sitokin,
juga merupakan stimulator utama pada sekresi endotelial t-PA, di mana telah
PA yang tinggi dapat ditemukan pada koagulopati akibat trauma, dalam keadaan
pada terjadinya koagulopati dini melalui pemecahan faktor Va dan VIIa. Dalam
keadaan terikat pada PAI-1 dan de-repressing t-PA, dapat mengaktivasi proses
18
fibrinolisis. Meskipun faktor V mengalami proses deplesi dan PC berubah
menjadi aPC pada proses koagulopati dini akibat trauma, generasi dari thrombin
tampak mengalami peningkatan pada pasien dengan trauma, hal ini tidak
Aktivasi sel endotelial yang distimulasi oleh thrombin dan beberapa jenis sitokin,
koagulopati dini, di mana pada keadaan peningkatan syok, kadar PT dan INR
hipoksia dan asidosis tidak dapat teratasi. Banyak faktor yang berperan dalam
membentuk suatu rangka clot selama proses hemostasis dan berperan sebagai
katalis dalam proses koagulasi. Platelet menujukkan respon yang rendah terhadap
kolagen, adenosin difosfat (ADP) dan asam arakidonat setelah terjadinya trauma.
suatu kondisi syok hemoragik yang memerlukan transfusi masif dan merupakan
19
pasien dengan resiko tinggi untuk terjadi kematian akibat perdarahan. Koagulopati
dini merupakan kunci terjadinya kematian, yang dipicu oleh kerusakan jaringan
dengan hasil terjadinya syok dan hipoksia. Beberapa cara digunakan untuk
mana beberapa sistem skoring dibuat untuk memprediksi terjadinya beberapa hal
fibrinogen Clauss. Hasil dari pemeriksaan ini akan digunakan sebagai petunjuk
pemanjangnya Prothrombin Time (PT) yang dapat dilihat dari peningkatan nilai
Injury Severity Score (ISS) dan defisit dari basa. Mediator lain yang timbul pada
yang nyata hingga temperatur tubuh berada di bawah 33C dan pH darah kurang
penting yaitu faktor koagulan, faktor antikoagulan, thrombosit atau keping darah,
20
endotelium dan fibrinolisis. Antikoagulan endogen sistemik dan fibrinolisis
fibrinogen secara cepat dan didapatkan peningkatan dari nilai INR, PTT
dan aPTT.
2. Antikoagulan sistemik
pemanjangan nilai PTT dan aPTT, yang juga berhubungan dengan aktivasi
3. Hiperfibrinolisis
terjadinya trauma
4. Disfungsi platelet
dan hal ini merupakan salah satu tanda suatu prognosis yang buruk pada
trauma.
21
5. Aktivasi endotelial
merupakan antagonis major dari t-PA. Secara garis besar dapat dijelaskan
hipoperfusi pada jaringan akan memicu pelepasan t-PA dari sel endotelial
(TIC)
sebelumnya, akan tetapi pasien yang datang ke rumah sakit dengan trauma
APTT awal dapat memprediksi terjadinya mortalitas pada pasien dengan trauma.
Di mana koagulopati pada penelitian ini mneggunakan nilai standar yang terdapat
pada Rumah Sakit Sanglah yaitu dengan nilai PT > 14.4 detik dan APTT > 36
detik. Selain itu koagulopati juga dapat diartikan sebagai nilai PT/APTT > 1.5 dari
nilai normal maupun nilai International Normalized Ratio (INR) > 1.5. (
22
Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Macleod, dkk
secara retrospektif, menunjukkan data yang diambil dari 20.103 pasien dengan
trauma pada Universitas di Miami, Florida pada tahun 1995 sampai dengan 2000,
di mana data ini menunjukkan bahwa pasien dengan nilai PT yang normal
MJ, Wolley,T, 2011) Pada penelitian yang dikerjakan oleh Macleod,J.B, dkk pada
(Macleod, J.B, 2003) Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Maegle, dkk
Wolley, 2011)
PT atau APTT, serta pemanjangan nilai INR, faktor ini dapat menggambarkan
23
‘fluid phase’ pada koagulasi, akan tetapi tidak dapat untuk menunjukkan
Proses terbentuknya klot dimulai dari fase inisiasi, di mana dalam fase ini
bergabung dengan faktor VIIa yaitu suatu faktor koagulasi yang memiliki bentuk
aktif di dalam darah. Proses ini selanjutnya akan mengaktifkan faktor V, IX, dan
ini akan memecah Von Willebrand’s Factor (vWF) dan faktor VIII, mengaktivasi
faktor V dan XI, serta menyebabkan aktivasi platelet. Fase ini disebut sebagai fase
24
Platelet mempunyai peranan penting dalam teori proses pembekuan darah,
di mana dalam proses ini platelet akan mengalami aktivasi dan agregasi. Tanpa
adanya platelet pada permukaan sel di tempat terjadinya trauma, maka faktor Xa
dan thrombin akan mengalami proses difusi dan akan mengalami inaktivasi secara
cepat. Proses inaktivasi ini terjadi bersamaan dengan fibrinolisis yang diperantarai
dengan predominan disebabkan cedera pada organ solid yaitu pada 80% kasus
(Pimentel, dkk, 2015), di mana pada trauma abdomen kematian dapat disebabkan
Hal yang penting untuk dijelaskan adalah bahwa pada kondisi syok akan
2011)
1. Hipotermia
25
protease, penurunan aktivitas faktor VII yaitu terutama bila suhu tubuh
2. Asidosis
dalam tubuh, di mana pada pH < 7,4, struktur internal platelet yang
platelet sebesar 50 %.
3. Hemodilusi
4. Inflamasi
26
aktivasi endotelial dan komplemen, yang selanjutnya dapat
dari faktor-faktor pembekuan yang diakibatkan oleh transfusi masif, dan efek dari
mekanisme utama dalam koagulopati dini akibat trauma. Mekanisme yang terjadi
dalam koagulopati dibedakan menjadi dua yaitu pada fase awal dan pada fase
lanjut. Mekanisme yang terjadi pada fase awal atau koagulopati dini ini dapat
ditemukan pada pasien dengan hipoperfusi pada jaringan dan resusitasi yang tidak
(ACoTS). Proses ini diperatarai oleh aktivasi protein C dan aktivasi dari
konsumsi yang yang berlebihan dan dilusi dari faktor koagulasi yang dapat
inflamasi. Pada fase awal terjadinya trauma, kelainan pada koagulasi dapat
27
fase hiperkoagulabilitas dan thrombosis. Keadaan ini dikenal sebagai ACoTS dan
garis besar patogenesis dan patofisiologi yang sama, meskipun terdapat beberapa
koagulopati konsumtif. (Gando, dkk, 2012) Kedua proses ini terjadi pada awal
setelah terjadinya trauma, akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Johansen, dkk pada tahun 2011 menunjukkan bahwa ACoTS terjadi lebih awal
dibandingkan dengan DIC yaitu pada 1 jam pertama, sedangkan DIC terjadi pada
28
2.6. Sistem Skoring New Injury Severity Score (NISS) pada pasien trauma
abdomen
penghitungan tiga organ tubuh yang mengalami trauma berat (dilihat dari AIS
tertinggi, tanpa memperdulikan organ yang terkena itu dalam satu regio tubuh
atau bukan) lalu di pangkatkan dua dan dijumlahkan. Sehingga NISS dapat
memprediksi outcome lebih akurat pada pasien trauma multipel pada satu regio
sebagai prediktor adanya kegagalan multi organ pada post trauma, dipakai
patokan skala NISS >50 dinyatakan pasien mengalami trauma berat yang dapat
29
pada gambar 2.5. Kisaran skor ini antara 1-75. Dengan skala 1 trauma minor dan
30
Trauma Abdomen Perdarahan
Resusitasi Syok
Kerusakan jaringan
Asidosis Hipotermia
Pelepasan Tissue
Factor (TF) Sekresi endothelial
Hipoksia
t-PA
Pelepasan Thrombin,
generasi fibrin Pelepasan
Thrombomodulin
Fosfatidylserine
dan thrombin
Kolagen pada GP VI
dan vWF terikat pada Lingkungan
Pemecahan faktor Va
GP 1b prothrombotik
dan VIIa
DIC Mortalitas
Hunt,2015)
31
BAB III
HIPOTESA PENELITIAN
Trauma abdomen merupakan trauma yang terjadi pada regio abdomen dan
dapat diakibatkan oleh trauma tumpul maupun oleh trauma tajam yang dapat
mengenai organ-organ pada abdomen. Gejala utama yang dapat terjadi dapat
berupa nyeri, tenderness, maupun adanya jejas yang tampak pada abdomen.
Koagulopati dini akibat trauma terjadi dalam waktu yang sangat singkat
dan dapat diidentifikasi dalam hitungan menit setelah terjadinya trauma. (Frith,
2012) Mekanisme yang terjadi pada fase awal atau koagulopati dini ini dapat
ditemukan pada pasien dengan hipoperfusi pada jaringan dan resusitasi yang tidak
(ACoTS). Proses ini diperatarai oleh aktivasi protein C dan aktivasi dari
komplemen. (Li, Sun, 2015) Kedua proses ini terjadi pada awal setelah terjadinya
trauma, akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Johansen, dkk
pada tahun 2011 menunjukkan bahwa ACoTS terjadi lebih awal dibandingkan
32
dengan DIC yaitu pada 1 jam pertama, sedangkan DIC terjadi pada 4 sampai
Prothrombin Time (PT) dan atau Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)
pada saat pasien tiba di rumah sakit sebelum dilakukan resusitasi adalah
organ, sepsis dan lama pengobatan selama di rumah sakit. (Cap, Hunt, 2015). Di
mana koagulopati pada penelitian ini mneggunakan nilai standar yang terdapat
pada Rumah Sakit Sanglah yaitu dengan nilai PT > 14.4 detik dan APTT > 36
detik. Selain itu koagulopati juga dapat diartikan sebagai nilai PT/APTT > 1.5 dari
dengan predominan disebabkan cedera pada organ solid yaitu pada 80% kasus
(Pimentel, S.K, dkk, 2015), di mana pada trauma abdomen kematian dapat
33
1.2 Kerangka konsep penelitian
- Resusitasi
Riwayat Outcome
cairan masif (>
pasien
2000 ml)
- Transfusi PRC
masif
Disseminated - Usia
Intravaskular - Jenis Kelamin
Coagulation (DIC)
Penyakit penyerta
berat :
Cedera kepala berat
Mati (GCS<8)
Trauma thorax (Skor
NISS> 50)
Hidup
34
3.2 Hipotesis penelitian
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian dimulai dengan identifikasi kasus yaitu individu yang telah meninggal
Koagulopati Dini
(+)
Pasien trauma
abdomen yang mati
Koagulopati Dini
(-)
Koagulopati Dini
(+)
Pasien trauma
abdomen yang hidup
Koagulopati Dini
(-)
36
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dimulai pada Januari 2013
4.3.1 Populasi
trauma abdomen.
37
4.3.3 Kriteria Eksklusi
Sanglah Denpasar dan memenuhi syarat sebagai sampel serta memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Sampel kasus pada penelitian ini dengan menggunakan total
sampling.
38
OR atau Odds Ratio adalah ukuran asosiasi paparan (faktor resiko)
variabel, yaitu:
39
4.4.2 Definisi Operasional Variabel
a. Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada regio abdomen dan
dapat diakibatkan oleh trauma tumpul maupun oleh trauma tajam yang
darah akibat pemanjangan dari Prothrombin Time (PT) dan atau Activated
Partial Thromboplastin Time (APTT) pada saat pasien tiba di rumah sakit
14.4
dalam hal ini digunakan batasan > 2000 ml baik cairan kristaloid maupun
40
f. Transfusi masif adalah proses berlebihan dalam menyalurkan darah atau
produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran darah orang
lainnya, dalam hal ini digunakan batasan pemberian lebih dari 2000 cc.
kriteria sedang dan berat, di mana berat dengan nilai < 8 dan sedang
h. NISS adalah modifikasi dari ISS dimana NISS menghitung jumlah dari kuadrat
41
4.6.2 Pelaksanaan Penelitian
etika.
Januari 2013 sampai dengan Desember 2015, dievaluasi rekam medik dan diambil
42
4.7 Alur Penelitian
POPULASI TARGET :
Kasus Kontrol
Pemeriksaan Pemeriksaan
Koagulopati Dini : Koagulopati Dini :
PPT dan APTT PPT dan APTT
ANALISIS DATA
HASIL
43
4.8 Analisis Data
pada analisis bivariabel ini adalah chi square test pada batas kemaknaan
regressi logistik, dengan cara memasukkan variabel bebas dengan nilai p <
44
bersama – sama dan tidak ada yang dieliminasi. Metode ini disebut
45
DAFTAR PUSTAKA
Brandon, H., Holcom, J.B., dan Schreiber, M.A. 2007. Coagulopathy: Its
Pathophysiology and Treatment in the Injured Patient. USA: World Journal of
Surgery; 31: 1055–1064.
Cho, Y., Judson, R., Cho, K.G.Y., Santos, M., Walsh, M., Pascoe, D. 2012.
Blunt Abdominal Trauma. The Royal Melbourne Hospital-Trauma Service
Guidelines.
Cryer, H.M. 2009. Blood Transfusion and Alternate Therapies. In : Wong, J.,
Garden, O.J., Csendes, A., Buchler, M.W., Sarr, M.G., Bland, K.L., editors.
General Surgery Principles and International Practice. 2nd. Ed. Springer-
Verlag London. p. 43-53.
46
Davenport, R., Mansion, J., Henry, D., Platton, S., Coates, A., dan Allard, S.
2011. Functional Definition and Characterisation of Acute Traumatic
Coagulopathy. Critical Care Medicine; PMC; 39(12): 2652–2658.
Germanos, S., Gourgiotis, S., Villias, C., Bertucci, M., Dimopoulos, N.,
Salemis, N. Damage control surgery in the abdomen: An approach for the
management of severe injured patients. International Journal of Surgery
(2008) 6, 246-252.
Hagemo, J.S., Christian, S.C., Stanworth, S.J., Brohi, K., Johanson, P.I.,
Goslings, J.C., Naess, P.A., dan Gaarder, C. 2015. Detection of Acute
Traumatic Coagulopathy andMassive Transfusion Requirements by Means
ofRotational Thromboelastometry: an InternationalProspective Validation
Study. Norwegia: BioMed Central. Critical Care 19;97.
John, R.H., Brohi, K., Dutton, R.P., Hauser, C.J., Holcomb, J.B., Kluger, Y.,
Jones, K.M., Parr, M.J., Rizoli, S.B., Yukioka, T., Hoyt, D.B., dan Bouillon,
B. 2008. The Coagulopathy of Trauma: A Review of Mechanisms. Lippincott
47
Williams and Wilkins: The Journal of Trauma, Injury, Infection and Critical
Care. p 748-754.
Mac Kinnon D. 2012. Trauma Resuscitation. In : Hans, L., Mawji, Y., editors.
The ABC’s of Emergency Medicine. 12 th. Ed. Toronto. p. 206-211.
National Institute for Health and Care Excellence. 2004. Pre-hospital initiation
of fluid replacement therapy in trauma. [cited 2016 Feb. 23] Available from :
https://www.nice.org.uk/guidance/ta74.
48
Negoi, I., Paun, S., Hostiuc, S., Stoica, B., Tanase, I., Negoi, R.N. Mortality
after acute trauma: Progressive decreasing rather than a trimodal distribution.
Journal of Acute Disease 2015; 4(3): 205–209.
Pimentel, S.K, et al. Risk Factors for Mortality in Blunt Abdominal Trauma
with Surgical Approach. Departemento de Cirurgia42:259-264, 2015.
Reiff, D.A., Rue III, L.W. 2009. Initial Evaluation of The Trauma Patient. In :
Wong, J., Garden, O.J., Csendes, A., Buchler, M.W., Sarr, M.G., Bland, K.L.,
editors. General Surgery Principles and International Practice. 2nd. Ed.
Springer-Verlag London. p. 75-86.
Spahn, D.R., Bouillon, B., Cerny, V., Coats, T.J., Duranteau, J., Fernández-
Mondéjar, E, dkk. Management of bleeding and coagulopathy following major
trauma: an updated European guideline. Critical Care 2013, 17:R76.
Thorsen, K., Ringdal, K.G., Strand, K., Soreide, E., Hagemo, J., dan Soreide,
K. 2011. Clinical and cellular effects of hypothermia, acidosis and
coagulopathy in major injury. Wiley Online Library; 98:894-907.
49
Tieu, B.H., Holcom, J.B., dan Schreiber, M.A. 2007. Coagulopathy: Its
Pathophysiology and Treatment in the Injured Patient. USA: World Journal of
Surgery; 31: 1055–1064.
White, M., Yancey, A.H. 2011. Abdominal Trauma. [serial online]. [Diakses
15 Desember 2015]. Diunduh dari : URL :
http://www.learningace.com/doc/2739018/3acd32e1eb55b158a0ca84aa051a7
9d7/phtls-7th-edition-pretest-ver-1-3-jan-2011. p236
Yose, K., Wiargitha, K., Mahadewa, T.G.B. Validitas New Injury Severity
Score (NISS) dalam Mendeteksi Terjadinya Koagulopati pada Pasien Multiple
Trauma [Tesis]. Udayana Press; 2015.
50
LAMPIRAN 1
No. Sampel :
Tanggal MRS/jam :
Nama :
No CM :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
Mekanisme trauma :
Tanggal mortalitas :
Diagnosis :
Koagulopati : PT : detik, APTT : detik
Hemoglobin : g/dl
Skor NISS :
GCS :
Syok : Tekanan darah : mmHg, tax: C, N : x/min
Transfusi PRC :
Resusitasi cairan :
51
LAMPIRAN 2
No. Sampel :
Tanggal MRS/jam :
Nama :
No CM :
Jenis Kelamin :
Usia :
Alamat :
Mekanisme trauma :
TanggalKRS :
Diagnosis :
Koagulopati Dini : PT : detik, APTT : detik
Hemoglobin : g/dl
Skor NISS :
GCS :
Syok : Tekanan darah : mmHg, tax: C, N : x/min
Transfusi PRC :
Resusitasi cairan :
52
53