Anda di halaman 1dari 6

BAHASA INDONESIA

SESI 1 – MERANCANG
NOVEL
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI KALANGAN REMAJA

Oleh:
Nama : Amanda Puspita Dewi
NIS 9544
NISN 0037179591
No Absen 01
Kelas : XII MIPA 1

Ditujukan kepada:
Guru Bahasa Indonesia
I Putu Gede Pradipta, S. Pd

SMA NEGERI 4 DENPASAR


2021
KATA

Dering jam alarm menggema di kamar seorang gadis yang tengah


menikmati mimpi indahnya. Hingga deringan terakhir, gadis itu pun terbangun.
Gadis dengan nama Amanda, seketika bangkit dan bergegas menuju kamar mandi
setelah melihat jam yang berada di samping tempat tidurnya. Tak sampai 5 menit,
hanya bermodalkan sikat gigi, cuci muka, dan mengenakan seragam, ia langsung
melesat ke sekolah tanpa rutinitas sarapan dan salam pada orang tuanya. Dengan
langkah terburu-buru, tanpa sadar ia membuka pintu rumah dengan cukup keras
dan berlari menuju motor dengan tergesa-gesa.

Sial, bisa panjang ni urusannya, batin Amanda

Pagi yang seharusnya ia sambut dengan senyuman dan langkah yang


ringan, namun berbanding sebaliknya kepada Amanda. Dalam perjalanan pun, ia
harus diberhentikan oleh lampu merah yang membuat gadis itu menggerutu kesal.
Jarak rumahnya ke sekolah tak cukup jauh. Butuh waktu 7 menit untuk Amanda
tiba di sekolah dengan keadaan gerbang yang hendak tertutup. Nasib buruk
memang sedang menimpanya. Penuh kesabaran dan permohonan ia meminta
satpam sekolah untuk mengizinkannya masuk. Setelah berhasil dengan segala
bujuk rayunya, Amanda memarkirkan motornya dan secepat kilat harus sampai di
kelas sebelum Bu Mareta, guru Bahasa Indonesia, datang.

Dengan nafas tak beraturan, Amanda harus melanjutkan nasib


kesiangannya dengan berlari menaiki anak tangga hingga mencapai lantai tiga
tempat kelasnya berada. Dalam hati ia merapalkan doa agar Bu Mareta belum tiba
dikelasnya. Jika saja itu terjadi, maka kesialannya akan bertambah berkali-kali
lipat.

Helaan nafas lega terhembus kala pintu kelas XII Bahasa tepat berada di
depannya. Langkahnya yang mulai melemah, menuju ke bangku salah satu
sahabatnya, Sinta.

“Kebiasaan deh, telat mulu lo!” Amanda hanya menyengir mendapat


teguran dari sahabatnya itu.
”Gue sibuk begadang kali nonton drakor. Sumpah deh lo cantik banget Sin!
Entar jangan lupa bagi jawaban Bahasa Indonesia ya? Lo tahu sendiri, gue gak
pernah belajar,” kata Amanda dengan tatapan nelangsa.

“Iya, nanti lempar aja kertas ke punggung gue,” senyum sumringah terbit
di wajah Amanda mendapat balasan seperti itu. Sambil bersenandung ringan,
gadis itu menuju bangkunya yang berada dua dari depan bangku Sinta.

Jam pertama kelas XII Bahasa disambut oleh kuis dadakan Bu Mareta,
guru paling tegas seantero sekolah. Tak ada satu pun siswa maupun guru yang
berani membantah permintaannya. Jika saja Amanda punya kekuatan sihir, ingin
rasanya ia menyihir guru itu agar menghilang dari sekolahnya ini.

Amanda memperhatikan Sinta yang telah menyiapkan segala kebutuhan


kuis Bahasa Indonesia nanti. Sebaliknya, Amanda justru masih mencuri waktu
untuk bermain ponsel. Ketika terdengar suara langkah kaki yang menggema di
koridor, buru-buru Amanda memasukkan ponselnya ke dalam tas. Suasana kelas
yang semula bising menjadi tegang dan sunyi kala Bu Mareta memasuki kelas
dengan wajah tegasnya.

“Baik anak-anak, seperti yang telah ibu sampaikan pada ketua kelas
semalam, bahwa hari ini saya akan mengadakan kuis mengenai pemilihan
kosakata baku dan tidak baku. Pastikan tidak ada satu pun buku atau ponsel yang
berada di atas meja.”

Dalam hati Amanda memikirkan cara agar bisa mendapatkan jawaban dari
Sinta. Bukan semata-mata Bu Mareta mengadakan dadakan seperti sekarang. Ini
karena siswa kelas XII Bahasa belum begitu tepat dalam pemilihan kosakata saat
pengerjaan tugas esai yang diberinya beberapa waktu lalu.

Akan tetapi, Amanda tetap bersikap tidak tahu menahu terkait struktur
penugasan esai tersebut. Gadis super santai itu beranggapan asal dirinya telah
mengerjakan tugas, maka ia bebas dari hukuman. Bagi Amanda, Bahasa Indonesia
hanyalah bahasa sederhana yang biasa diucapkannya sehari-hari. Padahal dibalik
itu semua, Bahasa Indonesia memiliki tata cara kosakata yang terstruktur dan
tepat.
Suasana tegang pun mulai menyelimuti kelas tersebut saat pembagian soal
berlangsung.
“Baik anak-anak, saya akan membacakan peraturan saat ulangan
berlangsung,…” ucap Bu Mareta yang tak dihiraukan oleh Amanda.
“Hm, gimana ya caranya biar Sinta bisa bagi jawaban?” ucap Amanda
pada dirinya sendiri.
Kebingungan terlukis di raut wajah Amanda setelah membaca soal
ulangan yang diberikan. “Soal apa ini? Anak TK mah juga bisa jawab,” ucap
Amanda yang diakhiri dengan tawa kecil.
Namun, nasib sedang tak berpihak kepadanya. Bu Mareta yang memahami
gerak-gerik Amanda pun terus mengawasinya sehingga Amanda kesulitan
melempar kertas kepada Sinta. Akhirnya Amanda pun menjawab ulangan tanpa
bantuan dari Sinta dengan bekal beberapa hal yang ia ketahui.
Lima belas menit telah berlalu sejak kuis itu usai. Bu Mareta pun langsung
memeriksa kuis tersebut. Perasaan yang sangat gelisah membuat Amanda pasrah
terhadap nilainya.

Tiba saatnya bu mareta mengumumkan siswa yang memiliki nilai dibawah


KKM, terdengar nama Amanda disebut oleh bu mareta. Udah gue duga, batin
Amanda.

"Bagi yang namanya merasa terpanggil, mohon secepatnya untuk ke


ruangan ibu setelah pulang sekolah. Terima kasih,” perkataan Bu Mareta menjadi
sambutan Bahasa Indonesia terkahir yang bertepatan dengan bel istirahat
berdering.

"Sial banget gue hari ini!” Keluh Amanda frustasi.

"Salah sendiri lo gak pernah belajar,” sahut Sinta seraya merapikan


barang-barangnya.

"Ya mana gue peduli. Lo bayangin aja tadi 60 soal kosakata, bisa berasap
kepala gue!" jawab Amanda.

"Astaga Amanda, anak SMP juga bisa jawab kali. Masa lo gak bisa?”
timpal Sinta yang lelah dengan sahabatnya itu.
"Bodo amat ah! Kesel deh, gue ngomong aja gak ada yang koreksi. Ini
pemilihan kosakata yang benar aja ribet banget.”

Beberapa jam setelah berkutat dengan berbagai materi, waktu pulang


sekolah tiba. Ingin rasanya Amanda merutuki waktu agar tidak berjalan begitu
cepat. Karena sedari tadi pikirannya berkelana memikirkan cara agar terhindar
dari Bu Mareta walau tak ada satu pun solusi yang ia dapatkan.

Pada akhirnya Amanda beserta kelima temannya yang memiliki nilai


dibawah KKM, sampai di ruangan Bu Mareta. Mata Bu Mareta bagai kilatan laser
tajam membuat enam kepala itu tertunduk. Satu persatu siswa berhadapan dengan
Bu Mareta untuk mendapatkan wejangan yang membosankan menurut Amanda.

Tibalah giliran gadis itu berbicara empat mata dengan Bu Mareta.


“Amanda, saya tahu kamu anggp pelajaran Bahasa Indonesia adalah hal yang
mudah dan biasa. Mungkin kamu mengira kosakata dalam pelajaran ini adalah hal
yang biasa kamu ucapkan setiap hari. Tapi buktinya nilai kamu selalu dibawah
rata-rata. Kamu anak kelas Bahasa, tetapi tidak satu pun kamu mengerti kosakata
baku dan tidak baku. Jika terus nilaimu seperti ini, saya akan memanggil orang tua
kamu.”

Amanda yang sejak awal menunduk langsung duduk tegap ketika Bu


Mareta berucap seperti itu.

“Jangan dong bu, saya minta maaf atas kekurangan nilai saya. Saya
mengira pengetahuan Bahasa Indonesia saya sudah cukup dan benar. Selama ini
saya mengucapkan kata-kata yang ternyata kurang benar, tapi tidak satu pun yang
menegur. Jadi saya mengira bahwa itu sudah benar,” tutur Amanda.

“Seharusnya kamu bisa membedakan kosakata sehari-hari dengan


pelajaran Amanda. Tidak semua yang kamu ucapkan bisa digunakan dalam kaidah
Bahasa Indonesia. Sebaiknya, kamu lebih banyak membaca buku sebagai
referensi pemahaman kamu. Apa kamu ingat apa saja kesalahan kamu belakangan
ini?”

Amanda terdiam mencoba mengingat-ingat apa saja yang telah ia lakukan


belakangan ini. Pertama, Amanda baru ingat jelas bahwa seminggu yang lalu ia
berbicara sedikit tidak sopan dengan guru Bahasa Inggris, dan entah kebetulan
macam apa disana juga ada Bu Mareta. Dan beberapa hari lalu, ia tak sengaja
menabrak Bu Mareta saat melintas di koridor dan mengatakan hal yang kurang
berkenan. Amanda merutuki kecerobohannya.

“Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya bu, saya rasa ucapan saya
kurang enak dan tidak sopan didengar oleh orangg lain. Saya juga berbicara
kurang formal terhadap guru di sekolah,” lirih Amanda dengan mata berkaca-kaca
menahan tangis. Dirinya jika diberi hukuman oleh Bu Mareta.

Bu Mareta menarik nafas lelah sebelum berkata, “Saya paham bahwa


zaman semakin maju dan budaya pergaulan mengikuti perkembangan zaman
hingga bahasa komunikasi pun berubah-ubah. Saya harap kamu dapat
membedakan kata apa saja yang pantas atau tidak untuk diucapkan. Ini bukan
hanya tentang ulangan kamu, tetapi juga bagaimana kamu berkata dan berperilaku.
Kamu harus mampu menempatkan dimana kamu harus bersikap formal, dan
kapan waktu yang tepat untuk mengggunakan bahasa gaul kamu yang kurang saya
mengerti. Sebagai konsekuensi kamu, saya akan memberikan tugas selama dua
minggu. Selama itu pula saya mengharapkan perubahan yang lebih baik dari kamu.
Sampai sini paham Amanda?”

Amanda mengangguk lesu. Hari ini benar-benar kesialannya sepanjang


hidup. “Baik bu, terima kasih telah mengoreksi saya. Saya akan berusaha untuk
berubah menjadi lebih baik. Kalau begitu, saya permisi.”

Anda mungkin juga menyukai