Anda di halaman 1dari 3

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

NAMA : ZAHWA RIESKA ASY SYAIMA


NIM : 1910211320049
KELAS :D
MAT-KUL : HUKUM PERJANJIAN
NO ABSEN : 81
===============================================
Tugas!
Buatlah contoh Perjanjian Baku beserta analisnya.

“PERJANJIAN BAKU DI PERBANKAN CREDIT CARD”

Pada umumnya bentuk perjanjian kredit dalam dunia perbankan berbentuk perjanjian
standar, yang mana dalam perjanjian standar syarat-syaranya sudah ditentukan secara sepihak
oleh pihak bank. Dalam hal ini debitur tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) yang
menguntungkan, dan pilihannya hanyalah ambil atau tidak (take it or leave it), bentuk
perjanjian sepihak yang dibuat oleh bank pada umumnya telah memiliki klausa baku di dalam
isi perjanjianya.
Pengertian klausa baku dalam perjanjian Kredit di Perbankan sendiri jika kita melihat
Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yang menyatakan bahwa: “Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-
syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku
usaha, yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen”.
Pada dasarnya hubungan hukum antara pihak bank dan nasabah ini merupakan
hubungan kontraktual yang didasarkan pada suatu kontrak yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak.
Perjanjian pemberian kredit dapat dikategorikan sebagai kontrak baku, ditinjau dari
bentuk dan format perjanjian kredit yang diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing
bank, sehingga isi klausula-klausula dalamdokumen perjanjian kreditsemuanya dibakukan
tanpa pemberian kebebasan untuk menegosiasikan kembaliisi klausula kepada pihak nasabah
debitur yang menerima offering pemberian kredit dari pihak bank. Perjanjian baku
dalampemberian kredit merupakan salah satu upaya dalam melaksanakan prinsip-prinsip
perkreditan untuk menghidari kerugian bagi pihak perbankan yang nantinya menurut Teori
Perbuatan Melawan Hukum harus bertanggung jawab terhadap nasabah kreditur pada
khususnya dan negara pada umumnya.
Pada dasarnya perjanjian sepihak dengan klausa baku ini dibuat berdasarkan
kesepakatan antara dua pihak, yaitu pihak bank dan nasabahnya, yang mana jika kita
mengacu pada Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu Perjanjian, yang
berbunyi: Untuk sahnya suatu perjanjan diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikata;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

Hal ini berarti bahwa selama pihak bank dan pihak nasabah sebagai calon debitur kredit
menyetujui isi dari perjanjian tanpa ada tekanan apapun maka perjanjian sepihak dengan
klausa baku ini sah-sah saja, asalkan tidak melanggar dari ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata
tersebut.
Sutan Remy Sjahdeini juga mengartikan kontrak standard dengan klausa baku sebagai
kontrak yang hampir seluruh klausula-klausulanya dibakukan oleh pelaku usaha dan pihak
lain yang pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta
perubahan. Akan tetapi yang belum dibakukan hanya beberapa hal, misalnya menyangkut
jenis, harga, jumlah, tempat, waktu dan beberapa hal yang spesifik dari objek yang
diperjanjikan.
Sutan Remy Sjahdeini juga menekankan bahwa yang dibakukan bukanlah formulir
kontrak standar tersebut, melainkan klausula-klausulanya saja. Atas dasar tersebut kontrak
standar dengan klausa baku pada perjanjian kredit perbankan sebenarnya tidak bertentanagan
dengan undang-undang, karna sebenarnya munculnya kontrak standard dengan klausa baku
dalam lalu lintas hukum ini dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien
terhadap kegiatan transaksi, oleh karena itu sifat utama dari kontrak standar adalah pelayanan
yang cepat terhadap kegiatan transaksi yang berfrekuensi tinggi.

ANALISISNYA :

Jadi dari analisis yang telah saya pahami, perjanjian kredit dikatakan sebagai
perjanjian baku karena merugikan pihak debitur apabila dalam pembayarannya melewati
jangka waktu yang diberikan kreditur. Dikatakan merugikan karena jika melewati batas
waktu yang ditentukan maka dikenakan denda kepada pihak debitur. Berpijak dari contoh-
contoh kontrak baku tersebut, di mana salah satunya adalah kontrak di bidang perbankan
maka tidak terlepas dari hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah, baik nasabah
debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non debiturnon deposan. Terhadap nasabah
debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank
sebagai kreditur (pemberi dana) dan pihak debitur (peminjam dana) yang kemudian populer
disebut dengan perjanjian kredit. Dalam perjanjian kredit, setiap kredit yang telah disetujui
dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian
kredit (akad kredit) secara tertulis. Dalam praktek perbankan bentuk dan format dari
perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan namun demikian
ada hal-hal yang tetap harus dipedomani yaitu, bahwa perjanjian tersebut tidak boleh kabur
atau tidak jelas, selain itu juga perjanjian sekurangkurangnya harus memperhatikan:
keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara jelas mengenai
jumlah besarnya kredit, jangka waktu tata cara pembayaran kembali kreditserta persyaratan
lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.
Memang jika dilihat dari sisi nasabah, kontrak sepihak dengan klausa baku tersebut
sangat berat sebelah, yang mana posisi bank akan lebih dominan dalam menentukan isi di
dalam kontrak, akan tetapi jika dilihat lebih dalam lagi ketika kontrak tersebut telah
disepakati dan di tandatangani oleh kedua belah pihak maka posisinya akan terbalik, yang
mana bargaining position atau posisi tawar nasabah akan berada di atas bank.
Hal ini dikarenakan jika terjadi wanprestasi ataupun gagal bayar yang dilakukan oleh
pihak debitur maka posisi bank untuk menarik atau mengeksekusi jaminan atas kredit
tersebut sangat sulit, karena barang jaminan yang tertera di dalam perjanjian antara bank dan
nasabahnya keberadaannya dikuasai oleh pihak nasabah, sedangkan pihak bank pada
umumnya hanya memegang surat atas jaminan tersebut yang biasanya berbentuk BPKB atau
Sertipikat.
Pihak perbankan yang memiliki kedudukan kuat pada saat pembuatan kontrak baku
prjanjian kredit hendaknya senantiasa memperhatikan aspek-aspek kepatutan dan keadilan
sehingga saling masing-masing pihak sama-sama memperoleh kemanfaatan yang seimbang.
Perlunya pemerintah segera mengatur tentang aturan-aturan dasar yang digunakan sebagai
pedoman dalam pembuatan perjanjian baku,sehingga diharapkan perjanjian baku yang kini
telah menjadi kebutuhan masyarakat dibuat dengan essensi isi hak dan kewajiban yang
seimbang bagi para pihak untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum.

Anda mungkin juga menyukai