Anda di halaman 1dari 16

Laba merupakan entitas vital yang menunjukkan kekuatan perusahaan dan stabilitas suatu

perusahaan. Laba merupakan indikator harga saham dan terdapat di dalam laporan laba rugi
perusahaan yang menunjukkan keuntungan finansial perusahaan dan menambah kekayaan
pemegang saham. Berbagai teknik dan strategi dilakukan oleh manajer untuk mencapai
tujuannya dalam mencapai penghasilan yang telah diperkirakan. Fenomena ini disebut
manajemen laba.Manajer memanipulasi laba untuk menunjukkan kinerja yang baik
perusahaan dalam periode berjalan melalui aktivitas nyata REM (Real Earnings
Management). Semua aktivitas manipulasi laba menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi
pada tahun berjalan namun akan berdampak pada aktivitas lain. Penelitian ini mengambil
manipulasi penjulan sebagai proksi dari REM dan ROA, ROE, EPS dan PE sebagai ukuran
kineja keuangan.

Real Earnings Management and Future Performance


Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan apakah manipulasi laba ini memiliki dampak
terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan atau tidak. Keterlibatan manajer dalam
memanipulasi laba telah dibuktikan oleh beberapa ahli, di mana manajer meningkatkan laba
untuk menguasai pasar dan membangun reputasinya. Manajer meningkatkan penjualan
dengan menawarkan diskon atau persyaratan kredit yang lebih mudah sehingga total
pendapatan akan meningkat namun margin laba dan arus kas akan menurun.

Dalam studi ini telah dipilih 125 perusahaan dengan kapitalisasi pasar tertinggi. Namun, 6
perusahaan di antaranya tidak memenuhi kriteria seleksi yang telah ditentukan. 119
perusahaan yang memenuhi kriteria dijadikan sebagai sampel untuk dianalisis. Sampel-
sampel ini dipilih dari sektor manufaktur Pakistan yang terdaftar dalam Bursa Efek Karachi
(KSE) untuk tahun 2004-2011. Penelitian ini terdiri dari dua langkah, yaitu: (1)
mengidentifikasikan REM dan (2) menganalisis dampak REM terhadap kinerja di masa
depan. Hubungan antara REM dengan kinerja masa depan diselidiki melalui lima variabel
kontrol untuk menghilangkan pengaruh ukuran perusahaan, kekuatan finansial, peluang
pertumbuhan, dampak industri dan kinerja tahun sebelumnya.

Hasil penelitian menggunakan data panel Generalized Least Square (GLS)


mengungkapkan bahwa sekitar 30-50 persen perusahaan melakukan manipulasi penjualan.
Terungkap bahwa REM melalui manipulasi penjualan memiliki dampak negatif terhadap
kinerja perusahaan di masa depan. Meskipun REM menguntungkan dalam jangka pendek,
namun manajer harus menanggung akibat yang ditimbulkannya dalam bentuk kinerja yang
lebih rendah di tahun-tahun yang akan datang.Penelitian ini sangat bermanfaat bagi para
manajer dan investor dalam pengambilan keputusan dan menambah pemahaman mengenai
dampak REM pada kinerja keuangan di masa depan. Penelitian ini memiliki implikasi kepada
pembuat dan pengatur standar.

Konsekuensi Manajemen Laba Riil Pada Kinerja Operasi Selanjutnya


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsekuensi manajemen laba
rill pada kinerja operasi selanjutnya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengidentifikiasi sampel.
Sampel ini terdiri dari semua tahun perusahaan pada data akuntansi COMPUSTAT, perkiraan
pendapatan konsensus IBES, dan pengembalian saham bulanan CRSP dari tahun 1988-2003.
Mengikuti Roychowdhury (2006), perusahaan dalam industri (SIC 4400–5000) dan lembaga
keuangan (SIC 6000–6500) dihilangkan dari sampel. Sampel berisi 18.267 tahun perusahaan.
Untuk mengidentifikasi perusahaan dengan aktivitas operasi abnormal, penelitian ini
menggunakan model estimasi yang digunakan oleh Roychowdury (2006) dan Cohen et al.
(2008). Model estimasi ini berfungsi untuk mengidentifikasi manipulasi aktivitas operasi
yang melibatkan pelaporan harga pokok yang lebih rendah dengan produksi berlebih dan
percepatan penjualan dengan diskon harga, atau penurunan pengeluaran diskresioner
(misalnya, biaya periklanan, dan penjualan lainnya).

Dengan menggunakan model estimasi, penelitian ini memperkirakan tingkat abnormal dari
biaya produksi (AbProdTA) dan pengeluaran diskresioner abnormal (AbDiscExpTA).
Sampel kemudian disortir ke dalam kuintil masing-masing menurut perkiraan AbProdTA dan
AbDiscExpTA. Karena perusahaan dengan AbProdTA tinggi diasumsikan memanipulasi
biaya produksi untuk meningkatkan pendapatan, perusahaan dengan AbProdTA tinggi
ditetapkan ke AbProdTA tertinggi kuintil. Selanjutnya, menjumlahkan masing-masing kuintil
AbProdTA dan AbDiscExpTA perusahaan untuk membentuk indeks tunggal mulai dari 0-8.
Peringkat ini berfungsi sebagai ukuran keseluruhan manipulasi kegiatan operasi. Perusahaan
dianggap terlibat dalam manajemen laba rill ketika perusahaan tersebut memiliki peringkat 5
atau lebih tinggi.

Dari semua perusahaan yang diidentifikasi terlibat dalam manajemen laba riil, sekitar 88%
memanipulasi aktivitas operasi mereka hanya satu atau dua kali selama periode sampel 16
tahun. 12% dari perusahaan sampel melakukan beberapa contoh manajemen laba riil selama
periode waktu ini. Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen laba riil bukanlah kejadian yang
umum. Manipulasi sesekali atas aktivitas operasi mungkin tidak selalu menyebabkan
penurunan yang signifikan terhadap kinerja operasi masa depan perusahaan-perusahaan ini.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penelitian ini mengidentifikasi perusahaan yang terlibat
dalam manajemen laba riil menggunakan tiga kriteria (yaitu, kendala dalam kemampuan
mereka untuk menggelembungkan akrual, untuk menghindari kerugian pelaporan atau untuk
memenuhi perkiraan pendapatan analis). Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang
diidentifikasi terlibat dalam manajemen laba riil memanipulasi aktivitas operasi mereka
hanya sesekali. Analisis sampel yang sesuai menunjukkan bahwa aktivitas manajemen laba
riil secara rata-rata tidak memiliki konsekuensi negatif pada kinerja operasi perusahaan
selanjutnya.

Implikasi untuk regulator adalah temuan ini membantu mengurangi kekhawatiran tentang
efek manajemen laba riil pada kinerja operasi selanjutnya. Selain itu, studi ini melengkapi
Graham, Harvey, dan Rajgopal (2005) tentang biaya pada manajemen laba rill. Graham dkk.
(2005) memberikan bukti survey bahwa manajer bersedia mengubah rencana bisnis mereka
dan mengorbankan sumber daya untuk mengelola penghasilan demi memenuhi target
penghasilan.

Accrual-based and real earnings management and political connections


Masalah yang dibahas dalam jurnal ini adalah hubungan politik perusahaan dengan
manajemen laba berbasis akrual dan rill yang meliputi tinjauan pustaka dan pengembangan
hipotesis; metode penelitian yang digunakan; hasil analisis regresi data multilevel (panel)
untuk hipotesis; dan ketahanan atas hasil dari analisis regresi data multilevel (panel). Dengan
menggunakan data panel yang unik dari 5493 perusahaan yang didirikan di 30 negara,
menunjukkan bahwa perusahaan yang terhubung dengan politik lebih cenderung
menggunakan manajemen laba berbasis riil yang lebih mahal untuk pendapatan yang berbasis
akrual. Perusahaan yang memiliki koneksi politik akan terlibat dalam manipulasi aktivitas
yang nyata daripada perusahaan yang tidak terhubung untuk manajemen laba. 

Tujuan penelitian dari jurnal ini adalah untuk meneliti hubungan antara koneksi
politik perusahaan dengan manajemen laba berbasis akrual dan riil.

Metode yang digunakan pada jurnal ini adalah analisis data panel untuk menguji
hipotesis dengan menggunakan rumus berikut:
REM = 0 + 1AM + 3PRESS FREEDOM + 4CONNECT × AM + 5PRESS FREEDOM × AM +
6CONNECT × PRESS FREEDOM +7CONNECT × PRESS FREEDOM × AEM + 8
INDUSTRYCONTROL + 9FIRMCONTROL + 10COUNTRYCONTROL +
11YEARCONTROL + Ɛ
Dimana variabel respon REM adalah proksi untuk manajemen laba riil.

Kesimpulan dari jurnal ini adalah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
terhubung, perusahaan yang terhubung secara politis lebih cenderung mengganti strategi
manajemen laba riil yang relatif lebih mahal dan kurang terdeteksi untuk strategi manajemen
laba berbasis akrual. Terlepas dari perubahan kelembagaan ini, perusahaan yang terhubung
secara politik masih lebih mungkin untuk menggantikan strategi manajemen laba riil yang
kurang terdeteksi untuk strategi manajemen laba berbasis akrual, karena mereka memiliki
lebih banyak insentif untuk mengelola pendapatan mereka secara diam-diam dan menutupi
keuntungan politik mereka. Secara keseluruhan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara perusahaan dan politisi dalam konteks
nasional dan internasional yang berbeda, karena ini akan membantu mengidentifikasi faktor-
faktor penting yang mempengaruhi pilihan perusahaan dan manajer mereka untuk strategi
manajemen laba yang berbeda.

Hasil implikasi penelitian dari jurnal ini adalah penelitian ini digunakan sebagai alat
untuk mengetahui perusahaan mana yang akan menggunakan strategi manajemen laba
berbasis riil atau akrual apakah itu perusahaan yang mempunyai hubungan politik ataupun
perusahaan yang tidak terhubung dengan politik. 

The real earnings management of cross-listing firms


(Manajemen laba riil dari perusahaan daftar silang)

Jurnal ini akan membahas pada setidaknya dua aliran literatur tertentu . Pertama,
dengan memeriksa aktivitas manajemen laba riil, kami menjelaskan lebih banyak tentang
kualitas informasi dari perusahaan non-AS yang terdaftar secara silang. Selain berfokus pada
manajemen laba akrual diskresioner di antara ADR, fokus lainnya yaitu pada aktivitas
manajemen laba riil sambil juga mengendalikan manajemen laba berbasis akrual sehingga
disarankan bahwa manajer harus menimbang trade-off antara manipulasi aktivitas nyata dan
manajemen laba berbasis akrual, dan terlibat dalam yang terakhir seperti yang disyaratkan
oleh hasil sebelumnya, untuk memperlancar laba. Dengan demikian, fokus hanya pada satu
dan mengabaikan yang lain mungkin menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan tentang
aktivitas manajemen laba perusahaan dan kualitas laba mereka sebelum pencatatan silang
mereka.

Kedua, penelitian dari jurnal ini akan menambah bukti yang semakin meningkat
tentang dampak dari aktivitas manajemen laba riil. Meskipun aktivitas tersebut masih dapat
disamarkan sebagai keputusan operasional dan dengan demikian relatif sulit untuk dideteksi
sehingga aktivitas tersebut memberikan efek nyata pada arus kas dan nilai perusahaan oleh
karena itu semakin banyak penelitian yang dikhususkan untuk mendeteksi manipulasi
pendapatan riil di sekitar acara perusahaan yang penting. Kemudian menunjukkan bahwa
kinerja buruk pasca-SEO operasi didorong tidak hanya oleh pembalikan akrual, tetapi juga
oleh konsekuensi nyata dari keputusan operasional yang dibuat untuk mengelola pendapatan.

Dalam penawaran ekuitas dan manajemen laba, kinerja perusahaan jangka panjang
yang buruk setelah penawaran ekuitas yang berpengalaman, jika perusahaan secara aktif
mengelola laba sebelum masalah ekuitas dan investor gagal mengidentifikasi manipulasi ini,
harga saham akan turun ketika kinerja operasi aftermarket tidak memenuhi harapan mereka
Setelah dilakukan penawaran, perusahaan dalam pencatatan silang dan manajemen laba yang
terdapat rata-rata, kinerja dan arus kas mencapai puncaknya pada pencatatan silang dari
perusahaan penerbit ekuitas dan non-ekuitas. Sebaiknya perusahaan mengatur waktu
pencatatan silang di pasar untuk memanfaatkan persepsi kinerja tinggi, dan bahwa
manajemen laba pada saat pencatatan silang dimaksudkan tidak selalu untuk memaksimalkan
hasil dari masalah ekuitas, melainkan untuk meningkatkan pengakuan investor.

Perusahaan yang melakukan cross-list di pasar dengan perlindungan investor yang


tinggi dan lingkungan peraturan yang ketat harus menunjukkan peningkatan kinerja dan
penilaian perusahaan dalam jangka panjang karena mereka "terikat" dengan sistem hukum
yang lebih ketat. Perusahaan juga dapat menampilkan pelaporan berkualitas lebih tinggi
semakin lama saham mereka diperdagangkan di pasar dengan lingkungan peraturan yang
lebih ketat. Lebih lanjut, penelitian telah menunjukkan bahwa perusahaan yang berdomisili di
negara-negara dengan perlindungan investor yang lebih lemah lebih sering terlibat dalam
manajemen laba berbasis akrual. Disini terdapat bukti bahwa kepemilikan institusional yang
lebih besar dan lingkungan peraturan yang lebih ketat terkait dengan akuntansi biasa yang
kurang optimis dan dengan demikian manajemen laba berbasis akrual kurang. Oleh karena
itu, ketika perusahaan dari negara-negara ini memasuki pasar, penggunaan manajemen laba
berbasis akrual menurun dan mungkin diganti dengan cara lain dari manipulasi laba. 

Dengan mendefinisikan manipulasi aktivitas nyata sebagai penyimpangan dari praktik


operasional normal yang dimotivasi oleh keinginan manajer setidaknya terdapat beberapa
pemangku kepentingan agar percaya bahwa tujuan pelaporan keuangan tertentu telah
terpenuhi dalam operasi normal. Dia menyarankan bahwa manajer terlibat dalam manipulasi
aktivitas nyata dalam tiga cara: 

(1) pengurangan pengeluaran diskresioner


(2) produksi berlebih, dan
(3) manipulasi penjualan.

Selain itu dalam regresi manajemen dalam regresi manajemen laba berbasis akrual (DA),
akan dimasukkan tingkat abnormal manipulasi aktivitas nyata RM Abnormal yaitu, residual
dari Persamaan. untuk mengontrol fakta bahwa perusahaan mungkin melakukan trade off
antara manipulasi aktivitas nyata, yang dapat dilakukan selama tahun fiskal, dan manajemen
laba berbasis akrual, yang dilakukan pada akhir tahun fiskal. Kami juga mengontrol efek
tetap negara dan sebagai alternatif untuk efek tetap perusahaan

Penelitian dilakukan dengan membagi sampel menjadi dua sub-sampel yang


mendasarkan apakah praktik pelaporan keuangan perusahaan domestik mengikuti Standar
Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) atau tidak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
manipulasi aktivitas nyata secara signifikan lebih rendah sebelum pencatatan silang untuk
perusahaan IFRS dan non-IFRS. Semua koefisien untuk total manajemen laba riil pada
YEAR −3 sampai YEAR 0 adalah negatif dan begitu juga pada kebanyakan tahun dengan
signifikan secara statistik. Selain itu, besaran koefisien meningkat dan tanda perubahan
setelah pencatatan silang sehingga menunjukkan bahwa perusahaan meningkatkan
manajemen laba riil. IFRS memberikan standar akuntansi yang dalam banyak hal sangat
mirip dengan U.S. GAAP. Namun, sebagaimana lingkungan peraturan serta transparansi yang
tinggi. membuat perusahaan IFRS lebih sulit untuk menyamarkan manajemen laba berbasis
akrual. Hasilnya adalah peningkatan manajemen laba riil.

Untuk pembahasan lebih lanjut, pencatatan silang dapat disertai dengan penerbitan saham
baru yang dapat menyebabkan perubahan perilaku perusahaan dan mempengaruhi keputusan
manajemen laba riil. Namun, untuk menerbitkan saham baru sebagai bagian dari program
pencatatan silang, perusahaan harus mendaftar di bawah program level 3 dan tunduk pada
pelaporan tambahan kepada SEC. Ketika perusahaan mendaftar di bawah program Level 1
atau 2, entitas penerbit untuk program ADR adalah bank penyimpanan yang memegang
saham biasa domestik dalam tahanan dan sebagai gantinya menerbitkan resi penyimpanan
yang sesuai dalam rasio yang telah ditentukan. Artinya, permintaan ADR dipenuhi dengan
mengkonversi saham domestik menjadi ADR melalui bank penyimpanan alih-alih
menerbitkan ekuitas baru. Saham biasa yang mendasari tetap dalam tahanan bank
penyimpanan sampai ADR dikembalikan ke bank penyimpanan untuk pembatalan. Karena
hanya ADR Tingkat 1 yang mengalami perubahan signifikan dalam variabel manajemen laba
riil kami, dan daftar silang Tingkat 1 tidak disertai dengan penerbitan saham baru,
peningkatan yang didokumentasikan dalam manajemen laba riil tidak boleh terkait dengan
penerbitan saham baru.

Dari pendekatan empiris yang dilakukan dengan regresi manajemen laba berbasis akrual (DA
Analisis menunjukkan bahwa manajemen laba berbasis akrual dan riil ada di sekitar daftar
silang di pasar, hal ini mengkonfirmasikan bahwa penelitian sebelumnya yang menunjukkan
trade-off dari dua jenis di acara perusahaan besar lainnya seperti ekuitas dalam daftar silang.
Dari beberapa sampel yang telah dibagi, manajemen laba riil adalah metode yang dominan
dengan perusahaan yang karakteristik khusus dan secara signifikan meningkatkan manajemen
pendapatan riil di sekitar daftar silang.

Does Analyst Coverage Costrain Real Earnings Management


Apakah cakupan analisis membatasi manajemen laba riil ? Pada jurnal ini, hal inilah yang
akan dibahas dalam berbagai macam metode sebagai pembuktian. Penelitian ini menyelidiki
dampak cakupan analis pada manajemen laba riil, yang diukur dengan menggunakan tiga
proksi termasuk arus kas abnormal dari operasi, biaya dikresioner abnormal, dan biaya
produksi abnormal. Pihak peneliti mendokumentasikan bukti bahwa manajemen laba riil
secara signifikan lebih tinggi ketika perusahaan diikuti oleh banyak analis, menunjukkan
cakupan analis tidak membatasi manajemen laba riil secara efektif karena membatasi
manajemen laba akrual. Dalam jurnal ini secara tersirat bahwa perusahaan dengan cakupan
analis yang tinggi memiliki insentif yang lebih besar untuk terlibat dalam manipulasi kegiatan
nyata.

Peneliti dengan menggunakan sampel dari 9086 pengamatan selama periode 1996-
2006, ditemukan bahwa nilai absolut dari arus kas abnormal dari operasi dan nliai absolut
dari biaya produksi abnormal keduanya terkait dengan cakupan analis, menunjukkan bahwa
perusahaan terlibat dalam manajemen laba yang lebih nyata. Selain itu, ditemukan juga
bahwa arus kas abnormal negatif dari operasi dan biaya kebijaksanaan abnormal negatif
secara negatif terkait dengan cakupan analis, menunjukkan bahwa perusahaan diikuti oleh
lebih banyak analis terlibat dalam lebih banyak manipulasi kegiatan nyata untuk
meningkatkan pendapatan yang dilaporkan. Lalu ditemukan juga, bahwa arus kas abnormal
positif dari operasi secara positif terkait dengan cakupan analis, dan bahwa biaya pengemasan
yang tidak normal negatif terkait dengan cakupan analis. Ini menunjukkan bahwa perusahaan
dengan cakupan analis yang tinggi terlibat dalam lebih banyak manipulasi kegiatan nyata
untuk mengelola laba di bawah bangsal. Dikombinasikan bersama, hasilnya konsisten dengan
gagasan bahwa cakupan analis yang tinggi mengarah pada manajemen laba yang lebih nyata.

Studi pada jurnal ini berkontribusi pada literatur dengan cara-cara berikut. 

1. Penelitian ini memperluas aliran penelitian yang berkembang pada relasi antara
cakupan analis dan kegiatan nyata dengan berfokus pada manajemen laba riil.
2. Penelitian ini menambah penelitian tentang peran pemantauan cakupan analis dalam
pelaporan keuangan.
3. Penelitian ini juga berkontribusi pada penelitian tentang spesialisasi industri auditor
dan dewan indeks liontin.

Dalam Literature Review dijelaskan bahwa, manipulasi kegiatan bisnis nyata adalah
cara alternatif bagi manajer untuk mengelola laba yang dilaporkan, terutama ketika itu
berbeda untuk memanipulasi akrual. Dalam studi survei tentang praktik pelaporan keuangan,
Graham et al. (2005) menemukan bahwa 80% eksekutif yang disurvei mengakui rela
mengurangi pengeluaran diskresioner pada R&D dan periklanan untuk memenuhi target.
Barber, Fairfield, dan Haggard (1991), mereka menemukan bahwa pengeluaran R&D lebih
rendah ketika mengintimidasi kemampuan untuk melaporkan pendapatan positif atau
meningkatkan pendapatan pada periode berjalan.

Pada cakupan analisis, analisis keuangan memainkan peran kunci dalan intermediasi
informasi dan analisis. Cakupan analis dapat mengurangi asimetri informasi yang timbul dari
pemisahan kepemilikan dan kontrol. Baru, baru ini, para peneliti menunjukkan bahwa
interpretasi dan penemuan analis dapat meningkatkan tata kelola perusahaan untuk
perusahaan-perusahaan tertutup.
Dalam penelitian pada jurnal ini, ada beberapa metode yang digunakan dalam mencari
signifikan atau tidaknya cakupan analis terhadap manajemen laba riil.

1. Sample Selection (Pemilihan Sampel)


2. Measures of Real Earnings Management (Pengukuran Manajemen Laba Riil)

CFOTA_1=a0 1TA_1+ a1 SALESTA_1+ a2 ∆SALESTA_1+ ε

Lalu
DISXTA_1= a0 1TA_1+ a1 SALES_1TA_1+ ε

Dan
PRODTA_1=a0 1TA_1+ a1 SALESTA_1+ a2 ∆SALESTA_1+a3 ∆SALESTA_1+ ε

3. Regression Model (Model Regresi)


REM= b0+ b1 ANCOV+ b3 AUISP+ b4 MB+ b5 SIZE+b6 ROA+ b7 DEBT+ b8 AGE+ b9
FINAC+ b10 CEOCOM+ b11 CEOOWN+ b12 CEOTEN+ ε

Kembali ke pertanyaan awal, apakah cakupan analis memperngaruhi manajemen laba


riil yang diukur dengan arus kas abnormal dari operasi, biaya diskresioner abnormal, dan
biaya pengemasan pro abnormal. Secara keseluruhan, peneliti menemukan bahwa manajemen
laba riil secara positif terkait dengan cakupan analis, menunjukkan bahwa perusahaan telribat
dalam lebih banyak manipulasi kegiatan nyata ketika mereka diikuti oleh lebih banyak analis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis coverage tidak membatasi manajemen laba riil
secara efektif karena membatasi manajemen pendapatan akrual-implikasi dari hasilnya adalah
bahwa manajer perusahaan dengan cakupan analis yang tinggi mungkin memiliki insentif
yang lebih besar untuk memnuhi atau mengalahkan pendapatan, atau mereka lebih cenderung
beralih dari akrual ke manajemen laba riil karena kemampuan mereka untuk menggunakan
teknik manajemen laba berbasis akrual dibatasi oleh cakupan analis.

Penelitian ini juga memiliki peringatannya sendiri. Beberapa temuan dari penelitian
ini harus ditafsirkan dengan hati-hati. Misalnya, sulit untuk membedakan apakah arus kas
abnormal dari operasi muncul dari manipulasi penjualan atau dari manipulasi biaya
diskresioner. Dalam penelitian, arus kas abnormal negatif (positif) besar dari operasi
ditafsirkan sebagai manipulasi penghasilan (penurunan) penjualan. Namun, arus kas negatif
besar (POS TIVE) abnormal dari operasi juga dapat dihasilkan dari pengeluaran besar
(pemotongan) pengeluaran diskresioner. Dengan demikian, kemungkinan besar arus kas
negaitf (positif) yang abnormal dari operasi mencerminkan pendapatan – penurunan
(peningkatan) manipulasi pengeluaran diskresioner.

Earnings Management to Avoid Earnings Boosts


Latar belakang yang melandasi penilitian ini adalah masih ditemui bukti bahwa
manajer melakukan manipulasi laba yang menyebabkan rusaknya nilai perusahaan.
Manipulasi ini dilakukan manajer dengan cara tidak melaporkan laba yang besar karena
khawatir akan menyebabkan peningkatan target laba di masa yang akan datang. Penelitian
sebelumnya juga menunjukkan bahwa manajer lebih suka laba yang lancar dengan cara
melebih-lebihkan laba di saat pendapatan sedang buruk dan menurunkan laba saat
pendapatan sedang baik, karena pendapatan yang tidak stabil dianggap berisiko dan membuat
pendapatan masa yang akan datang kurang dapat diprediksi. Kecenderungan untuk
melaporkan laba yang lancar menunjukkan bahwa jika sebelum laba akhir tahun berada di
atas target yang diharapkan, manajer memiliki dorongan untuk tidak melaporkan laba yang
besar. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki manajemen laba di
perusahaan yang mengungguli laba tahun lalu tetapi mendorong penurunan laba (manipulasi
laba) untuk menghindari pelaporan peningkatan laba. 

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah penyelidikan pada manajemen
laba perusahaan yang mengungguli pendapatan tahun lalu mereka untuk menghindari
pelaporan peningkatan laba. Data yang digunakan mencakup semua perusahaan AS antara
2002 dan 2011 dengan data kuartalan yang memadai. 
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan laba sebelum
akhir tahun memicu manajemen laba. Hal ini dilakukan dengan cara menguji apakah
perusahaan yang secara substansial mengungguli pendapatan tahun lalu mereka selama tiga
kuartal pertama menekan laba perusahaan untuk menghindari pelaporan peningkatan laba. 

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengidentifikasi sampel.
Sampel dipilih dari perusahaan yang terdaftar di Amerika Serikat karena mereka wajib
melaporkan laporan keuangan triwulan. Data yang digunakan dikumpulkan dari DataStream
dan mencakup semua perusahaan di Amerika Serikat antara tahun 2002 sampai 2011.
Selanjutnya, penelitian ini memilih terduga berdasarkan kinerja manajemen laba selama tiga
kuartal pertama tahun fiskal. Variabel dependen pada penelitian ini adalah tingkat arus kas
yang tidak normal dari operasi, biaya produksi dan pengeluaran diskresioner dan variabel
independen dalam penelitian ini adalah variabel indikator yang menunjukkan apakah
pengamatan tahun perusahaan dicurigai dari manajemen laba. 

Penelitian ini melakukan penyelidikan pada manajemen laba perusahaan yang


mengungguli pendapatan tahun lalu namun menghindari pelaporan peningkatan laba. Data
yang digunakan mencakup semua perusahaan AS antara 2002 dan 2011. Untuk menguji
hipotesis penelitian, pengukuran manajemen laba diregresikan pada variabel indikator yang
menunjukkan apakah suatu observasi akan menghasilkan manipulasi laba. Penelitian ini
hanya menggunakan satu patokan laba tunggal yaitu laba tahun lalu. Meskipun masuk akal
untuk mengasumsikan bahwa perusahaan yang mengungguli pendapatan tahun lalu mereka
dengan margin besar juga telah melampaui tolak ukur pendapatan lainnya, penelitian lebih
lanjut akan lebih baik jika dapat dilakukan secara individu atau kolektif memeriksa tolak
ukur lain termasuk analisis prakiraan. Penyelidikan lebih lanjut tentang perilaku manajemen
laba perusahaan untung dan rugi yang dipicu oleh insentif penurunan pendapatan lainnya
juga bisa bermanfaat. Manajemen laba sangat berguna ketika peneliti memeriksa manipulasi
laba saat menuju suatu target. Jika pendapatan yang dikelola sebelumnya berada di atas
target laba, perusahaan dapat memutuskan untuk menekan pendapatan mereka untuk
menghindari pelaporan peningkatan pendapatan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa perusahaan yang
secara substansial mengungguli pendapatan tahun lalu mereka selama tiga kuartal pertama
menekan pendapatan mereka ke bawah untuk menghindari pelaporan peningkatan
pendapatan. Hasil umumnya menunjukkan bahwa perusahaan yang dicurigai melakukan
manipulasi terlibat dalam penurunan pendapatan manipulasi aktivitas nyata (real activities
manipulation), karena mereka menunjukkan arus kas yang lebih rendah dari biaya operasi
serta produksi dan biaya diskresioner yang lebih besar daripada pengamatan lainnya. Hasil
untuk manajemen akrual (accruals management) menunjukkan bahwa tersangka memiliki
akrual abnormal yang lebih besar. Hasil lainnya dari penelitian ini menunjukkan bahwa
manajemen laba berperan dalam peningkatan pendapatan terlepas dari anggapan umum
bahwa perusahaan yang rugi kurang melibatkan manajemen laba. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa ketika manajemen laba yang menurunkan target laba, perusahaan harus
diperiksa secara terpisah karena perilaku mereka bisa berbeda. 
Batasan atau implikasi penelitian ini menunjukkan hasilnya terbatas pada satu
patokan pendapatan tunggal yaitu laba tahun lalu. Penelitian lebih lanjut dapat secara
individual atau kolektif memeriksa tolak ukur lain termasuk analisis prakiraan. Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa pengguna harus lebih waspada terhadap perusahaan yang
melebih-lebihkan hasil sementara tahun lalu mereka, karena mereka dapat terlibat dalam
manipulasi laba.

Earnings Momentum and Earninga Management

Ada banyak sekali perusahaan yang menunjukkan kenaikan earning per share selama
beberapa kuartil secara berturut-tuut. Namun banyak dari perusahaan tersebut memiliki
kenaikan pendapatan tiap kuartilnya dengan tidak biasa. Hal ini menimbulkan pertanyaan
apakah kenaikan tersebut terjadi karena fraud atau tidak.

Penelitian ini mencari apakah kenaikan earning per share tersebut dipengaruhi oleh
manajemen pendapatan, seberapa sering terjadi manajemen pendapatan untuk memuluskan
earning per share, bagaimana manajemen pendapatan memengaruhi earning per share, dan
pebandingan perusahaan dengan earning per share yang naik selama beberapa kuartil dengan
perusahaan yang kenaikan earning per share nya hanya terjadi tahunan. Penelitian ini juga
membahas perilaku-perilaku yang dilakukan manajer dalam melakukan manajemen
pendapatan.

Metode penelitian ini menggunakan komparasi dari hasil regresi data sample firms
dan control firms. Sample firms dan control firms dipilih dengan menyeleksi perusahaan
dengan bebeapa kriteria data pendapatan selama periode yang diambil. Penelitian ini juga
membandingkan perusahaan dengan string kenaikan earning per share setiap kuartil dan yang
hanya naik tiap tahun. Penelitian juga membahas panjang atau lama string dengan harga
saham saat string tersebut berakhir.

Hasil dari penelitian ini yang pertama yaitu perilaku manajer yang memengaruhi
earning per share adalah perubahan arus kas dan akrual, semkain bagus arus kas maka
semakin naik nilai saham. Perilsku manajer yang memengaruhi earning per share yang kedua
adalah pelaporan item spesial. Perilaku ketiga yaitu manajemen saham beredar, apabila
saham dinilai undervalued atau diprediksi akan turun maka saham akan dibeli kembali atau
repurchased. Perilaku keempat yaitu manajemen effective tax rate atau ketentuan perpajakan.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kenaikan earning per share selama beberapa tahun
tiap kuarrtil merupakan hal yang lebih sering terjadi dari yang diperkirakan dan merupakan
hal biasa. Hal ini juga membuktikan bahwa manajemen pendapatan sangat berpengaruh
terhadap earning per share. Sampel perusahaan yang memiliki catatan kenaikan earning per
share selama beberapa tahun tiap kuatil beruturut-turut menyukai kenaikan pendapatan yang
tidak biasa dan selalu menaikan earning per share tiap kuartil selama mungkin. Hal ini
membuat harga saham terjun bebas apabila string kenaikan earning tersebut berakhir.
Semakin panjang atau lama string tersebut maka semakin jauh pula nilai saham turun saat
sring berakhir. Hal ini berbeda dengan control firms yang tidak selalu mengalami kenaikan
earning per share tiap kuartil melainkan hanya tiap tahun. Adapun perilaku menjual saham
saat string diprediksi akan berakhir untuk mendapat keuntungan sebelum harga saham jatuh.
Hal ini juga membuat manajer dengan ketat mengurus manajemen pendapatan demi terus
menaikkan earning per share bahkan sampai ada beberapa yang melakukan fraud.

Implikasi pertama dari penelitian ini adalah manajer dapat mengetahui beberapa
perilaku yang bsia menaikkan earning per share sehingga dapat diterapkan di perusahaan
untuk mempeoleh keuntungan. Manajer pun diharapkan dapat berlaku jujur dalam
manajemen pendapatannya karena orang bisa menganalisa faktor kenaikan earning per share
sehingga akan ketahuan apabila terjadi suatu fraud. Implikasi kedua adalah orang yang ingin
membeli saham dapat menganalisa saham yang akan dibelinya berdasakan data yang
dipeoleh dari perusahaan penjual saham tesebut agar dapat memprediksi kenaikan earning per
share dan akhir dari string kenaikan saham tersebut untuk memaksimalkan keuntungan.
Implikasi ketiga adalah untuk membantu pelajar, pengamat, atau penggiat ekonomi dalam
penelitian, pembelajaran, atau sekadar menambah wawasan agar mengetahui faktor faktor
mengapa terjadinya kenaikan earning per share dalam jangka waktu yang lama dari segi
manajemen pendapatan.

Does earning management affect financial distress? Evidence from state-


owned enterprises in indonesia (Apakah manajemen laba mempengaruhi
finansial distress?Bukti dari Badan Usaha Milik Negara di Indonesia)
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah financial distress atau kesulitan keuangan pada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi masalah yang perlu mendapatkan
perhatian. Berdasarkan data pada website bumn, pada tahun 2016 dan 2017, BUMN
mengalami kerugian yang cukup besar. Tujuan didirikannya BUMN, menurut UU No. 19
Tahun 2003 pada pasal 1 ayat (b) tentang BUMN disebutkan bahwa BUMN mencari
keuntungan untuk meningkatkan nilai perserotan (perseoran terbatas). Namun kenyataannya,
banyak BUMN yang masih merugi.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 BUMN mengamanatkan BUMN untuk
melaksanakan kewajiban pelayanan publik . Di sisi lain, BUMN sebagai badan usaha juga
dituntut untuk bersaing dengan yang lain (swasta). Hal ini tentu menimbulkan masalah,
beberapa BUMN yang melakukan kewajiban pelayanan publik mengalami financial distress.
Sebelumnya sudah ada beberapa peneliti yang meneliti masalah financial distress. Terdapat
penelitian yang menyebutkan bahwa subsidi secara signifikan menurunkan tingkat kesehatan
keuangan BUMN. Semakin tinggi subsidi, semakin rendah tingkat kesehatan keuangan atau
semakin tinggi tingkat financial distress.

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara manajemen laba dan
kesulitan keuangan. Perusahaan yang mengalami financial distress cenderung mengalami
kesulitan melakukan manajemen laba. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian kali
ini menggunakan variabel produktivitas sebagai salah satu variabel independen selain
manajemen laba dan subsidi. Produktivitas adalahukuran efisiensi, dan dalam konsep
sederhana, ini adalah perbandingan antara jumlah keluaran diperoleh dan masukan yang
digunakan Aktivitas pemasaran menghasilkan keluaran berupa penjualan yang merupakan
penjumlahan dari volume dan harga jual. Jika output yang dihasilkan semakin besar maka
produktivitas akan meningkat. Tingkat produktivitas yang tinggi menunjukkan bahwa
perusahaan beroperasi secara efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh manajemen laba,produktivitas


pemasaran, dan subsidi pemerintah atas kesulitan keuangan BUMN dengan ukuran
perusahaan sebagai variabel kontrol. Metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa penelitian yang telah meneliti
masalah financial distress. Kesulitan keuangan merupakan kondisi kesulitan keuangan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah
manajemen laba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang
signifikan dari financial distress pada manajemen laba. Perusahaan mengalami kesulitan
keuangan lebih cenderung melakukan manajemen laba. Berdasarkan hal itu, maka hipotesis
yang diajukan adalah H1, Manajemen laba berpengaruh terhadap financial distress.
Selanjutnya produktivitas. Produktivitas pemasaran merupakan ukuran untuk menilai hasil
kinerja departemen pemasaran. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa kinerja pemasaran
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Ini artinya semakin baik kinerja
pemasaran maka semakin sehat pula keuangan perusahaan kinerja akan atau tidak mengalami
kesulitan keuangan. Berdasarkan hal itu, hipotesis yang diajukan adalah H2, produktivitas
dikatakan mempunyai pengaruh terhadap financial distress. Terakhir masalah subsidi. Hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa subsidi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap financial distress. Semakin tinggi tingkat subsidi menunjukkan tingkat kesehatan
keuangan yang lebih rendah atau tingkat kesulitan keuangan yang lebih tinggi. Bedasarkan
hal itu, maka hipotesis yang diajukan adalah H3, subsidi menjadi salah satu pengaruh
financial distress.

Hipotesis pertama menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh terhadap financial


distress. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa koefisien Manajemen Laba
berpengaruh terhadapfinancial distress 0,28 dan tingkat signifikansi 0,68 atau 68%. Itu berarti
bahwa manajemen laba tidak berpengaruh pada kesulitan keuangan. Oleh karena itu hipotesis
pertama ditolak. Hipotesis kedua menyatakan bahwa produktivitas pemasaran
mempengaruhi financial distress. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien pengaruh
produktivitas pemasaran terhadap financial distress adalah 0,023, dan tingkat signifikansi
0,01 atau 1%. Oleh karena itu, produktivitas pemasaran berpengaruhfinancial distress, maka
hipotesis kedua diterima. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa subsidi pemerintah
mempengaruhi financial distress. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien
pengaruh manajemen laba terhadap financial distress adalah−0.047 dan tingkat signifikansi
0.223 atau 22.3%. Tingkat signifikansi sebesar 22,3% menunjukkan bahwaPengaruh subsidi
pemerintah tidak signifikan dalam mempengaruhi financial distress. Temuan ini
menunjukkanbahwa subsidi yang tinggi tidak menyebabkan penurunan financial distress.

Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis pengaruh manajemen laba, pemasaran produk-
tivitas, dan subsidi kesulitan keuangan di perusahaan milik negara. Analisis menunjukkan
ituproduktivitas pemasaran berdampak pada Kesulitan Keuangan pada BUMN. Tingkat
pemasaran tinggi atau rendah produktivitas mempengaruhi tinggi rendahnya kemungkinan
perusahaan mengalami financial distress. Produktivitas pemasaran yang tinggi
menunjukkan bahwa BUMN mencapai penjualan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan
publikpermintaan. Selain itu, manajemen laba tidak berpengaruh terhadap financial distress
pada BUMNperusahaan. Manajemen BUMN membuat manajemen laba dalam batas tertentu
sehingga dilakukannyatidak mempengaruhi kesulitan keuangan. Temuan lain menunjukkan
bahwa subsidi pemerintah tidak mempengaruhi financial distress. Penemuan ini menunjukkan
bahwa tujuan subsidi bukanlah untuk menyelesaikan financial distress, tetapi untuk menutupi
operasional biaya karena harga jual yang ditetapkan pemerintah berada di bawah harga jual di
pasar.Oleh karena itu, besarnya subsidi tidak mempengaruhi kesulitan keuangan. Dan
kemudian, variabel ukuran perusahaanberpengaruh positif signifikan terhadap kesulitan
keuangan. Semakin besar perusahaannya, semakin besar kemungkinannya mengalami
kesulitan keuangan.

Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga peneliti selanjutnya dapat membuatnya lebih
baik. Hanya penelitian saat inisebatas sampel BUMN. Penelitian selanjutnya diharapkan
dapat memperluas sampel dan menambah sampel lainnya seperti sektor industri untuk
mengetahui pengaruh produktivitas pemasaran, manajemen laba terhadap financial distress.
Penelitian ini hanya menggunakan produktivitas pemasaran, manajemen laba, dan subsidi
serta ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Penelitian lebih lanjut perlu meneliti
variabel lain di luar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yang
mempengaruhi financial distress.

Anda mungkin juga menyukai