Nama : Nasrullah
NIM : 105261106718
Fakultas/ Jurusan : Agama Islam / Ahwal Asy Syakhshiyyah
Judul : Analisis Fatwa Tarjih Tentang Perceraian Di Luar
Sidang Pengadilan Agama Di Tinjau Dari Ushul
Fiqhi
Dalam pembimbingan minimal 3 kali bimbingan untuk mengikuti ujian seminar Proposal .
Ketua Prodi,
Nama : Nasrullah
NIM : 105261106718
Fakultas/ Jurusan : Agama Islam / Ahwal Asy Syakhshiyyah
Judul : Analisis Fatwa Tarjih Tentang Perceraian Di Luar
Sidang Pengadilan Agama Di Tinjau Dari Ushul
Fiqhi
Dalam pembimbingan minimal 3 kali bimbingan untuk mengikuti ujian seminar Proposal .
Ketua Prodi,
PROPOSAL
Diajukan untuk memenuhi Salah Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
(S.H) Pada Jurusan Ahwal Asy Syakhshiyyah
Fakultas Agam Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
NASRULLAH
105261106718
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
SAMPUL ................................................................................................................. i
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................3
C. Tujuan Kajian ...............................................................................................3
D. Mamfaat Kajian ............................................................................................3
E. Metodologi Penelitian ..................................................................................4
1. Desain Penelitian .....................................................................................4
2. Data dan Sumber Data .............................................................................7
3. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................8
4. Teknik Analisis Data ...............................................................................9
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan
merupakan yang sangat penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan
adanya Pernikahan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan
norma agama dalam kehidupan bermasyarakat.1
Suatu ikatan Pernikahan mempunyai satu visi misi yang sama, satu dengan
yang lain sebagai unsur perekat dan penyatu dalam membangun rumah tangga
yang sakinah, mawaddah da rahmah.3 Hal ini dinyatakan dalam firman Allah:
1
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), 1
2
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-undang No.
1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 26-27.
3
Linda Azizah, “Analisis Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam”, dalam Jurnal Al-
„Adalah, Vol. X, No. 4 Juli 2012, (415-422), 415.
1
2
Terjemahan ;
4
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Pengadilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 102
5
Latif Djamil, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 3
6
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang Undang Perkawinan, (Yogyakarta:
Liberty, 2004), h. 103-105
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan focus penelitian di atas, maka peneliti
dapat merumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:
a) Secara Teoritis
1) Menambah khazanah keilmuan yang dapat berguna bagi pengembangan
ilmu hukum syariah.
4
2) Sebagai acuan untuk penelitian serupa di masa yang akan datang serta
dapat dikembangkan lebih lanjut demi mendapatkan hasil yang sesuai
dengan perkembangan zaman
b) Secara Praktis
1) Penelitian ini diharapkan sebagai tambahan wawasan pengalaman dan
pengetahuan yang lebih luas mengenai Fatwa Tarjih Muhammadiyah
mengenai perceraian di luar pengadilan dan kaitannya dengan ushul
Fiqh.
2) Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi peneliti khususnya
dan bagi masyarakat pada umumnya dalam perceraian di luar
pengadilan.
E. Metodologi Penelitian
1. Desain Penelitian
a. Jenis Penelitian
7
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2011), h. 95-96
5
Pertama bahwa sumber data tidak melulu bisa didapat dari lapangan.
Adakalanya sumber data hanya bisa didapat dari perpustakaan atau
dokumen-dokumen lain dalam bentuk tulisan, baik dari jornal, buku
maupun literatur yang lain. Kedua, studi kepustakaan diperlukan sebagai
salah satu cara untuk memahami gejala-gejala baru yang terjadi yang
belum dapat dipahami, kemudian dengan studi kepustakaan ini akan dapat
dipahami gejala tersebut. Sehingga dalam mengatasi suatu gejala yang
terjadi,
b. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sebab sumber
data maupun hasil penelitian dalam penelitian kepustakaan (library
research) berupa deskripsi kata-kata.
Moleong mengungkapkan sebelas karakteristik penelitian kualitatif,
yaitu: berlatar alamiah, manusia sebagai alat (instrumen), menggunakan
metode kualitatif, analisa data secara induktif, teori dari dasar/grounded
theory (menuju pada arah penyusunan teori berdasarkan data), data bersifat
deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka), lebih mementingkan proses dari pada hasil, adanya batas
yang ditentukan oleh fokus, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data,
dan desain yang bersifat sementara (desain penelitian terus berkembang
sesuai dengan kenyataan lapangan), hasil penelitiaan dirundingkan dan
disepakati bersama (hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama
antar peneliti dengan sumber data). Dari kutipan ini dapat dipahami bahwa
penulis menekankan akan pentingnya proses dalam penelitian
dibandingkan hasilnya. Secara umum pendekatan penelitian kualitatif pada
studi kepustakaan sama dengan penelitian kualitatif yang lain. Yang
menjadi perbedaan hanyalah sumber data atau informasi yang dijadikan
sebagai bahan penlitian.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang
mendalam, suatu data yang mengandung makna. Penulis dalam penelitian
ini akan menggali makna dari informasi atau data empirik yang didapat
6
dari buku-buku, hasil laporan penelitian ilmiah atau pun resmi maupun
dari literatur yang lain.
c. Tahap Tahap Penelitian Pustaka
Adapun tahap-tahap yang harus ditempuh penulis dalam penelitian
kepustakaan adalah sebagai berikut:
1) Mengumpulkan bahan-bahan penelitian. Karena dalam penelitian
ini adalah penelitian kepustakaan, maka bahan yang dikumpulkan
adalah berupa informasi atau data empirik yang bersumber dari
Kitab kitab Arab, buku-buku, jurnal, hasil laporan penelitian resmi
maupun ilmiah dan literatur lain yang mendukung tema penelitian
ini.
2) Membaca bahan kepustakaan. Kegiatan membaca untuk tujuan
penelitian bukanlah pekerjaan yang pasif. Pembaca diminta untuk
menyerap begitu saja semua informasi “pengetahuan” dalam bahan
bacaan melainkan sebuah kegiatan „perburuan‟ yang menuntut
keterlibatan pembaca secara aktif dan kritis agar bisa memperoleh
hasil maksimal. Dalam membaca bahan penelitian, pembaca harus
menggali secara mendalam bahan bacaan yang memungkinkan
akan menemukan ide-ide baru yang terkait dengan judul penelitian.
3) Membuat catatan penelitian. Kegiatan mencatat bahan penelitian
boleh dikatakan tahap yang paling penting dan barang kali juga
merupakan puncak yang paling berat dari keseluruhan rangkaian
penlitian kepustakaan. Kerena pada akhirnya seluruh bahan yang
telah dibaca harus ditarik sebuah kesimpulan dalam bentuk laporan.
4) Mengolah catatan penelitian. Semua bahan yang telah dibaca
kemudian diolah atau dianalisis untuk mendapatkan suatu
kesimpulan yang disusun dalam bentuk laporan penelitian.
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian pustaka (library
research) karena dalam penelitian ini, peneliti menelaah tentang perceraian
di luar siding pengadilan dan kaitannya dengan Ushul Fiqh.
7
8
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D, (Bandung: Alfabeta, 2016), h.
137
9
Ranny Kautur, Metode Penelitian untuk Penelitian Skripsi danTesis, (Bandung : Taruna
Grafika, 2000), h. 38.
10
Burhan Ashafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 103
8
c. Sumber Tertier
Bahan tertier adalah bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan
primer dan sekunder.11 Bahan tertier pada penelitian ini di antaranya yaitu
yaitu kamus dan bahan dari internet yang berkaitan dengan perceraian
diluar siding pengadilan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berkaitan dengan sumber data. Teknik
pengumpulan data yaitu berupa cara yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan dan menggali data yang bersumber dari sumber data primer
dan sumber data sekunder. Oleh karena sumber data berupa data data tertulis,
maka teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
dokumentasi.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti catatan peristiwa
yang sudah berlalu yang bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari seseorang. Atau dengan kata lain, dokumen adalah tulisan,
gambar atau karya-karya yang monumental yang berisi suatu ide tertentu.
Atau gampangnya adalah suatu pikiran atau gagasan yang dituangkan dalam
bentuk tulisan, gambar maupun dalam bentuk karya yang lain.
Kemudian, teknik dokumentasi adalah suatu cara yang dilakukan
dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda,
dan sebagainya. Teknik dokumentasi berarti cara menggali dan menuangkan
suatu pemikiran, ide atau pun gagasan dalam bentuk tulisan atau dalam
bentuk gambar maupun karya-karya yang lain
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara
dokumentasi karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan.
Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang sumber data empirik yang
primer maupun sekunder berasal dari kitab kitab, buku-buku, dokumen-
dokumen, jurnal, atau literatur-literatur yang lain.
11
Burhan Ashafa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 103
9
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009,
hlm 220
10
13
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya Dan Ilmu Sosoal
Humaniora Pad Umumnya, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 336
BAB II
1
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat II, (Bandung: CV. Pustaka Setia
1999), h. 9.
2
Darmawati, “Perceraian Dalam Perspektif Sosiologi”, Jurnal Wawasan Keislaman Uin
Alaudin, Vol. 11 No. 1, 2017. H. 1
11
12
a. Talak
1) Talak Raj‟i, adalah suatu talak dimana suami memiliki hak untuk
meurujuk isteri tanpa kehendaknya. Dan talak raj’i ini diisyaratkan
pada isteri yang telah digauli. Dengan demikian, yang dimaksud
dengan talak raj’i adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada
isteri sebagai talak satu atau dua, yang diikrarkan di depan sidang
pengadilan, dan suami diperbolehkan meruju’nya bila masih dalam
masa iddah, tanpa diharuskan nikah baru.3
2) Talak Ba‟in secara etimologi, ba’in adalah nyata, jelas, pisah atau
jatuh, yaitu talak yang terjadi karena isteri belum digauli oleh
suami, atau karena adanya bilangan talak tertentu (tiga kali), dan
atau karena adanya penerimaan talak tebus (khulu), meskipun ini
masih diperselisihkan fuqaha, apakah khulu‟ ini talak atau fasah.4
Talak ba’in dibagi menjadi dua macam:
a) Ba’in sugra adalah talak yang menhilangkan hak-hak rujuk
dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan hak nikah
baru (tajdid an-nikah) kepada bekas isterinya.
b) Ba‟in kubra adalah talak yang mrnghilangkan hak suami
untuk menikah kembali kepada isteri nya, kecuali kalau
bekas isterinya telah kawin dengan laki-laki lain dan telah
berkumpul sebagai mana suami isteri secara nyata dan sah.
3
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Pernikahan Islam, (Yogyakarta: UII Pres, 2004), h. 80
4
Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh al-Mar‟ah al-Muslimah, Terj. Ansori Umar Sitanggal
“Fiqih Wanita”, (Semarang: CV Asy- Syifa, 1986), h. 411
13
b. Khulu’
c. Fasakh
d. Li’an
e. Ila’
5
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006),
h. 197.
6
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h. 238.
14
f. Kematian
g. Putusan pengadilan
Putusnya perkawinan karena putusnya pengadilan ini, sebagaimana
ditunjukan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), pasal 114 dan Pasal
115. Menurut pasal 115 menyatakan bahwa perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan tersebut
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (suami dan
isteri).
2. Dasar Hukum dan Hukum Perceraian
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum talak. Pendapat yang lebih
benar adalah makruh jika tidak ada hajat yang menyebabkan, karena talak
berarti kufur terhadap nikmat Allah, mengkufuri nikmat Allah haram
hukumnya. talak tidak halal kecuali darurat, misalnya suami ragu terhadap
perilaku isteri atau hati sang suami tidak ada rasa tertarik pada isteri karena
Allah Maha membolak balikan segala hati. Jika tidak ada hajat yang
mendorong talak berarti kufur terhadap nikmat Allah secara murni dan buruk
adab terhadap suami, hukumnya makruh.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat tentang hukum talak
secara rinci. Menurut mereka hukum talak terkadang wajib dan terkadang
halal dan sunnah. Al-Baijarami berkata : “hukum talak ada lima, yaitu
adakalanya wajib seperti talaknya orang yang bersumpah ila (bersumpah
tidak mencampuri isteri), atau dua utusan dari keluarga suami dan isteri,
adakalanya haram seperti talak bit’ah, dan adakalanya sunnah seperti talaknya
orang yang lemah, tidak mampu melaksanakan hak-hak pernikahan.
15
Demikian juga sunnah, talaknya suami yang tidak ada kecenderungan hati
kepada isteri, karena perintah salah satu dari dua orang tua yang bukan
memberatkan, karena buruknya akhlaknya dan ia tidak tahan hidup
bersamanya, tetapi ini tidak mutlak karena umumnya wanita seperti itu.”
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa talak ada kalanya wajib,
seperti talaknya dua utusan keluarga yang ingin menyelesaikan perpecahan
pasangan suami isteri karena talak inilah satu solusi perpecahan tersebut.
Demikian juga talak orang yang sumpah ila‟ (tidak mencampuri isteri)
setelah menunggu masa iddah empat bulan sebagai firman Allah:
Terjemahan :
Talak mubah adalah talak karena hajat seperti akhlak wanita yang tidak
baik, interaksi pergaulannya yang tidak baik dan merugikan. Apabila
pernikahan dilanjutkan pun tidak mendapatkan tujuan apa-apa. Talak sunnah
adalah talak wanita yang lalai terhadap hak-hak Allah yang wajib
dilaksanakan, seperti shalat dan semacamnya dan tidak mungkin memaksanya
atau karena wanita yang tidak terpelihara. Imam Ahmad berkata: “ Tidak
layak mempertahankan wanita demikian itu karena ia kurang agamanya, tidak
aman kerusakan rumah tangga, dan mempersamakan anak yang bukan
diperoleh dari suami.” Tidak mengapa mempersempit peluang wanita seperti
tersebut sebagai pelajaran.
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan
terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud.
Rukun talak ada empat sebagai berikut :
a. Suami
b. Istri
Sahnya talak pada istri yang ditalak disyaratkan kedudukan istri yang
ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah dan istri itu
masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami. Istri yang
menjalani masa iddah talak raj‟i dari suaminya oleh hukum dipandang
masih berada dalam perlindungan kekuasaan suami
17
c. Sighat talak
d. Qashdu (sengaja).
1) Dari segi individu, ia harus seorang yang baligh, berakal, taat, dan
terpilih. Maka talak tidak terjadi pada anak kecil, orang gila,
orang yang dipaksa, dan orang yang mabuk.
2) Dari segi ucapan, para ulama fiqih menyatakan bahwa talak tidak
terjadi kecuali menggunakan kata-kata yang jelas dengan talak,
seperti “engkau aku talak”.
Dari segi tujuan, talak haruslah dengan maksud ucapan. Bagi orang
yang berniat dalam dirinya menalak istrinya dan tidak diucapkan
Terjemahan :
Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi
tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka
18
Terjemahan :
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka
rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka
dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran
dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia
akan Mengadakan baginya jalan keluar.
4. Alasan dan Faktor Perceraian
Setidaknya ada empat kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan
rumah tangga, yang dapat memicu timbulnya keinginan untuk
memutus/terputusnya perkawinan.7
7
Ahmad Rafik, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali pers, 1995), h. 269-272.
19
Terjemahan
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu,
Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
1) Isteri diberi nasehat dengan cara yang ma‟ruf agar ia segera sadar
terhadap kekeliruan yang diperbuatnya
2) Pisah ranjang. Cara ini bermakna hukuman psikologi bagi isteri
dan dalam kesendiriannya tersebut ia dapat melakukan koreksi diri
terhadap kekeliruannya.
3) Memberi hukuman fisik dengan cara memukulnya. Penting untuk
dicatat, yang boleh di pukul hanyalah bagian yang tidak
membahayakan si isteri seperti betisnya.
b. Nusyuz suami terhadap isteri
Selama ini sering disalah pahami bahwa nusyuz hanya datang dari
pihak isteri saja. Padahal al-Qur’an juga menyebutkan adanya nusyuz dari
suami seperti yang terlihat dalam al-Qur’an surah an-Nisa’ (4): 128.
20
Terjemahan ;
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan
jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara
dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
c. Terjadinya Syiqaq
Terjemahan :
8
Sayuti Thalib, Hukum kekeluargaan Indonesia berlaku bagi Umat Islam, Buku I,
Universitas Indonesia, (Jakarta, Gitama Jaya, 1974), h. 127
22
bahwa kamu dapat mendamaikan mereka, cobalah lakukan. Dan jika kamu
berpendapat bahwa keduanya lebih baik bercerai, perbuatlah”.9
9
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi‟I Lengkap Muamalat, Munakahat,
Jinayat ( Jakarta: CV Pustaka Setia, 2000), h. 336
10
Ahmad Rofik, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 217.
23
a. Akibat talak
11
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz 2, (Semarang: Usaha Keluarga,), h. 66.
25
6. Tujuan Perceraian
12
Abdul Rahman, Perkawinan dalam Syari‟at Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 80
BAB III
26
27
3
Djamil Fathurrahman, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, Op. cit, h. 64.
29
Berdasarkan tugas pokok dan kegiatan yang telah dilakukan oleh Majlis
Tarjih, agaknya tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa Majlis ini merupakan
lembaga ijtihad Muhammadiyah. Tugas utamanya adalah menyelesaikan segala
macam persoalan kontemporer, ditinjau dari segi fiqih. Tentu yang dimaksud
ijtihad di sini adalah ijtihad jama‟i. Memang dalam perkembangan awal, ijtihad
Majlis Tarjih Muhammadiyah lebih banyak bersifat ijtihad intiqa‟i atau ijtihad
tarjihi. Namun dalam perkembangannya yang terakhir sudah mengarah kepada
ijtihad insya‟i.
Struktur Pengurus
Majelis Tarjih Muhammadiyah Pusat
Berdasarkan Surat Keputusan PP Muhammadiyah Nomor
124/KEP/I.0/D/2015 maka Susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode
2015-2020 adalah sebagai berikut:
4
Qaidah Lajnah Tarjih Muhammadiyah, (Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis Tarjih,
1971), hal. 2.
30
Ketua Umum
Dr. H. Haedar Nashir, M.Si.
Ketua (Bidang Tarjih, Tajdid dan Tabligh)
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc, M.Ag.
Ketua (Bidang Konsolidasi Organisasi dan Kaderisasi)
Drs. H.A. Dahlan Rais, M.Hum.
Ketua (Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik)
Dr. H.M. Busyro Muqoddas, SH, M.H.
Ketua (Bidang Ekonomi, Kewirausahaan dan UMKM)
Dr. H. Anwar Abbas, M.M, M.Ag.
Ketua (Bidang Pendidikan, Kebudayaan dan Litbang)
Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP.
Ketua (Bidang Hubungan Antaragama dan Peradaban)
Prof. Dr. H. Syafiq A. Mughni
Ketua (Bidang Pustaka, Informasi dan Komunikasi)
Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si.
Ketua (Bidang Wakaf dan Kehartabendaan)
Drs. H.M. Goodwill Zubir
Ketua (Bidang Pemberdayaan Masyarakat, LH, Kebencanaan, ZIS)
Drs. H. Hajriyanto Y. Thohari, M.A.
Ketua (Bidang Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri)
Prof. Dr. Bahtiar Effendy
Ketua (Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial)
dr. H. Agus Taufiqurrohman, M.Kes, Sp.S.
Ketua (Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak)
Dra. Hj. Noordjannah Djohantini. M.M, M.Si.
Sekretaris Umum
Dr. H. Abdul Mu'ti, M.Ed. Sekretaris Dr. H. Agung Danarto, M.Ag.
Bendahara Umum
Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd.
Bendahara Drs. H. Marpuji Ali, M.S.I.
31
Dalam hadis Nabi saw dinyatakan bahwa perceraian itu adalah suatu hal
yang halal tetapi sangat dibenci oleh Allah. Nabi saw bersabda :
)أبغض احلالل إىل هللا تعاىل الطالق (رواه أبو داود والبيهقي
Terjemahan:
Suatu yang halal yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah talak [HR.
Abu Dawud dan al-Baihaqi].
5
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Tanya Jawab Agama 8, Cet.
III, (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2019), h. 41
6
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Op. cit, h. 42
32
Oleh karena itulah ijtihad hukum Islam modern, seperti tertuang dalam
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (ps. 115) misalnya, mewajibkan prosedur
perceraian itu melalui pengadilan; dan bahwa perceraian terjadi terhitung sejak
saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan (KHI, ps. 123).
Memang dalam fikih klasik, suami diberi hak yang luas untuk menjatuhkan talak,
sehingga kapan dan di manapun ia mengucapkannya, talak itu jatuh seketika.
Keadaan seperti ini dipandang dari sudut pemeliharaan kepentingan keluarga,
kepastian hukum dan ketertiban masyarakat tidak mewujudkan maslahat bahkan
banyak merugikan terutama bagi kaum wanita (isteri).
Terjemahan :
:2 تغري الفتوى واختالفها حبسب تغري األزمنة واألمكنة واألحوال والنيات والعوائد (إعالم املوقعني
)3
Terjemahan:
Perubahan fatwa dan perbedaannya terjadi menurut perubahan zaman,
tempat, keadaan, niat dan adat istiadat (I‟lam al-Muwaqqi‟in, Juz III, hlm.
3).
33
Para filosof syariah telah menyepakati bahwa tujuan syariah adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan. Menurut asy-Syatibi, dasarnya adalah:
Terjemahan:
K.H. Ahmad Azhar Basyir (mantan Ketua Majelis Tarjih dan Ketua PP
Muhammadiyah), mengenai masalah ini, menyatakan: Perceraian yang dilakukan
di muka pengadilan lebih menjamin persesuaiannya dengan pedoman Islam
tentang perceraian, sebab sebelum ada keputusan terlebih dulu diadakan penelitian
tentang apakah alasan-alasannya cukup kuat untuk terjadi perceraian antara
suami-istri. Kecuali itu dimungkinkan pula pengadilan bertindak sebagai hakam
sebelum mengambil keputusan bercerai antara suami dan istri.
Pada bagian lain dalam buku yang sama K.H. Ahmad Azhar menjelaskan
lebih lanjut, Untuk menjaga agar perceraian jangan terlalu mudah terjadi, dengan
pertimbangan “Maslahat Mursalah” tidak ada keberatannya apabila diambil
ketentuan dengan jalan undang-undang bahwa setiap perceraian apapun
bentuknya diharuskan melalui pengadilan. Selain dari itu dapat pula ditegaskan
bahwa penjatuhan talak di luar sidang pengadilan, mengingat mudarat yang
7
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Op. cit, h. 44
34
Al Qur’an Al Karim
Azhar Basyir, Ahmad. 2004. Hukum Pernikahan Islam. (Yogyakarta: UII Pres)
Azizah, Linda. 2012. Jurnal Al Wadalah Vol. X, No. 4 Analisis Perceraian dalam
Kompilasi Hukum Islam
Darmawati. 2017. Jurnal Wawasan Keislaman Uin Alaudin, Vol. 11 No. 1. H. 1
Perceraian Dalam Perspektif Sosiologi.
Daud Ali, Muhammad. 2002. Hukum Islam dan Pengadilan Agama. (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada)
Djamil, Fathurrahman. 1995. Metode Ijtihad Mejelis Tarjih. (Jakarta: Logos Publishing
House)
Djamil, Latif. 2011. Aneka Hukum Perceraian di Indonesia. (Jakarta: Sinar
Grafika)
Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi.
(Jakarta: Rineka Cipta)
35
36
Ramulyo, Mohd. Idris. 2002. Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. (Jakarta:
Bumi Aksara)
Ranny Kautur. 2000. Metode Penelitian untuk Penelitian Skripsi danTesis. (Bandung :
Taruna Grafika)
Rofik, Ahmad. 2015. Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Pers)
Rusyd, Ibn. Bidayah al-Mujtahid, juz 2. (Semarang: Usaha Keluarga)
Slamet Abidin dan H. Aminuddin. 1999. Fiqh Munakahat II. (Bandung: CV.
Pustaka Setia)
Soemiyati. 2004. Hukum Perkawinan Islam dan Undang Undang Perkawinan.
(Yogyakarta: Liberty)
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. (Bandung: Alfabeta)