Anda di halaman 1dari 6

EVALUASI SISTEM PENCAHAYAAN UNTUK MENUNJANG KONSEP

BANGUNAN HEMAT ENERGI GEDUNG BUSAK MALUR BERAU


Pratiwi Dyah Puspitasari1, Sugini1
1
Jurusan Arsitektur, Universitas Islam Indonesia
1
Surel: 19512076@students.uii.ac.id

ABSTRAK: Krisis energi mulai terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakat
mulai menggunakan energi yang tidak terbarukan sehingga alam juga mulai rusak.
Padahal lingkungan sangat berpengaruh pada kehidupan manusia, begitupula
pada manusia, manusia juga dapat mempengaruhi kualitas lingkungan
disekitarnya. Sehingga demi tetap menjaga lingkungan dan kehidupan manusia,
maka hal yang dilakukan yaitu menerapkan greeen building. Penghematan energi
yang ada pada suatu gedung merupakan tujuan dari adanya konsep Green
Building ini, karena bangunan ini akan lebih hemat energi. Bangunan komersial,
perkantoran, sekolah, dan lain-lain dapat menggunakan Green Building sebagai
konsep pembangunannya. Shao (2018). Penelitian ini berada di gedung serbaguna
miliki pemerintah Kabupaten Berau yaitu Gedung Busak Malur. Gedung Busak
Malur merupakan gedung serbaguna milik pemerintah yang dapat digunakan
dalam penyelenggaraan berbagai acara. Acara yang paling sering diselenggarakan
di Busak Malur ini yaitu acara pernikahan. Namun akibat adanya Covid-19 ini
Busak Malur menjadi kurang berfungsi dan setelah adanya vaksin, Busak Malur
kembali digunakansebagai tempat untuk melaksanakan vaksinasi. Permasalahan
pada bangunan ini yaitu pencahayaan yang kurang maksimal akibat bukaan yang
kurang sesuai dengan kondisi tapak. Sehingga bangunan ini harus menyalakan
lampu dari pagi hingga malam hari saat gedung digunakan. Hal ini menjadi salah
satu contoh dari bangunan yang tidak hemat energi. Oleh karena itu penelitian ini
dilakukan dengan tujuan mengevaluasi sistem pencahayaan bangunan dan
membuat bangunan menjadi hemat energi dengan konsep green building.

Kata kunci : Energi, gedung serbaguna, green building, pencahayaan, dan


penghawaan

PENDAHULUAN
Pada pendahuluan ini akan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian dan batasan penelitian mengenai analisis Gedung Busak Malur.

1. Latar Belakang
Krisis energi mulai terjadi di Indonesia. Penyebab utamanya adalah sistem dan
pelaksanaan pembangunan yang sering kali menggunakan banyak energi bumi,
merusak habitat dan lingkungan sekitar, juga mengganggu kehidupan manusia
sekitarnya. Sehingga demi tetap menjaga lingkungan dan kehidupan manusia, maka hal
yang dilakukan yaitu menerapkan greeen building. Penghematan energi yang ada pada
suatu gedung merupakan tujuan dari adanya konsep Green Building ini, karena
bangunan ini akan lebih hemat energi.

Bangunan adalah salah satu pengkonsumsi energi terhemat energi dari sektor
bangunan akan dapat memberikan efek signifikan pada keberlanjutan ketersediaan
energi. Salah satu upaya penghematan energi pada bbesar, World Green Building
Council menyebutkan bahwa sektor konstruksi menyerap 30-40% total energy dunia
(Kerr, 2008). Oleh karenanya, penerapan konsep angunan adalah dengan optimalisasi
desain untuk mewadahi penggunaan potensi alam.

Indonesia terletak pada garis ekuator yang kaya akan sumber daya sinar matahari
sepanjang tahun, sehingga pencahayaan alami merupakan aspek penting dalam
bangunan. Para perencana bangunan (arsitek) harus mempertimbangkan pemanfaatan
pencahayaan alami yang optimal melalui bukaan pada bangunan dan disamping itu
harus sesuai dengan standar kenyamanan visual, dimana kenyamanan visual di dalam
bangunan, menurut Tri Harso Karyono, terkait dengan intensitas cahaya atau level
penerangan (daylight level) dalam satuan lux, kontras (contrast) dan silau (glare).
Bangunan yang baik tentunya harus memenuhi kaidah keberlanjutan (sustainability)
melalui konsep bangunan hijau (green building).

Lokasi penelitian ini berada di jalan Pemuda, Bugis, Tj. Redeb, Kabupaten Berau,
Kalimantan Timur 77315, yaitu Gedung Busak Malur. Gedung Busak Malur merupakan
gedung serbaguna milik pemerintah yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan
berbagai acara. Gedung serbaguna merupakan bangunan yang dapat memenuhi semua
kelompok dalam melakukan kegiatan yang berbeda-beda. Bangunan tersebut harus
dapat menunjang secara maksimal bagi kelompok-kelompok dalam mencapai tujuan
suatu kegiatan itu dilaksanakan. Acara yang paling sering diselenggarakan di Busak
Malur ini yaitu acara pernikahan.

Permasalahan pada bangunan ini yaitu pencahayaan yang kurang maksimal akibat
bukaan yang kurang sesuai dengan kondisi tapak. Sehingga bangunan ini harus
menyalakan lampu dari pagi hingga malam hari saat gedung digunakan. Hal ini menjadi
salah satu contoh dari bangunan yang tidak hemat energi. Oleh karena itu penelitian ini
dilakukan dengan tujuan mengevaluasi sistem pencahayaan bangunan dan membuat
bangunan menjadi hemat energi dengan konsep green building.

Hal ini dikarenakan pencahayaan memainkan peranan yang sangat penting dalam
arsitektur, baik dalam menunjang fungsi ruang dan berlangsungnya berbagai kegiatan
di dalam ruang, membentuk citra visual estetis, maupun menciptakan kenyamanan dan
keamanan bagi para pengguna ruang. (Manurung, 2009). Dalam merencanakan suatu
bangunan gedung, desain pencahayaan merupakan hal yang perlu diperhatikan, oleh
karena aktifitas pengguna ruang berpengaruh terhadap distribusi cahaya dalam ruang.
Pada dasarnya dalam mendesain pencahayaan ruang, seorang Arsitek akan mengacu
pada rekomendasi standard iluminasi. (Jamala, 2016)

2. Rumusan Masalah dan Tujuan


Permasalahan pada bangunan ini yaitu mengapa ruang serbaguna pada gedung busak
malur harus terus menggunakan pencahayaan buatan dan bagaimana menerapkan
sistem pencahayaan yang baik agar hemat energi dan tetap memberi kenyamanan bagi
pengguna bangunan. Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan dari
penelitian ini yaitu mengetahui penyebab ruang serbaguna pada gedung busak malur
harus terus menggunakan pencahayaan buatan dan mengetahui cara untuk
menerapkan sistem pencahayaan yang baik agar hemat energi dan tetap memberi
kenyamanan bagi pengguna bangunan.

STUDI PUSTAKA
Studi pustaka ini merupakan informasi sebagai pengetahuan dan acuan bagi penulis
terhadap topik yang ditulis. Studi pustaka ini mengacu pada gedung serbaguna, green
building, dan pencahayaan alami.

1. Gedung Serbaguna
Gedung serbaguna merupakan yang dapat memenuhi semua kelompok dalam
melakukan kegiatan yang berbeda-beda. Banguna tersebut harus dapat menunjang
secara maksimal bagi kelompok-kelompok dalam mencapai tujuan suatu kegiatan itu
dilaksanakan. Bngunan itu juga harus dapat besinergi dengan lingkungan sekitar.
2. Green Building
Green building didefinisikan oleh Environmental Protection Agency (EPA) sebagai
struktur bangunan yang environmentally responsible dan menggunakan sumber daya
secara efisien di seluruh siklus hidupnya. Konsep ini memperluas dan melengkapi
tujuan dari bangunan biasa yang selama ini hanya fokus kepada nilai ekonomi, utilitas,
kekuatan dan kenyamanan bangunan. Green building dirancang untuk mengurangi
dampak menyeluruh akibat pembangunan terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan, melalui:
a. Penggunaan energi, air dan sumber daya lain secara efisien.
b. Perlindungan kesehatan penghuni bangunan dan peningkatan produktivitas
karyawan.
c. Meminimalisir timbunan limbah, polusi, dan degradasi lingkungan.

3. Pencahayaan Alami
Menurut SNI 03-2396-2001, pencahayaan alami pada siang hari dapat dikatakan baik
apabila; Pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat
terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan, Distribusi cahaya di
dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan silau yang mengganggu.
Dalam pemanfaatan pencahayaan alami, tidak terlepas dari kualitas dan distribusi
cahaya yang masuk ke dalam bangunan melalui melalui jendela (bukaan) dan orientasi
arah bukaan. Semakin luas bukaan maka akan semakin banyak cahaya yang masuk
kedalam ruang. Untuk itu diperlukan kontrol terhadap jumlah cahaya yang masuk ke
dalam ruangan. Kualitas pencahayaan alami yang baik juga dipengaruhi oleh letak
bukaan terhadap arah datangnya sinar matahari.

Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang memiliki sumber cahaya yang berasal
dari matahari. Matahari adalah sumber pencahayaan alami yang paling utama, namun
sumber pencahayaan ini tergantung kepada waktu (siang hari atau malam hari),
musim, dan cuaca (cerah, mendung, berawan). Menurut Lippsmeier (1997) bahwa
matahari merupakan satu-satunya sumber cahaya alami yang menghasilkan cahaya
alami (daylight) dengan disertai energi cahaya dan energi panas.

Strategi Pencahayaan Alami Strategi yang mempengaruhi pencapaian level


pencahayaan yang cukup pada ruang-ruang dalam bangunan menurut (Lechner, 2009),
yakni:

a. Bentuk bangunan. Pada strategi ini berkaitan dengan bentuk, misal pada denah
bangunan berlantai banyak harus dibentuk memanjang dengan panjang maksimum
menghadap Utara dan Selatan. Ruang akan memaksimalkan pencahayaan yang masuk
apabila bentuk bangunannya ramping.

b. Orientasi. Orientasi bangunan ini dilakukan dengan, yakni memanjang dengan


seluruh jendela menghadap UtaraSelatan, sedangkan mengurangi orientasi pada arah
Timur dan Barat.

c. Pencahayaan melalui atap. Pencahayaan melalui sky light merupakan bukaan


horizontal yang menciptakan iluminasi yang seragam dan menerima lebih banyak
cahaya pada area

d. Perencanaan ruang. Apabila pada partisinya menggunakan bahan kaca dapat


mengurangi suara yang keluar dari ruang kelas serta tanpa menghalangi cahaya alami.
Ruang yang lebih dalam akan mendistribusikan cahaya yang masuk dengan kuantitas
yang sama ke area yang lebih luas. memiliki efek langsung terhadap intensitas
iluminasi cahaya alami dari side lighting

e. Warna. Menurut Lechner (2009), Plafond, dinding belakang, dinding samping, lantai
dan beberapa elemen perabot. Merupakan elemen yang sangat berpengaruh dalam
mendistribusikan pencahayaan alami, misal pada plafon harus memiliki faktor
reflektansi yang paling tinggi. Lantai dan beberapa bagian perabot merupakan
reflektor dengan pengaruh yang lebih rendah.

f. View dan Pencahayaan Alami. Bukaan ini dibagi menjadi dua jenis yaitu kaca yang
difungsikan untuk memanfaatkan view yang ada, pada jenis ini biasa menggunakan
kaca clear atau bening dengan pemasangan bukaan yang rendahnya disesuaikan
dengan mata pengguna dan jendela yang pemasangannya cukup tinggi, hal ini
difungsikan agar pantulan sinar matahari dan cahaya yang diterima dapat diterima
dengan maksimal oleh bukaaan tersebut.

METODE
Metode penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan studi
simulasi komputer (computer simulation). Pada penelitian ini data yang diperoleh
bersumber dari hasil pengukuran dan pengamatan secara langsung pada objek
penelitian. Data hasil pengukuran yang didapat akan disesuaikan dengan standar
pencahayaan yang direkomendasikan SNI.

Penelitian ini juga menggunakan simulasi komputer dengan menggunaan software


Velux yang bertujuan untuk melakukan perbandingan antara hasil pengukuran
langsung dengan hasil simulasi yang dilakukan dengan menggunakan software.
Simulasi yang dilakukan dalam bentuk digital simulasi permodelan. Pada pengujian ini
simulasi yang digunakan software Google Sketchup 2020, VELUX Daylight Visualizer
versi 3.0 untuk mensimulasikan kondisi faktor pencahayaan alami pada ruang
serbaguna gedung busak malur.

Menurut Labayrade dalam Atthailah (2017) Visualizer 3.0 hanya memiliki 1,63% error
ratarata yang terjadi pada pengujian, sedangkan error maksimum 5,54%. Dengan
pengujian tersebut Velux Visualizer 3.0 dinyatakan dapat memprediksi tingkat akurat
pencahayaan alami.

Software Velux Daylight Visualizer 3.0. sudah mendapatkan persetujuan atau


Validation dari CIE (International Commission on Illumination). Pengujian pada
software ini bertujuan untuk menguji keakuratan dalam menghitung pencahayaan
alami dan kualitas rendering yang terdapat pada software.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR PUSTAKA
Amin. (2011). Optimasi Sistem Pencahayaan Dengan Memanfaatkan Cahaya Alami.
Jurnal Ilmiah Foristek Vol.1, No. 1, Maret 2011

SNI 03-2396-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan
Gedung
SNI 03-2396-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami Pada
Bangunan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.Mahaputri, H. E. (2010).

Studi Simulasi Model Penerangan Alami (Daylighting) Ruang Pada Bangunan Fasilitas
Pendidikan Tinggi Dengan Superlite 2.0. Teknologi Dan Kejuruan 33(2) ,201-2010.

Jamala, Soewarno, Suryabrata, Kusumawanto. (2013). Kenyamanan Visual Ruang Kerja


Kantor. Forum Teknik Vol. 35, No.1 Januari 2013

ESSAI RINGKAS
Berdasarkan referensi dari buku/jurnal yang saya peroleh, bangunan yang baik yaitu
bangunan yang dapat menggunakan energi secara tidak berlebihan atau menggunakan
konsep green building. Green building adalah bangunan yang menggunakan sumber
daya secara efisien. Green building dirancang untuk mengurangi dampak menyeluruh
akibat pembangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Gerakan konstruksi
hijau ini juga identik dengan sustainbilitas yang mengedepankan keseimbangan antara
keuntungan jangka pendek terhadap resiko jangka panjang,dengan bentuk usaha saat
ini yang tidak merusak kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masa depan.
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Pratiwi Dyah Puspitasari


NIM : 19512076

Menyatakan bersedia menjadi anggota tim dalam penelitian Ibu Sugini, Dr. Ir.,
M.T., IAI dengan topik Passive strategy: daylighting/ventilation/shading
Thermal/Acoustic/lighting/energy performance assessment in certain building pada
Mata kuliah Adicita Evaluasi Kinerja Bangunan semester Genap Tahun Ajaran
2021/2022.

Hormat Saya,

(Berau, 19 Februari 2022)

(Pratiwi Dyah Puspitasari)

Anda mungkin juga menyukai