Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian E-commerce

E -Commerce ( Electronic Commerce) yaitu segala bentuk ataupun aktivitas jual beli
produk/jasa yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik, selain itu E-Commerce
juga berkaitan dengan bisnis yang menyangkut konsumen, manufaktur, service providers,
dan perantara dengan menggunakan jaringan komputer seperti internet. Menurut Onno. W.
Purbo: E-Commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis
yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi
elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara
elektronik.E-commerce digunakan sebagai transaksi bisnis antara perusahaan yang satu
dengan perusahaan yang lain, antara perusahaan dengan pelanggan (customer), atau
antara perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam pelayanan public.

B. Jenis E-commerce

1. E-Commerce Business to Business (B2B)

business to business atau B2B adalah transaksi bisnis antara pelaku bisnis dengan pelaku
bisnis lainnya. Misalnya kerja sama antara pedagang grosir dengan pedagang retail.
Business to business mencangkup semua usaha yang menghasilkan barang atau jasa untuk
ditawarkan ke perusahaan lainnya.

2. E-Commerce Business to Consumer (B2C)

Business to consumer dilakukan oleh pelaku bisnis dan konsumen. Transaksi e-commerce
ini terjadi layaknya jual-beli biasa. Konsumen mendapatkan penawaran produk dan
melakukan pembelian secara online.

3. E-commerce Consumer to Consumer (C2C)

Consumer to Consumer ini dilakukan antara konsumen dengan konsumen. Misalnya,


konsumen dari suatu produsen akan menjual kembali produk ke konsumen lainnya. Contoh
nya seperti: Tokopedia, Bukalapak, OLX dan sejenisnya.

4. Online-To-Offline (O2O)

Online to offline ini mampu menghubungkan saluran online dan offline agar keduanya saling
memberikan keuntungan. Contohnya adalah Mataharimall.com,grab,gojek.
E-Commerce dalam Hubungan dengan Hukum Kontrak

1. Ada atau tidaknya penawaran (offer)

Proposal untuk menyepakati sebuah kontrak yang ditujukan kepada satu atau lebih pihak
tertentu merupakan penawaran apabila hal tersebut cukup jelas dan menunjukkan maksud
dari pihak yang menawarkan untuk menjadi terikat apabila terjadi penerimaan. Proposal
dianggap cukup jelas apabila menunjukkan barang dan secara tegas atau tersirat mengatur
atau membuat ketentuan untuk menentukan kuantitas dan harga

2. Ada atau tidaknya penerimaan (acceptance)

Penerimaan digunakan untuk menentukan susunan kontrak pada saat pihak penerima
penawaran menggunakan sarana komunikasi langsung, seperti faksimile, teleks,Pertukaran
Data Elektronik (EDI) dan E-mail.

3. Ada atau tidaknya kata sepakat

Suatu penawaran yang diikuti dengan penerimaan itulah yang menyebabkan lahirnya suatu
perjanjian,karena persesuain kehendak

4. Jika ada kata sepakat, sejak kapan mulai ada

kata sepakat dianggap terjadi saat bertemunya kehendak untuk menawarkan dengan
kehendak untuk menerima penawaran tersebut.

5. Keharusan kontrak tertulis dan tanda tangan tertulis

Syarat utama yang harus ada dalam hukum kontrak yaitu harus tertulis dan ada tanda
tangan jika tidak ada tanda tangan maka belum sah

6. Masalah pembuktian perdata


biasanya kurang bukti sehingga menyebabkan masalah

7. Bagaimana mengetahui para pihak dan kecakapan berbuat para pihak

Pada pasal 330 KUHPER seseorang yang telah beranjak dewasa dengan umur 21 tahun,
dan telah kawin sebelum mencapai umur tersebut.

8. Perumusan Kembali masalah wanprestasi


wanprestasi merupakan suatu resiko didunia keuangan (pendanaan) akibat dari pembatalan
kontrak karena dilanggar oleh pihak lain dengan berbagai alasan. jadi untuk itu, diperlukan
adanya manajemen keuangan yang baik dan tepat untuk bisa menghindari adanya resiko
wanprestasi yaitu dengan menggunakan Non Performing Loan (NPL)

9. Perumusan Kembali masalah Force Majeure

Force majeure (kekuatan yang lebih besar) merupakan keadaan memaksa yang terjadi
diluar kemampuan manusia sehingga kerugian tidak dapat dihindari. Force Majeure terkait
dengan konsep tindakan Tuhan, maka dengan itu sebuah peristiwa tidak dapat dimintai
pertanggung jawaban kepada pihak manapun.

10. Ganti rugi yang bagaimana paling cocok

bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pelaku usaha bisa berupa ganti rugi sesuai
dengan besar kerugian yang diderita oleh konsumen, jika pelaku usaha tidak bertanggung
jawab maka dapat diselesaikan juga dengan jalur hukum yang diatur dalam pasal 38 dan 39
UU ITE.

Hukum yang berlaku dan pengendalian yang berwenang

Dalam hubungan dengan hukum mana yang berlaku dan pengadilan mana yang berwenang
untuk kegiatan e-commerce ini, berlakulah prinsip-prinsip hukum sebagai berikut :

1. Jika para pihak melakukan pilihan hukum (choice of law) dan atau pengadilan yang
berwenang dalam kontraknya, maka hukum dan pengadilan yang dipilih tersebutlah yang
berlaku.

2. Jika terhadap bidang e-commerce yang sudah terdapat perjanjian internasional dan di
negara yang bersangkutan berlaku perjanjian internasional tersebut, maka ketentuan dalam
perjanjian internasional tersebut haruslah dianggap berlaku.

3. Jika tidak ada pilihan hukum dana tau pengadilan, dan tidak ada pula perjanjian
internasional, maka berlakulah prinsip-prinsip hukum perdata internasional dari kedua
negara tersebut.

● persentuhan dengan hukum bidang lain


Ada beberapa oknum yang saling bersentuhan dengan e-commerce, sebagai
berikut:

a. Hukum komputer
b. Hukum kontrak

c. Hukum perlindungan konsumen (UU No 8 tahun 1999)

d. Hukum antimonopoli dan persaingan curang

e. Hukum pembuktian

f. Hukum telekomunikasi

g. Hukum pajak

h. Hukum tentang pembiayaan via kartu kredit

2. Kekuatan alat bukti

Alat bukti pada e-commerce merupakan alat berupa dokumen yang dipakai dalam bentuk
dokumen digital yang bersumber dari bukti yang diterima oleh suatu sistem telematik dari
sistem telematik lainnya. Di Indonesia ada perkembangan dalam sistem hukum yang
menyangkut pembuktian elektronik diatur dalam UU No 11 tahun 2008 tentang “Informasi
dan Transaksi Elektronik”, ada terdapat 3 alat bukti elektronik berupa:

1. Informasi elektronik

2. Dokumen elektronik

3. Hasil cetaknya

Dalam penggunaan alat bukti pun didasari beberapa asas dalam sistem hukum pembuktian,
sbb:

a. Asas kepastian hukum

Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang
mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

b. Asas manfaat

berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan
untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat

c. Asas kehati-hatian

berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang
berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

d. Asas itikad baik


berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak
bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan
kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

e. Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi

Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu
sehingga dapat mengikuti

Transfer dana secara elektronik

Transfer dana secara elektronik merupakan transfer dana di mana 1 atau lebih bagian dalam
transfer dana yang dahulu digunakan dengan memakai warkat (secara fisik) lalu diganti
dengan menggunakan teknik elektronik. Bagian-bagian dalam transfer dana yang dulunya
memakai paper based, tetapi kemudian diganti dengan sistem elektronik, antara lain:

-Pengiriman pesan elektronik di antara bank pengirim dan bank penerima

-Data-data penting yang dulunya dibuat dengan paper based diganti dengan sistem data
yang terekam dengan mesin, seperti Magnetic Ink Character Recognition (MICR) atau
Optical Character Recognition

-Penggunaan data, terminologi dan dokumentasi pengiriman yang standar

-Menciptakan sistem elektronik baru yang tidak sekadar menggantikan sistem lama yang
berdasarkan paper based

Transfer Dana menurut UU 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan
yang dimulai dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan memindahkan sejumlah
Dana kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan
diterimanya Dana oleh Penerima. Penyelenggara Transfer Dana (Penyelenggara) adalah
Bank dan badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang menyelenggarakan
kegiatan Transfer Dana.

Dana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana
adalah:

1. uang tunai yang diserahkan oleh Pengirim kepada Penyelenggara Penerima;

2. uang yang tersimpan dalam Rekening Pengirim pada Penyelenggara Penerima;

3. uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara Penerima pada Penyelenggara


Penerima lain;

4. uang yang tersimpan dalam Rekening Penerima pada Penyelenggara Penerima Akhir;
5. uang yang tersimpan dalam Rekening Penyelenggara Penerima yang dialokasikan untuk
kepentingan Penerima yang tidak mempunyai Rekening pada Penyelenggara tersebut;
dan/atau

6. fasilitas cerukan (overdraft) atau fasilitas kredit yang diberikan Penyelenggara kepada
Pengirim.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana

BAB I Ketentuan Umum

Penjelasan mengenai definisi dan pengertian yang digunakan di undang-undang ini. Ruang
lingkup mengenai transfer dana juga dibahas di bagian ini.

BAB II Pelaksanaan Transfer Dana

Aturan mengenai pelaksanaan transfer dana, termasuk ketentuan mengenai pihak-pihak


yang terlibat di dalamnya.

BAB III Pembatalan dan Perubahan Transfer Dana

Aturan mengenai ketentuan jika ada pembatalan dan perubahan saat transfer dana.
Mekanisme pembatalan dan perubahan transfer dana juga dipaparkan di bab ini.

BAB IV Pengembalian Dana

Aturan yang menjelaskan ketentuan pengembalian dana, termasuk mekanisme dan tata
caranya.

BAB V Keterlambatan dan Kekeliruan Transfer Dana Serta Tanggung Jawab Penyelenggara
Penerima

Aturan jika ada keterlambatan atau kekeliruan saat transfer dana, termasuk ketentuan
kompensasi kepada penerima dan tanggung jawab penyelenggara.

BAB VI Pelaksanaan Transfer Debit

Aturan dan ketentuan mengenai transfer debit yang meliputi permintaan pembayaran dan
pelaksanaan pembayaran.

BAB VII Biaya Transfer Dana

Menjelaskan mengenai hak penyelenggara penerima untuk biaya transfer dana, dan
penyelenggara pengirim asal wajib memberi informasi tentang biaya kepada pengirim.

BAB VIII Perizinan Penyelenggara Transfer Dana

Penjelasan mengenai syarat dan tata cara perizinan sebagai penyelenggara transfer dana.

BAB IX Pengaturan Kompensasi Berdasarkan Prinsip Syariah


Aturan ini berlaku bagi penyelenggara yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah. Ketentuan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia.

BAB X Pemantauan

Penjelasan mengenai wewenang Bank Indonesia untuk memantau penyelenggaraan


transfer dana, serta koordinasi dengan otoritas pengawas terkait.

BAB XI Alat Bukti dan Beban Pembuktian

Penjelasan alat bukti dalam transfer dana yang merupakan alat bukti hukum yang sah. Alat
bukti itu bisa berbentuk informasi elektronik, dokumen elektronik, dan atau hasilcetak.

BAB XII Ketentuan Pidana

Aturan dan ketentuan mengenai sanksi pidana yang bisa dikenakan kepada pelanggar
undang-undang ini.

BAB XIII Ketentuan Peralihan

Penjelasan mengenai proses peralihan saat undang-undang ini berlaku, terutama ketentuan
yang harus dipenuhi penyelenggara transfer dana saat undang-undang ini berlaku.

BAB XIV Ketentuan Penutup

Penegasan bahwa ketentuan mengenai transfer dana di undang-undang lain tetap berlaku
sepanjang tak bertentangan dengan undang-undang ini.

G. Internet Piracy

Salah satu masalah dalam hukum yang berkenaan dengan e-commerce atau hukum
internet adalah rawannya bidang ini terhadap aksi pembajakan atau yang disebut dengan
“Internet Piracy”.

Yang dimaksud internet piracy atau pembajakan internet yaitu penggunaan hak milik
intelektual pihak lain yang ada dalam sistem internet untuk kepentingan dirinya sendiri dan
menggunakannya tanpa izin dari pemilik atau pemakai hak intelektual tersebut. Untuk
masalah ini, sepenuhnya sudah diatur oleh hukum dan perundang- undangan di bidang hak
milik intelektual seperti hukum dan perundang-undangan tentang hak cipta, paten merek,
trade secret.

Perlindungan Data Pribadi Pengguna Internet

UU ITE memang belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus. Namun
dalam ketentuannya, terdapat Pasal 26 ayat (1) dan penjelasannya UU 19/2016, yang
berbunyi:
Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016:

Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi


melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas
persetujuan Orang yang bersangkutan.

Penjelasan Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016:

Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu
bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai
berikut:

a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari
segala macam gangguan.

b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa
tindakan memata-matai.

c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan
pribadi dan data seseorang.

Jika terjadi penggunaan data pribadi seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan,
maka orang yang dilanggar haknya itu dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan.[1]

Patut dicatat, data pribadi penduduk tersebut wajib disimpan dan dilindungi oleh negara.[2]

Selanjutnya, tindakan cracking tersebut dapat dikatakan termasuk perbuatan dalam Pasal
30 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Atas perbuatannya, cracker dapat dijerat pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp800 juta.[3]
Tak hanya itu, tindakan cracking yang memenuhi unsur yang dimaksud dalam Pasal 32 UU
ITE, mengatur:

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun
mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik Orang lain atau milik publik.

2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun
memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada
Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

3. Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan


terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia
menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pelanggaran atas pasal tersebut dikenakan jerat hukum sebagaimana disebut dalam Pasal
48 UU ITE sebagai berikut:

1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2
miliar.

2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3
miliar.

3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5
miliar.

Anda mungkin juga menyukai