Anda di halaman 1dari 1

Nama : Ariani Septi Sabrina

Kelas : XII IPS 1

Pecel Unik

Puluhan orang mengantri di depan penjual pecel dan Aku adalah salah satunya, jalanan diramaikan oleh
para pelanggan pecel nenek yang terkenal lezat dan unik. Terlihat nenek - nenek berumur 70an dengan
senyum di pipinya mengaduk bumbu pecel sembari bercanda gurau dengan para pelanggan. Terlihat jari
tua yang renta mengembalikan uang kelebihan pembayaran sembari berterimakasih dengan ramah.

Beliau adalah Nek Imah yang terkenal karena pecelnya yang sangat lezat dan keunikannya yang hanya
menjual 42 porsi dalam sehari. Para pelanggan berharap mereka bukan orang ke 43, 44 dan seterusnya.

Sudah 3 hari berturut - turut, Aku bukan 42 pelanggan Nek Imah yang beruntung. Namun hari ini aku
diantrian depan, aku yakin hari ini Aku adalah bagian dari 42 pelanggan yang bergembira. Seperti
kebanyakan pelanggan lainnya Aku juga penasaran mengapa Nek imah hanya menjual 42 porsi.
Padahal, Beliau akan mendapatkan lebih banyak Keuntungan jika menjual sesuai dengan permintaan
pelanggan.

Pagi ini, Aku kembali menjadi pelanggan ke 43, sedih rasanya. Seperti banyak pelanggan lainnya
akhirnya Aku membeli makanan disekitar, Aku datang membeli bubur yang letaknya persis disamping
Nek Imah biasa berjualan.

Terlihat Nek Imah yang belum selesai membersihkan lapak jualannya. Sembari menyantap bubur, aku
berbincang pada Nek Imah dan menanyakan tentang 42 porsi itu "Nek, kenapa hanya 42 porsi?" tanya
ku lalu melahap sesuap bubur.

"Karena nenek hanya butuh keuntungan dari 42 porsi itu" jawab Nek Imah seraya menutup wadah
bumbu pecel yang sudah habis "Tapi jika Nenek menjual lebih banyak, akan lebih menguntung kan" kata
ku lagi "Nanti jika Nenek mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada yang nenek butuhkan,
nenek akan berharap keuntungan yang lebih besar lagi, dan akan berhenti merasa cukup. lagipula porsi
ke 43, 44 dan seterusnya adalah rezeki milik pedagang bubur, nasi goreng, mie ayam" ucapnya sambil
menggendong bakul pecel seraya tersenyum dan berpamit untuk pulang.

Aku tak bisa berkata - kata mendengar alasan beliau.

Anda mungkin juga menyukai