Anda di halaman 1dari 32

PENDAHULUAN

Kelainan paru kongenital mencakup congenital cystic adenomatoid malformation


(CCAM), emfisema lobaris kongenital, sekuestrasi bronkopulmoner, dan kista bronkogenik. 1
Kelainan kongenital biasanya dapat dideteksi pada saat prenatal (80%), neonatal atau pada
masa kanak-kanak. Sekitar 20% penderita dapat tidak menunjukkan gejala hingga usia 2
tahun.2
CCAM merupakan kasus lesi paru kongenital yang jarang terjadi. Kasus CCAM terjadi
sekitar 25% dari kasus lesi paru-paru kongenital secara keseluruhan. Angka kejadiannya
diperkirakan 1:11.000 sampai 1:35.000 angka kelahiran hidup.3 Patogenesis terbentuknya kista
paru ini masih belum dapat dipastikan meskipun beberapa literatur menyebutkan bahwa
perkembangan anomali paru ini mulai terjadi pada usia gestasi 6 sampai 8 minggu dan
ditandai dengan pertumbuhan berlebihan dari bronkiolus terminal di sistem pernapasan. Lesi
ini lebih banyak terjadi unilateral (75%).3 CCAM dapat mengenai hampir di semua lobus
paru.2,3
CCAM tidak dipengaruhi oleh ras maupun jenis kelamin meskipun angka
kejadiaannya lebih banyak mengenai anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.3,4
Sekitar 71% kasus CCAM tidak menunjukkan gejala pada saat lahir, sementara regresi
spontan telah dilaporkan dalam 76% kasus (pada trimester kedua) tanpa intervensi prenatal. 5.
Diagnosis prenatal berdasarkan pada hasil ultrasonografi dari kista paru yang hiperekoik, baik
mikrokistik maupun makrokistik. Kedua jenis lesi ini mungkin berhubungan dengan
pergeseran mediastinum, hidrops fetalis atau polihidramnion pada saat lahir.6
Tata laksana CCAM post natal dapat berupa reseksi segmental (segmentectomy) atau
lobar (lobectomy).6 Hal ini bergantung dari tipe CCAM dan masih kontroversial hingga saat
ini. Tipe CCAM juga menentukan prognosis outcome pembedahan. Joshua et all melaporkan
CCAM tipe 1 memiliki outcome yang lebih baik dibandingkan dengan tipe CCAM lainnya.
Sedangkan CCAM tipe 3 memiliki prognosis yang paling buruk karena beresiko paling tinggi
untuk terjadi hipoplasia paru.7
CCAM juga memiliki prognosis buruk bila terjadi bilateral, atau unilateral dengan
kompresi utama yang dapat menyebabkan hipoplasia paru, dan adanya hidrops fetalis terlepas

1
dari tipe CCAM yang terjadi. Mortalitas dapat terjadi sekitar 49 % pada kasus CCAM
bilateral.5 CCAM unilateral tanpa hidrops fetalis memiliki prognosis yang lebih baik.
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini untuk mengetahui terapi yang tepat dan
komplikasi yang dapat terjadi pada penderita CCAM paska pembedahan.

2
KASUS

I. IDENTIFIKASI
Seorang anak perempuan, usia 1 tahun 7 bulan, berat badan 8,0 kg, tinggi badan 72 cm,
beralamat di desa Pedamaran Ogan Komering Ilir. Dirawat di bagian PICU RSMH pada
tanggal 12 Februari 2014.
Anamnesis
 Keluhan utama: sesak nafas
 Keluhan tambahan : penurunan kesadaran, demam, batuk
 Riwayat perjalanan penyakit:
Sejak 1 minggu SMRS penderita mengeluh batuk berdahak dan pilek, demam (-),
sesak nafas (-) BAB dan BAK biasa. Penderita belum dibawa berobat. ± 3 hari SMRS,
batuk pilek masih (+), demam tinggi dan mulai tampak sesak nafas. Penderita dibawa
berobat ke puskesmas, diberi obat racikan namun keluhan tidak berkurang. ± 1 hari
SMRS penderita masih mengeluh batuk, pilek dan demam. Sesak nafas bertambah
hebat, sesak tidak dipengaruhi aktivitas, posisi dan cuaca, penderita lalu dibawa
berobat ke RS Kayu Agung dan dirujuk ke RSMH.
 Riwayat penyakit dahulu
- Sejak usia 3 bulan, penderita sering mengalami batuk dan demam yang tidak tinggi
- Usia 5 bulan penderita dirawat di RSMH selama 2 minggu dengan diagnosis
bronkopneumonia + dermatitis seboroik.
- Usia 1 tahun 3 bulan, penderita dirawat di RSUD kayu agung selama 10 hari dengan
diagnosis bronkopneumonia.
- Riwayat penurunan berat badan sejak ± 3 bulan yang lalu  berat badan tertinggi 10
kg saat usia 1 tahun
 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kontak TB disangkal.
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
 Riwayat keluarga
Penderita merupakan anak tunggal dan merupakan anak yang diinginkan

3
 Riwayat kelahiran
Penderita lahir spontan, cukup bulan, ditolong bidan, lahir langsung menangis A/S (?)
berat badan lahir 2.800 gr, ibu penderita tidak minum jamu-jamuan selama kehamilan
dan selalu kontrol teratur ke bidan
 Riwayat imunisasi
BCG (+), scar (+), DPT I, II (+) III (-), Hepatitis I, II (+) III (-), Polio I, II (+) III (-),
campak (-)
Kesan: imunisasi dasar tidak lengkap.
 Riwayat makan
- ASI : lahir hingga sekarang
- Bubur : usia 7 bulan – sekarang
- Nasi biasa : usia 1 th hingga sekarang
- Saat ini penderita makan nasi biasa frekuensi 3x/hari, ±4-5 sendok makan disertai
lauk pauk berupa ikan 1 potong kecil,telur, tahu atau tempe dan bubur tepung
beras + santan setiap pagi sebanyak ±2-3 sendok makan.
- Kesan : Kualitas dan Kuantitas cukup
 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
- Tengkurap : Usia 4 bulan
- Duduk : Usia 6 bulan
- Merangkak : Usia 6 bulan
- Berdiri : Usia 1 tahun
- Hingga saat ini penderita belum dapat berjalan sendiri
Kesan : perkembangan motorik terlambat.

II. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan Umum:
Kesadaran: GCS: E4M4V3=11, Nadi: 160x/menit (isi dan tegangan cukup),
pernapasan: 60x/menit, saturasi oksigen tanpa O2 80%, suhu: 38,2 oC.
BB: 8 kg (BB/U : -2 SD s.d -3SD Z-Score)  wasting , TB: 72 cm (TB/U : < -3SD Z-
Score)  Stunting , BB/TB : 0 SD s.d. -1SD  Gizi Baik
Kesan: stunting dan wasting

4
 Keadaan spesifik:
Kepala : NCH (+), normosefali, pupil bulat isokor,  3/3 mm, refleks cahaya +/+,
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis mukosa bibir(-)
Pemeriksaan toraks:
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Bentuk dan gerakan simetris,
Inspeksi
retraksi subkostal (+), retraksi interkostal (+)
Palpasi Stempremitus normal Stempremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Vesikuler meningkat, Vesikuler meningkat
RBK (+), RBHN (+) di RBK (+),RBHN (+) di
Auskultasi
seluruh lapangan paru, seluruh lapangan paru,
wheezing (-) wheezing (-)

Jantung : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)


Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 3 cm bawah arcus costae dan 2 cm bawah
procesus xiphoideus, teraba tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal,
lien tak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : akral pucat(+), sianosis(+),CRT<3”
Status Pubertas: M0A0

Status neurologis
Lengan kanan Lengan kiri Tungkai Kanan Tungkai kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
R/ fisiologis + normal + normal + normal + normal
R/ patologis - - - -

5
RINGKASAN DATA DASAR
Seorang anak perempuan, usia 1 tahun 7 bulan, berat badan 8,0 kg, beralamat di desa
Pedamaran Ogan Komering Ilir, dirawat di bagian PICU RSMH pada tanggal 12 Februari
2014. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sesak nafas dan keluhan tambahan penurunan
kesadaran, demam dan batuk. Sejak 1 minggu SMRS penderita mengeluh batuk dan pilek,
namun belum dibawa berobat. ± 3 hari SMRS, batuk pilek masih ada, penderita juga
mengeluh demam tinggi dan mulai tampak sesak. Penderita dibawa berobat ke puskesmas,
namun keluhan tidak berkurang. ± 1 hari SMRS penderita masih mengeluh batuk, pilek dan
demam, sesak nafas bertambah hebat, sesak tidak dipengaruhi aktivitas, posisi dan cuaca,
penderita lalu dibawa berobat ke RS Kayu Agung dan dirujuk ke RSMH. Penderita sejak dulu
sering mengalami penyakit infeksi paru berulang. Riwayat penurunan berat badan sejak ± 3
bulan yang lalu dengan berat badan tertinggi 10 kg saat usia 1 tahun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan kesadaran: GCS 11, nadi: 160x/menit
(isi dan tegangan cukup), pernapasan: 60x/menit dengan saturasi oksigen tanpa O2 80%,
suhu: 38,2oC, status gizi stunting dan wasting. Keadaan spesifik: kepala: normosefali, pupil
bulat isokor, reflek cahaya normal; thorak: simetris, retraksi (+)sc,ic; jantung: bunyi jantung I
dan II normal, murmur (-), gallop (-); paru: vesikuler meningkat, RBHN (+) di seluruh
lapangan paru, wheezing (-); abdomen: datar, lemas, hepar teraba 3x2cm, lien tidak teraba,
BU(+)normal; ekstremitas: akral hangat, sianosis(-)clubbing finger (+). Status neurologis:
dalam batas normal.

ANALISIS AWAL
Dilaporkan suatu kasus anak dengan keluhan sesak nafas berat. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan keluhan sesak nafas hebat, penurunan kesadaran, takikardi,
retraksi dinding dada, hepatomegali, disertai sianosis sirkumoral. Penderita mengalami
dekompensatio cordis yang bisa disebabkan oleh kelainan jantung ataupun kelainan paru.
Adanya riwayat sering mengalami infeksi paru berulang, tumbuh kembang yang terhambat
dan ditemukannya clubbing finger mengarah adanya suatu kelainan kongenital pada jantung
ataupun malformasi paru. Tidak ditemukannya bising jantung pada penderita ini kemungkinan
dapat menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Dari hasil pemeriksaan thorak
didapatkan suara vesikuler meningkat, ronkhi basah halus nyaring dan RBK di kedua lapangan

6
paru mengarah pada suatu pneumonia. Dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui
lebih pasti jenis kelainan paru pada penderita ini.

Masalah awal
1. Decompensatio cordis ec Bronkopneumonia
2. Anemia
3. Stunting dan wasting
4. Imunisasi dasar belum lengkap
5. Motorik delayed

Diagnosa Banding
1. Hernia diafragmatika
2. Kista pulmonal
3. Kongenital lobar empfisema
4. Pulmonary sequestration

Rencana diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, elektrolit, AGD, kultur darah, kultur
urin, fungsi tiroid
2. Rontgen thorax

Rencana terapi
1. Monitoring : tanda vital (TD, nadi, laju napas)
2. Menjelaskan kepada orang tua tentang kemungkinan penyebab sesak pada penderita
dan pemeriksaan yang akan dilakukan untuk mencari etiologi pasti.

7
FOLLOW UP

13 Februari 2013
S Sesak nafas (+) berkurang, demam (-), batuk (+)
O - SSP GCS: E4M6V3, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
- SKV HR: 120x/menit, Nadi 82x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
- S.Resp Nafas spontan (+) tidak adekuat, terpasang NCPAP dengan PEEP
6, FiO2 50%, RR 45x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (+) ic, sc minimal
Pulmo: vesikuler meningkat dikedua lapangan paru, RBK (+),
RBHN di kedua paru (+), wheezing (-)
- S.GIT Abdomen datar, lemas, hepar teraba 3x2 cm, teraba tumpul,
permukaan rata, konsistensi kenyal. Lien tak teraba. BU (+) N
- S.Inf T axilla: 38,9°C
- S.Urinarius Diuresis 1,7cc/kgBB/jam
- S.Ekstrimitas Akral pucat (+), clubbing finger (+)
- Rontgen thorak

Gambaran pneumonia
Kesan: Multiple lesi kistik besar, bentuk oval, batas tegas pada
lapangan paru kanan dan basal paru kiri.
Suspect gambaran congenital cystic adenoid malformation
(CCAM)
Saran: CT scan thorax
Laboratorium

8
(12 februari Hb 6,5 g/dl, Eritrosit 4.080.000 /mm 3, Ht 25 Vol%, Leukosit
2014) 45.100 /mm3, LED 22 mm/jam, Trombosit : 499.000 /mm3, DC :
0/0/8/58/20/0, Retikulosit: 1.2% MCV: 62,3fL, MCH: 16pg,
MCHC: 26g/dl. BSS: 98 mg/dl, Ureum : 31 mg/dL, Creatinin :
0,39 mg/dl, Ca: 7.0 mg/dL, Na: 151mEq/L, K: 5.2mEq/L,
Albumin: 2.9 CRP (+) 385 , FreeT4 0,84ng/dL (N: 0,96-1,77),
TSH:0,95µU/mL (N: 0,70-5,97)
Kesan : anemia, leukositosis, hipokalsemia, hipotiroid sekunder.
AGD  tidak ada hasil (ada bekuan darah)

A Decompensatio cordis e.c Distress pernafasan berat e.c susp Congenital Cystic
Adenomatoid Malformation dd/ hernia diaphragmatika, pulmonary sequestration +
Bronkopneumonia + Sepsis + Anemia e.c infeksi kronis dd/ anemia defisiensi Fe +
Stunting dan wasting + motorik delayed + imunisasi dasar belum lengkap

P - NCPAP dengan PEEP 6 FiO2 60%


- IVFD KAEN IB + Ca glukonas, kecepatan 25cc/jam
- Ampicillin 4x400mg
- Ceftazidim 3x400mg
- Albumin 25% 35cc
- Tranfusi PRC 2x80cc
- Furosemid 2x10mg
- Rencana USG abdomen
- Menunggu jadwal CT scan Thorax
- Pemeriksaan SI, TIBC dan ferritin
- Menunggu hasil kultur urin dan darah

14 Februari 2013
S Sesak nafas (+) berkurang, demam (+), batuk (+)
O - SSP GCS: E4M6V3, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
- SKV HR: 120x/menit, Nadi 120x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

9
- S Resp Nafas spontan (+) tidak adekuat, terpasang NCPAP dengan PEEP
6, FiO2 50%, RR 45x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (+) ic, sc minimal
Pulmo: vesikuler meningkat dikedua lapangan paru, RBK (-),
RBHN di kedua paru (+), wheezing (-)
- S GIT Abdomen datar, lemas, hepar teraba 2x1 cm , teraba tumpul,
permukaan rata, konsistensi kenyal. Lien tak teraba. BU (+) N
- S Inf T axilla: 39°C
- S Urinarius Diuresis 2cc/kgBB/jam
- Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
- Hasil konsul Lab: FreeT4 0,84ng/dL (N: 0,96-1,77), TSH:0,95µU/mL (N:
Endokrinologi 0,70-5,97)
Anak Kesan: hipotiroid sekunder
Saran : Thyrax 1x25µg
Tidak ada kontraindikasi operasi
Periksa fungsi tiroid ulang 3 minggu lagi

- Hasil USG Hepar: echogenitas menguat, tepi tajam, permukaan rata, hepar
abdomen dan USG membesar melewati pool bawah ginjal.tidak ada asites ginjal kana
thorax dan kiri normal, lien normal tidak ditemukan efusi pleura,
diafragma dalam batas normal, tidak ditemukan pericardial efusi
dari lateral ICS V-VI linea midaxillary media ditemukan 2 massa
dengan dinding tidak tegas berisi cairan
Kesan: hepatomegali, 2 pseudocyst paru kanan
A Decompensatio cordis ec distress pernafasan berat e.c susp Congenital cystic
adenomatoid malformation dd/ pulmonary sequestration + Bronkopneumonia +
Sepsis+Anemia e.c infeksi kronis dd/ anemia defisiensi Fe + Stunting dan wasting +
motorik delayed + imunisasi dasar belum lengkap+ hipotiroid sekunder

P - NCPAP dengan PEEP 6 FiO2 60%


- IVFD KAEN IB kecepatan 25cc/jam
- Ampicillin 4x400mg
- Ceftazidim 3x400mg

10
- Albumin 25% 35cc
- Thyrax 1x25µg
- Parasetamol 80mg bila T > 38C

15 Februari 2013
S Sesak nafas (+) berkurang, demam (-), batuk (+)
O - SSP GCS: E4M6V3, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
- SKV HR: 115x/menit, Nadi 115x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
- S Resp Nafas spontan (+) tidak adekuat, terpasang NCPAP dengan PEEP
6, FiO2 50%, RR 32x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (+) ic, sc minimal
Pulmo: vesikuler meningkat dikedua lapangan paru, RBK (-),
RBHN di kedua basal paru (+), wheezing (-)
- S GIT Abdomen datar, lemas, hepar teraba 2x1 cm, teraba tumpul,
permukaan rata, konsistensi kenyal. Lien tak teraba. BU (+)
Normal, timpani.
- S Inf T axilla: 38,8°C
- S Urinarius Diuresis 2,3cc/kgBB/jam
- Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
- S Neurologis dalam batas normal
- Hasil konsul Ross Skor : 9
Kardiologi Anak Kesan: decompensatio cordis moderate
echocardiografi: Normal Heart (tidak ada kelainan intrakardiac)
saran: furosemid 2x8mg, KCl 3x200mg, stop pemberian furosemid
dan KCl bila tanda dcomp hilang.
- Hasil Konsul Hasil GDT  Kesan : anemia defisiensi besi dan anemia infeksi
Hemato Onkologi kronis. Tidak ditemukan sel muda

Anak Saran: atasi infeksi secara adekuat, tranfusi PRC, target Hb 10


jika infeksi teratasi, berikan terapi Fe elemental
Hasil pemeriksaan laboratorium post tranfusi PRC dan koreksi elektrolit serta albumin
Hb: 9,3 Leukosit 13.100 /mm3 trombosit: 440.000, DC: 0/0/0/79/15/6

11
Albumin: 3,5g/dL Ca: 8,8mg/dL Na: 142mEq/L
A Decompensatio cordis ec distress pernafasan berat e.c susp Congenital cystic
adenomatoid malformation dd/ pulmonary sequestration + Bronkopneumonia
+Anemia e.c infeksi kronis + anemia defisiensi Fe + Stunting dan wasting + motorik
delayed + imunisasi dasar belum lengkap + hipotiroid sekunder

P - Weaning CPAP  O2 sungkup 4 lt/menit


- IVFD KAEN IB kecepatan 25cc/jam
- Ampicillin 4x400mg
- Ceftazidim 3x400mg
- Furosemid 2x10mg
- KCl 3x200mg
- Thyrax 1x25µg
- Susu 8x50cc via NGT
- CT scan Thorax dengan kontras

17 Februari 2014
S Sesak nafas (+) berkurang,sekret (+) demam (-), batuk (+)
O SSP GCS: E4M6V3, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
SKV HR: 110x/menit, Nadi 110x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
S Resp Nafas spontan (+) tidak adekuat, terpasang NCPAP dengan PEEP
6, FiO2 50%, RR 45x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (+) ic, sc minimal
Pulmo: vesikuler meningkat dikedua lapangan paru, RBK (-),
RBHN di kedua basal paru (+), wheezing (-)
S GIT Abdomen datar, lemas, hepar teraba 1x1 cm, teraba tumpul,
permukaan rata, konsistensi kenyal. Lien tak teraba. BU (+) N
S Inf T axilla: 36,9°C
S Urinarius Diuresis 2,3cc/kgBB/jam
Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
S Neurologis Dalam batas normal

12
- Hasil pemeriksaan kultur swab trakea didapatkan Enterobacter hafniae sensitif
terhadap Amikasin,cefepime,sulbactam/cefoperazone,meropenem,levofloxacin dan
resisten terhadap ceftazidime
- Hasil CT Scan Toraks didapatkan kesan infiltrat pada kedua lapangan paru disertai
multipel lesi kistik yang berisi udara, multilobulated, non uniform, berdinding tipis
pada lobus atas (segmen 3), lobus bawah (segmen 6), paru kanan dan lobus bawah
(segmen 9-10;uk 3,9x3,5 cm), paru kiri serta lesi kistik berdinding tebal, multilobulated
dengan air fluid level pada lobus tengah segmen 4, lobus bawah (segmen 8-9) paru
kanan. Gambaran Infected Cystic Adenomatoid Malformation Type 1
A Distress pernafasan e.c Congenital cystic adenomatoid malformation Type 1 +
Bronkopneumonia +Anemia e.c infeksi kronis + anemia defisiensi Fe + Stunting dan
wasting + motorik delayed + imunisasi dasar belum lengkap + hipotiroid sekunder
P - O2 sungkup 4l/menit
- IVFD KAEN IB kecepatan 25cc/jam
- Amikasin 2x60 mg
- Furosemid 2x10mg
- KCl 3x200mg
- Thyrax 1x25µg
- Susu SGM II 8x 100cc via NGT
- Konsul bedah thorax

24 Februari 2014
S Sesak nafas (+) berkurang,demam (-), batuk (+)
O SSP GCS: E4M6V5, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
SKV HR: 112x/menit, Nadi 112x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
S Resp Nafas spontan (+) adekuat, terpasang O2 nasal 1 lt/m, RR
30x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (+) ic
Pulmo: vesikuler meningkat dikedua lapangan paru, Rhonki (-),
wheezing (-)
S GIT Abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba. BU (+) N

13
S Inf T axilla: 36,8°C
S Urinarius Diuresis 2,2 cc/kgBB/jam
Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
S Neurologis Dalam batas normal
A Tidak ditemukan lagi tanda-tanda decompensatio cordis  decompensatio + BP selesai
Klinis perbaikan sehingga direncanakan pindah ke bangsal sementara menunggu
jadwal operasi
P - O2 nasal 1 lt/menit
- IVFD KAEN IB kecepatan 25cc/jam
- Amikasin 2x60 mg
- Cefoperazone 3x250mg
- Susu SGM II 8x 100cc via NGT
- Chest fisioterapi
- Thyrax 1x25µg
- Pindah bangsal anak

3 Maret 2014
S Post operasi dekortikasi pulmo lobus sinistra anak telah terekstubasi
O SSP GCS: E3M5V3, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
SKV HR: 116x/menit, Nadi 116x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
S Resp Nafas spontan (+)adekuat, terpasang O2 nasal 2 lt/m, RR
26x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (-) terpasang drainase(+)
Pulmo: vesikuler meningkat dikedua lapangan paru, Rhonki (-),
wheezing (-)
S GIT Abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba. BU (+) N
S Inf T axilla: 37,2 °C
S Urinarius Diuresis 2,4 cc/kgBB/jam
Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
S Neurologis Dalam batas normal

14
Lab : Hb: 9,0 g/dL, Leukosit 18.700 /mm3 trombosit: 567.000, DC: 0/1/0/70/14/15
Albumin: 3,9g/dL Ca: 8,6mg/dL Na: 139 mEq/L K: 3,8 mEq/L CRP (+)58
pH: 7,346 pCO2 63,7mmHg HCO3 35,2 mmol/L BEe 9,3mmol/L
Ro Thorax post dekortikasi

A Dilakukan dekortikasi pulmo lobus inferior paru sinistra karena didapatkan


perlengketan pada lobus inferior paru sinistra. Dipasang 1 buah selang chest tube agar
paru kiri dapat mengembang maksimal. Dilakukan pemeriksaan histopatologi pada
jaringan pleura paru sinistra dan direncanakan operasi segmentectomi lobus dextra 1
minggu kemudian.
Congenital cystic adenomatoid malformation post op dekortikasi lobus inferior paru
sinistra+ anemia defisiensi Fe + Stunting dan wasting + motorik delayed + imunisasi
dasar belum lengkap + hipotiroid sekunder
P - O2 nasal 1 lt/menit
- IVFD KAEN IB kecepatan 25cc/jam
- Amikasin 2x60 mg
- Cefoperazone 3x250mg
- Susu SGM II 8x 100cc via NGT

15
- Thyrax 1x25µg

4 Maret 2014
S Sesak (-), demam (-)
O SSP GCS: E4M6V5, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
SKV HR: 116x/menit, Nadi 116x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
S Resp Nafas spontan (+)adekuat, terpasang O2 nasal 2 lt/m, RR
26x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (-) terpasang drainase(+)
Pulmo: vesikuler meningkat dikedua lapangan paru, rhonki (-),
wheezing (-)
S GIT Abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba. BU (+) Normal
S Inf T axilla: 37,2 °C
S Urinarius Diuresis 2,4 cc/kgBB/jam
Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
S Neurologis Dalam batas normal
A Klinis perbaikan sehingga direncanakan untuk pindah bangsal sambil menunggu hasil
PA dan jadwal operasi selanjutnya.
Congenital cystic adenomatoid malformation post op dekortikasi lobus inferior paru
sinistra + +Anemia e.c infeksi kronis + anemia defisiensi Fe + Stunting dan wasting +
motorik delayed + imunisasi dasar belum lengkap
P - O2 nasal 1 lt/menit
- IVFD KAEN IB kecepatan 25cc/jam
- Amikasin 2x60 mg
- Cefoperazone 3x250mg
- Susu SGM II 8x 100cc via NGT
- Thyrax 1x25µg
- Pindah bangsal

8 Maret 2014

16
S Sesak (-), demam (-)
O SSP GCS: E4M6V5, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
SKV HR: 106x/menit, Nadi 106x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
S Resp Nafas spontan (+)adekuat, RR 26 x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (-)
Pulmo: vesikuler (+)N , rhonki (-), wheezing (-)
S GIT Abdomen datar, lemas, hepar tidak teraba,Lien tak teraba. BU(+)N
S Inf T axilla: 37,2 °C
S Urinarius Diuresis 2,4 cc/kgBB/jam
Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
S Neurologis Dalam batas normal
A Dilakukan pelepasan selang chest tube dan perawatan luka
Hasil PA : lesi kistik jinak pada bagian pleura kiri
Congenital cystic adenomatoid malformation post op dekortikasi lobus inferior paru
sinistra + Anemia e.c infeksi kronis + anemia defisiensi Fe + Stunting dan wasting +
motorik delayed + imunisasi dasar belum lengkap
P - O2 nasal 1 lt/menit
- Susu SGM II 8x 100cc via NGT
- Thyrax 1x25µg
- Menunggu jadwal operasi selanjutnya  tgl 12/4/2014

12 Maret 2014
S Post operasi segmentectomi lobus medius paru dextra per laparotomi, anak belum sadar
penuh
O SSP GCS: E3M5V4, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
SKV HR: 116x/menit, Nadi 116x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
S Resp Nafas spontan (+)adekuat, terpasang O2 sungkup 5 lt/m, RR
38x/menit, saturasi O2: 97%

17
Thorax: simetris, retraksi (+)ic terpasang drainase(+)
Pulmo: vesikuler menurun di hemothorax dextra, rhonki (-),
wheezing (-)
S GIT Abdomen datar, lemas,hepar tidak teraba,lien tak teraba,BU (+) N
S Inf T axilla: 37 °C
S Urinarius Diuresis 2 cc/kgBB/jam
Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
S Neurologis Dalam batas normal
A Didapatkan 2 buah kista di lobus medius paru dextra dan dilakukan segmentectomi
lobus medius dan dipasang selang chest tube
Congenital cystic adenomatoid malformation post segmentectomi lobus medius paru
dextra+Anemia e.c infeksi kronis + Stunting dan wasting + motorik delayed +
imunisasi dasar belum lengkap + hipotiroid sekunder
P - O2 nasal 1 lt/menit
- IVFD Kaen 3A kecepatan 20cc/jam
- Amikasin 2x60 mg
- Thyrax 1x25µg
- Cek laboratorium post operasi + Ro thorax ulang

13 Maret 2014
S Sesak (-), demam (-), pucat (+)
O SSP GCS: E4M6V5, pupil bulat, isokor Ø 3mm-3mm, RC +/+ normal
SKV HR: 102x/menit, Nadi 102x/menit (i/t cukup) CRT<2detik
Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
S Resp Nafas spontan (+)adekuat, terpasang O2 nasal 2 lt/m, RR 24
x/menit, saturasi O2: 98%
Thorax: simetris, retraksi (-) terpasang drainase(+)
Pulmo: vesikuler meningkat dikedua lapangan paru, rhonki (-),
wheezing (-)
S GIT Abdomen datar, lemas, hepar dan lien tak teraba. BU (+) Normal
S Inf T axilla: 37 °C
S Urinarius Diuresis 2,1 cc/kgBB/jam

18
Ekstremitas Akral pucat (-), clubbing finger (+)
S Neurologis Dalam batas normal
Lab : Hb: 7,8 g/dL, Leukosit 10.000 /mm3 trombosit: 442.000, DC: 0/5/0/63/23/9
Albumin: 3,4 g/dL Ca: 8,5 mg/dL Na: 134 mEq/L K: 4,6 mEq/L CRP (-)<5
pH: 7,378 pCO2 44,4 mmHg HCO3 26,3 mmol/L BEe 1,0 mmol/L
Ro post segementectomi:

Congenital cystic adenomatoid malformation post operasi segmentectomi lobus medius


A paru dextra + Anemia e.c perdarahan + Stunting dan wasting + motorik delayed +
imunisasi dasar belum lengkap + hipotiroid sekunder
P - O2 nasal 2 lt/menit
- IVFD KAEN 3A kecepatan 20 cc/jam
- Amikasin 2x60 mg
- Thyrax 1x25µg
- Rencana tranfusi PRC 1x 80cc
- Susu SGM II 8x 100cc via NGT
- Rencana pindah bangsal

19
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Congenital Cystic Adenomatoid Malformation (CCAM) adalah pertumbuhan jaringan paru
berbentuk multikistik yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan struktur bronkhial
terminal yang dapat membentuk kista berisi cairan, jaringan tidak berfungsi sebagai jaringan
paru normal.7 Etiologi kelainan ini masih belum diketahui secara pasti. Malformasi ini
ditandai oleh ditandai dengan berkurangnya jumlah alveoli yang normal, proliferasi yang
berlebihan dan dilatasi kistik dari bronkiolus terminal .

Epidemiologi
Angka kejadian CCAM termasuk kasus yang jarang terjadi. Insiden kelainan congenital paru
1-4:100.000 kelahiran, dengan kejadian CCAM antara 1:11.000 dan 1:35.000 kelahiran hidup.
CCAM tidak dipengaruhi oleh ras maupun jenis kelamin. Meskipun kasus CCAM lebih
banyak dijumpai pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. CCAM biasanya
diidentifikasi sebelum lahir oleh pemeriksaan ultrasonografi rutin pada usia gestasi minggu ke
20-28. Sebagian besar kasus postnatal diidentifikasi pada bayi baru lahir sebagai temuan
insidental atau sekunder terhadap adanya infeksi paru berulang. Tidak ada pengaruh genetik
sebagai faktor pencetus CCAM yang pernah dilaporkan.

Klasifikasi
Klasifikasi untuk lesi kongenital kista paru sampai saat ini belum jelas. Meskipun laporan
pertama tentang malformasi kongenital kista adenomatoid terjadi pada tahun 1949.
Nomenklatur atau tata nama untuk lesi kongenital kista paru telah berkembang dari waktu-ke
waktu.Klasifikasi terbaru menurut Langston tahun 2003, berdasarkan malformasi
bronkopulmonar antara lain: Malformasi congenital kista adenomatoid (CCAM), kista
bronkhogenik, extralobar sequestration dan atresia bronkus.5 Klasifikasi CCAM berdasarkan
ukuran kista dan gambaran histology yang ditemukan pada lesi, dibagi atas beberapa tipe,
yaitu tipe 0, I, II, III dan tipe IV.1,3,5
1. Tipe 0

20
Termasuk kasus yang sangat jarang terjadi. Tersusun dari struktur yang mirip jaringan
bronkhial dan dibatsi oleh jaringan mesenkim. Tipe ini sangat jarang untuk dapat
bertahan hidup.

2. Tipe I
Tipe I (50%) adalah makrokistik dan terdiri dari satu atau beberapa kista yang berdiameter
> 2 cm dengan epitel silia pseudostretified. Dinding kista terdiri dari sel otot polos dan
jaringan elastis. Satu dari tiga kasus mempunyai sel yang mensekresi mukus. Jaringan
kartilago jarang ditemukan.3
Tipe I mempunyai prognosis yang baik. 2,3 Tipe I ini dapat diidentifikasi pada saat antenatal
atau dapat ditemukan di awal masa bayi.1,9,10 Dengan ukuran kista yang besar, terdapat air
trapping dan pergeseran mediastinum, sehingga menimbulkan gangguan pernapasan pada
bayi baru lahir. Dalam kasus ekstrim, terdapat hubungan antara hipoplasia paru dan
hipertensi pulmonal yang terjadi sebagai akibat dari efek massa lesi kista yang besar.5

3. Tipe II
Tipe II (40%) adalah mikrokistik dan terdiri dari multiple kista kecil yang berukuran ≤ 2 cm
dengan gambaran histology yang sama dengan tipe I. Tipe II ini berhubungan dengan kelainan
kongenital yang lainnya dan mempunyai prognosis yang buruk.2,3
Sebagian besar, tipe ini terjadi sebagai akibat dari obstruksi jalan napas selama
pengembangan. Lesi ini menunjukkan penggantian daerah distal pada parenkim paru dengan
micro-cystic maldevelopment.5

21
4. Tipe III
Tipe III (<10%), lesi adalah solid dengan struktur yang menyerupai bronkiolus dengan
gambaran histology berupa epitel kuboid bersilia dan terpisah oleh area epitel kuboid
nonsilia. Lesi ini mempunyai prognosis yang lebih buruk dan dapat menyebabkan
kematian.3,6

5. Tipe IV
Merupakan tipe CCAM dengan ukuran kista yang paling besar yang menutupi paru dan
berbentuk flat. Memiliki prognosis yang baik.

22
Manifestasi Klinis
Seiring dengan meningkatnya teknologi dalam penggunaan ultrasonografi dalam kehamilan,
sebagian besar kasus CCAM prenatal telah dapat dideteksi. Sekitar 80-85% kasus CCAM
memperlihatkan gejala pada 2 tahun pertama kehidupan.9 CCAM pada umumnya memiliki
gejala klinis distress pernafasan yang disebabkan massa kistik paru yang makin membesar
sehingga menekan (kompresi) jaringan paru fungsional disekitarnya dan dapat terjadi
pergeseran mediastinum. Batuk, demam, dan infeksi paru berulang merupakan keluhan yang
paling sering ditemui dikarenakan kompresi bronkial dan ketidakmampuan untuk sekresi..
Manifestasi klinis CCAM juga mempunyai kaitan dengan tipe CCAM. Pada CCAM tipe 2
biasanya sering ditemukan dengan kelainan kongenital lainnya (56%) sedangkan CCAM tipe
3 kebanyakan berkaitan dengan hipoplasia segmen paru. Pemeriksaan fisik yang biasanya
ditemui yaitu takipnea, tanda pneumothorak (deviasi trakea, pergeseran mediastinum, suara
jantung menjauh, vesikuler menurun), sianosis,dan retraksi.

23
Patofisiologi
CCAM mnerupakan anomali perkembangan paru yang diperkirakan terjadi pada awal
perkembangan janin paru sekitar minggu kelima atau minggu kedelapan kehamilan. Hal ini
diduga bahwa terdapat gangguan dalam pematangan paru janin normal yang disebabkan oleh
atresia bronkial utama atau kegagalan segmentasi jaringan paru. Hal ini menyebabkan
terbentuknya jaringan bronkopulmonalis displastik yaitu terdiri dari struktur bronkhiolus yang
belum dilapisi oleh lapisan paru. Morfologi abnormal dari jaringan paru displastik yang
memungkinkan dapat dilihat dari USG janin yang membedakan dengan struktur jaringan paru
fungsional.
Pembentukan jaringan paru displastik membentuk suatu kista yang besar yang dapat
menyebabkan hipoplasi paru atau agenesis paru pada janin. Ukuran kista yang besar dapat
menyebabkan pergeseran mediastinum yang dapat memberi tekanan pada jantung dan
menghambat vena cava inferior. Hal inilah yang dapat memacu terbentuknya hidrops non
imun pada janin. Polihidroamnion juga dapat terjadi akibat dari kompresi dari esofagus janin.

Diagnosis Banding
1. Hernia diafragmatika
Untuk dapat membedakan CCAM dengan hernia diafragmatika yaitu dengan pemeriksaan
USG dimana didapatkan tidak ditemukannya gambaran isi abdomen pada rongga toraks atau
tidak ditemukannya gambaran segmen liver melewati diafragma.

2. Bronchopulmonary sequestration (BPS)


Terdapat 5 perbedaan dasar yang membedakan CCAM dengan BPS berdasarkan level
embriologi dan histologi yang dapat dilihat pada tabel 1.

24
3. Sekuestrasi pulmonal
Merupakan kelainan yang ditandai dengan adanya massa jaringan paru immatur yang tidak
berhubungan dengan kelainan di segmen bronkial. Merupakan massa solid di rongga thorak.
Pemeriksaan menggunakan USG Doppler berwarna sangat bergunan untuk membedakannya
dengan CCAM dikarenakan pada CCAM aliran darahnya disupplai dari arteri pulmonal
sedangkan pada sekuestrasi pulmonal menerima aliran darah dari aorta.

4. Kista bronkogenik
Merupakan kista yang paling sering ditemukan pada paru dan jarang bermanifestasi pada masa
neonatus. Kista ini biasanya ditemukan di daerah mediastinum dekat carina, dan biasanya
berukuran kecil dan berbentuk oval. Kista bronkogenik menyebabkan penekanan jalan nafas
sehingga menyebabkan ateletaksis atau empisema.

Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks diguakan sebagai langkah awal untuk menegakkan diagnosis,
diagnosis banding dan evaluasi pengobatan kista paru kongenital postnatal. Pada kasus yang
asimptomatik diagnosis banyak didapat setelah dilakukan foto thoraks.4
Pada foto thoraks akan terlihat bayangan transulen pada bayi baru lahir, tetapi masih harus
dipikirkan hernia diafragmatika congenital terutama pada kasus-kasus dengan gambaran
radiologis kista multiple dimana terdapat gambaran lesi multikistik yang dapat menyerupai gas

25
dan cairan usus yang berada di dalam rongga thoraks. Pada hernia diafragmatika kongenital
akan terlihat gambaran usus pada hemitorak kiri dan pendorongan struktur mediastinum ke
sisi kanan. Bila ada keraguan maka dilakukan pemeriksaan radiologi dengan kontras barium
meal dan colon inloop untuk melihat adakah bagian traktus gastrointestinal yang masuk ke
rongga hemithorak.4

Gambar: Foto thorax CCAM


Sumber: Mary Jane B, Carias, Marissa Orilaza. Congenital cystic adenomatoid malformation
with associated cardiac anomalies. Phil Heart Center J 2007;13(2):161-167

2. Pemeriksaan ultrasonografi
Deteksi CCAM telah dapat dilakukan pada masa antenatal dengan menggunakan USG
Doppler. Waktu terbaik pada usia gestasi 28 minggu, karena pada usia ini merupakan puncak
pertumbuhan CCAM, dan akan mengalami regresi pada usia gestasi 29 minggu. Pemeriksaan
USG memperlihatkan ukuran dan bentuk serta gambaran kista mikrokistik, makrokistik atau
solid.1
Menurut laporan Adzick et. al di pertengahan tahun 1980-an dan akhir tahun 1990-an.
Pemeriksaan USG dapat memperlihatkan bahwa tipe makrokistik (tipe I) cenderung tetap atau
berubah pada akhir kehamilan, sedangkan tipe mikrokistik (tipe II) cenderung mengecil.5

3. Pemeriksaan CT–scan dan MRI


Meskipun telah dilakukan pengamatan rutin selama masa antenatal, ketika ditemukan adanya
kelainan kista paru maka diagnosis pasti sulit untuk ditegakkan. Pada saat ini dengan
pemeriksaan CT-Scan dan MRI dapat membantu menegakkan diagnosis. CT-Scan

26
memberikan gambaran morfologi, lokasi dan isi kista yang lebih baik, berupa gambaran massa
berdensitas cairan atau jaringan lunak dengan dinding tipis yang licin atau berdungkul-
dungkul atau jaringan yang solid. Pemeriksaan dengan MRI memberikan resolusi dan gambar
potongan sagital yang lebih baik, dan dapat membantu dalam membuat diagnosis yang lebih
akurat.3,5

4. Pemeriksaan patologi anatomi


Diagnosis pasti didapatkan dari pemeriksaan patologi anatomi, yang dapat membedakan tipe
dari CCAM.5

Tatalaksana
Pada umumnya dilakukan tata laksana bila sudah bermanifestasi klinis. Saat gejala klinis
berkembang secara progresif, angka kematian akan semakin meningkat. Identifikasi awal
sangat menentukan prognosis. Telah banyak dilakukan penelitian untuk melakukan upaya
pembedahan pada kasus CCAM. Lobectomi merupakan upaya pembedahan yang paling
dianjurkan untuk saat ini dikarenakan memungkinkan untuk menentukan batas antara CCAM
dengan parenkim normal secara langsung. Sedangkan tindakan segmentectomi diteliti sering
menghasilkan reseksi yang tidak sempurna, dapat menyebabkan bula yang persisten sehingga
membutuhkan tindakan lobektomi pada akhirnya. Namun dibutuhlan beberapa pertimbangan
untuk mengambil langkah tindakan pembedahan yang tepat berkaitan dengan tipe CCAM dan
lokasinya (unilateral atau bilateral)

Tindakan operasi yang dilakukan diantaranya :


1. Thorakotomie
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa thorakotomie dianggap tindakan operasi
pembedahan dengan komplikasi tinggi karena dapat menyebabkan pneumothoraks, infeksi,
perdarahan, ateletaksis.
2. Lobektomie
Merupakan tindakan pengangkatan satu lobus salah satu paru-paru. Paru kanan memiliki tiga
lobus : lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Sedangkan paru kiri hanya memiliki 2
lobus yaitu lobus superior dan inferior.

27
3. Segmentectomi
Pada prinsipnya, tindakan pembedahan diharapkan dapat dilakukan reseksi tumor atau kista
secara komplit yaitu dengan thorakotomi ataupun lobektomi. Tindakan pembedahan
segmentectomi ini dilakukan bila faal paru tidak cukup optimal untuk dilakukan lobektomi.

28
Prognosis
Untuk menentukan prognosis sangat ditentukan oleh tipe CCAM, adanya kelainan kongenital
lainnya yang menyertai, ada atau tidaknya hidrops fetalis, dan resiko terjadinya hipoplasia
pulmonal berdasarkan derajat residual kompresi paru. Pada bayi yang tidak disertai hidrop
fetalis, angka kelangsungan hidup post operasi dilaporkan hampir mencapai 100%. Pada bayi
dengan hidrop fetalis yang telah dilakukan intervensi torakosintesis pada masa prenatal, angka
kelangsungan hidup mencapai 80%.Angka kelangsungan hidup pada bayi dengan CCAM tipe
1 yang tidak dilakukan intervensi pembedahan pada umumnya mencapai 60%

29
ANALISIS KASUS

Telah dilaporkan seorang anak perempuan, usia 1 tahun 7 bulan, berat badan 8 kg,
dengan keluhan sesak nafas, dirawat di PICU sejak tanggal 12 februari 2014 dengan diagnosis
Decompensatio cordis ec distress pernafasan berat e.c Congenital cystic adenomatoid
malformation dan Bronkopneumonia.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas, demam dan infeksi paru berulang.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan laju pernafasan 60x/menit, takikardi, hepatomegali, dan
pada pemeriksaan thorax didapatkan suara vesikuler meningkat, ronkhi basah halus nyaring
dan RBK di kedua lapangan paru, bunyi jantung I dan II normal, tanpa bising jantung.
Dipikirkan adanya decompensatio cordis disebabkan oleh karena adanya kelainan paru. Dari
pemeriksaan penunjang rontgen thorax, tampak gambaran pneumonia, multiple lesi kistik
besar, bentuk oval, batas tegas pada lapangan paru kanan dan basal paru kiri. Didapatkan
kesan suspect gambaran congenital cystic adenoid malformation (CCAM) dan disarankan
untuk dilakukan CT scan thorax.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi stunting dan wasting yang memberikan
gambaran adanya suatu penyakit kronis yang mempengaruhi tumbuh kembangnya. Penderita
juga mengalami motorik delayed yang disebabkan karena penderita sering mengalami sakit
dan riwayat dirawat inap dikarenakan infeksi paru berulang sehingga penderita lebih banyak
berbaring dan mudah lelah. Imunisasi dasar yang tidak lengkap juga disebabkan karena
penderitas sering sakit sehingga pemberian imunisasi sering ditunda. Hal ini memperkuat
dugaan adanya kelainan paru kongenital yang mendasarinya.
Pada pemeriksaan CT scan thorax didapatkan kesan gambaran infected adenomatoid
malformation type 1. Berdasarkan literatur, pada CCAM tipe 1 memiliki prognosis outcome
yang lebih baik dibandingkan tipe CCAM lainnya.(level of evidence II) bila dilakukan
intervensi. Tatalaksana pada penderita CCAM adalah pembedahan yang diindikasikan pada
semua bayi atau anak yang menunjukkan gejala. Pada penderita ini masih dipertimbangkan
untuk dilakukan pembedahan mengingat kista terdapat pada kedua hemithorax, multiple,
besarnya ukuran kista, dan infeksi pada kedua paru, sehingga jika dilakukan tindakan
lobektomi akan sangat mempengaruhi fungsi pernafasan dan mungkin dapat mengakibatkan

30
kematian. Namun apabila tindakan pembedahan tidak dilakukan, penderita berisiko
mengalami infeksi berulang yang ditimbulkan akibat adanya kista sehingga akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengalami komplikasi berupa
rupturnya kista yang dapat menyebabkan kematian.
Pertimbangan pembedahan yang dilakukan yaitu untuk mengoptimalkan
pengembangan kedua paru. Pada penderita ini terjadi di kedua hemithorak sehingga
menyulitkan tatalaksana. Dilakukan tindakan dekortikasi pada hemithorak sinistra pada
awalnya karena didapatkan perlengketan sehingga menyulitkan untuk dilakukannya tindakan
segmentectomi. Tindakan dekortikasi bertujuan untuk mengoptimalkan pengembangan paru
kiri. Segmentectomi tidak dapat dilakukan karena adanya perlengketan yang mungkin
disebabkan oleh infeksi paru berulang.
Selanjutnya direncanakan untuk dilakukan segmentectomi pada hemithorak dextra
seminggu kemudian agar memberi waktu untuk paru kiri dapat mengembang lebih optimal
sehingga saat dilakukan tindakan segmentectomi pada paru kanan dapat memberikan suplai
oksigen yang lebih optimal. Pertimbangan dilakukan segmentectomi pada penderita ini karena
kistanya bilateral dan multikista sehingga dikhawatirkan bila dilakukan reseksi komplit
dengan lobektomi dapat mempengaruhi faal paru keseluruhan pada akhirnya. Mengingat
komplikasi yang tinggi yang mungkin dapat terjadi bila dilakukan reseksi komplit yang
mungkin akan meningkatkan kemungkinan mortalitas pada penderita ini.
Penderita ini seharusnya memiliki prognosis yang baik karena memiliki jenis CCAM
tipe 1 namun dikarenakan terjadi bilateral, multikistik dan adanya infeksi paru sehingga
memperburuk prognosisnya.

PENUTUP
Terima kasih saya sampaikan kepada Kepala Bagian IKA, Ketua Program Studi IKA
dan khususnya supervisor sub bagian Pediatrik Intensive Care, dr. Silvia Triratna, SpA(K);
sub bagian Respirologi dr KH Yangtjik,SpA(K) dan dr Fifi Sofiah,SpA, sub bagian Bedah
Thorak, dr Bermansyah,SpB,SpB(K)TKV, sub bagian Radiologi dr. SNA Ratnasari Devi ES,
SpRad, yang telah membimbing saya sehingga laporan kasus ini dapat diajukan.

31
32

Anda mungkin juga menyukai