13 Pengendalian Hama Riau - Hery Widyanto - Rev OK-tika
13 Pengendalian Hama Riau - Hery Widyanto - Rev OK-tika
195
Hery Widyanto et al.
PENDAHULUAN
196
Pengendalian Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros Linn.)
2010 (Ditjenbun, 2010). Dari total luas lahan kelapa sawit di atas, provinsi Riau memiliki
luas lahan kelapa sawit terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 2.103.175 ha dengan produksi
CPO sebesar 6,2 juta ton (Disbun Prov Riau, 2011 dalam Syahza, 2012). Total produksi
CPO tersebut di atas, menjadikan kelapa sawit merupakan komoditas non migas yang
memiliki nilai ekspor tertinggi di Provinsi Riau, yaitu sekitar 66,6 % dari nilai total ekspor
non migas Riau periode Januari – September 2012 (BPS Provinsi Riau, 2012).
Tantangan dari peningkatan luas perkebunan kelapa sawit selain keterbatasan lahan
yang tersedia juga adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), khususnya
hama. Meningkatnya pemakaian lahan secara besar-besaran untuk penanaman kelapa
sawit di Indonesia menambah jumlah lahan monokultur yang menguntungkan bagi
perkembangan hama. Hal tersebut terjadi karena pakan terus menerus tersedia sehingga
menunjang keberlangsungan hidup hama (Siahaan, 2014). Kelapa sawit dapat diserang
oleh berbagai hama dan penyakit tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun
pertanaman. Salah satu hama utama pada kelapa sawit adalah hama kumbang tanduk
(Oryctes rhinoceros).
197
Hery Widyanto et al.
Perlakuan model perangkap yang diuji meliputi: (a) model perangkap yang
memiliki 4 sisi penahan dan tidak dicat, (b) model perangkap yang memiliki 4 sisi
penahan dan dicat kuning, (c) model perangkap yang memiliki 2 sisi penahan dan tidak di
cat, dan (d) model perangkap yang memiliki 2 sisi penahan dan dicat kuning (Gambar 1).
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1. Model perangkap kumbang tanduk yang diuji pada tanaman kelapa sawit.
198
Pengendalian Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros Linn.)
perangkap dilakukan dengan cara digantungkan pada tiang yang lebih tinggi dari tajuk
tanaman kelapa sawit (Gambar 3).
199
Hery Widyanto et al.
Hasil pengamatan kumbang tanduk yang terperangkap dapat dilihat pada Gambar
4. Dari pengamatan selama 2 bulan (April s.d. Mei 2014) menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata diantara keempat perlakuan yang diuji, jumlah kumbang terperangkap yang
terbanyak didapatkan pada perlakuan model perangkap A yaitu sebesar 4,3 ekor/bln,
kemudian secara berturut-turut jumlah kumbang yang terperangkap pada perangkap
model B, D dan C sebesar 3,5; 3,5 dan 3,2 ekor/bln.
200
Pengendalian Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros Linn.)
Model perangkap A dan B yang memiliki empat sisi penahan (lempengan seng)
lebih baik dalam memerangkap hama kumbang tanduk dibandingkan dengan perangkap C
dan D yang memiliki dua sisi penahan (dengan nilai rata-rata 3,9 berbanding 3,35), hal
ini dikarenakan model perangkap yang memiliki empat sisi penahan dapat menahan
datangnya kumbang tanduk dari segala arah yang menuju ke dalam perangkap sehingga
kumbang yang datang akan membentur lempengan seng dan masuk ke dalam ember
penampung, sedangkan perangkap yang hanya memiliki dua sisi penghalang hanya dapat
menahan kumbang yang datang dari dua arah yaitu depan dan belakang sisi penghalang.
Pemberian warna pada perangkap tidak berpengaruh pada banyaknya kumbang yang
terperangkap, hal ini dapat dilihat pada perangkap yang memiliki bentuk yang sama (A
dengan B dan C dengan D), pada perangkap A yang tidak di beri warna jumlah kumbang
yang terperangkap lebih besar daripada perangkap B yang diberi warna kuning (4,3
berbanding 3,5) sedangkan pada bentuk perangkap yang kedua menunjukkan hasil yang
sebaliknya dimana perangkap C yang tidak di beri warna, jumlah kumbang yang
terperangkap lebih sedikit dari perangkap D yang diberi warna (3,2 berbanding 3,5). Hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Santi, et al., (2008) yang menyatakan bahwa
warna perangkap tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil tangkapan dan sex ratio O.
rhinoceros. Selain itu, sifat dari kumbang yang aktif pada saat senja sampai malam hari
menyebabkan tidak ada pengaruhnya pemberian warna terhadap jumlah kumbang yang
terperangkap, dimana pada saat itu pantulan dari cahaya matahari sudah tidak efektif
dalam memancing kumbang tanduk untuk mendekat. Siahaan (2014) mengatakan
kumbang O. rhinoceros terbang dari tempat persembunyiannya menjelang senja sampai
agak malam (sampai dengan pkl. 21.00 WIB), dan jarang dijumpai pada waktu larut
malam.
Perlakuan tinggi perangkap dilakukan pada bulan Juni 2014. Hasil pengamatan
menunjukkan pada perangkap dengan tinggi 4,5 meter dapat memerangkap kumbang
tanduk terbanyak rata-rata 1,5 ekor/bln, kemudian diikuti berturut-turut pemasangan
perangkap dengan tinggi 1,5 dan 3 meter masing-masing 1 dan 0,5 ekor kumbang tanduk
per bulan Gambar 5.
201
Hery Widyanto et al.
Gambar 5. Jumlah kumbang yang terperangkap pada setiap perlakuan tinggi perangkap.
Pemasangan perangkap pada ketinggian 4,5 meter lebih baik dibandingkan pada
ketinggian 1,5 dan 3 meter dikarenakan pada ketinggian tersebut didukung oleh faktor
lingkungan yang lebih sesuai seperti angin dan suhu udara. Kecepatan angin yang sesuai
dan temperatur yang tinggi lebih mempercepat penguapan feromon untuk menyebar
sehingga lebih cepat untuk merangsang kumbang tanduk untuk mencari asal sumber
feromon tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Herman (2012) yang
menyatakan hasil pengamatan pada tinggi perangkap 4 meter dapat memerangkap O.
rhinoceros terbanyak dibandingkan dengan tinggi perangkap 2 dan 3 meter, faktor
lingkungan pada tinggi perangkap 4 sebaran bau feromon lebih cepat diterima oleh O.
rhinoceros karena dibantu oleh angin dan temperatur yang tinggi dapat mempercepat
terjadinya penguapan feromon serta cepat tersebar, sehingga merangsang O. rhinoceros
untuk mencari asal sumber bau tersebut.
202
Pengendalian Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros Linn.)
Jumlah kumbang yang dapat terperangkap oleh feromon semakin lama semakin
berkurang. Pada bulan April yang merupakan bulan pertama pemasangan perangkap
feromon dapat memerangkap dengan jumlah tertinggi yaitu 3,75 ekor/bln kemudian
diikuti pengamatan pada bulan Mei, Juni, dan Juli masing-masing sebesar 3,5; 1; dan
0,083 ekor/bln. Penurunan jumlah kumbang yang terperangkap dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu dikarenakan populasi kumbang tanduk itu sendiri di areal
perkebunan yang sudah berkurang, sering terjadinya hujan pada malam hari yang
mengurangi aktivitas kumbang yang memang aktif pada malam hari dan senyawa kimia
dari feromon yang mulai berkurang karena adanya penguapan. Penurunan jumlah
kumbang yang terperangkap secara signifikan terjadi pada bulan Juni yang merupakan
bulan ketiga pengamatan yang mengindikasikan efektifitas aplikasi feromon di lapangan
mulai berkurang memasuki pada bulan ke tiga aplikasi, hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Rahutomo (2008) bahwa senyawa kimia Etil-4 metil oktanoat
(feromon agregasi) mampu bertahan selama 3 bulan di lapangan, jika disimpan terlalu
lama akan habis menguap.
KESIMPULAN
203
Hery Widyanto et al.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi Riau. 2012. Berita Resmi Statistik : Berita Resmi Statistik Provinsi Riau
No. 58/12/14/Th. XIII. diakses 3 Desember 2012 .
Daud, I.T. 2007. Sebaran Serangan Hama Kumbang Kelapa Oryctes rhinoceros
(Coleoptera: Scarabaeidae) di Kecamatan Mattirobulu Kabupaten Pinrang.
Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda
Sul-Sel: 306-318.
Ditjenbun. 2010. http: // ditjenbun.deptan.go.id. diakses 3 Desember 2012
Herman, J.H. Laoh, dan D. Salbiah. 2012. Uji Tingkat Ketinggian Perangkap Feromon
untuk Mengendalikan Kumbang Tanduk Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera:
Scarabaeidae) pada Tanaman Kelapa Sawit. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Riau.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2008. Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit pada
Kelapa Sawit: Siap Pakai dan Ramah Lingkungan. Diunduh dari
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr271058.pdf. diakses 14 Juli 2014.
Rahutomo, S. 2008. Feromonas Ampuh Basmi Hama Kumbang Sawit. Indonesia,
mapiptek. E-megazin, edisi 17 April 2008. Jakarta. Diakses 6 Agustus 2014.
Santi, I. S. dan B. Sumaryo. 2008. Pengaruh Warna Perangkap Feromon Terhadap Hasil
Tangkapan Imago Oryctes rhinoceros Di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia. Vol.14 No. 2:76-79.
Siahaan, I.R.T.U dan Syahnen. 2014. Mengapa O. rhinoceros menjadi Hama pada
Tanaman Kelapa Sawit. ditjenbun.pertanian.go.id/.../berita-294-. diakses 6
Agustus 2014.
Syahza, A. 2012. Potensi Pengembangan Industri Kelapa sawit: Hasil penelitian MP3EI
tahun 2012 di Wilayah Riau. Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Universitas Riau.
204