Anda di halaman 1dari 9

Di era pandemi COVID19 di Indonesia, Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa peraturan

seperti:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

2. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun
2020 tentang Tata Kerja Pegawai Negeri Sipil Negara pada Orde Baru Normal;

Peraturan tersebut dibuat menjadi dasar bagi perusahaan untuk melaksanakan pekerjaan dari
rumah untuk melindungi mereka dan menghindari risiko penularan di tempat kerja.

1. membuat resume dari peraturan ini

2. menjelaskan dasar dari peraturan tersebut

3. memberikan pendapat Anda tentang dampak dari peraturan tersebut

1. Resume Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdiri atas
193 pasal. Namun dari keseluruhan pasal, saya hanya akanmeresume
beberappa pasal yang sering dibahas.
1) Tentang Status Karyawan

UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengatur perjanjian kerja


antara karyawan dengan perusahaan, yang akan menentukan  yang
bersangkutan dalam perusahaan itu. Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu (PKWT) mengacu pada karyawan kontrak. Perjanjiannya
didasarkan pada jangka waktu tertentu atau selesainya sebuah
pekerjaan. Sedangkan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu
(PKWTT) merupakan perjanjian kerja untuk karyawan tetap. Pasal
yang mengatur perjanjian kerja untuk karyawan tetap dan
karyawan kontrak yakni Pasal 56 – Pasal 60 UU Ketenagakerjaan.
Di dalamnya juga dirinci mengenai jenis-jenis pekerjaan yang boleh
diserahkan kepada karyawan kontrak (PKWT).

Untuk karyawan kontrak, departemen HR harus selalu


memperhatikan kapan kontrak kerja berakhir. Untuk itu, aplikasi
HRIS Gadjian menyediakan reminder kontrak karyawan. Dengan
reminder ini, HR punya cukup waktu untuk mengkordinasikan
keputusan perusahaan, apakah karyawan akan dihentikan
kontraknya, diperpanjang, atau diangkat sebagai karyawan tetap.

2) Tentang Upah

“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi


penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
Untuk mewujudkan Pasal 88 ayat 1 dari UU Ketanagekerjaan di atas,
pemerintah kemudian menetapkan kebijakan-kebijakan pengupahan yang
meliputi upah minimum, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja
karena berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan
lain di luar pekerjaan, upah karena menjalankan hak waktu istirahat, dan
lain-lain.

Ditekankan pula dalam UU Ketenagakerjaan tersebut bahwa upah untuk


pekerja/karyawan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pemerintah.
Dalam menetapkan struktur dan skala upah pun perusahaan perlu
memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, serta
kompetensi para karyawannya. Jika perusahaan kemudian menyusun
komponen upah karyawan terdiri atas gaji pokok dan tunjangan tetap,
maka persentase gaji pokok minimal 75% dari total upah tetap.

Berdasarkan UU, upah tidak diberikan jika karyawan tidak melakukan


pekerjaannya. Namun, ada beberapa kondisi di mana perusahaan tetap
wajib menggaji karyawan yang tidak bekerja. Kondisi-kondisi tersebut,
yaitu:

 Karyawan sakit,
 Karyawati sakit karena haid pada hari pertama dan kedua,
 Karyawan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan
anaknya, isteri melahirkan atau keguguran, suami/ isteri/ anak/
menantu/ orang tua/ mertua/ anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia,
 Sedang menjalankan kewajiban terhadap negara,
 Karyawan menjalankan ibadah agamanya,
 Karyawan telah bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan
tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan
sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari
pengusaha,
 Karyawan melaksanakan hak istirahat,
 Karyawan melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas
persetujuan pengusaha,
 Karyawan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Selengkapnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur soal


pengupahan dalam sebelas pasal, yaitu Pasal 88 s.d. 98.

3) Tentang Lembur
Pasal 77 UU Ketenagakerjaan mengatur waktu kerja karyawan, yaitu
selama 40 jam/minggu (7 jam/hari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam/hari
untuk 5 hari kerja). Selebihnya, perusahaan diwajibkan membayar upah
lembur kepada karyawan. Meskipun begitu, UU tersebut juga membatasi
waktu kerja lembur karyawan, yaitu maksimal selama 3 jam/ hari dan 14
jam/minggu. Jangan lupa, penugasan untuk bekerja lembur ini pun harus
atas persetujuan karyawan yang bersangkutan.
4) Tentang Cuti dan Instirahat

Dalam Pasal 79 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perusahaan


diwajibkan memberikan waktu istirahat dan cuti bagi karyawannya.
Waktu istirahat dan cuti yang dimaksud adalah sebagai berikut:

 Istirahat antara jam kerja, minimal 30 menit setelah bekerja


selama 4 jam terus menerus. Waktu istirahat ini tidak dihitung
sebagai jam kerja;
 Istirahat mingguan: 1 hari untuk 6 hari kerja/minggu, atau 2 hari
untuk 5 hari kerja/minggu;
 Cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah karyawan bekerja
selama 12 (dua belas) bulan terus menerus;
 Istirahat panjang untuk karyawan yang telah bekerja selama 6
tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama. Total
waktu yang dapat digunakan untuk istirahat panjang minimal 2
bulan, yang dilaksanakan pada tahun ke-7 dan ke-8 bekerja
(masing-masing 1 bulan). Dengan diambilnya cuti panjang oleh
karyawan, ia tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2
tahun berjalan. Selanjutnya, hal yang sama berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 tahun.

5) Tentang Hak Karyawan Perempuan

Pasal-pasal yang mengatur tentang hak-hak khusus untuk karyawan


perempuan, adalah:

 Pasal 81, tentang hak bagi karyawan perempuan yang merasakan


sakit untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua masa haid
 Pasal 82 ayat 1, tentang waktu istirahat untuk karyawati (karyawan
perempuan) yang melahirkan
 Pasal 82 ayat 2, tentang hak waktu istirahat bagi karyawati yang
mengalami keguguran
 Pasal 83, tentang kesempatan bagi karyawati menyusui anaknya

6) Tentang Tenaga Kerja Asing

Pemerintah Indonesia pun mengatur tentang tenaga kerja asing melalui


UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Bagi perusahaan yang ingin
mempekerjakan tenaga kerja asing, ada beberapa kewajiban yang perlu
diketahui, antara lain:
 Perusahaan wajib terlebih dahulu mendapatkan izin tertulis dari
Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk. Sedangkan
pemberi kerja perseorangan (bukan perusahaan) dilarang sama
sekali untuk mempekerjakan tenaga kerja asing.
 Perusahaan wajib memastikan tenaga kerja asing itu dipekerjakan
dalam jabatan dan waktu yang sesuai dengan Keputusan Menteri
terkait hal tersebut
 Perusahaan wajib menunjuk tenaga kerja WNI sebagai tenaga
pendamping bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan, dengan
tujuan alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing
tersebut
 Perusahaan wajib melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja
bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang
diduduki oleh tenaga kerja asing yang sedang dipekerjakan
 Perusahaan wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara
asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir

Lebih lanjut, sebanyak 8 Pasal telah mengatur mengenai keberadaan


tenaga kerja asing yang dipekerjakan di Indonesia, yaitu dari Pasal 42
hingga Pasal 49.

Masih ada sejumlah persoalan ketenagakerjaan yang diatur oleh Undang-


Undang No. 13 Tahun 2003 selain yang telah dijelaskan di atas. Misalnya,
tentang PHK dan uang pesangon, sanksi pidana, serta sanksi administrtatif bagi
perusahaan yang melanggar UU Ketenagakerjaan. Pengusaha serta praktisi HR
harus mempelajari aturan-aturan pemerintah tentang ketenagakerjaan untuk
memastikan pengelolaan SDM di perusahaannya tak menuai masalah di
kemudian hari.

Resume Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58
Tahun 2020 tentang Tata Kerja Pegawai Negeri Sipil Negara pada Orde Baru Normal

Dengan adanya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 58 Tahun 2020 tentang Tata Kerja Pegawai Negeri Sipil Negara pada Orde Baru Normal ini
dimaksudkan sebagai pedoman/panduan bagi Kementrian/Lembaga/Daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan untuk beradaptasi dengan tatanan normal baru produkftif dan
aman Covid-19.

Adaptasi terhadap tatanan normal baru produktif dan aman Covid-a19 di lingkungan
Kementrian/Lembaga/Daerah meliputi Penyesuaian Sistem Kerja, Dukungan Sumber Daya Manusia
Aparatur, Dukungan Infrastruktur, dengan memperhatikan protokol kesehatan.

1) Penyesuaian Sistem Kerja


a) Pegawai ASN wajib masuk kerja sesuai dan menaati ketentuan jam kerja sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang kepegawain. Namun kareka harus beradaptasi
dengan pandemi Covid-19, maka perlu dilakukan penyesuaian dengan cara menjalankan
protokol kesehatan
b) Dari poin a) dimaksudkan untuk mewujudkan budaya kerja adaptif dan berintegritas
c) Penyesuaian sistem kerja yang dimaksud meliputi:
1) Pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (work form office);
2) Pelaksanaan tugas kedinasan di rumah/tempat tinggal (work from home)
d) Pelaksanaan tugas kedinasan di kantor (work form office)
e) Pelaksanaan tugas kedinasan di rumah/tempat tinggal (work from home)
f) Terhadap fleksibilitas dalam pengaturan lokasi bekerja, Pejabat Pembina Kepegawaian pada
Kementrian/Lembaga/Daerah:
1. Mengatur sistem kerja yang akuntanbel dan selektif bagi pejabat/pegawai yang di
lingkungan kerjanya melaksanakan kedinasan di kantor (work from office) tan/atau di
rumah (work from home)
2. Menentukan Pegawai ASN yang melaksanakan work frome home, dengan beberapa
pertimbangan (terdapat 10 pertimbangan)
g) Pejabat Pembina Kepegawaian pada Kementrian/Lembaga/Daerah yang berlokasi di wilayah
dengan penetapan PSBB agar:
1) Menugaskan pegawai ASN menjalankan WFH secara penuh
2) Mengatur Pegawai ASN yang harus bertugas dengan Work From Office dengan jumlah
minimum dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan
h) Pejabat Pembina Kepegawaian pada Kementrian/Lembaga/Daerah memastikan agar tatanan
sistem kerja baru terhadap penyesuaian kondisi Covid-19 sesuai
i) Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik,
Kementrian/Lembaga/Daerah agar:
1) Melakukan pneyederhanaan proses bisnis dan SOP pelayanan
2) Menggunakan media sosial untuk menyampaikan standar pelayanan baru
3) Membuka media komunikasi online sebagai wadah konsultasi maupun pengaduan
4) Memastikan output dari produk layanan yang dilakukan baik secara online maupun
offline sesuai dengan standar yang ditetapkan
5) Memperhatikan jarak aman, kesehatan, dan keselamatan pegawai ketika melakukan
pelayanan
j) Penyelenggaraan kegiatan dan perjalanan dinas dilaksanakan dengan pemperhatikan:
1) Seluruh penyelenggaraan rapat dilakukan menggunakan media elektronik
2) Apabila terdapat urgensi diselenggarakan rapat secara langsung, maka harus tetap
menjaga jarak dan memperhatikan protokol kesehatan
3) Perjalnan dinas dilakukan secara selektif dan sesuai tingkat prioitas dan urgensi
2) Dukungan Sumber Daya Manusia Aparatur
Penyesuaiin Sistem Kerja bagi Pegawai ASN dalam tatanan baru dan aman Covid-19 perlu
dilakukan dengan memperhatikan manajemen Sumber Daya Manusia Aparatur meliputi:
a. Penilaian Kinerja
Terdapat 4 poin dalam penilaian kerja, yang mana intinya adalah untuk tetap mencapai
sasaran kerja walaupun dengan kondisi yang demikian.
b. Pemantauan dan Pengawasan
1) Pimpinan Unit Kerja bertanggung jawab untuk tetap memantau kinerja agar sesuai
dengan sasaran kerja, pelayanan tetap berjalan dengan efektif, pegawai tetap hadir, serta
melaporkan apabila terdapat pelanggaran. Terdapat 7 poin dalam hal ini.
2) Pegawai ASN bertanggung jawab untuk menaati penugasan, melakukan presensi,
menyusun rencana kerja dan melaksanakan tugas kedinasan, melaporkan tugas secara
berkalan, dan melaporkan kondisi kesehatannya.
c. Disiplin Pegawai
1) Pejabat Pembina Kepegawaian pada Kementrian/Lembaga/Daerah memastikan agar
Pegawai ASN melaksanakan tugasnya dan mematuhi ketentuan yang berlaki
2) Apabila terdapat Pegawai ASN yang melanggra makan harus diberikan hukuman disiplin.

3) Dukungan Infrastruktur

Yaitu dengan:

a. Mempersiapkan dukungan sarana dan prasarana yang dibutuhkan pegawai ASN dalam
pelaksanaan tugas
b. Memastikan dalam penyelenggaraan teknologi informasi sesuai dengan pedoman
c. Menyesuaikan lingkungan kerja dalam rangka pengendalian penyebaran Covid-19

Surat edaran tersebut ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, yang mana
Pejabat Pembina Kepegawaian pada Kementrian/Lembaga/Daerah bertanggungjawab dalam
melakukan pelaksannaannya dan melakukan evaluasi terhadap surat edaran tersebut.

2. Explaining The Basis Regulations of Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan
Dasar dari pembuatan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
sebenarnya untuk melindungi orang-orang yang bekerja saat ini. Maksudnya adalah dengan
Undang-Undang ini akan menghindarkan manusia di tempat kerja digunakan sebagai mesin yang
terus bekerja seperti di era permesinan dulu. Yaitu misalnya ketika pekerja telah melaksanakan
kewajibannya, namun mereka tidak mendapatkan upah dalam batas waktu tertentu, maka
pekerja berhak menuntut. Atau ketika para pekerja tidak melaksanakan kewajibannya, maka
pengusaha (perusahaan) memiliki hak untuk mengeluarkan, karena hal ini tidak sesuai dengan
perjanjian kerja yang telah dibuat. Karena terdapat aturan tentang upah, pemutusan hubungan
kerja, perjanjian kerja dan lain-lain. Ada beberapa poin dasar pembuatan Undang-Undang
Ketenagakerjaan ini seperti Undang-Undang didasarkan atas pembangunan masyarakat
Indonesia seutuhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata
baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kemudian dilanjutkan
bahwa pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang
sangat penting sebagai pelaku dan juga sebagai tujuan pembangunan. Karena tenaga kerja
memiliki peran dan kedudukan, maka diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya. Di dalamnya juga diatur bahwa keluarga
tenaga kerja juga mendapatkan perlindungan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Explaining The Basis Regulations of Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020 tentang Tata Kerja Pegawai Negeri Sipil Negara
pada Orde Baru Normal
Surat edaran ini dibuat karena adanya pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional. Karena
adanya pandemi tersebut, maka dibuatlah surat edaran ini yang bertujuan untuk penyusunan
tatanan normal baru yang mnedukung produktivitas kerja namun tetap memprioritaskan
kesehatan dan keselamatan masyarakat, sehingga perlu dilakukan perubahan sistem kerja
Pegawai Aparatur Sipil Negara agar dapat beradaptasi terhadap perubahan tatanan normal baru
produkti dan aman Covid-19. Surat edaran ini juga ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19. Sehingga mau tidak mau Pegawai Aparatur Sipil Negara harus menaati
surat edaran demi kepentingan dan keselamatan bersama, serta agar tercapainya sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya walaupun dengan kondisi terbatas.

3. My Opinion About The Impact of Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan
3) Waktu Kerja dan Lembur Lebih Panjang
Substansi UU Cipta Kerja mengubah waktu kerja yaitu dihilangkannya ketentuan lima
hari kerja dan dua hari istirahat mingguan. Dalam ketentuan Pasal 79 UU Ciptaker
ayat 1b disebutkan bahwa istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja. Selain bekerja
selama 6 hari, pekerja juga dipaksa memperpanjang waktu lembur. Dalam UU Cipta
Kerja disebutkan lembur dilakukan 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam seminggu.
Waktu lembur diperpanjang dari ketentuan UU Ketenagakerjaan 32/2003 pasal 78
disebutkan bahwa  waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga)
jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

4) Waktu Libur Dikurangi


Perubahan waktu kerja, juga berdampak pada waktu libur yaitu hanya satu hari dalam
seminggu untuk 6 hari kerja. Di dalam UU Ciptaker pasal 79 ayat 1 b disebutkan bahwa
waktu istirahat mingguan hanya 1 hari untuk 6 hari dalam seminggu. Sementara, libur
dalam UU Tenaga kerja disebutkan istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
5) Upah Minimum Hilang
Pada pasal 88 UU Ciptaker menghapus ketentuan rinci mengenai perhitungan upah
yaitu tidak ada lagi ketentuan upah minimum. Perhitungan upah akan berdasarkan
kebijakan pengupahan nasional yang diatur dalam peraturan pemerintah. Dengan
ketentuan itu, maka upah berpotensi jauh dari layak. Ketentuan mengenai upah
minimum pada pasal 89 UU Ketenagakerjaan pun dihapus oleh UU Ciptaker. Selain
itu, perubahan mendasar dalam pengupahan di UU Ciptaker adalah perhitungan
berdasarkan satuan waktu. Meski satuan waktu tidak dirinci, tetapi ketentuan itu akan
berdampak pada upah dihitung per jam. Dengan perhitungan itu, otomatis upah
minimum tidak relevan lagi digunakan untuk pemberian upah. Selain itu, perhitungan
upah per jam akan menghilangkan upah yang biasanya diterima secara tetap
perbulannya.

6) Perhitungan Upah Berubah


Dalam UU Cipta Kerja, upah dihitung berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil
(produktivitas) yang terdapat dalam pasal 88B.  Selain itu, upah dibayarkan sesuai dengan
kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta tidak ada pengawasan soal ini.
7) Upah Cuti Haid dan Melahirkan Akan Hilang
Ketentuan UU Cipta Kerja memang tidak menghilangkan pasal dalam UU No 13 tahun 2003
mengenai cuti haid dan cuti melahirkan. Akan tetapi, substansi tentang upah per jam
menghilangkan esensi dari cuti haid dan cuti melahirkan karena jika pekerja perempuan
menjalani cuti tersebut otomatis tidak dihitung bekerja, sehingga tidak mendapatkan upah
cuti.
8) Cuti Panjang Hilang
Sejumlah cuti seperti cuti panjang tidak lagi diatur oleh pemerintah, tetapi diatur oleh
perusahaan dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan dengan Perjanjian
Kerja Bersama. Di dalam pasal 79 UU Ciptaker ayat 5 juga menghilangkan hak
istirahat panjang (cuti panjang) bagi pekerja. Di mana, cuti panjang hanya ditentukan
oleh peraturan perusahaan/perjanjian kerja, bukan amanat UU seperti yang tertuang
dalam UU No 13 Tahun 2003.

9) PHK Sepihak Dipermudah


Perusahaan dapat memutus hubungan kerja (PHK) secara sepihak melalui Pasal 154A
UU Ciptaker yaitu PHK dapat dilakukan dengan alasan perusahaan melakukan
penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan; efisiensi;
tutup karena rugi, force majeur, menunda utang, dan pailit. Pemutusan hubungan
kerja juga dipermudah lewat pasal 151 UU Ciptaker yang menghapus ketentuan
“segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja”.
Perusahaan juga dapat melakukan PHK tanpa melalui perundingan dengan serikat
pekerja. Selain itu, UU Ciptakerja menghapus ketentuan Pasal 161 UU
Ketenagakerjaan yang sebelumnya mengatur surat peringatan sebelum PHK. Oleh
karena itu, perusahaan dapat melakukan PHK tanpa melalui mekanisme surat
peringatan.

10) Jumlah Pesangon Dikurangi


Ketentuan dalam UU Ciptaker pasal 156 mengurangi jumlah pesangon jika pekerja di-PHK
karena menghapus uang penggantian hak. Dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjan terdapat
penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas
perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat. Selain itu, UU Ciptaker menghapus pasal 162-166 dalam UU
Ketenagakerjaan yang merinci jumlah pesangon dan perhitungan penghargaan masa kerja
serta uang pengganti bagi pekerja yang mengundurkan.
My Opinion About The Impact of Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020 tentang Tata Kerja Pegawai Negeri Sipil Negara
pada Orde Baru Normal
1. Karena terbiasa dengan kondisi normal yang memungkinkan untuk pergi kemana saja,
dengan adanya surat edaran tersebut yang salah satunya mewajibkan untuk work from
home, maka beberapa Pegawai Aparatur Sipil Negara akan sedikit kesulitan untuk
beradaptasi.
2. Adanya peraturan baru yaitu dengan menggunakan media elektronik ketika bekerja,
maka akan ketrjadi kendala seperti kuota internet yang cepat habis, jaringan yang
kurang stabil, bahkan untuk Pegawai Aparatur Sipil Negara yang sudah tua mungkin
mengalami kesulitan dalam mengakses media elektronik tersebut.
3. Akan menjadi sedikit lebih sulit untuk mencapai target sasaran kerja yang telah
ditetapkan sebelumnya, karena butuh adanya waktu untuk beradaptasi dengan
penggunaan media elektornik, dll.
4. Pegawai menjadi tidak disiplin karena dengan bekerja di rumah maka fokus akan terbagi
dengan keadaan rumah. Apalagi jika Pegawai Aparatur Sipil Negara memiliki anak yang
harus diurus.

Anda mungkin juga menyukai