Anda di halaman 1dari 15

IMAN KEPADA QADA DAN QADAR ALLAH

Nama Kelompok :
1. Mia Ayu Lestari 21004639
2. Nita Fitriani 21004641
3. Nurul Mutmainah 21004645
4. Praba Ditya Riswanda Fauzy 21004592

D3 Menejemen Rumah Sakit


Akademi Menejemen Administrasi Yogyakarta
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca “Qadha dan Qadar”.

Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 10 Desember 2021

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar belakang

Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah  bahwa hakikat warna-
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan
(tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan
tidak satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang
telah terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT. Begitu pula dengan
bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa,
tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang
telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah
SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh
Allah SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam
kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan
Allah SWT.

Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah


ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui
oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan
ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang
saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang
diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni
Surga.

Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang
terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik
maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat
berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat
beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait
masalah takdir ini.

B . Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah:

1.Apa yang dimaksud dengan iman qada’ dan qadar?


2.Apa saja landasan hukum iman kepada qada dan qadar?
3.Apa saja pembagian qada dan qadar?
4.Hikmah apa yang ddapat kita petik dari beriman kepada qada dan qadar?

3
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami iman kepada qada’ dan qadar
2. Untuk memahami dan mengetahui landasan humum beriman kepada qaada dan
qadar
3. Untuk memahami apa saja pembagian qada dan qadar
4. Untuk mengetahui hikmah yang didapat dari beriman kepada qada’ dan
qadar

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR


Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang kelima
adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir
yang buruk.  Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat
fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa
permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir
ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami keimanan
yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.
     a.    Qadha’ dan Qadar
Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar
istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama.
Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki
makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan. Jika
disebutkan qadha’ saja maka mencakup makna qadar, demikian pula
sebaliknya. Namun jika disebutkan bersamaan, maka qadha’ maknanya
adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa
penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu.
Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah
sejak zaman azali, dengan demikian qadar ada lebih dulu kemudian
disusul dengan qadha’.
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa
pengertian yaitu: hukum, ketetapan, kehendak, pemberitahuan, penciptaan.
Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah
sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang
berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar, arti qadar menurut bahasa
adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar
perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam
kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan ridah-Nya. Artinya: yang

5
kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya (QS .Al-Furqan ayat 2).
      b.   Definisi qadha’ dan qadar serta kaitan di antara keduanya
            1.   Qadar
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-
qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). Ibnu
Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih
yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah:
akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu
akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu,
dan aqduruhu dari at-taqdiir.”
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’
(kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah
Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam
berbagai perkara Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk
menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk
jama’nya ialah Aqdaar. Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan
Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang
telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. Atau: Sesuatu yang
telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang
terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah
menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi,
sebelum diciptakan sejak zaman azali.
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan
terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan
dengan sifat-sifat tertentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai
dengan apa yang telah ditentukan-Nya. Atau: Ilmu Allah, catatan
(takdir)-Nya terhadap segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-
Nya terhadap segala sesuatu tersebut.
              2.  Qadha’
 Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan
penjelasan. Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, menentukan sesuatu,
mengukuhkannya, menjalankannya dan menyelesaikannya. Maknanya adalah
mencipta.
     c.   Kaitan Antara Qadha’ dan Qadar

6
Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang
dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat: 12]
Yakni, menciptakan semua itu.
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya
tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan
sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai
bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di
antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan
bangunan tersebut.
Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang
terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar
ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah
ditentukan sebelumnya. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni
para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan
global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan
perincian-perincian dari ketentuan tersebut.”
Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana
masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah
diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya, dimana jika salah satu dari
kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam
(pengertian)nya.
     d.  Hubungan antara Qadha’ dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha’ dan qadar dijelaskan bahwa antara
qadha’ dan qadar selalu berhubungan erat . Qadha’ adalah ketentuan,
hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari
ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat
rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di
dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai
berikut:

Artinya ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah


khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang
tertentu.”
B. Dalil-Dalil Dari Al-Qur-an Dalil-dalil dari al-Qur-an sangat
banyak, di antaranya firman Allah Azza wa Jalla ‫…“ َو َكانَ َأ ْم ُر هَّللا ِ قَ َدرًا َم ْقدُورًا‬

7
Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” [Al-
Ahzab/33 :38] Juga firman-Nya: ‫َر‬ٍ ‫“ ِإنَّا ُك َّل َش ْي ٍء َخلَ ْقنَاهُ بِقَد‬Sesungguhnya Kami
menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” [Al-Qamar/54 : 49] Dan juga
ٍ ُ‫َر َم ْعل‬
firman-Nya yang lain: ‫وم‬ ٍ ‫“ وَِإ ْن ِم ْن َش ْي ٍء ِإاَّل ِع ْن َدنَا َخزَ اِئنُهُ َو َما نُنَ ِّزلُهُ ِإاَّل بِقَد‬Dan tidak
ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” [Al-Hijr/15 : 21] Juga
firman-Nya: َ‫وم فَقَ َدرْ نَا فَنِ ْع َم ْالقَا ِدرُون‬
ٍ ُ‫َر َم ْعل‬
ٍ ‫“ ِإلَ ٰى قَد‬Sampai waktu yang ditentukan, lalu
Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.”
ٍ ‫ثُ َّم ِجْئتَ َعلَ ٰى قَد‬
[Al-Mursalaat/77 : 22-23] Juga firman-Nya yang lain: ‫َر يَا ُمو َس ٰى‬
“…Kemudian engkau datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa.”
[Thaahaa/20 : 40] Dan juga firman-Nya: ‫ق ُك َّل َش ْي ٍء فَقَ َّد َرهُ تَ ْق ِديرًا‬
َ َ‫…“ َو َخل‬Dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya.” [Al-Furqaan/25 : 2]
Dan firman-Nya yang lain: ‫“ َوالَّ ِذي قَ َّد َر فَهَد َٰى‬Dan yang menentukan kadar
(masing-masing) dan memberi petunjuk.” [Al-A’laa/87 : 3] Firman-Nya
yang lain: ‫ض َي هَّللا ُ َأ ْمرًا َكانَ َم ْف ُعواًل‬
ِ ‫( …“ لِيَ ْق‬Allah mempertemukan kedua pasukan
itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan…” [Al-
Anfaal/8: 42] Serta firman-Nya yang lain : ‫ب لَتُ ْف ِسد َُّن‬ِ ‫يل فِي ْال ِكتَا‬
َ ‫ض ْينَا ِإلَ ٰى بَنِي ِإ ْس َراِئ‬
َ َ‫َوق‬
ِ ْ‫“ فِي اَأْلر‬Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab
‫ض َم َّرتَي ِْن‬
itu, ‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua
kali...” [Al-Israa’/17 : 4] Dalil-Dalil Dari As-Sunnah Sementara dari
sunnah ialah seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ِ ‫َوتُْؤ ِمنَ بِ ْالقَد‬
sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jibril Alaihissalam ‫َر َخي ِْر ِه‬
‫…“ َو َشرِّ ِه‬Dan engkau beriman kepada qadar, yang baik maupun yang
buruk… .” [1] Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahiih dari Thawus, dia
mengatakan, “Saya mengetahui sejumlah orang dari para Sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Segala sesuatu dengan
ketentuan takdir.’ Ia melanjutkan, “Dan aku mendengar ‘Abdullah bin
‘Umar mengatakan, ‘Segala sesuatu itu dengan ketentuan takdir hingga
kelemahan dan kecerdasan, atau kecerdasan dan kelemahan.’”[2] Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: َ‫ َكان‬،‫ت‬ ُ ‫ْ لَوْ َأنِّ ْي فَ َع ْل‬:‫ك َشيٌْئ فَالَ تَقُل‬ َ ‫َوِإ ْن َأ‬
َ َ‫صاب‬
‫ قَ َد ُر هللاِ َو َما َشا َء فَ َع َل‬: ْ‫ َولَ ِك ْن قُل‬،‫…“ َك َذا َو َك َذا‬Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah
mengatakan, ‘Se-andainya aku melakukannya, niscaya akan demikian dan
demikian.’ Tetapi ucapkanlah, ‘Sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa
yang dikehendakinya pasti terjadi… .’” [3]
Dalil-Dalil Dari Ijma’ Sedangkan menurut Ijma’, maka kaum
muslimin telah bersepakat tentang kewajiban beriman kepada qadar, yang
baik dan yang buruk, yang berasal dari Allah. An-Nawawi Rahimahullah

8
berkata, “Sudah jelas dalil-dalil yang qath’i dari al-Qur-an, as-
Sunnah, ijma’ Sahabat, dan Ahlul Hil wal ‘Aqd dari kalangan salaf dan
khalaf tentang ketetapan qadar Allah Azza wa Jalla.” [4] Ibnu Hajar
Rahimahullah berkata, “Sudah menjadi pendapat salaf seluruhnya bahwa
seluruh perkara semuanya dengan takdir Allah Ta’ala.” [5] Dalil-Dalil
Dari Fitrah Adapun berdasarkan fitrah, bahwa iman kepada qadar adalah
sesuatu yang telah dimaklumi secara fitrah, baik dahulu maupun sekarang,
dan tidak ada yang mengingkarinya kecuali sejumlah kaum musyrikin.
Kesalahannya tidak terletak dalam menafikan dan mengingkari qadar, tetapi
terletak dalam memahaminya menurut cara yang benar. Karena itu, Allah
Azza wa Jalla berfirman tentang kaum musyrikin: Baca Juga Cara
Menanggapi Orang Yang Berbuat Maksiat ‫َسيَقُو ُل الَّ ِذينَ َأ ْش َر ُكوا لَوْ َشا َء هَّللا ُ َما َأ ْش َر ْكنَا َواَل‬
‫“ آبَاُؤ نَا‬Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, ‘Jika
Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak
mempersekutukan-Nya… .’” [Al-An’aam/6 : 148] Mereka menetapkan
kehendak (masyii-ah) bagi Allah, tetapi mereka berargumen dengannya atas
perbuatan syirik. Kemudian Dia menjelaskan bahwa ini merupakan keadaan
umat sebelum mereka, dengan firman-Nya: ‫ب الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم‬ َ ِ‫ …“ َك ٰ َذل‬Demikian
َ ‫ك َك َّذ‬
pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul)
… .” [Al-An’aam/6 : 148] Bangsa ‘Arab di masa Jahiliyyah mengenal
takdir dan tidak mengingkarinya, serta di sana tidak ada orang yang
berpendapat bahwa suatu perkara itu memang telah ada sebelumnya (terjadi
dengan sendirinya, tanpa ada Yang menghendakinya).

Dalil-Dalil Dari Akal Sedangkan dalil akal, maka akal yang sehat
memastikan bahwa Allah-lah Pencipta alam semesta ini, Yang Mengaturnya
dan Yang Menguasainya. Tidak mungkin alam ini diadakan dengan sistim yang
menakjubkan, saling menjalin, dan berkaitan erat antara sebab dan akibat
sedemikian rupa ini adalah secara kebetulan. Sebab, wujud itu sebenarnya
tidak memiliki sistem pada asal wujud-nya, lalu bagaimana menjadi
tersistem pada saat adanya dan perkembangannya? Baca Juga Bagaimana
Allah Menyiksa Manusia Sedang Itu Sudah Ditentukan Allah Jika ini
terbukti secara akal bahwa Allah adalah Pencipta, maka sudah pasti
sesuatu tidak terjadi dalam kekuasaan-Nya melainkan apa yang dikehendaki
dan ditakdirkan-Nya. Di antara yang menunjukkan pernyataan ini ialah
firman Allah Azza wa Jalla: ‫ض ِم ْثلَه َُّن يَتَنَ َّز ُل اَأْل ْم ُر‬ ِ ْ‫ت َو ِمنَ اَأْلر‬ ٍ ‫اوا‬ َ َ‫هَّللا ُ الَّ ِذي َخل‬
َ ‫ق َس ْب َع َس َم‬
‫“ بَ ْينَه َُّن ِلتَ ْعلَ ُموا َأ َّن هَّللا َ َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر َوَأ َّن هَّللا َ قَ ْد َأ َحاطَ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء ِع ْل ًما‬Allah-lah yang
menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah

9
berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi
segala sesuatu.” [Ath-Thalaaq/65 : 12] Kemudian perincian tentang qadar
tidak diingkari akal, tetapi merupakan hal yang benar-benar disepakati,
sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.
Dalil-Dalil Dari Panca Indera Adapun bukti secara inderawi, maka
kita menyaksikan, mendengar, dan membaca bahwa manusia akan lurus
berbagai urusan mereka dengan beriman kepada qadha’ dan qadar -dan telah
lewat penjelasan tentang hal ini pada pembahasan “Buah Keimanan kepada
Qada’ dan Qadar”-. Orang-orang yang benar-benar beriman kepadanya
adalah manusia yang paling berbahagia, paling bersabar, paling berani,
paling dermawan, paling sempurna, dan paling berakal. Seandainya keimanan
kepada takdir tersebut tidaklah nyata, niscaya mereka tidak mendapatkan
semua itu. Kemudian, qadar adalah “sistem tauhid,” [15] sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dan tauhid itu sendiri
adalah sebagai sistem kehidupan. Maka kehidupan manusia tidak akan benar-
benar istiqamah (lurus), kecuali dengan tauhid, dan tauhid tidak akan
lurus kecuali dengan beriman kepada qadha’ dan qadar. Mudah-mudahan apa
yang akan disebutkan di akhir kitab ini mengenai kisah-kisah manusia yang
menyimpang dalam masalah takdir akan menjadi bukti atas hal itu. Kemudian
dalam perkara yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam, berupa perkara-perkara ghaib di masa mendatang yang
telah terjadi, sebagaimana disebutkan dalam hadits, adalah bukti yang
jelas dan nyata bahwa iman kepada qadar adalah hak dan benar.

B.   Macam-Macam Takdir Allah


1. Taqdir muallaq yaitu qada dan qadarnya Allah yang masih digantungkan
pada        usaha atau ikhtiar manusia. Suatu contoh seseorang
ingin kaya, pintar, sehat dan lain-lain ini harus melalui proses usaha
untuk mencapai tujuan tersebut. Sesuatu yang tidak mungkin semuanya itu
diperoleh tanpa adanya ikhtiar. Sebagaimana firman Allah swt berikut :

‫س ْوفَ يُرى‬ َ َّ‫) َواَن‬۳۹( ‫س َعى‬


َ ُ‫س ْعيَه‬ َ ‫ َواَنْ لَّ ْي‬ 
َ ‫س لِ ِال ْن‬
َ ‫سا ِن اِالَّ َما‬

Artinya : “Dan bahwasannya seseorang itu tidak memperoleh selain apa


yang diusahakan. Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan diperlihatkan

10
kepadanya, kemudian akan diberi balasan yang paling sempurna”. (QS. An-
Najm : 53/39-40)

ِ ُ‫اِنَّ هللاَ الَيـ ُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّ ُر ْوا َما بَِأنـْف‬ 
‫ط‬
‫س ِه ْم‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib)


suatu bangsa sehingga bangsa itu mau mengubah keadaan (nasib) yang ada
pada mereka sendiri”. (QS. Ar- Ra’du : 13/11)

2. Taqdir mubrom yaitu qada dan qadarnya Allah swt yang sudah tidak dapat
diubah lagi oleh manusia, walau ada ikhtiar dan tawakkal. Sebagaimana
firman Allah swt berikut :

َ َ‫ستَْأ ِخ ُر ْون‬
ْ َ‫سا َعةً َوالَ ي‬
َ‫ستَ ْق ِد ُم ْون‬ َ ‫ فَا ِ َذ‬ ‫ َولِ ُك ِّل اُ َّم ٍة اَ َج ٌل‬ 
ْ َ‫اجا َءاَ َجلـ ُ ُه ْم الَ ي‬

Artinya : “Dan tiap-tiap umat memiliki. Maka apabila telah datang


waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun  dan
tidak dapat pula memajukannya”. (QS. Surat Al- A’raf : 7/34)
Semua yang kamu lakukan selanjutnya harus dipasrahkan kepada Allah swt,
karena Allah swt adalah zat yang mengatur dan menentukan segala
sesuatunya. Sebagaimana firman Allah swt berikut :
َ‫ َوعَل َى هللاِ فـَتَ َو َّكلُ ْوا اِنْ ُك ْنتُ ْم ُمْؤ ِمنِيْن‬ 

Artinya : “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu
benar-benar orang yang beriman”. (QS. Al- Maidah : 5/23).

C. Fungsi Iman Kepada Qadha’ dan Qadar


Allah SWT mewajibkan umat manusia untuk beriman kepada qada dan qadar
(takdir), yang tentu mengandung banyak hikmah atau manfaat, yaitu antara
lain :
1. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar

Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar, akan meyakini bahwa yang ditakdirkan untuknya
adalah yang terbaik. Ketika ia mendapatkankan suatu keberuntungan atau kebaikan maka ia akan
bersyukur, sebaliknya apabila mendapatkan sesuatu musibah atau mendapatkan sesuatu yang tidak
sesuai dengan yang diharapkan, maka ia akan bersabar, bertawakal dan menyerahkan semuanya kepada
Allah.Contohnya ketika mendapatkan musibah, maka kepada Allah sajalah kita meminta pertolongan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam Q.S. An-Nahl ayat 53 yang artinya :

“ dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh
kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”

2. Menjauhkan diri dari sombong

11
Dengan beriman kepada qada dan qadar, maka seseorang akan menyadari bahwa hasil yang ia dapatkan
adalah atas kuasa dan kehendak dari Allah swt. Sehingga tidak pantas ia membagakan diri sendiri
dengan sombong kepada sesama makhluk, Kita hanyalah manusia lemah yang tidak memiliki daya dan
upaya, kita mengatur organ tubuh diri kita sendiri saja tidak bisa. Contoh, bisakah kita meminta jantung
untuk berhenti sejenak? Tentu saja tidak kan? Untuk itu :Tidak ada daya dan upaya selain dari Allah
SWT.

3. Menjauhkan diri dari putus asa dan bekerja keras

Seseorang yang beriman kepada qada dan qadar akan meyakini bahwa semua yang terjadi pada dirinya
adalah yang terbaik untuk dirinya. Sehingga apabila ia mengalami kegagalan maka ia tidak putus asa,
dan terus berusaha untuk mencapai impiannya.

4. Bersikap optimis dan giat bekerja

Sebagai hamba yang beriman kepada-Nya, kita tidak tahu menahu tentang hari esok (masa depan).
Hanya saja kita berharap bahwa kita memiliki nasib yang baik, namun hidup yang baik ini tidak akan kita
dapatkan tanpa berusaha. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qada dan qadar maka ia akan
berusaha, bekerja keras dan optimis dalam mencapai keberhasilan serta kebahagiaan dalam hidupnya.
Firman Allah dalam QS Al-Qashas ayat 77 yang artinya :” Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
oleh Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. ”

5. Menenangkan Jiwa

Apabila seseorang beriman kepada qada dan qadar, maka InshaAllah jiwanya akan tenang. Karena ia
yakin bahwa semuanya adalah ketentuan Allah swt, dan segala yang ada pada dirinya merupakan yang
terbaik untuk dirinya. Tugasnya hanyalah berusaha, berdoa, bertawakal dan masalah hasil itu adalah
Allah yang menentukan. Jika mendapat nikmat ia akan bersyukur, kemudian ketika mendapatkan
musibah maka ia akan bersabar dan bersabar.

6. Semua Yang Terjadi adalah Kehendak Allah SWT

Dengan beriman kepada qada dan qadar kita belajar bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah atas
kehendak Allah SWT, untuk itu kita perlu berdoa agar kita ditakdirkan yang baik-baik. Ketika kita terkena
musibah, kita harus yakin bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan yang terbaik untuk kita. Sehingga
kita lebih ikhlas dan sabar.

BAB III

12
PENUTUP

A. KESIMPULAN
            Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan
sikap optimis,tidak mudah putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini
sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan
memberikan yang terbaik kepada seorang muslim,sesuai dengan sifatnya yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang.Oleh karena itu,jika kita tertimpa musibah
maka ia akan bersabar,sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut
Allah,sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.Karena
dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal
yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk
mencari takdir yang terbaik dari Allah.

B. SARAN
            Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap
perilakunya sehari-hari.Oleh karena itu,penulis menyarankan agar kita
senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT agar hidup
kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT.Juga keyakinan kita
terhadap takdir Allah senantiasa ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah
kita.Serta Kita harus senantiasa bersabar,berikhtiar dan bertawakal dalam
menghadapi takdir Allah

13
DAFTAR PUSTAKA

A.    Ahyadi. 2009. Bahan Kuliah PAI. Sumedang: PG PAUD STKIP UNSAP.

Muhammad Nur. 1987. Muhtarul Hadis. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.

Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.

Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.

Toto Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.

14
15

Anda mungkin juga menyukai