Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

PERJUANGAN MEREBUT IRIAN BARAT

I. LATAR BELAKANG
Sebuah pertanyaan untuk kita adalah: apakah Irian Barat
termasuk wilayah
Indonesia ? Jawabannya
adalah ya !
Karena apabila
ditinjau dari segi politis,
bahwa berdasarkan
perjanjian international
1896 yang diperjuangkan
oleh Prof. Van Vollen
Houven (pakar hukum adat Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia”
adalah bekas Hindia Belanda. Sedangkan Irian Barat walaupun
dikatakan oleh Belanda secara kesukuan berbeda dengan bangsa
Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia Belanda.
Apabila ditinjau dari segi antropologi, bahwa bangsa Indonesia
yang asli adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis yang
mempunyai ciri-ciri: kulit hitam, rambut keriting (ras austromelanesoid)
yang merupakan ciri ciri suku bangsa Aborigin (Australia) dan ras
negroid (Papua).
Apabila ditinjau dari segi sejarah , bahwa Konferensi Meja
Bundar yang dilakukan untuk mengatur penyerahan kedaulatan
Indonesia diwarnai dengan usaha licik Belanda yang ingin terus
mempertahankan Irian Barat (New Guinea) dengan alasan kesukuan.
Akhirnya KMB memutuskan penyelesaian Irian Barat akan ditentukan
dalam masa satu tahun setelah penyerahan kedaulatan melalui
perundingan antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

Perjuangan Merebut Irian Barat 1


Benarkah alasan Belanda mempertahankan Irian Barat karena
masalah kesukuan ? Ternyata bukan !
Alasan sebenarnya adalah bahwa pada saat itu Belanda
sedang mengadakan eksplorasi / penelitian sumber daya alam di Irian
dan berhasil menemukan fakta bahwa di Irian Barat terdapat tambang
emas dan uranium terbesar di dunia (sekarang dinamakan Freeport
yang merupakan perusahaan asing milik Belanda ) yang tidak akan
habis di gali
selama 100
tahun.
Belanda
tetap
mempertahankan
Irian Barat
sebagai
jajahannya, dan memasukan wilayah Irian Barat ke dalam Konstitusi
nya pada tanggal 19 Pebruari 1952. Dengan demikian Belanda sendiri
telah melanggar isi Round Table Conference yang telah disepakati
dengan RIS.
Saat membaca judul materi di atas, kalian tentu bertanya
mengapa bangsa Indonesia berjuang untuk merebut Irian Barat?
Apakah yang terjadi dengan Irian Barat? Agar pertanyaan di atas
dapat terjawab, kalian perlu mengingat kembali materi yang lalu
mengenai isi KMB. Apa isi KMB yang menyangkut Irian Barat? Ya,
Belanda akan menyerahkan Irian Barat satu tahun setelah pengakuan
kedaulatan. Namun hingga lebih dari dua tahun Belanda belum
menyerahkan Irian Barat. Berpangkal dari masalah tersebut, maka
bangsa Indonesia berjuang sekuat tenaga untuk merebut kembali Irian
Barat. Usaha-usaha apa saja yang ditempuh pemerintah Indonesia
untuk merebut Irian Barat? Bagaimana reaksi dan keputusan rakyat
Irian Barat terhadap masa depan mereka? Ikut bergabung di bawah

Perjuangan Merebut Irian Barat 2


pemerintahan RI atau tetap berada di bawah kekuasaan Belanda?
Agar kalian memahaminya, ikutilah pembahasan materi berikut ini.
“Pengembalian Irian Barat menjadi masalah penting bagi
pemerintah Indonesia sejak tahun 1950, yaitu satu tahun setelah
penandatanganan KMB. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah
Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia satu tahun
setelah pengakuan kedaulatan. Keputusan tersebut tidak pernah
ditepati oleh Belanda. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berjuang
dengan segala cara untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan
Belanda”.

Perjuangan Merebut Irian Barat 3


II. PERJUANGAN DIPLOMASI

Dalam menghadapi masalah Irian Barat tersebut Indonesia


mula-mula melakukan upaya damai, yakni :
1. Konferensi Uni Indonesia Belanda
2. Diplomasi dengan Belanda
3. Konferensi Colombo, pada bulan April 1954
4. Diplomasi di forum PBB
5. Diplomasi di Konferensi Asia-Afrika (KAA)

II.1 Konferensi Uni Indonesia Belanda


Tanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi Uni
Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan
agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure.
Konferensi ini tidak membuahkan kesepakatan mengenai
penyerahan Irian Barat ,tetapi hanya berhasil membentuk Komite
Bersama yang dianggotai oleh 6 orang.Tiga orang dari
Indonesia ,yaitu Mr.Moh. Yamin, L.H.P.S. Makaliwy, dan J.
Latuharhary, serta tiga orang dari belanda, yaitu G.H. Van der
Kolff, R. Van Dijk, dan J.M. Pieters.

II.2 Perjuangan diplomasi dengan Belanda


Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi
Tingkat Menteri Uni Belanda - Indonesia. Konferensi
memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang anggotanya
wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah
Irian Barat. Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam
Konferensi Tingkat Menteri II di Den Haag pada bulan Desember
1950.
Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut
diadakan pada tahun 1952 dan 1954, namun hasilnya tetap

Perjuangan Merebut Irian Barat 4


sama, yaitu Belanda tidak akan mengembalikan Irian Barat
kepada Indonesia sesuai hasil KMB. Setelah upaya-upaya
tersebut tidak mambawa hasil maka sejak tahun 1953
perjuangan pembebasan Irian Barat mulai dilakukan di forum-
forum internasional, terutama PBB dan forum-forum solidaritas
Asia-Afrika seperti Konferensi Asia-Afrika.

II.3 Perjuangan diplomasi di forum PBB


Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada
tahun 1950, 1952 dan 1954 mengalami kegagalan, Indonesia
berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam forum PBB.
Sidang Umum
PBB yang
pertama kali
membahas
masalah Irian
Barat
dilaksanakan
tanggal 10
Desember
1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan
yang diperlukan untuk mendesak Belanda, karena jumlah negara
Asia-Afrika yang menjadi angggta PBB belum sebanyak
sekarang.
Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa
Irian Barat dalam Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI
tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957. Tetapi hasil
pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3
suara yang diperlukan.

Perjuangan Merebut Irian Barat 5


II.4 Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)
Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh
jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari
negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan
di Jakarta pada tanggal 18 Nov 1957 dan dihadiri oleh 29
negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung
upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian
sebagai wilayah yang sah dari RI.
Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum
PBB tetap tidak dapat menarik dukungan internasional dalam
sidang Majelis Umum PBB.

Perjuangan Merebut Irian Barat 6


III. PERJUANGAN DENGAN KONFROTASI POLITIK DAN EKONOMI

Berbagai upaya yang dilakukan Indonesia tersebut sampai


tahun 1957 ternyata belum membawa hasil sehingga Belanda tétap
menduduki Irian Barat. Karena jalan damai yang ditempuh belum
membawa hasil maka sejak itu perjuangan ditingkatkan dengan
melakukan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah air
Indonesia yang dimulai dengan pengambilalihan perusahaan milik
Belanda. Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang diambilalih oleh
bangsa Indonesia pada bulan Desember 1957 tersebut antara lain
Nederlandsche Handel Maatschappij N.y. (sekarang menjadi Bank
Dagang Negara), bank Escompto di Jakarta serta Perusahaan Philips
dan KLM.
Pada tanggal 17 Agustus 1960 Republik Indonesia secara
resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Kerajaan
Belanda. Meithat hubungan yang tegang antara Indonesia dengan
Belanda ini maka dalam Sidang Umüm PBB tahun 1961 kembali
masalah ini diperdebatkan.
Pada waktu terjadi ketegangan Indonesia dengan Belanda,
Sekretaris Jenderal PBB U Thant menganjurkan kepada salah
seorang diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker untuk mengajukan
usul penyelesaian masalah Irian Barat. Pada bulan Maret 1962
Ellsworth Bunker mengusulkan agar pihak Belanda menyerahkan
kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia yang dilakukan
melalui PBB dalam waktu dua tahun. Akhirnya Indonesia menyetujui
usul Bunker tersebut dengan catatan agar waktu dua tahun itu
diperpendek. Sebaliknya Pemerintah Kerajaan Belanda tidak mau
melepaskan Irian bahkan membentuk negara “Boneka” Papua.
Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian
Barat baik secara bilateral, Forum PBB dan dukungan Asia Afrika,
membuat pemerintah RI menempuh jalan lain pengembalian Irian

Perjuangan Merebut Irian Barat 7


Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia
mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara
bertahap.

3.1 Konfrontasi politik

a. Pembatalan Uni Indonesia Belanda

Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950,


1952 dan 1954, serta melalui forum PBB tahun 1954 gagal
untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI,
pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi
mengakui Uni Belanda Indonesia yang dibentuk berdasarkan
KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni Belanda Indonesia
secara sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan
bentuk pembatalan terhadap isi KMB. Tindakan pemerintah RI
ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas, partai-partai
dan berbagai organisasi politik, yang menganggap bahwa
kemerdekaan RI belum lengkap/ sempurna selama Indonesia
masih menjadi anggota UNI yang dikepalai oleh Ratu
Belanda.
Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan
hubungan Indonesia Belanda, berdasarkan perjanjian KMB.
Pembatalan ini dilakukan dengan Undang Undang No. 13

Perjuangan Merebut Irian Barat 8


tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya
hubungan Indonesia Belanda adalah hubungan yang lazim
antara negara yang berdaulat penuh, berdasarkan hukum
internasional. Sementara itu hubungan antara kedua negara
semakin memburuk, karena :
1. Terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai
pergolakan di Indonesia (APRA, Andi Azis, RMS)
2. Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada
Indonesia.

b. Pembentukan Provinsi Irian Barat


Provinsi Irian Barat dibentuk tanggal 17 Agustus 1956
oleh Kabinet Ali Sastroamidjoyo. Ibu kota berada di Kota Soa
Sui, Tidore, Maluku Utara dan sebagai Gubernur adalah
Zainal Abidin Syah dari Kesultanan Ternate. Propinsi ini
meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan
daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku
Utara.

c. Pemutusan Hubungan Diplomatik dengan Belanda


Terjadi pada tanggal 17 Agustus 1960 dalam yang
berjudul: “Jalannya Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun
dari Langit.” Hubungan diplomatik Indonesia – Belanda
bertambah tegang dan mencapai puncaknya ketika
pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik
dengan Belanda.
Tindakan ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang
dianggap tidak menghendaki penyelesaian secara damai
pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan,
menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal
induk ” Karel Doorman ke Irian melalui Jepang. Disamping

Perjuangan Merebut Irian Barat 9


meningkatkan armada lautnya, Belanda juga memperkuat
armada udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.

3.2 Konfrontasi Ekonomi


Hasil rapat umum gerakan pembebasan Irian Barat tanggal
2 Desember 1957 rakyat dan pemerintah melaksanakan aksi
konfrontasi sebagai berikut:
a. Pemogokan Total Buruh Indonesia
Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak
menghasilkan apapun. Karena itu, pada tanggal 18 Nopember
1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh
tanah air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera
diikuti pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja pada
perusahaan-perusahaan milik Belanda pada tanggal 2
Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI
mengeluarkan larangan bagi beredarnya semua terbitan dan
film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM
dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.

b. Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda


Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan
perwakilan konsuler Belanda di Indonesia diminta untuk
dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi pengambilalihan
modal perusahaan- perusahaan milik Belanda di Indonesia,
yang semula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh
yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda ini.
Namun kemudian ditampung dan dilakukan secara teratur
oleh pemerintah. Pengambilalihan modal perusahaan
perusahaan milik Belanda tersebut oleh pemerintah kemudian
diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.

Perjuangan Merebut Irian Barat 10


IV. OPERASI TRIKORA

Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) adalah konflik 2 tahun yang


dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian
barat. Pada tanggal 19 Desember 1961,
Soekarno (Presiden Indonesia)
mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-
alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga
membentuk Komando Mandala. Mayor
Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima.
Tugas komando ini adalah merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan
operasi militer untuk menggabungkan Papua
bagian barat dengan Indonesia. Isi dari Tri Komando Rakyat sebagai
berikut :
1. Gagalkan pembentukañ “Negara Papua” bikinan Belanda kolonial.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan
kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

4.1 Latar Belakang


Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada
17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia
Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun, pihak
Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi
Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda kemudian memulai
persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-
lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia
menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan
antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam
beberapa pertemuan dan dalam b erbagai forum internasional.

Perjuangan Merebut Irian Barat 11


Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia
tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua bagian barat,
namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka
waktu 1 tahun.
Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua
bagian barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam
PBB. Karena
Indonesia mengklaim
Papua bagian barat
sebagai daerahnya,
Belanda mengundang
Indonesia ke
Mahkamah
Internasional untuk
menyelesaikan
masalah ini, namun
Indonesia menolak.
Setelah Indonesia beberapa kali menyerang Papua bagian barat,
Belanda mempercepat program pendidikan di Papua bagian barat
untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah sebuah
akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua
pada 1957. Sebagai kelanjutan, pada 17 Agustus 1956 Indonesia
membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu yang
berada di Pulau Tidore, dengan gubernur pertamanya, Zainal Abidin
Syah yang dilantik pada tanggal 23 September 1956.
Pada tanggal 6 Maret 1959, harian New York Times
melaporkan penemuan emas oleh pemerintah Belanda di dekat laut
Arafura. Pada tahun 1960, Freeport Sulphur menandatangani
perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan Borneo Timur untuk
mendirikan tambang tembaga di Timika, namun tidak menyebut
kandungan emas ataupun tembaga.

Perjuangan Merebut Irian Barat 12


4.2 Persiapan Militer
Indonesia mulai mencari bantuan senjata dari luar negeri
menjelang terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda.
Indonesia mencoba meminta bantuan dari Amerika Serikat, namun
gagal. Akhirnya, pada bulan Desember 1960, Jendral A. H. Nasution
pergi ke Moskwa, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil mengadakan
perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5
miliar dollar Amerika dengan persyaratan pembayaran jangka
panjang. Setelah pembelian ini, TNI mengklaim bahwa Indonesia
memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan. Amerika
Serikat tidak mendukung penyerahan Papua bagian barat ke
Indonesia karena Bureau of European Affairs di Washington, DC
menganggap hal ini akan "menggantikan penjajahan oleh kulit putih
dengan penjajahan oleh kulit coklat".
Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan McGeorge
Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan
bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun
ragu, presiden John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena
iklim Perang Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan
meminta pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat
dukungan AS. Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer,
antara lain 41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 Helikopter MI-6
(angkutan berat), 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap
MiG-17, 10 pesawat buru sergap MiG-19, 20 pesawat pemburu
supersonik MiG-21, 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan korvet,
dan 1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama
sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian). Dari jenis
pesawat pengebom, terdapat sejumlah 22 pesawat pembom ringan
Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12
pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi dengan persenjataan

Perjuangan Merebut Irian Barat 13


peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1 Kennel.
Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut
ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis
Antonov An-12B buatan Uni Soviet dan 10 pesawat angkut berat
jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.

4.3 Persiapan Diplomasi


Indonesia mendekati negara-negara seperti India, Pakistan,
Australia, Selandia Baru, Thailand, Britania Raya, Jerman, dan
Perancis agar mereka tidak memberi dukungan kepada Belanda jika
pecah perang antara Indonesia dan Belanda. Dalam Sidang Umum
PBB tahun 1961, Sekjen PBB U Thant meminta Ellsworth Bunker,
diplomat dari Amerika Serikat, untuk mengajukan usul tentang
penyelesaian masalah status Papua bagian barat. Bunker
mengusulkan agar Belanda menyerahkan Papua bagian barat
kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu 2 tahun.

4.4 Persiapan Ekonomi


Pada tanggal 27 Desember 1958, presiden Soekarno
mengeluarkan UU nomor 86 tahun 1958 tentang nasionalisasi
semua perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-perusahaan
yang dinasionalisasi seperti:
1. Perusahaan Perkebunan
2. Nederlandsche Handel-Maatschappij
3. Perusahaan Listrik
4. Perusahaan Perminyakan
5. Rumah Sakit (CBZ) manjadi RSCM
Dan kebijakan-kebijakan lain seperti:
1. Memindahkan pasar pelelangan tembakau Indonesia ke Bremen
(Jerman Barat)
2. Aksi mogok buruh perusahaan Belanda di Indonesia

Perjuangan Merebut Irian Barat 14


3. Melarang KLM (maskapai penerbangan Belanda) melintas di
wilayah Indonesia
4. Melarang pemutaran film-film berbahasa Belanda
5. Persiapan Konfrotasi Total

Sesuai dengan perkembangan situasi Trikora diperjelas


dengan Instruksi Panglima Besar Komodor Tertinggi Pembebasan
Irian Barat No.1 kepada Panglima Mandala yang isinya sebagai
berikut:
1. Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi
militer dengan tujuan mengembalikan wilayah Irian Barat ke dalam
kekuasaan Republik Indonesia.
2. Mengembangkan situasi di Provinsi Irian Barat sesuai dengan
perjuangan di bidang diplomasi dan dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya di Wilayah Irian Barat dapat secara de facto diciptakan
daerah-daerah bebas atau ada unsur kekuasaan/ pemerintah
daerah Republik Indonesia.

Strategi yang disusun oleh Panglima Mandala guna


melaksanakan instruksi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Infiltrasi (penyusupan) (sampai akhir 1962),yaitu dengan
memasukkan 10 kompi di sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk
menciptakan daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit
dihancurkan oleh musuh dan mengembangkan pengusaan
wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat.
2. Tahap Eksploitasi (awal 1963),yaitu mengadakan serangan
terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos-
pos pertahanan musuh yang penting.
3. Tahap Konsolidasi (awal 1964),yaitu dengan menunjukkan
kekuasaan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia
secara mutlak di seluruh Irian Barat.

Perjuangan Merebut Irian Barat 15


Dalam pelaksanaannya Indonesia menjalankan tahap infiltasi,
selanjutnya melaksanakan operasi Jayawijaya, tetapi sebelum
terlaksana pada 18 Agustus 1962 ada sebuah perintah dari presiden
untuk menghentikan tembak-menembak.

4.5 Konflik Bersenjata


Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen
Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala
adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan
menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua
bagian barat dengan Indonesia. Belanda mengirimkan kapal induk
Hr. Ms. Karel Doorman ke Papua bagian barat. Angkatan Laut
Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan di
perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950, unsur-unsur
pertahanan Papua Barat terdiri dari:
 Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda)
 Korps Mariniers
 Marine Luchtvaartdienst[2]

Keadaan ini berubah sejak tahun 1958, di mana kekuatan


militer Belanda terus bertambah dengan kesatuan dari Koninklijke
Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan Marine Luchtvaartdienst.
Selain itu, batalyon infantri 6 Angkatan Darat merupakan bagian dari
Resimen Infantri Oranje Gelderland yang terdiri dari 3 batalyon yang
ditempatkan di Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana, dan
Teminabuan.

Operasi-Operasi Indonesia
Sebuah operasi rahasia dijalankan untuk menyusupkan
sukarelawan ke Papua bagian barat. Walaupun Trikora telah

Perjuangan Merebut Irian Barat 16


dikeluarkan, namun misi itu dilaksanakan sendiri-sendiri dalam misi
tertentu dan bukan dalam operasi bangunan.
Hampir semua kekuatan yang dilibatkan dalam Operasi
Trikora sama sekali belum siap, bahkan semua kekuatan udara
masih tetap di Pulau Jawa. Walaupun begitu, TNI Angkatan Darat
lebih dulu melakukan penyusupan sukarelawan, dengan meminta
bantuan TNI Angkatan Laut untuk mengangkut pasukannya menuju
pantai Papua bagian barat, dan juga meminta bantuan TNI Angkatan
Udara untuk mengirim 2 pesawat Hercules untuk mengangkut
pasukan menuju target yang ditentukan oleh TNI AL. Misi itu sangat
rahasia, sehingga hanya ada beberapa petinggi di markas besar TNI
AU yang mengetahui tentang misi ini. Walaupun misi ini sebenarnya
tidaklah rumit, TNI AU hanya bertugas untuk mengangkut pasukan
dengan pesawat Hercules, hal lainnya tidak menjadi tanggung jawab
TNI AU.
Kepolisian Republik Indonesia juga menyiapkan pasukan
Brigade Mobil yang tersusun dalam beberapa resimen tim
pertempuran (RTP).

Perjuangan Merebut Irian Barat 17


Beberapa RTP Brimob ini digelar di kepulauan Ambon sebagai
persiapan menyerbu ke Papua bagian barat. Sementara itu Resimen
Pelopor (unit parakomando Brimob) yang dipimpin Inspektur Tingkat
I Anton Soedjarwo disiagakan di Pulau Gorom. Satu tim Menpor
kemudian berhasil menyusup ke Papua bagian barat melalui laut
dengan mendarat di Fakfak. Tim Menpor ini terus masuk jauh ke
pedalaman Papua bagian barat melakukan sabotase dan
penghancuran objek-objek vital milik Belanda. Pada tanggal 12
Januari 1962, pasukan berhasil didaratkan di Letfuan. Pesawat
Hercules kembali ke pangkalan. Namun, pada tanggal 18 Januari
1962, pimpinan angkatan lain melapor ke Soekarno bahwa karena
tidak ada perlindungan dari TNI AU, sebuah operasi menjadi gagal.

1. Pertempuran Laut Aru


Pertempuran Laut Aru pecah pada tanggal 15 Januari
1962, ketika 3 kapal milik Indonesia yait u KRI Macan Kumbang,
KRI Macan Tutul yang membawa Komodor Yos Sudarso, dan
KRI Harimau yang dinaiki Kolonel
Sudomo, Kolonel Mursyid, dan
Kapten Tondomulyo, berpatroli pada
posisi 4°49' LS dan 135°02' BT.
Menjelang pukul 21:00 WIT, Kolonel
Mursyid melihat tanda di radar
bahwa di depan lintasan 3 kapal itu, terdapat 2 kapal di sebelah
kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak bergerak, dimana berarti
kapal itu sedang berhenti.
Ketika 3 KRI melanjutkan laju mereka, tiba-tiba suara
pesawat jenis Neptune yang sedang mendekat terdengar dan
menghujani KRI itu dengan bom dan peluru yang tergantung
pada parasut Kapal Belanda menembakan tembakan peringatan
yang jatuh di dekat KRI Harimau. Kolonel Sudomo

Perjuangan Merebut Irian Barat 18


memerintahkan untuk memberikan tembakan balasan, namun
tidak mengenai sasaran. Akhirnya, Yos Sudarso memerintahkan
untuk mundur, namun
kendali KRI Macan
Tutul macet, sehingga
kapal itu terus
membelok ke kanan.
Kapal Belanda mengira
itu merupakan manuver
berputar untuk
menyerang, sehingga kapal itu langsung menembaki KRI Macan
Tutul. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah
menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan
semangat pertempuran".

2. Operasi Penerjunan Penerbang Indonesia


Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Mayjen Soeharto
melakukan operasi infiltrasi udara dengan menerjunkan
penerbang menembus radar Belanda. Mereka diterjunkan di
daerah pedalaman Papua bagian barat. Penerjunan tersebut
menggunakan pesawat angkut Indonesia, namun operasi ini
hanya mengandalkan faktor pendadakan, sehingga operasi ini
dilakukan pada malam hari. Penerjunan itu pada awalnya
dilaksanakan dengan menggunakan pesawat angkut ringan C-47
Dakota yang kapasitas 18 penerjun, namun karena keterbatasan
kemampuannya, penerjunan itu dapat dicegat oleh pesawat
pemburu Neptune Belanda.
Pada tanggal 19 Mei 1962, sekitar 81 penerjun payung
terbang dari Bandar Udara Pattimura, Ambon, dengan menaiki
pesawat Hercules menuju daerah sekitar Kota Teminabuan
untuk melakukan penerjunan. Saat persiapan keberangkatan,

Perjuangan Merebut Irian Barat 19


komandan pasukan menyampaikan bahwa mereka akan
diterjunkan di sebuah perkebunan teh, selain itu juga
disampaikan sandi-sandi panggilan, kode pengenal teman, dan
lokasi titik kumpul, lalu mengadakan pemeriksaan kelengkapan
perlengkapan anggotanya sebelum masuk ke pesawat Hercules.
Pada pukul 03:30 WIT, pesawat Hercules yang dikemudikan
Mayor Udara T.Z. Abidin terbang menuju daerah Teminabuan.
Dalam waktu tidak lebih dari 1 menit, proses pendaratan 81
penerjun payung selesai dan pesawat Hercules segera
meninggalkan daerah Teminabuan. Keempat mesin Allison
T56A-15 C-130B Hercules terbang menanjak untuk mencapai
ketinggian yang tidak dapat dicapai oleh pesawat Neptune milik
Belanda. TNI Angkatan Laut kemudian mempersiapkan Operasi
Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam
sejarah operasi militer Indonesia. [4] Lebih dari 100 kapal perang
dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut.

Perjuangan Merebut Irian Barat 20


V. PERSETUJUAN NEW YORK
Perjanjian New York adalah sebuah perjanjian yang diprakarsai
oleh Amerika Serikat pada 1962 untuk terjadinya pemindahan
kekuasaan atas Papua barat dari Belanda ke Indonesia.

5.1 Latar belakang


Perjanjian New York dilatarbelakangi oleh usaha
Indonesia untuk merebut daerah Papua bagian barat dari tangan
Belanda. Pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag saat
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda disebutkan
bahwa masalah Papua bagian barat akan diselesaikan dalam
tempo satu tahun sejak KMB. Namun sampai tahun 1961, tak
terselesaikan.
Amerika Serikat yang takut bila Uni Soviet makin kuat
campur tangan dalam soal Papua bagian barat, mendesak
Belanda untuk mengadakan perundingan dengan Indonesia.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Adam Malik dan Belanda oleh
Dr. van Roijen, sedang E. Bunker dari Amerika Serikat menjadi
perantaranya.
Tanggal 15 Agustus 1962 diperoleh Perjanjian New York
yang berisi penyerahan Papua bagian barat dari Belanda melalui
United Nations
Temporary
Executive Authority
(UNTEA). Tanggal 1
Mei 1963 Papua
bagian barat
kembali ke
Indonesia.
Kedudukan Papua
bagian barat menjadi lebih pasti setelah diadakan Penentuan

Perjuangan Merebut Irian Barat 21


Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969, rakyat Papua bagian
barat memilih tetap dalam lingkungan RI.

5.2 Isi Perjanjian


Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu
perjanjian antara Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New
York, bertempat di Markas Besar PBB. Perjanjian ini terkenal
dengan Perjanjian New York. Adapun isi Perjanjian New York
adalah sebagai berikut.
Pemerintah Belanda akan menyerahkan Irian Barat
kepada Penguasa Pelaksana Sementara PBB (UNTEA = United
Nations Temporary Executive Authority) pada tanggal 1 Oktober
1962.
Pada tanggal 1 Oktober 1962 bendera PBB akan berkibar
di Irian Barat berdampingan dengan / bendera Belanda, yang
selanjutnya akan diturunkan pada tanggal 31 Desember untuk
digantikan oleh bendera Indonesia mendampingi bendera PBB.
Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963,
pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada pihak Indonesia.
Pemulangan orang-orang sipil dan militer Belanda harus sudah
selesai pada tanggal 1 Mei 1963. Pada tahun 1969 rakyat Irian
Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya tetap
dalam wilayah RI atau memisahkan diri dan RI melalui
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat
maka dibentuk suatu pàsukan keamanan PBB yang dinamakan
United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan
Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dan Pakistan. Pekerjaan
UNTEA di bawah pimpinan Jalal Abdoh dan Iran juga berjalan
lancar sehingga tepat pada tanggal 1 Mei 1963 roda
pemerintahan RI sudah berjalan Sebagai Gubernur Irian Barat

Perjuangan Merebut Irian Barat 22


pertama maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang putera asli Irian
Barat.
Di samping nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain
yang berjasa dalam pembebasan Irian Barat juga tercatat dalam
sejarah nama-nama seperti Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo
Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani. Pantas pula untuk
dikenang adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam
pembebasan Irian Barat yakni Herlina. Ia memenangkan hadiah
Pending Emas karena ikut sertanya dalam pembebasan Irian
Barat secara heroik. Pengalamannya dibukukan dalam karya
tulis yang berjudul Pending Emas. Dengan ditandatangani
Perjanjian New York maka pada tanggal 1 Mei 1963 Irian Barat
diserahkan kepada Indonesia. Hubungan diplomatik dengan
Belanda pun segera dibuka kembali. Dengan kembalinya Irian
Barat kepada Indonesia maka Komando Mandala dibubarkan
dan sebagai operasi terakhir adalah Operasi Wisnumurti yang
bertugas menjaga keamanan dalam penyerahan kekuasaan
pemerintahan di Irian Barat dari UNTEA kepada Indonesia.

Perjuangan Merebut Irian Barat 23


VI. ARTI PENTING PENENTUAN PENDAPAT RAKYAT (PEPERA) DI
IRIAN BARAT

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang


diadakan pada tahun 1969 di Papua Barat yang untuk menentukan
status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik Belanda atau
Indonesia. Pemilihan suara ini menanyakan apakah sisa populasi mau
bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka. Para wakil yang
dipilih dari populasi dengan suara bulat memilih persatuan dengan
Indonesia dan hasilnya diterima oleh PBB, meskipun validitas suara
telah ditantang dalam retrospeksi.

6.1 Dasar
Referendum dan melakukan yang telah ditetapkan dalam
Perjanjian New York; Pasal 17 yang sebagian mengatakan:
"Indonesia akan mengundang Sekretaris Jenderal untuk
menunjuk seorang Wakil yang" .. "akan melaksanakan tanggung
jawab Sekretaris-Jenderal untuk memberikan saran, membantu,
dan berpartisipasi dalam pengaturan yang menjadi tanggung
jawab dari Indonesia untuk pelaksanaan pemilihan bebas.
Sekretaris Jenderal akan, pada waktu yang tepat, menunjuk PBB
Perwakilan sehingga dia dan stafnya mungkin menganggap
tugas mereka dalam satu tahun wilayah sebelum penentuan-diri.
"Perwakilan PBB dan stafnya akan memiliki kebebasan yang
sama gerakan seperti yang disediakan bagi personel dimaksud
dalam Pasal XVI".
Perjanjian ini berlanjut dengan Pasal 18:
Pasal XVIII Indonesia akan membuat pengaturan, dengan
bantuan dan partisipasi PBB Perwakilan dan stafnya, untuk
memberikan orang-orang di wilayah, kesempatan untuk

Perjuangan Merebut Irian Barat 24


melaksanakan kebebasan memilih. Pengaturan demikian akan
mencakup:
 Konsultasi (musyawarah) dengan dewan perwakilan
mengenai prosedur dan metode yang harus diikuti untuk
memastikan secara bebas menyatakan kehendak penduduk.
 Penentuan tanggal yang sebenarnya dari pelaksanaan pilihan
bebas dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Persetujuan
ini.
 Formulasi pertanyaan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan penduduk untuk memutuskan (a) apakah
mereka ingin tetap dengan Indonesia, atau (b) apakah mereka
ingin memutuskan hubungan dengan Indonesia.
 Kelayakan dari seluruh orang dewasa, pria dan wanita, bukan
warga asing untuk berpartisipasi dalam tindakan penentuan
nasib sendiri akan dilaksanakan sesuai dengan praktek
internasional, yang bertempat tinggal pada saat
penandatanganan Persetujuan ini, termasuk mereka warga
yang berangkat setelah 1945 dan yang kembali ke wilayah itu
untuk melanjutkan tinggal setelah berakhirnya pemerintahan
Belanda.

6.2 Proses
Menurut Pasal 17 dari New York Agreement, plebisit itu
tidak terjadi sampai satu tahun setelah kedatangan wakil PBB
Fernando Ortiz-Sanz di wilayah pada tanggal 22 Agustus 1968.
Namun setelah NASA mengumumkan jadwal penerbangan
Apollo 11 mendarat di Bulan untuk Juli, Indonesia mengusulkan
plebisit yang dilakukan enam minggu-minggu awal selama bulan
Juli 1969.
Perjanjian New York ditetapkan bahwa semua laki-laki
dan perempuan di Papua yang tidak asing memiliki hak untuk

Perjuangan Merebut Irian Barat 25


memilih dalam Undang-Undang. Jenderal Sarwo Edhi Wibowo,
bukan dipilih 1.025 orang Melanesia dari perkiraan populasi
800.000 jiwa sebagai wakil Barat New Guinea untuk suara.
Mereka memilih publik dan secara bulat mendukung tersisa
dengan Indonesia. PBB mencatat hasil dengan Resolusi Majelis
Umum 2504. Menurut Hugh Lunn, wartawan dari Reuters, orang-
orang yang dipilih untuk suara itu diperas menjadi suara
menentang kemerdekaan dengan ancaman kekerasan terhadap
orang-orang mereka Kontemporer diplomatik kabel
menunjukkan. Amerika diplomat mencurigai bahwa Indonesia
tidak bisa memenangkan pemungutan suara yang adil , dan juga
mencurigai bahwa suara itu tidak dilaksanakan secara bebas,
namun para diplomat melihat acara sebagai "kesimpulan
terdahulu" dan "marjinal untuk kepentingan AS"

6.3 Tahap-Tahap Pepera


Sebagai bagian dari perjanjian New York, Indonesia
sebelum akhir tahun 1969 wajib menyelenggarakan Penentuan
Pendapat Rakyat di Irian Barat. Pada awal tahun 1969,
pemerintah Indonesia mulai menyelenggarakan Pepera.
Penyelenggaraan Pepera dilakukan 3 tahap yakni sebagai
berikut:
 Tahap pertama dimulai pada tanggal 24 maret 1969. Pada
tahap ini dilakukan konsultasi dengan deewan kabupaten di
Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera.
 Tahap kedua diadakan pemilihan Dewan Musyawarah pepera
yang berakhir pada bulan Juni 1969.
 Tahap ketiga dilaksanakan pepera dari kabupaten Merauke
dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura.
Pelaksanaan Pepera itu turut disaksikan oleh utusan PBB,
utusan Australia dan utusan Belanda. Ternyata hasil Pepera

Perjuangan Merebut Irian Barat 26


menunjukkan masyarakat Irian Barat menghendaki bergabung
dengan NKRI. Hasil Pepera itu dibawa ke sidang umum PBB dan
pada tanggal 19 November 1969, Sidang Umum PBB menerima
dan menyetujui hasil-hasil Pepera.

6.4 Tuntutan untuk Ulang Pemungutan Suara


Setelah Kejatuhan Soeharto tahun 1998, Uskup Agung
Desmond Tutu aktivis Hak Asasi Manusia dan beberapa anggota
parlemen Amerika dan Eropa meminta Sekretaris PBB Kofi
[2]
Annan untuk meninjau peran PBB dalam pemungutan suara

Ada ura-ura yang telah memanggil PBB untuk melakukan


referendum sendiri, dengan semua suara pemilih dan kritik
mengatakan Perjanjian New York adalah sah biarpun tidak
dilibatkan masyarakat asli Papua tetapi Penentuan Pendapat
Rakyat tidak memenuhi Kriteria atau tidak sesuai dengan praktek
Hukum Internasional, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi yaitu
dengan cara "One Man One Vote" satu orang satu suara, tetapi
dilakukan menurut kebiasaan Indonesia dengan "Musyawarah"
banyak orang satu suara. Para peserta Penentuan Pendapat
Rakyat dipilih dan memilih oleh Indonesia sendiri, malah para

Perjuangan Merebut Irian Barat 27


peserta diteror dan diintimidasi dalam pelaksanaan Penentuan
Pendapat Rakyat 1969. Mereka menyerukan suara juga
menunjuk pada lisensi tahun 30 dimana Indonesia dijual kepada
perusahaan Freeport-McMoRan untuk hak penambangan Papua
pada tahun 1967, dan untuk respon militer Indonesia terhadap
referendum Timor Timur sebagai pendukung untuk
mendiskreditkan 1969 Tindakan Pemilihan Bebas. Posisi
Pemerintah Indonesia bahwa PBB mencatat hasil memvalidasi
pelaksanaan dan hasilnya. Tuntutan tersebut itu karena
Penentuan Pendapat Rakyat Referendu m tidak diadakan sesuai
dengan praktek Hukum Internasional, HAM dan Demokrasi yaitu
dengan cara "One Man One Vote" satu orang satu suara, tetapi
Penentuan Pendapat Rakyat malah dilakukan menurut
kebiasaan Indonesia yaitu Musyawarah "satu suara banyak
orang". dan para peserta PEPERA itu dipilih oleh pemerintah
Indonesia Sendiri, dan para peserta
itu diintimidasi dan teror oleh Militan dan Militer TRIKORA
Indonesia yang dikomandoankan oleh Soeharto 1963 setelah
setahun mendeklarasikan kemerdekaan negara West Papua
pada tanggal 1 Desember 1962. Trikora yang dikomandoankan
untuk membubarkan negara baru West Papua yang terbentuk itu
dan mensukseskan penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)
1969 dengan pengkondisian yaitu menghabiskan Organisasi
Papua Merdeka yang mendirikan negara West Papua yang
lengkap dengan atribut negara.

Perjuangan Merebut Irian Barat 28

Anda mungkin juga menyukai