Anda di halaman 1dari 5

Pelayanan Serba Daring: Memudahkan atau Menyulitkan?

Pendahuluan

Di zaman modern seperti saat ini, kita telah memasuki era digital yang semakin mendominasi
kehidupan, khususnya di bidang pemerintahan dan pelayanan publik. Masyarakat menginginkan
pelayanan yang efektif dan efisien, tetapi tetap memerhatikan transparansi dan akuntabilitas.
Sudah tidak ada lagi masyarakat yang ingin mengantre panjang dan menunggu lama demi
mendapat pelayanan publik.

Kiranya ini adalah gagasan yang awam, muncul berkelindan dalam diskusi publik: mulai dari
banyaknya masyarakat yang menggunakan piranti cerdas, lebih menuntut, berorientasi digital,
dan ingin mengakses layanan dimana saja tanpa ada hambatan yang mengganggu. Dari semua
pola kebiasaan sosietas yang berubah, sistem pelayanan publik pun dijamah kultur baru, dari face
to face menuju screen to screen. Persoalan yang terjadi adalah, sistem pelayanan publik berubah,
namun metodologisnya tetap sama.

Tampaknya, era digital masih dituduh sebagai faktor utama perubahan sistem yang terjadi saat
ini. Masih sedikit kalangan masyarakat yang melihatnya sebagai sebuah paradigma berpikir yang
menantang sistem beserta metodologinya. Sistem pelayanan publik yang tidak dilandasi oleh
orientasi mengakibatkan pelayanan via daring justru dianggap mengganggu, merepotkan, dan
sebagainya. Masih sedikit mahasiswa yang abai dan belum melek terhadap perubahan sistem
pelayanan publik yang terjadi saat ini.

Dalam menjawab dan menyikapi tantangan yang terjadi, dalam esai ini, saya ingin
menawarkan gagasan mengenai sistem pelayanan publik via daring yang dilandasi oleh orientasi
yang mengarah pada keresahan global, termasuk para kaum terdidik yang turut mempunyai andil
dalam usaha sosialisasi kepada masyarakat, sekaligus implikasi yang ditimbulkan dalam cakupan
yang lebih luas.

Pelayanan Publik di Mata Masyarakat

Pelayanan publik menurut Thoha (dalam Sedarmayanti 2010:243) adalah usaha yang
dilakukan oleh seseorang dan atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberi bantuan
dan kemudahan kepada masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu.

Banyaknya masyarakat yang berasal dari latar belakang yang berbeda sebagai pengguna jasa
menyebabkan pelayanan publik sulit diprediksi dan semakin bervariasi. Hal ini menjadi
dorongan bagi para lembaga dan instansi untuk mengambil langkah tepat. Langkah yang diambil
juga harus diimbangi oleh kemampuan lembaga atau instansi itu sendiri dalam menyikapi
perubahan yang terjadi di masyarakat. Contohnya, masyarakat di era modern sangat terikat
dengan internet dan jaringan nirkabel. Berdasarkan riset platform manajemen media sosial
HootSuite dan agensi marketing sosial We Are Social bertajuk "Global Digital Reports 2020"
yang dirilis pada akhir Januari 2020 menyebutkan bahwa 175,4 juta penduduk Indonesia sudah
menjadi pengguna internet, sementara total jumlah penduduk Indonesia sekitar 272,1 juta. Maka
dari itu, 64,5% penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet. Jumlah itu meningkat
pesat jika dibandingkan dengan riset pada tahun 2019 lalu, dimana jumlah pengguna internet di
Indonesia meningkat sekitar 17 persen atau 25 juta pengguna, sehingga dikembangkan jalur
pelayanan publik berbasis website atau yang disebut dengan E-Government.

Menurut Gubernur Provinsi Riau, Arsyadjuliandi Rachman, ketersediaan informasi yang dapat
diakses setiap waktu oleh masyarakat dan sifatnya yang transparan , membuat masyarakat dapat
mengakses informasi selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu tanpa perlu menunggu dibukanya
kantor. Diharapkan dengan adanya transparansi informasi, hubungan dengan berbagai belah
pihak menjadi lebih baik.

Namun, adanya pengembangan E-Government, ternyata belum cukup untuk memenuhi


kebutuhan masyarakat akan layanan publik. Menurut Gaspersz (dalam Harbani Pasolong 2013:
130) bahwa elemen paling penting bagi organisasi adalah pelanggan, untuk itu perlu identifikasi
secara tepat apa yang menjadi kebutuhan pelanggan. Mengutamakan kepuasan pelanggan adalah
prioritas utama yang harus dilakukan. Oleh karena itu, lembaga pemerintah harus menggali lebih
dalam apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat saat ini. Sebab, pelayanan publik yang baik
akan tetap memprioritaskan kebutuhan masyarakat tanpa mengabaikan kaidah birokrasi yang
telah berjalan sebelumnya.

Pelayanan publik merupakan hal yang tidak bisa dianggap sepele karena berhubungan
dengan keberhasilan pemerintahan suatu negara. Menurut Albrecht dan Zemke (1990) kualitas
pelayanan publik merupakan hasil interaksi berbagai aspek, sistem pelayanan publik perawatan,
penyedia layanan sumber daya manusia, strategi, dan pelanggan. Hal-hal tersebut sudah pasti
menjadi indikator, terutama kinerja aparatur layanan publik. Aparatur layanan publik harus
mengedepankan aspek profesionalitas dan melayani masyarakat dengan baik.

Inovasi Pelayanan Publik

Pelayanan publik konvensional yang prosesnya lama dan berbelit-belit sudah semestinya
ditinggalkan. Sudah seharusnya penyelenggara pelayanan publik melakukan inovasi atau
pembaharuan yang mampu memberikan nilai tambah dan kualitas layanan di mata masyarakat.
(Diah N.F, 2014) .

Di era digital seperti ini, tentunya tidak sulit untuk mengembangkan suatu inovasi. Di
samping pengembangan E-Government, Ada beberapa bentuk inovasi yang telah ada dan
dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara pelayanan publik. Salah satunya menurut Dayang
E.D (2015) menyatakan, bahwa terdapat 4 (empat) bentuk inovasi pelayanan, diantaranya
sebagai berikut:
a. Rehabilitasi Ruang Publik;

b. Mempercepat Pelayanan;

c. Area Permainan; dan

d. Jejaring Sosial.

Rehabilitasi ruang publik dapat dilakukan dengan menambah ruang terbuka hijau dan
menyediakan area bebas rokok serta area khusus rokok. Diharapkan dengan penyediaan fasilitas
ini, masyarakat merasa nyaman ketika akan mendapatkan pelayanan jasa dari penyelenggara
pelayanan.

Pihak penyelenggara pelayanan juga menjamin pemrosesan dilakukan secara cepat, asalkan
berkas yang dibawa pengguna jasa lengkap. Dalam pelayanan daring, pengguna juga harus
meng-upload berkas-berkas secara lengkap, kemudian dapat lanjut ke tahap selanjutnya.

Setelah proses pelayanan selesai, biasanya masyarakat akan diminta untuk mengisi Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) melalui kotak saran. Namun, karena zaman sudah berbeda, maka
pengisian dilakukan via daring melalui website atau jejaring sosial.

Jejaring sosial juga digunakan dalam akses pelayanan publik karena dirasa lebih praktis dan
masyarakat dapat lebih leluasa dalam menyampaikan keluhan atau saran terhadap pelayanan
yang diberikan. Selain itu, penggunaan jejaring sosial juga menambah efisiensi dan wilayah
cakupannya pun lebih luas dibandingkan pelayanan konvensional.

Peluncuran berbagai aplikasi juga turut memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi.
Misalnya, aplikasi PIKOBAR (Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jawa Barat) dimana
warga Jabar dapat memeriksakan diri secara mandiri dengan melaporkan gejala-gejala yang
dialami, sehingga tingkat kepanikan warga terhadap COVID-19 bisa menurun. Menurut
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dengan adanya aplikasi ini akan semakin banyak orang
bisa ditahan di rumah dan tidak panik di rumahnya.

Selain itu, peluncuran aplikasi Info BMKG juga turut memudahkan masyarakat dalam
mengetahui informasi mengenai prakiraan cuaca, iklim, serta kondisi udara di lingkungan
sekitar. Belum lama ini, telah diluncurkan pula aplikasi Pedulilindungi yang memberikan
kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan pelacakan dan menghentikan penyebaran
COVID-19 serta mengakses sertifikat vaksinasi yang digunakan saat memasuki tempat umum,
seperti pusat perbelanjaan. Sebuah notifikasi akan muncul di layar ponsel pintar pengguna jika
berada di keramaian atau berada di zona merah, yaitu area yang terdapat orang yang terinfeksi
positif COVID-19 atau pasien dalam pengawasan.
Kesimpulan dan Penutup

Di era digital seperti ini, masyarakat dituntut untuk dapat menggunakan dan memanfaatkan
internet, sehingga masyarakat bisa mendapatkan pelayanan publik yang memadai. Selain itu,
dengan difasilitasi internet, masyarakat seharusnya sudah tidak perlu repot mengantre lagi.

Sebagai mahasiswa yang melek teknologi, kita dituntut untuk dapat melakukan sosialisasi
pemanfaatan internet demi kelancaran pelayanan publik kepada orang awam, sehingga semua
lapisan masyarakat bisa mengaksesnya.

Para kaum terdidik juga seharusnya turut melakukan sosialisasi ke tempat-tempat yang dimana
para masyarakatnya kurang bisa mengoperasikan internet, sehingga fasilitas layanan publik dapat
tersalurkan dengan baik.

Dapat dikatakan, apabila pelayanan dilakukan serba daring, maka akan memudahkan
masyarakat pengguna jasa layanan publik karena jauh lebih efektif dan efisien. Hal ini didasari
oleh Undang-Undang No 25 Tahun 2009 bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga
negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan
publik yang merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

Semoga era digital ini menjadi salah satu titik pacu bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi
pemerintah dan penyelenggara pelayanan publik untuk berkonsentrasi penuh mengerahkan
seluruh anggaran di tahun ini untuk menciptakan pelayanan publik via daring sampai pada tahap
keterlibatan masyarakat secara berkelanjutan, sesuai amanat sila ke-5 Pancasila; keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia yang adil; sama rasa–satu rasa, proses pelayanan publik
wajib memberi kenyamanan dan kepuasan bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Daftar Pustaka

 Aplikasi PIKOBAR: Warga Jabar Bisa Cek Kesehatan Lewat Fitur Periksa Mandiri.
“Humas Jabar”, diakses dari
https://jabarprov.go.id/index.php/news/37115/2020/03/20/Aplikasi-PIKOBAR-Warga-
Jabar-Bisa-Cek-Kesehatan-Lewat-Fitur-Periksa-Mandiri pada 20 Agustus 2021 pukul
17:18
 Dayang E.D. 2015. Inovasi Pelayanan Publik di Kecamatan Sungai Kunjang Kota
Samarinda. Jurnal Ilmu Pemerintahan.3.(3).
 Diah N.F. 2014. Inovasi Pelayanan Publik BUMN (Studi Deskriptif tentang Inovasi
Boarding Pass System dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kereta Api PT KAI di
Stasiun Gubeng Surabaya). Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik.2.(1).1-10.
 https://apps.bmkg.go.id/ diakses pada 20 Agustus 2021 pukul 16:42
 https://pedulilindungi.id/ diakses pada 20 Agustus 2021 pukul 16:16
 Implementasi Penerapan E-Government, Sistem Pemerintahan Riau yang Modern.
“Kominfo.go.id”, diakses dari https://kominfo.go.id/content/detail/8522/implementasi-
penerapan-e-government-sistem-pemerintahan-riau-yang-moderen/0/sorotan_media pada
20 Agustus 2021 pukul 15:25
 Mahsyar, Abdul. 2011. “Masalah Pelayanan Publik di Indonesia dalam Perspektif
Administrasi Publik” dalam Otoritas Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol 1 : No. 2. Makassar :
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar
 Masuki Era Revolusi Industri 4.0, Indonesia Perlu Manfaatkan Teknologi Digital.
“Kominfo.go.id”, diakses dari https://www.kominfo.go.id/content/detail/29885/masuki-
era-revolusi-industri-40-indonesia-perlu-manfaatkan-teknologi-digital/0/berita_satker
pada 20 Agustus 2021 pukul 14:14
 Mengenal Pelayanan Publik. “Putra, B. Muslimin”, diakses dari
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--mengenal-pelayanan-publik pada 20 Agustus
2021 pukul 17:05
 Nuriyanto. 2014. “Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di Indonesia, Sudahkah
Berlandaskan Konsep “Welfare State”?” dalam Jurnal Konstitusi Vol 11 : No. 3, Jawa
Timur.
 Saatnya Tinggalkan Pelayanan Konvensional, “Menpan.go.id”, diakses dari
https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/saatnya-tinggalkan-pelayanan-konvensional
pada 20 Agustus 2021 pukul 13:34
 Thoha, Miftah, 2008. Ilmu Administrasi Public Kontemporer. Jakarta: Kencana
 Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
 Wardani, Ari Kusumah. 2020. “Urgensi Inovasi Pelayanan Bidang Administrasi Publik
di Era Disrupsi”. Jawa Barat: Universitas Galuh

Anda mungkin juga menyukai