Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. W DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA


BRONKIALE DENGAN STROMA LEHER SINISTRA
DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RUANG MAWAR
RSUD WONOSARI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Laboratorium Klinik


Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun oleh:
Rina Zulistin P07120113067
A’an Misen P07120113074
Parel P07120113104

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Ny W dengan Diagnosa Medis Asma Bronkiale dengan
Stroma leher Sinistra”.

Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk melengkapi tugas Praktik


Klinik Mata Kuliah KMB II yang diberikan kepada kami. Pembuatan
Asuhan Keperawatan ini tidak akan terlaksana tanpa adanya kerjasama,
bantuan, dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih
kepada :

1. Tri Prabowo, S. Kp, M. Sc. selaku Ketua Jurusan Keperawatan


Politeknik Kesehatan Yogyakarta,
2. Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Pembimbing Akademik
Keperawatan Medikal Bedah,
3. Surantono, APP., M.Kes selaku Pembimbing Akademik
Keperawatan Medikal Bedah,
4. Pembimbing Lapangan Bangsal Penyakit Dalam Ruang Mawar
RSUD Wonosari,
5. Teman-teman yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Kami percaya dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini banyak


sekali kekurangan, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini. Demikian
Asuhan Keperawatan ini kami susun, apabila banyak kesalahan penyusun
mohon maaf dan semoga Asuhan Keperawatan ini bermanfaat bagi
pembaca.
Wonosari, Januari 2015

Kelompok 4

HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. W DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA
BRONKIALE DENGAN STROMA LEHER SINISTRA
DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RUANG MAWAR RSUD
WONOSARI

Diajukan untuk disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Wonosari, Januari 2015

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing


Pendidikan
( ) ( )

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,
eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan
gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner &
Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma
merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda
derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan
napas (Lewis et al., 2000).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
(Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Asma bronkiale adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (Soeparman, 1990). Pengertian lain dari asma adalah
suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa
trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Smeltzer & Bare, 2002).
Prinsip yang mendasari asma menurut beberapa definisi diatas
bahwa pada asma bronkial ini terjadi penyempitan bronkus yang
bersifat reversible yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif
mengalami kontaminasi dengan antigen. Asma bronkial juga bisa
dikatakan suatu sindrom yang ditandai dengan adanya sesak nafas
dan wheezing yang disebabkan oleh karena penyempitan menyeluruh
dari saluran nafas intra pulmonal.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi

a. Hidung
Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh
sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu
yang berguna untuk  menyaring  udara,  debu,  dan  kotoran 
yang  masuk  ke  dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain
adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan
lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam
trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup
oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang  rawan  yang  berfungsi 
pada  waktu  kita  menelan  makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C)
sebelah dalam diliputi  oleh  selaput  lendir  yang  berbulu 
getar    yang  disebut  sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar.
Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari
jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari
trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra
torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea
dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke
bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12
cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan   pada   ujung  
bronkioli   terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau
alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian
besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli).
Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada
lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2  masuk ke dalam darah
dan CO2  dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-
paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan
kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3
lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus
media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan
lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil
bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada
inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap
segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan
saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam
lobulus, bronkiolus ini   bercabang-cabang   banyak   sekali,  
cabang   ini   disebut   duktus alveolus.   Tiap   duktus  
alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang diameternya antara
0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke
tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian
tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung.  Paru-paru  dibungkus 
oleh  selaput  yang  bernama  pleura. Pleura dibagi menjadi 2
yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada 
pembungkus)  yaitu  selaput  paru  yang  langsung 
membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput
yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan
normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya
(pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding
dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2. Fisiologi
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari
luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi
keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi
pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk
kedalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah secara osmosis.
Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan
pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena
pulmonalis  kemudian  massuk  ke serambi  kiri  jantung  (atrium 
sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-
jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai
sisa dari pembakaran adalah  CO2   dan  dikeluarkan  melalui 
peredaran  darah  vena  masuk  ke jantung (serambi kanan atau
atrium dekstra) menuju ke bilik kanan (ventrikel  dekstra)  dan  dari 
sini  keluar  melalui  arteri  pulmonalis  ke jaringan paru-paru.
Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses
pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme,
sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui
traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan  panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada 
laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring
sewaktu menelan, sehingga makanan tidak  masuk ke trakhea,
sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya.
Jika makanan masuk ke dalam laring, maka  akan  mendapat 
serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk  mencoba mengeluarkan
makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan
ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan
inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan
terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi
pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat
pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla
oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan,
memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa
refleks bernapas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat
pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2  dalam
darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus
diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu
mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi
datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan
vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka
pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan
udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma
akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan
dengan demikian  rongga  dan  dengan  demikian  rongga  dada 
menjadi  kecil kembali,   maka   udara   didorong   keluar.   Jadi  
proses   respirasi   atau pernapasan  ini  terjadi  karena  adanya 
perbedaan  tekanan  antara  rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka
dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan
dada. Ini terdapat pada rangka dada  yang lunak,  yaitu pada
orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun
naik, maka  ini  dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada 
orang  tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan
bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang
mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.
C. Klasifikasi Asma
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus
terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru
dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan
keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon
terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara
bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran
vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis,
dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun
makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing
dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen
dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang
sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh
stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang
berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan
asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
1) Gejala kurang dari seminggu
2) Serangan singkat
3) Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) Gejala lebih dari sekali seminggu
2) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
1) Gejala setiap hari
2) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
4) FEV 1 tau PEV 60% – 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

d. Asma severe persistent (asma persisten berat)


1) Gejala setiap hari
2) Serangan terus menerus
3) Gejala pada malam hari setiap hari
4) Terjadi pembatasan aktivitas fisik
5) FEV 1 atau PEF = 60%
6) PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan,
bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan
mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar
pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan
posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai
ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa
stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak
kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
e. Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat
serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma
berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan
asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan
serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang
dapat menyebabkan kematian
D. Patofisiologi

Ciri khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan


bronkus, yang disebabkan oleh spasme atau konstriksi otot-otot polos
bronkus, pembengkakan atau edema mukosa bronkus, dan
hipersekresi mukosa/ kelenjar bronkus (Smeltzer, 2002; Sundaru,
2001). Saluran nafas yang sering terserang adalah bronkus dengan
ukuran 3-5 mm, tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas.
Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu kelainan pada jalan
pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan gangguan pada
bagian fungsional paru (Rab,1996). Smeltzer (2002) menjelaskan lebih
lanjut bahwa otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar.
Sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi
dengan udara terperangkap dalam jaringan paru (Smeltzer, 2002).
Ketiga faktor tersebut selanjutnya dapat menimbulkan hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.
E. Pathway
F. Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu
hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan
Asma adalah : (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan
oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-
serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan
alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik     
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang
menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger) 
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak
menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan
gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi
bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh
pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu
pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun,
saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,
apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya
pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah
perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi
saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi)
dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari
saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma
yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma
dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung
lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab
asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan
(alergen yang masuk  ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen
yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan
alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth,
2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma
secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma
adalah :
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan
(seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung
sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin,
epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon
terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal
dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga
pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon
alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera
setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai
Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi 
beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik,
berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan 
oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan
wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini
menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma
yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk
mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua
gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti musim hujan, musim kemarau.
G. Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk
dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala
asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat
digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan
gejala asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik
maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar
faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari
serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-
gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada
dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun
diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila
terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH
menunjukkan prognosis yang buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi
pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita
bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif
pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal.
Pada  serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru
berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga
interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan
penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%,
seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi
terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan
penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat
dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran
emfisema paru, yakni:
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES,
dan VES atau terjadinya relatif ST depresi .
I. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b. Menghindari faktor pencetus


Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi
dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik 
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10
menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis
800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid
yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.

f. Iprutropioum bromide (Atroven)


Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi
debu, udara dingin
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru
sebelumnya.
- Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/
faktor lingkungan.
- Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas,
keringat dingin.
3) Riwayat keluarga: riwayat keturunan
4) Status mental : lemas, takut, gelisah
5) Pernapasan
- Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap
aktivitas atau latihan.
- Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang
ditempat tidur.
- Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya:
meninggikan bahu, melebarkan hidung.
- Adanya bunyi napas mengi.
- Adanya batuk berulang.
6) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
7) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
2. Pemeriksaan Fisik
Dada:
a. Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b. Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
c. Keabnormalan struktur Thorax
d. Contour dada simetris
e. Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna
merata
f. RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
a. Temperatur kulit
b. Premitus : fibrasi dada
c. Pengembangan dada
d. Krepitasi (bunyi seperti gesekan rambut dengan jari)
e. Massa
f. Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan).
Auskultasi:
a. Vesikuler
b. Broncho vesikuler
c. Hyper ventilasi
d. Rochi
e. Wheezing
f. Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
3. Diagnosa Keperawatan

KRITERIA
N TUJUAN INTERVENSI
DIAGNOSA HASIL RASIONAL
O ( NIC )
( NOC )
1. Tidak efektifnya Jalan nafas Sesak 1. Auskultasi bunyi nafas,1. Beberapa derajat
bersihan jalan kembali efektif. berkurang, batuk catat adanya bunyi spasme bronkus
nafas berkurang, klien nafas, misalnya : terjadi dengan
wheezing, ronkhi. obstruksi jalan nafas.
berhubungan dapat
Bunyi nafas redup
dengan mengeluarkan dengan ekspirasi
akumulasi sputum, mengi (empysema),
mukus. wheezing tak ada fungsi nafas
berkurang/hilang, (asma berat).
vital dalam batas2. Kaji / pantau frekuensi2. Takipnea biasanya ada
normal keadaan pernafasan catat rasio pada beberapa derajat
inspirasi dan ekspirasi. dan dapat ditemukan
umum baik.
pada penerimaan
selama strest/adanya
proses infeksi akut.
Pernafasan dapat
melambat dan
frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding
inspirasi.
3. Kaji pasien untuk posisi3. Peninggian kepala
yang aman, misalnya : tidak mempermudah
peninggian kepala tidak fungsi pernafasan
duduk pada sandaran dengan menggunakan
gravitasi.
4. Observasi karakteristik5. Batuk dapat menetap
batuk, menetap, batuk tetapi tidak efektif,
pendek, basah. Bantu khususnya pada klien
tindakan untuk lansia, sakit
keefektipan akut/kelemahan.
memperbaiki upaya
batuk.
5. Berikan air hangat. 5. Penggunaan cairan
hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
2. Tidak efektifnya Pola nafas Pola nafas1. Kaji frekuensi1. Kecepatan biasanya
pola nafas kembali efektif. efektif, bunyi kedalaman pernafasan mencapai kedalaman
berhubungan nafas normal dan ekspansi dada. pernafasan bervariasi
Catat upaya pernafasan tergantung derajat
dengan atau bersih, TTV
termasuk penggunaan gagal nafas. Expansi
penurunan dalam batas otot bantu pernafasan / dada terbatas yang
ekspansi paru. normal, batuk pelebaran nasal. berhubungan dengan
berkurang, atelektasis dan atau
ekspansi paru nyeri dada
mengembang. 2. Auskultasi bunyi nafas2. Ronki dan wheezing
dan catat adanya bunyi menyertai obstruksi
nafas seperti krekels, jalan nafas / kegagalan
wheezing. pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan3. Duduk tinggi
bantu mengubah memungkinkan
posisi. ekspansi paru dan
memudahkan
pernafasan.
4.Observasi pola batuk4. Kongesti alveolar
dan karakter sekret. mengakibatkan batuk
sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien6. Dapat meningkatkan/
dalam nafas dan banyaknya sputum
latihan batuk. dimana gangguan
ventilasi dan ditambah
ketidak nyaman upaya
bernafas.
3. Gangguan nutrisi Kebutuhan Keadaan umum 1. Kaji status nutrisi1. Menentukan dan
kurang dari nutrisi dapat baik, mukosa klien (tekstur kulit, membantu dalam
kebutuhan tubuh terpenuhi. bibir lembab, rambut, konjungtiva). intervensi selanjutnya.
berhubungan nafsu makan 2. Jelaskan pada klien 2. Peningkatan
tentang pentingnya pengetahuan klien
dengan intake baik, tekstur kulit
nutrisi bagi tubuh. dapat menaikan
yang tidak baik, klien partisipasi bagi klien
adekuat. menghabiskan dalam asuhan
porsi makan keperawatan.
yang disediakan, 3. Timbang berat3. Penurunan berat badan
bising usus 6-12 badan dan tinggi yang signifikan
kali/menit, berat badan. merupakan indikator
kurangnya nutrisi.
badan dalam
4. Anjurkan klien minum4. Air hangat dapat
batas normal. air hangat saat makan. mengurangi mual.
5. Anjurkan klien
5. Memenuhi kebutuhan
makan sedikit- nutrisi klien.
sedikit tapi sering
4. Intoleransi Klien dapat KU klien baik, 1. Evaluasi respons1. Menetapkan
aktivitas melakukan badan tidak pasien terhadap kebutuhan/
berhubungan aktivitas sehari- lemas, klien aktivitas. Catat kemampuan pasien
dengan hari secara dapat laporan dyspnea dan memudahkan
peningkatan pilihan intervensi.
kelemahan fisik. mandiri. beraktivitas
kelemahan/kelelahan
secara mandiri, dan perubahan tanda
kekuatan otot vital selama dan
terasa pada setelah aktivitas.
skala sedang 2. Jelaskan pentingnya 2. Tirah baring
istirahat dalam dipertahankan selama
rencana pengobatan fase akut untuk
dan perlunya menurunkan kebutuhan
keseimbangan metabolik, menghemat
aktivitas dan energi untuk
istirahat. penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih3. Pasien mungkin
posisi nyaman untuk nyaman dengan kepala
istirahat dan atau tidur. tinggi atau menunduk
kedepan meja atau
bantal.
4. Bantu aktivitas 4. Meminimalkan
keperawatan diri kelelahan dan
yang diperlukan. membantu
Berikan kemajuan keseimbangan
peningkatan aktivitas suplai dan
selama fase kebutuhan oksigen.
penyembuhan
5. Berikan lingkungan5. Menurunkan stress dan
tenang dan batasi rangsangan berlebihan
pengunjung selama meningkatkan istirahat.
fase akut sesuai
indikasi.
5. Kurangnya Pengetahuan Mencari tentang 1. Diskusikan aspek1. Informasi dapat
pengetahuan klien tentang proses penyakit : ketidak nyamanan manaikkan koping dan
tentang proses proses penyakit - Klien mengerti dari penyakit, membantu
lamanya menurunkan ansietas
penyakitnya menjadi tentang definisi
penyembuhan, dan dan masalah
berhubungan bertambah. asma harapan berlebihan.
dengan - Klien mengerti kesembuhan.
kurangnya tentang 2. Berikan informasi2. Kelemahan dan
informasi penyebab dan dalam bentuk tertulis depresi dapat
pencegahan dari dan verbal. mempengaruhi
asma kemampuan untuk
mangasimilasi
- Klien mengerti
informasi atau
komplikasi dari mengikuti program
asma medik.
3. Tekankan 3. Selama awal 6-8
pentingnya minggu setelah pulang,
melanjutkan batuk pasien beresiko besar
efektif atau latihan untuk kambuh dari
pernafasan. penyakitnya.
4. Identifikasi tanda4. Upaya evaluasi dan
atau gejala yang intervensi tepat waktu
memerlukan dapat mencegah
pelaporan pemberi meminimalkan
perawatan komplikasi.
kesehatan.
5. Buat langkah untuk6. Menaikan pertahanan
meningkatkan alamiah atau imunitas,
kesehatan umum membatasi terpajan
dan kesejahteraan, pada patogen.
misalnya : istirahat
dan aktivitas
seimbang, diet baik.
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas
Tanggal Pengkajian : 6 Januari 2014
Jam : 16.00 WIB
Sumber Data : Pasien,Keluarga, Rekam Medis, Tim
Kesehatan
Pasien
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : -
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku / Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Panggul Tengah Candirejo
Diagnosa Medis : Ashma Bronchiale dengan Stroma
Nomor CM : 61 31 51
Tanggal masuk perawatan : 5 Januari 2014
Keluarga / Penanggung Jawab
Nama : Ny. N
Umur : 50 tahun
Hubungan dengan pasien : Anak
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan sakit perut, pasien mengatakan batuk
dengan dahak, pasien mengatakan di lehernya seperti ada
dahak yang mengumpul, pasien mengatakan sesak nafas,
pasien mengatakan saat dibatukkan dahak susah untuk keluar,
pasien mengatakan jika untuk tidur semakin sesak dan nyeri
dada. Pasien mengatakan pada lehernya terdapat benjolan
yang sudah dirasakan ± 5 bulan yang lalu.
b. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Saat pengkajian pasien pada tanggal 6 januari 2015 pasien
mengatakan sesak nafas, pasien terlihat batuk dan
mengeluarkan dahak tetapi sulit untuk dikeluarkan, sputum yang
keluar berwarna putih kental, pasien mengatakan pusing, saat
benjolan leher di palpasi pasien mengatakan sakit , benjolan
berdiameter ± 3 cm dan keras.
c. Kesehatan sekarang
Pasien terpasang infus RL + 1/2 amp Aminophilin 20 Tpm,
Pasien terpasang O2 4 liter/menit, pasien mengatakan sesak
nafas dan saat batuk tidak bisa mengeluarkan dahaknya semua
hanya sedikit-sedikit, pasien mengatakan pada lehernya seperti
ada dahak yang banyak dan susah untuk dikeluarkan, pasien
terlihat nafasnya dangkal dengan RR : 46 x/menit, Suhu :
36,5 ° C, TD : 140 / 70 mmHg, N : 94 x/menit.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan pasien belum pernah menderita penyakit
yang sama, pasien mengatakan tidak memiliki riwayat
hipertensi, keluarga pasien mengatakan pasien merasa ada
benjolan di leher sudah ± 5 bulan, pasien mengatakan sesak
nafas dialami sejak tanggal 31 Desember 2014 kemudian
diperiksakan ke dokter tetapi keluarga minta untuk di rawat di
rumah kemudian pada tanggal 5 januari 2015 sesak nafas
semakin parah sehingga pasien di periksakan kembali ke dokter
kemudian pasien di rujuk ke RSUD Wonosari.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan kurang mengetahui ada tidaknya
keluarga yang menderita penyakit yang sama. Keluarga pasien
mengatakan keluarganya tidak memiliki penyakit keturunan
seperti Asma, Hipertensi, Jantung dan Diabetes Mellitus.
f. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan atau obat-
obatan.
3. Pola Kebiasaan Pasien
Aspek Fisik - Biologis
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Sebelum Sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3 kali sehari
dengan porsi sedang dengan nasi sayur dan lauk . Pasien
mengatakan minum 6-7 gelas air putih, pasien mengatakan
suka minum teh hangat saat pagi hari.
Selama Sakit
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit
mendapatkan bubur tetapi pasien tidak menghabiskannya
karena pasien ingin mengeluarkan dahaknya dan batuk-batuk.
Keluarga pasien mengatakan pasien minum air putih 9-10 gelas
karena ingin melegakan pada tenggorokannya yang rasanya
seperti terdapat dahak yang banyak.
b. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit
Pasien mengatakan b.a.b setiap hari 1 x dan b.a.k 6-7 kali per
hari.
Selama Sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien selama sakit b.a.b dan
b.a.k seperti biasa sebelum sakit. Pasien memakai pampers
tetapi jika pasien ingin b.a.b dan b.a.k ke kamar mandi keluarga
selalu mengantarnya.
Pola Aktivitas Istirahat – Tidur
a. Pola Aktivitas dan latihan
Keluarga pasien mengatakan pasien sudah tidak bekerja tetapi
pasien masih suka ke sawah dengan suaminya untuk bercocok
tanam, pasien mengatakan jika setelah pulang dari sawah
pasien merasa sesak nafas ( pasien mengatakan menggeh-
menggeh ).
b. Keadaan Pernafasan
Saat di rawat rumah sakit pasien mengatakan sesak nafas
dengan RR : 46 x/ menit dan pasien terlihat nafasnya dangkal,
pasien terpasang O2 kanul binasal 4 liter/ menit.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya tidur 5-6 jam setiap harinya,
pasien mengatakan di rumah jika sudah tidur tidak mudah
terbangun.
Selama sakit
Pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien susah tidur
dan sering terbangun karena lingkungan yang ramai. Pasien
mengatakan jika untuk tiduran sesak nafasnya semakin sakit.
Pola Kebersihan Diri
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien di lap
oleh keluarga dengan air hangat dan dibersihkan 2 x dalam sehari.
Riwayat Psikologi
a. Status Emosi
Keluarga pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien
mengeluh sesak nafas.
b. Gaya Komunikasi
Pasien berkomunikasi dengan bahasa jawa, pasien jika diajak
berbicara dapat menjawab dengan suara lirih.
Riwayat Sosial
Keluarga pasien mengatakan pasien jarang mengeluh sakit,
keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dengan baik.
Riwayat Spiritual
Keluarga pasien mengatakan pasien sebelum sakit shalat 5 waktu
dengan rajin tetapi selama sakit pasien tidak melaksanakan shalat
5 waktu karena kondisi yang tidak memungkinkan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keluhan umum : lemas, lemah
b. Tingkat kesadaran: composmentis
c. Pengukuran antropometri
BB : 35 Kg
TB : 140 cm
IMT : 17,85 Kg/m2
d. Tanda vital :
TD : 140/70 mmHg
N : 94 x / menit
RR : 35 x / menit
S : 36,5 °C

e. Pemeriksaan Kepala
1) Kepala
Bentuk kepala Brakhiocephalus, simetris, tidak ada luka,
rambut pasien sudah berwarna putih, kulit kepala pasien
bersih.
2) Leher
Leher pasien simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada lesi terdapat stroma pada leher sinistra dengan
diameter ± 3 cm, stroma saat dipalpasi teraba keras.
f. Pemeriksaan Wajah
1) Mata
Konjungtiva tidak anemis, keluarga mengatakan mata pasien
masih bisa melihat dengan jelas.
2) Telinga
Keluarga pasien mengatakan pasien pendengarannya masih
bisa mendengar dengan jelas, telinga simetris, tidak ada
luka, telinga pasien terlihat bersih.
3) Hidung
Simetris, pada hidung pasien terdapat sekret, Hidung pasien
tidak ada pembesaran polip.
4) Mulut
Mulut pasien terlihat berwarna pucat, kering, simetris, tidak
ada stomatitis.
g. Pemeriksaan Thoraks/ dada
Inspeksi
Bentuk dada asimetris, kulit keriput, pasien batuk kering, tidak
ada lesi, terdapat retraksi, pasien nafas dangkal.
Auskultasi
Catatan Dokter : vesikuler +/+ , Ronchi +/+, Wheezing +/+
h. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Pertumbuhan rambut tidak ada, simetris, tidak ada benjolan,
terdapat retraksi.
Auskultasi
Bising usus : 22 x/menit
Perkusi
Kuadran I : dull
Kuadran II : dull
Kuadran III : tympani
Kuadran IV : tympani
Palpasi
Saat abdomen dipalpasi pasien mengatakan tidak nyeri.
i. Pemeriksaan Genetalia
Tidak terkaji, pasien memakai pampers.
j. Pemeriksaan Ekstermitas
Ekstermitas atas : anggota gerak lengkap, tidak ada
fraktur, capillary refill tidak lebih dari 3 detik, ekstermitas dapat
digerakkan dengan baik.
Ekstermitas bawah : anggota gerak kaki lengkap, tidak ada
fraktur, ekstermitas dapat digerakkan dengan baik, tidak ada
luka.
k. Pemeriksaan Kulit / Integument
Kulit terlihat tidak ada lesi, turgor kulit jelek, struktur keriput,
akral dingin.
5. Hasil EKG
HR : 94 bpm
6. Data Penunjang
Hasil Lab tanggal 7 Januari 2014 pukul 06.00 WIB
Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 12,4 gr% 12 – 16 gr%
A Leukosit 6800 µ/l 4300 – 11400 µ/l
Trombosit 435.000 150.000 – 450.000
HCT/HMT 36 % 37 %
Glukosa sesaat 141 mg/dl 76 – 110 mg/dl
SGOT 14
SGPT 17
Cholesterol Ttl 234 mg/dl 50 – 220 mg/dl
HDL Chlorest 70 mg/dl 55 – 65 mg/dl
LDL Chlorest 154 <150 mg/dl
Tryglyserida 49 mg/dl <200 mg/dl
CK-MB 12
LDH 70 µ/l <480 µ/l
Urea 5 mg/dl 15 – 45 mg/dl
Creatinine 0,6 mg/dl 0,6 – 1,3 mg/dl

7. Terapi
- RL + Aminophilin 20 Tpm
- O2 kanul binasal 4 liter/menit
- Ventolin per 8 jam
- Fexotid per 8 jam
- ISDN 3 X 1/2
- CPG 1 X 1
- Diovan 1 x 40

B. Analisa Data
Hari, tanggal : Selasa, 6 Januari 2014
Waktu : 18.00 WIB
Data Masalah Penyebab
DS : Tidak efektifnya Akumulasi mukus.
- Pasien mengatakan bersihan jalan
batuk dengan dahak nafas
- Pasien mengatakan di
lehernya seperti ada
dahak yang
mengumpul,
- Pasien mengatakan
saat dibatukkan dahak
susah untuk keluar,
- sputum yang keluar
berwarna putih kental
DO :
- Pasien nafas dangkal.
- Catatan Dokter :
vesikuler +/+ , Ronchi
+/+, Wheezing +/+
- TTV
TD :140/70
mmHg
N : 94 x / menit
S : 36,5 °C
DS : Tidak efektifnya Penurunan ekspansi
- Pasien mengatakan pola nafas. paru
sesak nafas
- Pasien mengatakan jika
untuk tidur semakin
sesak dan nyeri dada
DO :
- RR : 46 x/menit,
- Pernafasan pasien
terlihat dangkal
- Bunyi nafas pasien
abnormal terdapat
secret
DS : Intoleransi aktivitas Kelemahan fisik
- Pasien mengatakan
lemas
- Pasien mengatakan
pusing
DO :
- Tingkat kesadaran
composmentis
- Keadaan umum : lemah
- Dalam beraktivitas
pasien terlihat dibantu
keluarga.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
Akumulasi mucus ditandai dengan

DS :

- Pasien mengatakan batuk dengan dahak


- Pasien mengatakan di lehernya seperti ada dahak yang
mengumpul,
- Pasien mengatakan saat dibatukkan dahak susah untuk
keluar,
- sputum yang keluar berwarna putih kental
DO :

- Pasien nafas dangkal.


- Catatan Dokter: vesikuler +/+ , Ronchi +/+, Wheezing +/+
- TTV
TD :140/70 mmHg
N : 94 x / menit
S : 36,5 °C
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan Penurunan
ekspansi paru ditandai dengan
DS :
- Pasien mengatakan sesak nafas
- Pasien mengatakan jika untuk tidur semakin sesak dan nyeri
dada
DO :

- RR : 46 x/menit,
- Pernafasan pasien terlihat dangkal
- Bunyi nafas pasien abnormal terdapat sekret
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan

DS :

- Pasien mengatakan lemas


- Pasien mengatakan pusing
DO :

- Tingkat kesadaran composmentis


- Keadaan umum : lemah
- Dalam beraktivitas pasien terlihat dibantu keluarga.
D. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015
17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB
Tidak efektifnya bersihan Setelah diasuh keperawatan4. Auskultasi bunyi nafas, catat6. Beberapa derajat spasme
jalan nafas berhubungan selama 3 x 24 jam jalan adanya bunyi nafas, bronkus terjadi dengan
dengan Akumulasi mucus nafas pasien kembali efektif misalnya : wheezing, ronkhi. obstruksi jalan nafas. Bunyi
ditandai dengan dengan kriteria hasil nafas redup dengan
DS : - Sesak berkurang, batuk ekspirasi mengi (empysema),
- Pasien mengatakan berkurang, tak ada fungsi nafas (asma
batuk dengan dahak - Klien dapat berat).
- Pasien mengatakan di mengeluarkan sputum, 7. Kaji / pantau frekuensi5. Takipnea biasanya ada pada
lehernya seperti ada - Wheezing berkurang pernafasan catat rasio beberapa derajat dan dapat
dahak yang /hilang, inspirasi dan ekspirasi. ditemukan pada penerimaan
mengumpul, - vital dalam batas selama strest/adanya proses
- Pasien mengatakan normal keadaan umum infeksi akut. Pernafasan
saat dibatukkan dahak baik. dapat melambat dan
susah untuk keluar, Rina frekuensi ekspirasi
- sputum yang keluar memanjang dibanding
berwarna putih kental inspirasi.
6. Kaji pasien untuk posisi8. Peninggian kepala tidak
DO : yang aman, misalnya : mempermudah fungsi
- Pasien nafas dangkal. peninggian kepala tidak pernafasan dengan
- Catatan Dokter: duduk pada sandaran menggunakan gravitasi.
vesikuler +/+ , Ronchi 9. Observasi karakteristik10. Batuk dapat menetap tetapi
+/+, Wheezing +/+ batuk, menetap, batuk tidak efektif, khususnya pada
- TTV pendek, basah. Bantu klien lansia, sakit
TD :140/70 mmHg tindakan untuk keefektifan akut/kelemahan.
N : 94 x / menit memperbaiki upaya batuk.
S : 36,5 °C 6. Berikan air hangat. 6. Penggunaan cairan hangat
Rina 7. Rina dapat menurunkan spasme
bronkus.
7. Rina
6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015
17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB
Tidak efektifnya pola nafas Setelah diasuh keperawatan7. Kaji frekuensi kedalaman5. Kecepatan biasanya
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam Pola pernafasan dan ekspansi mencapai kedalaman
Penurunan ekspansi paru nafas pasien kembali efektif dada. Catat upaya pernafasan bervariasi
ditandai dengan dengan kriteria hasil pernafasan termasuk tergantung derajat gagal
DS : - Pola nafas efektif, penggunaan otot bantu nafas. Expansi dada terbatas
- Pasien mengatakan - bunyi nafas normal atau pernafasan / pelebaran yang berhubungan dengan
sesak nafas bersih, nasal. atelektasis dan atau nyeri
- Pasien mengatakan - TTV dalam batas normal, dada
jika untuk tidur semakin batuk berkurang, 8. Auskultasi bunyi nafas dan6. Ronki dan wheezing
sesak dan nyeri dada - ekspansi paru catat adanya bunyi nafas menyertai obstruksi jalan
DO : mengembang. seperti krekels, wheezing. nafas / kegagalan
- RR : 46 x/menit, Rina pernafasan.
- Pernafasan pasien Tinggikan kepala dan bantu7. Duduk tinggi memungkinkan
terlihat dangkal mengubah posisi. ekspansi paru dan
- Bunyi nafas pasien memudahkan pernafasan.
abnormal terdapat Observasi pola batuk dan8. Kongesti alveolar
secret ( ronchi ) karakter sekret. mengakibatkan batuk
Rina sering/iritasi.
Dorong/bantu pasien dalam Dapat meningkatkan/
nafas dan latihan batuk. banyaknya sputum dimana
Rina gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman
upaya bernafas.
Rina
6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015 6 januari 2015
17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB 17.00 WIB
Intoleransi aktivitas Setelah diasuh keperawatan Evaluasi respons pasien Menetapkan kebutuhan/
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam pasien terhadap aktivitas. Catat kemampuan pasien dan
kelemahan fisik ditandai dapat melakukan aktivitas laporan dyspnea memudahkan pilihan
dengan sehari-hari secara mandiri. peningkatan kelemahan / intervensi.
DS : dengan kriteria hasil kelelahan dan perubahan
- Pasien mengatakan - KU klien baik, tanda vital selama dan
lemas - Badan tidak lemas, setelah aktivitas.
- Pasien mengatakan - Klien dapat beraktivitas Jelaskan pentingnya
6. Tirah baring dipertahankan
pusing secara mandiri, istirahat dalam rencana selama fase akut untuk
DO : - Kekuatan otot terasa pengobatan dan perlunya menurunkan kebutuhan
- Tingkat kesadaran pada skala sedang keseimbangan aktivitas dan metabolik, menghemat energi
composmentis Rina istirahat. untuk penyembuhan.
- Keadaan umum : 7. Bantu pasien memilih posisi6. Pasien mungkin nyaman
lemah nyaman untuk istirahat dan dengan kepala tinggi atau
- Dalam beraktivitas atau tidur. menunduk kedepan meja
pasien terlihat atau bantal.
dibantu keluarga. Bantu aktivitas keperawatan Meminimalkan kelelahan dan
Rina diri yang diperlukan. Berikan membantu keseimbangan
kemajuan peningkatan suplai dan kebutuhan
aktivitas selama fase oksigen.
penyembuhan
Berikan lingkungan tenang7. Menurunkan stress dan
dan batasi pengunjung rangsangan berlebihan
selama fase akut sesuai meningkatkan istirahat.
indikasi. 8. Rina
Rina

E. Implementasi dan Evaluasi

Waktu Implementasi Evaluasi Paraf


6 Jan 2014 Mengelola pemberian O2 kanul S : Rina
23.50 WIB binasal 4 liter/menit - Pasien mengatakan sputum yang
Memberikan ventolin + fexotid keluar berwarna putih, kental.
dengan nebul - Pasien mengatakan lebih enakan
Mengobservasi karakteristik setelah diberi O2
batuk, menetap, batuk pendek, - Pasien mengatakan lebih lega setelah
basah. Bantu tindakan untuk di nebul
keefektifan memperbaiki upaya O :
batuk. - Pasien terpasang O2
Membantu memposisikan pasien - Nebul ventolin + fexotid
untuk posisi semi fowler - Pasien dengan posisi semi fowler
A : Masalah tercapai sebagian
P : lanjut intervensi
7 jan 2014 mengauskultasi bunyi nafas dan S : Rina
06.00 WIB catat adanya bunyi nafas seperti - Pasien mengatakan semalaman tidak
krekels, wheezing. dapat tidur
Mendorong / membantu pasien - Pasien mengatakan saat melakukan
dalam nafas dan latihan batuk. batuk efektif sputum bisa keluar
Berikan lingkungan tenang dan O :
batasi pengunjung selama fase - Suaran nafas pasien ronchi
akut sesuai indikasi. - RR : 40 x /menit
- Melatih pasien nafas dalam dan
latihan batuk efektif
- Membatasi pengunjung
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut intervensi
Daftar Pustaka

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI/RSCM

Anda mungkin juga menyukai