Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gagal jantung adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari
jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang
mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif
otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari
gagal jantung.(Majid, 2016)
Kelainan fungsi otot jantung di sebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. aterosklerosis koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggungnya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infrank miokard biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung dan pada gilirannya menagkibatkan hipetrofi serabut otot jantung.
Efek tersebut (hipertofi miokard)dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Akan tetapi, untuk alasan yang tidak jelas, hipertofi otot
jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
(Majid, 2016)

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah pada Asuhan
Keperawatan ini adalah ”Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan
CHF di Ruang ICU RSU IPI MEDAN

1
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami dan melakukan asuhan keperawatan
pada klien Tn.M di Rumah Sakit IPI di Ruangan ICU dengan gangguan sistem
pernapasan yang berhubungan dengan CHF.

1.3.2. Tujuan Khusus   :


1. Untuk mengetahui defenisi CHF
2. Untuk mengetahui etiologi CHF
3. Untuk mengetahui patofisiologi CHF
4. Untuk mengetahui manefestasi klinis CHF
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik CHF
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis CHF
7. Untuk mengetahui komplikasi CHF
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan CHF
9. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan CHF
10. Untuk mengetahui rencana keperawatan tentang CHF

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Dasar Medis


2.1.1. Defenisi
Penyakit gagal jantung yang istilah medisnya disebut dengan “Heart Failure atau Cardiac
Failure”, merupakan keadaan darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung
seseorang setiap menitnya (Curah) jantung [cardiac output] tidak mampu memenuhi
kebutuhan normal metabolisme tubuh (Majid, 2016) Gagal jantung kongestif adalah
gangguan multisistem yang terjadi apabila jantung tidak lagi mampu menyemprotkan darah
yang mengalir kedalamnya melalui sistem vena. Yang tidak termasuk dalam defenisi ini
adalah kondisi yang gangguan curah jantungnya terjadi akibat kekurangan darah atau proses
lain yang mengganggu aliran balik darah ke jantung (Kumar, Cotran, & Stanley, 2007)
Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi. Gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri
dan sisi kanan (Smeltzer & Bare, 2001)
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan sesak nafas, dispneu
saat beraktifitas, dispneu nokturnal puroksimal, ortopneu, dan edema perifer. gagal jantung
kongestif dinamakan seperti itu karena gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan
kegagalan jantung untuk berfungsi secara normal, yang menyebabkan kongesti pada dasar
vaskuler paru dan jaringan perifer yang menimbulkan gejala pernafasan dan edema
perifer(Morton, Fontaine, Hudak, & Gallo,2011)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan
(dimana Cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), sedangkan tekanan
pengisian kedalam jantung yang berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar
darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir
ventrikel secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan
jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagian organ

3
2.1.2. Etiologi
Menurut (Price & Wilson, 2005) Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari
segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang:
1) Meningkatkan beban awal
2) Meningkatkan beban akhir, atau
3) Menurunkan kontraktilitas miokardium
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan
cacat septum ventrikel, dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurunkan pada infark
miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal
jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja
sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel(misalnya: stenosis katub
atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis
konstriktif dan temponode jantung mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa
efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas
sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau kombinasi berbagai mekanisme
yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung. Efektivitas jantung sebagai pompa
dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis.Faktor-faktor yang dapat memicu
terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa:
1) Disritmia
2) Infeksi sistemik dan paru-paru
3) Emboli paru
Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan
listrik melalui respons mekanis, respon mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan
dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil. Respon tubuh terhadap infeksi akan
memaksa jantung memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru
secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu
terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan
pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis penyakit yang
mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung

4
2.1.3. Patofisiologi

5
2.1.4 Manefestasi Klinis

1) Gagal jantung kiri : kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari
paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan
terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi :
dispnea, ortopnea, batuk, mudah lelah, takikardia, insomnia. Tanda fisik
yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah
dibagian yang meliputi: bunyi jantung ketiga dan ke keempat(S3 dan S4)
serta crakles( bunyi gelembung atau berderak yang berasal dari pangkal paru
paru) pada paru paru. S4 atau gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium
dan terdengar paling baik dengan bel stetoskop yang ditempelkan dengan
tepat pada apeks jantung. S3 terdengar pada awal distolik setelah bunyi
jantung kedua (S2) dengan klien pada posisi lateral kiri dan pada akhir
ekspirasi.(arif muttaqin, 2009)
a. Dispnea dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi pada saat
istirahat atau dicetuskan oleh gerakan minimal atau sedang.
b. Ortopnea kesulitan bernafas saat berbaring, beberapa pasien hanya
mengalami ortopnea pada malam hari, hal ini terjadi bila pasien,
yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di
bawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan
yang tertimbun diekstremitas yang sebelumnya berada di bawah
mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah terganggu, tidak
mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat.
Akibatnya tekanan dalam sirkulasi  paru meningkat dan lebih lanjut,
cairan berpindah ke alveoli.
c. Batuk yang berhubungan dengan ventrikel kiri bisa kering dan tidak
produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah yaitu batuk yang

6
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah yang banyak, yang
kadang disertai bercak darah.
d. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas.
e. Insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.

2) Gagal jantung kanan : bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah
kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan
jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara
normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat
meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan,
hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia
a. Edema dimulai pada kaki dan tumit juga secara bertahap bertambah ke
tungkai, paha dan akhirnya ke genetalia eksterna serta tubuh bagian bawah.
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan
dalam pembuluh darah portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar
rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan ascites. Pengumpulan cairan
dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan
distress pernafasan.
c. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
d. Nokturia terjadi karena perfusi renal yang didukung oleh posisi penderita pada
saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah
jantung membaik saat istirahat.

7
e. Kelemahan yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena
menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk
sampah
katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan (Smeltzer, 2002).
3) Gagal jantung kanan : bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah
kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan
jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara
normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat
meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan,
hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia
f. Edema dimulai pada kaki dan tumit juga secara bertahap bertambah ke
tungkai, paha dan akhirnya ke genetalia eksterna serta tubuh bagian bawah.
g. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan
dalam pembuluh darah portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar
rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan ascites. Pengumpulan cairan
dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan
distress pernafasan.
h. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
i. Nokturia terjadi karena perfusi renal yang didukung oleh posisi penderita pada
saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah
jantung membaik saat istirahat.
j. Kelemahan yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena
menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk
sampah
katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan (Smeltzer, 2002).

8
2.1.5. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : mengukur kecepatan dan keteraturan danyut jantung, untuk
mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia
dan kerusakan pola mungkin terlihat
2. Ekokardiogram : Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk
mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung
dan fungsi katup jantung.
3. Foto rontgen dada : Foto rontgen dada digunakan untuk mengetahui adanya
pembesaran jantung, penimbunancairan di paru-paru atau penyakit paru
lainnya.
4. Sonogram : Dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.
5. Laboratorium:
- AGD: dapat terjadi asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi C02.
- DPL: biasanya terdapat leukositosis. Laju endap darah (LED)
meningkat.
- Elektrolit: natrium dan klorida dapat menurun.
- Bilirubin: dapat meningkat.
- Kultur sputum: terdapat mikroorganisme.
- Kultur darah: bakteremia sementara.

2.1.6. Penatalaksanaan Medis


 Non Farmakologi
1. Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi
edema seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
2. Batasi cairan ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi edema.

9
1. Manajemen stress ditujukan untuk mengurangi stress karena stress
emosi dapat menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan
darah dan meningkatkian kerja jantung.
2. Pembatasan aktifitas fisik untuk mengurangi beban kerja jantung.
 Farmakologi
1. Diuretik : diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal,
penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia.
2. Digoxin : meningkatkan kontraktilitas dan memperlambat frekuensi jantung.
Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi,
3. Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi
sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
4. Terapi vasodilator : digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel.

2.1.7. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok Kardiogenik, merupakan stadium akhir dari disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila vetrikel kiri mengalami kerusakan yang
sangat luas. Tanda syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat
dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan
agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.

10
2.2. Konsep Dasar Keperawatan
2.2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan


dan merupakan suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan pada respon klien
terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia (Nursalam, 2001).

1) Klien.
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat. Pada kasus

2) Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang.
 Gejala saat ini dan durasinya : adanya sesak nafas atau kesulitan bernafas,
nyeri dada dan kaitan nyeri dengan pernapasan: batuk, produktif atau tidak
produktif, warna, konsistensi sputum,
 gejala lain: kesakitan pernapasan atas saat ini atau kesakitan akut lain;
penyakit kronik seperti DM, PPOK, atau penyakit jantung; medikasi saat ini;
alergi obat. (LeMone atal, 2016).
b. Riwayat kesehatan dahulu.
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau
memengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohman & Walid, 2009).

11
c. Riwayat Kesehatan keluarga.
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam satu keluarga,penyakit yang
menular akibat kontak langsung antara anggota keluarga (Rohman & Walid,
2009).
3) Pemeriksaan fisik :
Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital, antara lain suhu;
warna aksesorius, pernapasan; suara paru. (LeMone. atal, 2016). Pemeriksaan
fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari kepala Sampai ujung kaki dapat
lebih mudah.Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan
dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik
pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin, 2010)
a. Penampilan umum
Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk
pemeriksaan.
b. Kesadaran.
Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif dan
kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu composmentis
mempunyai arti mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respon yang
cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu mengalami acuh tak
acuh terhadap lingkungan sekitarnya, samnolen yaitu mengalami kesadaran
yang lebih rendah dengan ditandai tampak mengantuk bahwa untuk, sopor
mempunyai arti bahwa klien memberikan respon dengan rangsangan yang
kuat dan refleks pupil terhadap cahaya tidak ada. sedangkan penilaian
kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur melalui penilaian (GCS) Glasgow
Coma Scale dengan aspek membuka mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5 dan
respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz alimul, 2009).
c. Tanda-Tanda Vital

12
Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin dilakukan dalam
berbagai kondisi klien.Pengukuran yang paling sering dilakukan adalah
pengukuran suhu, dan frekuensi pernafasan (Mutaqqin, 2010).Pada pasien
pneumonia biasanya mengalami demam suhu diatas 370c, pernapasan cepat
(Tachypnea).

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


Menurut (Dianosa Medis & Nanda, 2015). Kemungkinan Diagnosa
keperawatan yang muncul:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas:
spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas
buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan
nafas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory: tirah baring atau
imobilisasi, kelemahan menyeluruh, ketidak seimbangan suplai O2 dengan
kebutuhan.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, akibat toksin
bakteri dan rasa sputum.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
6. Resiko kekurangan volume cairan dengan intake oral tidak adekuat, takipneu,
demam, kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan.
7. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan apnea: ansietas, posisi tubuh,
deformitas dinding dada, gangguan

2.2.3. Intervensi keperawatan


NO Diagnosa NOC NIC
Keperawata nn
1 Bersihan jalan nafas  Respiratory status : Airway Suction.

13
tidak efektif Ventilation
berhubungan dengan  Respiratory status :  kebutuhan oral /
obstruksi jalan nafas: airway patency tracheal
spasme jalan nafas, Kriteria Hasil suctioning
sekresi tertahan,  Mendemonstrasikan  Auskultasi suara
banyaknya mukus, batuk efektif dan suara nafas sebelum dan
adanya jalan nafas napas yang bersih, tidak sesudah suctioning
buatan, sekresi ada sianosis dan  Informasikan pada
bronkus, adanya dyspneu (mampu klien dan keluarga
eksudat di alveolus, mengeluarkan sputum, tentang
adanya benda asing di mampu bernapas suctioning.
jalan nafas dengan mudah, tidak  Minta klien nafas
ada pursed lips). dalam sebelum
 Menunjukkan jalan suction dilakukan
napas yang paten (klien  Berikan O2
idak merasa tercekik, dengan
irama napas, frekuensi menggunakan
pernapasan dalam nasal untuk
rentang normal, tidak memfasilitasi
ada suara napas suksion
abnormal) nasotrakeal
 Mampu  Gunakan alat yang
mengidentifikasi dan steril setiap
mencegah faktor yang melakukan
dapat menghambat jalan tindakan
napas.  Monitor status
oksigen pasien
 Hentikan suksion
dan berikan

14
oksigen apabila
pasien
menunjukan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll -
Buka jalan nafas,
gunakan teknik
chin lift atau jaw
thurst bila perlu.
2 Gangguan pertukaran  Respiratory Status: Gas  Posisikan pasien
gas berhubungan exchange. untuk
dengan gangguan Keseimbangan asam memaksimalkan
kapasitas pembawa basa, elektroda. ventilasi.
oksigen darah.  Respiratory Status:  Pasang mayo bila
Ventilation. Vital Sign perlu.
Status.  Lakukan
 Setelah dilakukan fisioterapi dada
tindakan keperawatan jika perlu.
selam 3 x 24 jam  Keluarkan secret
diharapkan gangguan dengan batuk atau
pertukaran gas teratasi suction.
dengan kriteria hasil:  Auskultasi suara
Mendemontrasikan nafas, catat adanya
peningkatan ventilasi dan suara tambahan.
oksigenasi yang adekuat.  Atur intake untuk
 Memelihara kebersihan cairan
paru- paru dan bebas dari mengoptimalkan
tanda-tanda distress keseimbangan.
pernafasan.  Monitor respirasi

15
 Mendemonstrasikan dan status O2.
batuk efektif dan suara  Catat pergerakan
nafas yang bersih, tidak dada, amati
ada sianosis dan dyspneu kesimetrisan,
(mampu mengeluarkan penggunaan otot
sputum, mampu bernafas tambahan, retraksi
dengan mudah, tidak ada otot
pursed lips). supraclavicular
dan intercostals.
 Monitor suara
nafas, seperti
dengkur.
 Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi.
 Monitor TTV,
AGD, elektrolit
dan status mental.
 Observasi sianosis
khususnya
membrane
mukosa.
3 Intoleransi aktivitas Energy consevation Airway Activity Therapy.
berhubungan dengan tolerance  Kolaborasikan
isolasi respiratory: Setelah dilakukan tindakan dengan tenaga
tirah baringatau keperawatan selama 3 x 24 rehabilitasmedik
imobilisasi, kelemahan jam diharapkan intoleransi dalam
menyeluruh, ketidak aktivitas teratasi dengan merencanakan

16
seimbangan suplai O2 kriteria hasil: program terapi
dengan kebutuhan.  Berpatisipasi dalam yang tepat
aktifitas fisik tanpa  Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengindentifikasi
tekanan darah, nadi dan aktivitas yang
RR. mampu dilakukan
 Mampu melakukan  Bantu untuk
aktifitas sehari (ADLs) memilih aktivitas
secara mandiri konsisten yang
 Tanda tanda vital sesuai dengan
normal kemampuan fisik,
 Energy psikomotor psikologi dan
 Level kelemahan sosial

 Mampu berpindah:  Bantu untuk

dengan atau tanpa mengindentifikasi

bantuan alat dan mendapatkan

 Status kardiopulmunari sumber yang

adekuat diperlukan untuk

 Sirkulasi status baik aktivitas yang

Status respirasi: diinginkan

pertukaran gas dan  Bantu untuk

ventilasi adekuat mendapatkan alat


bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
 Bantu untuk
mengidentifikasik
an aktivitas yang
sesuai
 Bantu klien untuk

17
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
 Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
 Monitor respon
fisik, emosi,
social dan
spiritual
4 Nutrisi kurang dari  Nutritional status : food Nutrition management
kebutuhan tubuh and fluid Intake  Kaji adanya alergi
berhubungan dengan  Nutritional status : makanan
anoreksia, akibat nutrient intake Weight  Kolaborasi dengan
toksin bakteri dan rasa kontrol. ahli gizi untuk
sputum Setelah dilakukan tindakan menentukan
keperawatan 3 x 24 jumlah kalori dan
jamdiharapakan ketidak nutrisi yang di
seimbangan nutrisi kurang butuhkan pasien
dari kebutuhan tubuh teratasi  Anjurkan pasien
dengan kriteria hasil : untuk
 Adanya peningkatan meningkatkan
berat badan sesuai

18
dengan tujuan intake
 Berat badan ideal dengan  Yakinkan diet
tinggi badan yang dimakan
 Mampu mengidentifikasi mengandung
kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk
 Tidak ada tanda-tanda mencegah
malnutrisi konstipasi
 Tidak terjadi penurunan  Berikan makanan
berat badan yang berarti yang terpilih
(sudah di
konsultasikan
dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien
bagaiamna
membuat catatan
makanan harian
 Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
 Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
5 Hipertermi Thermoregulation Fever treatment.
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Monitor suhu
keperawatan 3 x 24 jam

19
proses infeksi. diharapkan hipertermia sesering mungkin.
teratasi dengan kriteri hasil :  Monitor tekanan
 Suhu tubuh dalam darah, nadi dan
rentang normal. RR.
 Nadi dan RR dalam  Monitor intake
rentang normal. dan out put.
 Tidak ada perubahan  Berikan anti
warna kulit dan tidak piretik.
ada pusing.  Kompres pasien
pada lipatan paha
dan aksila.
 Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi.
 Tingkat kan intake
cairan dan nutrisi.
6 Resiko kekurangan  Fluid balance. Fluid management.
volume cairan dengan  Hydration.  Pertahankan
intake oral tidak  Nutritional status : food catatan intake dan
adekuat, takipneu, and fluid. output yang
demam, kehilangan  Intake. adekuat.
volume cairan secara Setelah melakukan tindakan  Monitor status
aktif, kegagalan keperawatan 3 x 24 jam hidrasi
mekanisme diharapkan resiko (kelembaban
pengaturan. kekurangan volume cairan membrane
teratasi dengan kriteria hasil mukosa, nadi
:- adekuat, tekanan

 Mempertahankan urine darah ortostatik),

output sesuai dengan jika diperlukan.

20
usia dan BB.  Monitor vital sign.
 TTV dalam batas  Monitor masukan
normal. makanan/cairan
 Tidak ada tanda-tanda dan hitung intake
dehidrasi. kalori harian.
 Elastisitas turgor kulit  Kolaborasikan
baik,membrane mukosa pemberian cairan
lembab, tidak ada rasa IV.
haus yang berlebihan.  Monitor status
nutrisi.
 Berikan cairan IV
pada suhu
ruangan.
 Dorong
penggantian
nesogatrik sesuai
output.
 Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan.
 Tawarkan snack
( jus buah, buah
segar).
Hypovolemia
management.
 Monitor status
cairan termasuk
intake dan ouput
cairan.

21
 Monitor tingkat
Hb dan
hematokrit.
 Monitor tanda
vital.
 Monitor berat
badan.
 Dorong pasien
untuk menambah
intake oral.
7 Ketidakefektifan pola  Respiratory status  Buka jalan nafas,
napas berhubungan airway patient Vital sign gunakan teknik
dengan apnea: status. chin lift atau jaw
ansietas, posisi tubuh, Setelah dilakukan tindakan thurst bila perlu.
deformitas dinding keperawatan 3 x 24 jam  Posisikan pasien
dada, gangguan diharapkan ketidakefektifan untuk
koknitif, keletihan pola nafas teratasi dengan memaksimalkan
hiperventilasi, sindrom kriteria hasil : ventilasi
hipovnetilasi, obesitas,  Mendemontrasikan batuk  Indentifikasikan
keletihan otot spinal. efektif dan suara nafas pasien perlunya
yang bersih, tidak ada pemasangan alat
sianosis dan dyspneu jalan nafas buatan
(mampu mengeluarkan  Pasang mayo bila
sputum, mampu bernafas perlu
dengan mudah, tidak ada  keluarkan secret
pursed lips) dengan batuk atau
 Menunjukkan jalan nafas suction
yang paten (klien tidak  Auskultasi suara
merasa tercekik, irama nafas, catat adanya
nafas, frekuensi

22
pernafasan dalam suara tambahan -
rentang normal, tidak Lakukan suction
adasuara nafas abnormal) pada mayo
 Tanda Tanda vital dalam  Berikan pelembab
rentang normal (tekanan udara kasa basah
darah, nadi. Nacl lembab
 Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi
dan status O2
 Pertahankan jalan
nafas yang paten

2.2.4. Discharge planning


1. Berhenti merokok

2. Memberikan informasi tentang obat dan efek sampingnya

3. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres

4. Batasi konsumsi alkohol

5. Menjaga pola makan

6. Anjurkan pada klien untuk berhenti beraktifitas selama ada serangan

7. Diet sesuai anjuran dokter

8. Olahraga secara teratur

23
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Resume

Tn. M, usia 50 tahun, agama islam, suku jawa, bahasa sehari- hari bahasa
indonesia, pekerjaan wiraswasta, No RM :26-33-03 pendidikan terakhir SLTP,
alamat : Jl. Suku 01 MEDAN TIMUR. Indentitas penanggung jawab : Ny. K,
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga, Hubungan dengan klien : kakak kandung. Ditinjau
dari pemeriksaan riwayat penyakit klien sebelumnya di IGD kakak klien mengatakan
bahwa klien memiliki riwayat penyakit AF. Klien masuk IGD Rumah Sakit Umum
Imelda Pekerja Indonesia Medan pada tanggal 28 Januari 2021, pukul 11:30 wib,
alasan klien masuk ke Rumah Sakit adalah klien mengatakan keluhan utama sesak
napas, keluarga klien mengatakan klien sesak napas sejak satu minggu yang lalu dan
semakin memburuk sejak 2 hari terakhir, batuk (+), demam disangkal, kaki bengkak
(+). Sebelumnya klien pernah di rawat di ruang sakura Rumah sakit Imelda Pekerja
Indonesia Medan selama 4 hari, lalu sudah boleh pulang kerumahnya. Kemudian
datang kembali ke IGD RSU IPI Medan seminggu kemudian. Di IGD RSU IPI klien
dilakukan pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital: TD : 110/70 mmHg, HR: 130
kali/menit , RR : 28 kali/menit, Temp : 360C, dyspnoe: (+), skala nyeri 5 (nyeri
sedang) nyeri yang di rasakan di dada, TB : 170 cm, BB : 74 kg, IMT 25. Keadaan
umum compos mentis dengan nilai GCS 15. Klien dilakukan pemeriksaan EKG, CT
Head Scan dengan hasil kesimpulan : cardiomegali, pneumonia, pemeriksaan darah
lengkap elektrolit, ureum/urea-N, creatinin. Terapi yang diberikan selama di IGD
yaitu IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/menit, injeksi furosemide 2 amp per 8 jam dengan O2
mask 8 liter/menit untuk membantu pernapasan. Rencana masuk keruangan ICU
dengan diagnosa awal : AF + CHF EC MR SEVERE.

24
Pada pukul 15.15 WIB klien tiba di ruang ICU dengan K/U sesak nafas berat
(+), batuk (+), suport dengan O2 mask 8 l/I, nyeri dada (+), TD : 136/78 mmHg, HR :
137x/menit, RR : 28x/menit, Temp : 36,8oC, SPO2: 98%, pasien rawatan dr. Sp.JP
rawat bersama dengan dr.Sp.P. a/u Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Azitromycin 1x500 mg.
Dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan data keadaan tampak pucat, lemas, kesadaran
compos mentis dengan nyeri 5 (nyeri sedang) terpasang O2 mask 8 liter/menit,
terpasang chateter (condom chateter), dan masih terpasang infuse dengan cairan Nacl
0,9% 20 gtt/menit. Tn. M mengeluh sesak napas dan nyeri dada saat batuk, pasien
bernapas dengan alat bantu napas dan terlihat kesulitan berbicara karena sesak napas
yang dialami. Pasien tidak mampu bergerak sendiri dan harus dibantu oleh keluarga
atau perawat.
Pada tanggal 29/01/2021 masih diruang ICU dilakukan pengkajian kembali
dengan hasil Sesak nafas ber (-)oedem pada ekstremitas bawah (+), batuk (+), TD :
88/64 mmHg, HR : 120 x/i, RR : 28 x/i, T : 37 0C, SPO2 : 98 %, R/T KSR 1x1,
UR/CR meningkat, konsul rawat bersama dengan dr.Sp.Pd. Inj meropenem 1 gr/12
jam. Kemudian pada tanggal 30/01/2021, sesak nafas ber (-), TD : 118/69 mmHg, HR
: 113 x/i, RR : 28 x/i, T : 370C, SPO2 : 99%. A/u cek urinalisa. Dari hasil
pemeriksaan di ruang ICU yang semakin membaik, dokter menyarankan untuk
pindah ruangan ke ruang Anggrek pada tanggal 30/01/2021.
Pada tanggal 31/01/2021 diruangan Anggrek dilakukan pemeriksaan kembali
dengan hasil sesak nafas ber (-), hemodinami relatif stabil, TD : 110/79 mmHg, HR :
126 x/i, RR : 20 x/i, T : 370C, SPO2 : 100%. Kemudian pada tanggal 01/02/2021 hasil
pemeriksaan sesak nafas ber(-), oedem pada ekstremitas bawah (+), batuk (+), badan
lemas, dengan TD : 100/90 mmHg, HR : 90 x/i, RR : 21 x/i, T : 36,5 0C. Pada tanggal
02/02/2021, didapatkan hasil pengkajian kembali, sesak nafas jika beraktivitas (+),
lemas (+), TD : 100/80 mmHg, HR : 78 x/i, RR : 22 x/i, T : 37 0C. Pada tanggal
03/02/2021, sesak nafas jika beraktivitas (+), lemas (+), TD : 100/70 mmHg, HR : 82
x/i, RR : 22 x/i, T : 370C.

Diagnosa Akhir : AF + CHF EC MR SEVERE + AKI + PNEUMONIA CAP.

25
A. Laboratorium

Jenis pemeriksaan Hasil Unit/satuan Angka normal


Faal ginjal
Ureum/Urea-N 107 Mg/dl 13-50
Creatinin 2,40 Mg/dl P: 0.7 – 1.4 W : 0.6 –
1.1
Elektrolit
Analisa Gas Darah
pH 7,546 7,35-7,45

PCO2 16,7 mmHg 35-45

PO2 171 mmHg 80-105

HCO3 14,5 mmHg 22-26

CO2 total 15,0 mmHg 23-27

Base Excess -8,1 mmHg -2 – 3

O2 saturated 99,7 mmHg 95-98

B. Penangaan Medis/Instruksi Dokter

No Nama Obat Efek Positif Efek Negatif


1 IVFD
NaCL 0,9% 20 gtt/i Mengatur jumlah air Detak jantung cepat,
dalam tubuh, juga demam, gatal-gatal
berperan pada bagian atau ruam, suara
implus saraf dan serak, iritasi, nyeri
kontraksi otot sendi, dada sesak
2 Injeksi

26
Meropenem 1 gr/ 12 jam Menangani berbagai Konstipasi atau
kondisi yang diderita sembelit, diare, mual
akibat adanya infeksi muntah, peradangan
bakteri pada lidah, infeksi
mulut akibat jamur,
gtal-gatal, ruam, sakit
kepala, perdarahan,
sesak napas.
Furosemide 1 ampul/ 8 jam Mengeluarkan Pusing, vertigo, mual
kelebihan cairan dalam muntah, diare,
tubuh melalui urine penglihatan buram,
sembelit
3 Obat Oral
Digoxin tablet 1x1 Obat yang digunakan Cemas, muntah,
untuk mengatasi kebingugan, sakit
beberapa jenis aritmia. kepala, penglihatan
kabur, mual, pusing,
diare
Simarc 1x2 mg tablet Pencegahan Hemorrage jaringan
thrombosis vena serta atau organ, kejang,
dampak lanjutan yang perdarahan saluran
ditimbulkannya. Untuk uterin, nekrosis pada
pengobatan penyakit kulit & jaringan lain.
yang berkenaan
dengan gangguan
penyumbatan koroner
ISDN 3x5 mg Untuk mencegah dan Pusing, sakit kepala,
meredakan angina mual muntah,
(nyeri dada) kelelahan.

27
KSR 1x1 Mencegah Mual, muntah, perut
hipokalemia kembung, sakit perut,
(menurunnya kadar diare, peradangan
kalium dalam darah) gastrointestinal.
Arixtra 2,5 mg/hari Mengobati pembekuan Anemia, perdarahan,
darah pada kaki dan purpura, edema
paru-paru.
Bisoprolol 1x5 mg Mengobati hipertensi Pusing, mual, muntah,
tau tekanan darah kelelahan, denyut
tinggi, angina pectoris, jantung lambat,
aritmia dan gagal konstipasi, diare, jari
jantung. kaki dan tangan terasa
dingin.

3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DS: Infeksi pada Nyeri akut
klien mengatakan nyeri kantung udara
pada dada saat batuk. paru-paru
DO :
 Klien tampak meringis Produksi lendir di
saat batuk paru-paru

 Klien tampak memegag meningkat

dadanya saat batuk


 Skala nyeri : 5

2 DS : - Imobilisasi Intoleransi aktivitas


 DO :
 Klien tampak mobilisasi

28
dan aktivitas dibantu.
 Klien terlihat lemah

3 DS : Kurangnya asupan Ketidakseimbangan


 klien mengatakan nafsu makan nutrisi kurang dari
makan klien menurun. kebutuhan tubuh
DO :
 Diet klien M2 (bubur).
 Diet klien habis hanya ¼
dari 1 porsi yang disajkan.
 Tekanan darah 120/70
mmHg
 Nadi 87 x/menit.
 Suhu 36,5 0C

4 DS : Peningkatan Ketidakefektifan
 Klien mengatakan sesak produksi sekret bersihan jalan
saat bernapas napas
DO : Penyumbatan

 Klien terlihat sesak saat sekret di trakea

bernapas bronchial

 Klien terpasang NRM 10


liter
 RR : 30x/menit

29
3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan produksi lendir di paru-paru di tandai dengan


nyeri dada saat batuk dan skala nyeri 5
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi ditandai dengan klien tidak
mampu mobilisasi mandiri dan harus dibantu perawat.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan makanan ditandai dengan klien mengatakan tidak selera makan
dan diet klien hanya habis ¼ dari 1 porsi yang disediakan.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penyumbatan sekret
di trakea bronkial di tandai dengan klien merasa sesak dan terpasang NRM 10
liter,RR:30x/menit

30
3.4 Asuhan Keperawatan

3.4.1 Intervensi

No Diagnose NOC NIC


Keperawatan
1 Nyeri akut  Skala nyeri Pain Management
berhubungan dengan  Kontrol nyeri  Lakukan
produksi lendir di paru-  Cofort level pengkajian nyeri
paru secara
Setelah dilakukan tindakan
komprehensif.
keperawatan 3 x 24 jam
 Observasi reaksi
diharapakan ketidak
nonverbal dari
seimbangan nutrisi kurang
ketidaknyamanan
dari kebutuhan tubuh teratasi
 Kaji kutur yang
dengan kriteria hasil :
mempengaruhi
 Mampu menontrol
respon nyeri
nyeri (tahu penyebab
 Pilih dan lakukan
nyeri, mampu
penanganan nyeri
menggunakan teknik
 Kaji tipe dna
nonfarmakologi untuk
sumber nyeri
mengurangi nyeri,
untuk menentukan
mencari bantuannya)
intervensi
 Melaporkan bahwa
 Tingkatkan
nyeri berkurang dengan
instirahat
menggunakan
 Kolaborasikan
manajemen nyeri
dengan dokter
 Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda

31
nyeri)

2 Ketidak seimbangan  Nutritional status : food Nutrition management


nutrisi kurang dari and fluid  Kolaborasi dengan
kebutuhan tubuh  Intake Nutritional ahli gizi untuk
berhubungan dengan status : nutrient intake menentukan jumlah
kurangnya asupan  Weight kontrol kalori dan nutrisi
makanan. yang di butuhkan
Setelah dilakukan tindakan
pasien
keperawatan 3 x 24 jam
 Anjurkan pasien
diharapakan ketidak
untuk
seimbangan nutrisi kurang
meningkatkan
dari kebutuhan tubuh teratasi
intake
dengan kriteria hasil :
 Berikan makanan
 Adanya peningkatan
yang terpilih
berat badan sesuai
(sudah di
dengan tujuan
konsultasikan
 Berat badan ideal dengan
dengan ahli gizi)
tinggi badan
 Berikan informasi
 Mampu mengidentifikasi
tentang kebutuhan
kebutuhan nutrisi
nutrisi.
 Tidak ada tanda-tanda
 Kaji kemampuan
malnutrisi
pasien untuk
 Tidak terjadi penurunan
mendapatkan
berat badan yang berarti
nutrisi yang
dibutuhkan
3 Intoleransi aktivitas Energy consevation Airway Activity Therapy
berhubungan dengan tolerance  Kolaborasikan
imobilisasi. Setelah dilakukan tindakan dengan tenaga
keperawatan selama 3 x 24 rehabilitas medic

32
jam diharapkan intoleransi dalam
aktivitas teratasi dengan merencanakan
kriteria hasil: program terapi
 Berpatisipasi dalam yang tepat
aktifitas fisik tanpa  Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengindentifikasi
tekanan darah, nadi dan aktivitas yang
RR. mampu dilakukan
 Mampu melakukan  Bantu untuk
aktifitas sehari (ADLs) mengindentifikasi
secara mandiri dan mendapatkan
 Tanda tanda vital sumber yang
normal diperlukan untuk
 Energy psikomotor aktivitas yang
 Level kelemahan diinginkan

 Mampu berpindah:  Bantu untuk

dengan atau tanpa mengidentifikasika

bantuan alat n aktivitas yang

 Status kardiopulmunari sesuai

adekuat  Bantu klien untuk

 Sirkulasi status baik membuat jadwal

Status respirasi: latihan diwaktu

pertukaran gas dan luang

ventilasi adekua  Bantu


pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas.

33
 Monitor respon
fisik, emosi, social
dan spiritual.
4 Ketidakefektifan  Respiratory status : Airway Suction.
bersihan jalan napas Ventilation  kebutuhan oral /
berhubungan dengan  Respiratory status : tracheal
penyumbatan sekret di airway patency suctioning
trakea bronkial  Auskultasi suara
Kriteria Hasil
nafas sebelum dan
 Mendemonstrasikan
sesudah suctioning
batuk efektif dan suara
 Informasikan pada
napas yang bersih, tidak
klien dan keluarga
ada sianosis dan
tentang suctioning.
dyspneu(mampu
 Minta klien nafas
mengeluarkan sputum,
dalam sebelum
mampu bernapas
suction dilakukan
dengan mudah, tidak
 Berikan O2
ada pursed lips).
dengan
 Menunjukkan jalan
menggunakan
napas yang paten (klien
nasal untuk
idak merasa tercekik,
memfasilitasi
irama napas, frekuensi
suksion
pernapasan dalam
nasotrakeal
rentang normal, tidak
 Gunakan alat yang
ada suara napas
steril setiap
abnormal)
melakukan
 Mampu
tindakan
mengidentifikasi dan
 Monitor status
mencegah faktor yang
oksigen pasien
dapat menghambat jalan

34
napas.  Hentikan suksion
dan berikan
oksigen apabila
pasien menunjukan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll
 Buka jalan nafas,
gunakan teknik
chin lift atau jaw
thurst bila perlu.

35
3.4.2 Implementasi dan Evaluasi

n Diagnose Implementasi I II III


o Keperawa 28 Januari 29 Januari 30 Januari
tan 2021 2021 2021
1. Nyeri akut  Melakukan Subjektif Subjektif Subjektif
berhubung pengkajian pasien pasien Pasien
an dengan nyeri secara mengatakan mengatakan mengatakan
produksi komprehensif nyeri saat nyeri saat nyeri saat
lendir di . batuk. batuk. batuk tapi
paru-paru  Mengobserva berangsur
si reaksi Objektif Objektif berkurang.
nonverbal - Pasien - Pasien

dari terlihat terlihat Objektif

ketidaknyam meringis meringis - Pasien

anan saat batuk saat batuk masih

 Mengkaji - Pasien - Pasien meringis

kutur yang terlihat terlihat saat batuk

mempengaru memegang memegang - Pasien

hi respon dadanya dadanya mulai bisa

nyeri saat batuk saat batuk mengontr

 Memilih dan - Skala - Skala ol nyeri

melakukan nyeri 5 nyeri 5 saat batuk

penanganan - Pasein
Analisa Analisa
nyeri memaplik
Masalah belum Masalah belum
asikan
 Mengkaji tipe teratasi teratasi
teknik
dan sumber Planning Planning
napas
nyeri untuk Intervensi Intervensi
dalam
menentukan diteruskan diteruskan
 Melakuka  Melakuka Analisa

36
intervensi n n Intervensi
 Meningkatka pengkajian pengkajian diteruskan
n istirahat nyeri nyeri Planning
 Melakukan secara secara  Melakuk
kolaborasi komprehe komprehe an
dengan nsif. nsif. pengkaji
dokter  Mengobse  Memilih an nyeri
rvasi dan secara
reaksi melakukan kompreh
nonverbal penangana ensif.
dari n nyeri  Memilih
ketidaknya  Meningkat dan
manan kan melakuk
 Memilih istirahat an
dan  Melakuka penangan
melakukan n an nyeri
penangana kolaborasi  Meningk
n nyeri dengan atkan
 Mengkaji dokter istirahat
tipe dan  Mengajark  Melakuk
sumber an pasien an
nyeri teknik kolabora
untuk napas si dengan
menentuka dalam dokter
n  Mengajar
intervensi kan
 Meningkat pasien
kan teknik
istirahat napas

37
 Melakukn dalam
kolaborasi
dengan
dokter

2. Ketidak Nutrition Subjektif Subjektif Subjektif


seimbanga management Pasien Pasien Pasien
n nutrisi  Melakukan mengatakan mengatakan mengatakan
kurang Kolaborasi tidak nafsu tidak nafsu tidak nafsu
dari dengan ahli makan makan makan
kebutuhan gizi untuk Objektif Objektif Pasien
tubuh menentukan - Pasien - Pasien mengatakan
berhubung jumlah kalori terlihat terlihat makanan
an dengan dan nutrisi hanya hanya tidak enak
kurangnya yang di menghabi menghabis Objektif
asupan butuhkan skan ¼ kan ¼ dari - Pasien
makanan. pasien dari diet diet yang mulai
 Menganjurkan yang diberikan makan
pasien untuk diberikan dengan
meningkatkan baik
Analisa Analisa
intake meskipu
Masalah belum Masalah belum
 Memberikan n diet
teratasi teratasi
makanan yang yang
Planning Planning
terpilih (sudah diberikan
Intervensi Intervensi
di masih
dilanjutkan dilanjutkan
konsultasikan bersisa
 Melakukan  Melakukan
dengan ahli Kolaborasi Analisa
Kolaborasi
gizi) dengan ahli Masalah
dengan ahli
 Memberikan gizi untuk gizi untuk belum
informasi menentuka menentuka teratasi

38
tentang n jumlah n jumlah Planning
kebutuhan kalori dan kalori dan Intervensi
nutrisi. nutrisi yang nutrisi yang dilanjutkan
 Mengkaji di butuhkan di butuhkan  Melakuka
kemampuan pasien pasien n
pasien untuk  Menganjur  Menganjur Kolaboras
mendapatkan kan pasien kan pasien i dengan
nutrisi yang untuk untuk ahli gizi
dibutuhkan meningkatk meningkatk untuk
an intake an intake menentuk
 Memberika  Memberika an jumlah
n makanan n informasi kalori dan
yang tentang nutrisi
terpilih kebutuhan yang di
(sudah di nutrisi. butuhkan
konsultasik  Ajarkan pasien
an dengan pasien  Memberik
ahli gizi) makan an
 Memberika sedikit tapi informasi
n informasi sering tentang
tentang kebutuhan
kebutuhan nutrisi.
nutrisi.  Ajarkan
 Mengkaji pasien
kemampua makan
n pasien sedikit
untuk tapi sering
mendapatk
an nutrisi
yang

39
dibutuhkan
3. Intoleransi Activity Therapy Subjektif Subjektif Subjektif
aktivitas  Melakukan - - -
berhubung Kolaborasi Objektif Objektif Objektif
an dengan dengan tenaga Pasien terlihat Pasien mulai Pasien sudah
imobilisas rehabilitas lemah bisa mengatur bisa
i. medic dalam Analisa posisi nyaman mengatur
merencanakan Masalah belum Analisa posisi secara
program terapi teratasi Masalah belum perlahan
yang tepat Planning teratasi Analisa
 Membantu Intervensi Planning Masalah
klien untuk dilanjutkan  Membantu belum
mengindentifi  Membantu klien untuk teratasi
kasi aktivitas klien untuk mengindent Planning
yang mampu mengindent ifikasi  Membant
dilakukan ifikasi aktivitas u klien
 Membantu aktivitas yang untuk
untuk yang mampu menginde
mengindentifi mampu dilakukan ntifikasi
kasi dan dilakukan  Membantu aktivitas
mendapatkan  Membantu untuk yang
sumber yang untuk mengindent mampu
diperlukan mengindent ifikasi dan dilakukan
untuk aktivitas ifikasi dan mendapatk  Membant
yang mendapatk an sumber u untuk
diinginkan an sumber yang menginde
 Membantu yang diperlukan ntifikasi
untuk diperlukan untuk dan
mengidentifik untuk aktivitas mendapat
asikan aktivitas yang kan

40
aktivitas yang yang diinginkan sumber
sesuai diinginkan  Membantu yang
 Membantu  Membantu untuk diperluka
klien untuk untuk mengidenti n untuk
membuat mengidenti fikasikan aktivitas
jadwal latihan fikasikan aktivitas yang
diwaktu luang aktivitas yang sesuai diinginka
 Membantu yang sesuai n
pasien/keluarg  Membantu  Membant
a untuk pasien/kelu u untuk
mengidentifik arga untuk mengiden
asi mengidenti tifikasika
kekurangan fikasi n aktivitas
dalam kekurangan yang
beraktivitas. dalam sesuai
 Memonitor beraktivitas
respon fisik, .
emosi, social
dan spiritual.
4. Ketidakefe Airway Suction. Subjektif Subjektif Subjektif
ktifan  kebutuhan Pasein Pasein Pasein
bersihan oral / tracheal mengeluh mengeluh mengeluh
jalan suctioning sesak saat sesak saat sesak saat
napas  Mengauskulta bernapas bernapas bernapas
berhubung si suara nafas Objektif Objektif Objektif
an dengan sebelum dan - Pasein - Pasein - Pasein
penyumba sesudah terlihat terlihat terlihat
tan sekret suctioning sesak sesak sesak
di trakea  Menginforma - Pasein - Pasein - Pasein
bronkial sikan pada terpasang terpasang terpasang

41
klien dan NRM NRM NRM
keluarga - RR - RR - RR
tentang 30x/menit 22x/menit 22x/meni
suctioning. t
Analisa Analisa
 Meminta
Masalah belum Masalah belum Analisa
klien nafas
teratasi teratasi Masalah
dalam
Planning Planning belum
sebelum
Intervensi Intervensi teratasi
suction
dilanjutkan dilanjutkan Planning
dilakukan
 Posisikan  Posisikan Intervensi
 Memberikan
klien semi klien semi dilanjutkan
O2 dengan
fowler fowler  Posisikan
menggunakan
 Pantau  Pantau klien
nasal untuk
TTV TTV semi
memfasilitasi
 Pantau  Pantau fowler
suksion
kebutuhan kebutuhan  Pantau
nasotrakeal
oksige oksige TTV
 Menggunaka
pasien pasien  Pantau
n alat yang
 Anjurkan  Anjurkan kebutuha
steril setiap
pasien minum air n oksige
melakukan
minum air hangat pasien
tindakan
hangat  Anjurkan
 Memonitor
minum
status oksigen
air
pasien
hangat
 Menghentikan
suksion dan
berikan
oksigen
apabila pasien

42
menunjukan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2,
dll
 Membuka
jalan nafas,
gunakan
teknik chin lift
atau jaw thurst
bila perlu.

BAB IV

43
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam


jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan
oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat
kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal.
Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan
penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat
menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.(Majid, 2016).

5.2 Saran

1. Diharapkan perawat dapat menciptakan lingkungan yang therapeutic, agar


terjalin hubungan kooperatif antara perawat dank lien sehingga perawat dapat
memperoleh data yang akurat yang membantu mempercepat proses
penyembuhan.
2. Diharapkan perawat dapat lebih mampundan lebih kritis menemukan prioritas
masalah keperawatan yang dihadapi klien khususnya pada penderita CHF.
3. Perawat dapat melakukan kolaborasi dengan team kesehatan yang lain, untuk
memberikan intervensi yang lebih akurat kepada penderita CHF.
4. Perawat seharusnya dapat lebih kooperatif dengan keluarga dan klien
sehingga memudahkan perawat dalam melaksanakan tindakan untuk
mempercepat proses penyembuhan.
5. Diharapkan semua implementasi yang dilakukan oleh perawat berdasarkan
intervensi yang telah dibuat dapat terapai/terpenuhi secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

44
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dianosa
Medis & Nanda NIC-NOC. Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.

Mulyana, R. 2019. Terapi Antibiotika Pada Pasien CHF Usia Lanjut. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2019.

Jurnal Nasional Teknik Elektro dan Teknologi Informasi. Vol. 9, No. 2, Mei 2020.
ISSN 2301-4156

Feri S, Kumala S, Utami H, Subhan A. 2019. Analisis Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Outcome Terapi Pasien CHF Di Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta. Jurnal Kesehatan Tadulako. Vol. 5 No. 2, September
2019. P-ISSN 2407-8441/e-ISSN 2502-0749

45

Anda mungkin juga menyukai