Data/Sampel Sampel yang dipilih adalah 110 kota terbesar, termasuk didalamnya ibukota
provinsi dan hampir keseluruhan kota-kota tersebut memiliki jumlah
penduduk diatas 50.000 jiwa. Periode pengamatan dilakukan selama 3 tahun,
yaitu dari tahun 2008-2010.
Pengukuran Pengukuran variable utama dilakukan sebagai berikut:
variabel dan - Variabel transparansi digunakan index yang dipublikasikan oleh
metode Transparansi International Spanyol, dengan score 0-100 yang disebut
Analisis dengan IT Index. Sementara sub-index dibagi kedalam 5 bagian, yaitu:
(A) transaparansi perusahaan kota;
(B) transparansi hubungan dengan warga negara dan masyarakat;
(C) transparansi ekonomi dan keuangan;
(D) transparansi terkait dengan penawaran kontrak jasa kota;
(E) transparansi dalam perencanaan kota dan pekerjaan umum.
- Variabel desentralisasi adalah variabel numerik yang mewakili jumlah
lembaga desentralisasi (perusahaan, organisasi otonom organisasi, badan
usaha publik dan yayasan) masing-masing kota.
- Variabel Eksternalisasi adalah variabel numerik yang mewakili jumlah
lembaga swasta yang telah memperoleh hak untuk memberikan jasa
kepada masyarakat di setiap kota.
Metode analisis digunakan dengan menggunakan metode analisis deskriptif
dan analisis eksplanatori. Dalam hal eksplanatori, peneliti mencoba
melakukan tes untuk indeks dan subindeks khususnya untuk mengetahui
dengan pasti level transparansi yang paling dipengaruhi oleh desentralisasi
dan eksternalisasi.
Temuan/ - Hasil penelitian menunjukkan bahwa kota yang paling transparan adalah
Interpretasi kota yang telah melakukan proses desentralisasi fungsional untuk
pelayanan publik, terutama melalui pembentukan perusahaan publik dan
yayasan. Yayasan adalah badan non-profit yang terikat pada administrasi
publik, dan menerima dana moneter dari negara. Karena entitas ini secara
berkala diaudit untuk menjamin penggunaan dana publik secara memadai
maka hal ini mendukung transparansi informasi.
- Selain itu, proses desentralisasi meningkatkan transparansi pada kota-kota
yang ada di Spanyol karena politisi dan agen yang terlibat lainnya
langsung berhubungan pelayanan dan lebih bertanggung jawab atas
tindakan mereka (Persson & Tabellini 2000), sehingga menyebabkan
perilaku yang lebih etis dan dapat membatasi perilaku predator di
pemerintah (Bjedov et al., 2010). Dengan demikian, adanya desentralisasi
menyebabkan pelayanan yang lebih berorientasi pada publik, sehingga
cenderung mengungkapkan informasi yang lebih tinggi dan memperkuat
hubungan dengan stakeholder, sehingga mendorong meningkatnya
partisipasi warga (Justice et al., 2006) dan terwujudnya akuntabilitas
dalam pemerintahan ( Regmi et al, 2010; Willis et al, 1999.).
- Sementara itu, terkait dengan keterlibatan perusahaan swasta dalam bentuk
outsourcing dan perusahaan campuran (mixed companies) Hasilnya
aktivitas tersebut tidak mempengaruhi tingkat transparansi publik pada
kota-kota di Spanyol. Hal ini membuktikan pernyataan Mulgan (2002)
yang menyatakan bahwa meskipun sektor swasta cenderung lebih
akuntabel untuk hasil, namun cenderung kurang transparan dalam proses.
- Walaupun demikian, eksternalisasi tidak boleh dipahami sebagai
mekanisme untuk menyembunyikan informasi, karena berdasarkan hasil
penelitian juga dapat dilihat bahwa ternyata perusahaan-perusahaan swasta
tersebut telah mengungkapkan informasi aktivitasnya pada website mereka
masing-masing, sehingga informasi atas aktivitas ekseternalisasi tersebut
tidak lagi disediakan oleh Pemerintah Daerah. Hal inilah yang mungkin
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
2. Justice, Jonathan B. and Cumhur Dulger. (2009). Fiscal Transparency and Authentic Citizen
Participation in Public Budgeting: The Role of Third-Party Intermediation. Journal of Public
Budgeting, Accounting and Financial Management, 21 (2-Summer): 254-288.
Universitas Indonesia
5
Hipotesis/ Walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit proposisi pada paper ini, penulis
Proposisi berasumsi bahwa keberhasilan proses penganggaran publik (pemerintah),
selain untuk mengatasi kelangkaan sumber daya juga sangat dipengaruhi
oleh transparansi fiskal, partisipasi masyarakat dan intermediasi oleh pihak
ketiga, seperti akademisi dan organisasi masyarakat lainnya.
Data/Sampel Data yang digunakan dalam penyusunan paper ini adalah data sekunder
yang berupa literatur (sumber kepustakaan), terutama terkait dengan hasil
kajian teoritis dan studi kasus dalam proses penganggaran, misalnya yang
dipublikasikan oleh New York Bureau of Municipal Research (BMR) dan
karya kontemporer Developing Initiatives For Social and Human Action
(DISHA) di Gujarat, India.
Metode Metode analisis menggunakan metode kualitatif-interpretatif (general
Analisis review).
Temuan/ Beberapa temuan/hasil penelitian ini adalah:
Interpretasi 1. Walaupun secara normatif telah terbuka kesempatan untuk
berpartisipasi secara langsung dalam proses penganggaran, namun
sering ditemukan bahwa sebagian besar warga tidak memiliki
informasi, tidak memiliki waktu untuk melakukan kajian-kajian
terhadap isu-isu yang kompleks dan juga tidak memiliki kemampuan
dalam menghadapi keputusan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah,
termasuk keputusan anggaran pemerintah (Simonsen & Robbins,
2000).
2. Untuk mengatasi masalah tersebut, setidaknya diperlukan dua variable,
yaitu pertama, mengefektifkan transparansi fiskal, bersamaan dengan
partisipasi dan akuntabilitas sebagai prasyarat untuk mencapai hasil
yang reponsif dan meningkatkan legitimasi masyarakat terhadap
Pemerintah. Kedua, intermediasi pihak ketiga. Hal ini dibutuhkan
untuk masalah biaya transaksi, batasan rasionalitas, asimetri informasi
dan oportunistik pemerintah, baik yang disebabkan oleh ketidakaktifan
masyarakat maupun kompleksitas yang melekat untuk mendapatkan
informasi yang relevan akibat keterbatasan spesialisasi dan keahlian
yang dimiliki oleh masyarakat.
3. Belajar dari praktik intermediasi pihak ketiga yang dilakukan di AS dan
India maka keberadaan pihak ketiga sebagai intermediasi, selain dapat
memediasi dalam advokasi anggaran (memastikan anggaran yang
responsif terhadap kebutuhan masyarakat), keberadaan pihak ketiga
juga dapat membantu dalam monitoring (pemantauan) penganggaran
dari tindakan korupsi atau perilaku oportunistik lainnya, serta dapat
berkontribusi dalam memberikan edukasi bagi masyarakat tentang
proses dan pemantauan penganggaran pemerintah (publik).
4. Selain itu, walaupun pihak ketiga tidak mendapatkan insentif ekonomi
(keuntungan pribadi) yang memadai atas intermediasi penganggaran
publik ini, bukti kontemporer telah menunjukkan bahwa masyarakat
sipil pejuang reformasi dan kelompok masyarakat lainnya cukup
termotivasi untuk melakukan intermediasi penganggaran yang
belakangan kemudian berkembang dengan sebutan “civil-society
budget work”.
Komentar Secara umum penulis menggarisbawahi pentingnya keberadaan “civil-
Terhadap society budget work” sebagai pihak ketiga yang berfungsi sebagai
Artikel intermediasi untuk mengatasi permasalahan partisipasi masyarakat dan
transparansi fiskal dalam proses penganggaran pemerintah (publik), namun
beberapa catatan penting atas keberadaan pihak ketiga tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan bagaimana seharusnya
strategi yang dijalankan oleh masyarakat untuk membentuk civil-
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia