Anda di halaman 1dari 6

Nama : Putri Arifa Nur’aini

NIM : 14020120130119
UAS Teori Administrasi dan Organisasi Kelas 03

Analisis Kebijakan Pemerintah untuk Menetapkan Pajak Pertambahan Nilai dengan


Menggunakan Teori Public Choice

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diawali oleh seorang ibu dan anak
yang tertular oleh warga asing dari Jepang saat menghadiri acara pesta dansa di
Paloma dan Amigos Club, Jakarta. Kehadiran COVID-19 di Indonesia membawa
begitu banyak dampak yang diberikan di berbagai sektor sehingga mendorong
pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang tepat dengan menerapkan pola
kehidupan baru seperti New Normal. Kebijakan yang pemerintah tetapkan
diharapkan dapat menghambat penyebaran COVID-19 di Indonesia seperti
pelaksanaan PSBB di beberapa daerah, penutupan sementara bagi tempat hiburan,
mengubah sistem pembelajaran sekolah maupun universitas menjadi berbasis daring,
penetapan WFH dan WFO bagi instansi pemerintahan maupun swasta, dan masih
banyak lagi. Berbagai kebijakan tersebut sudah dilaksanakan di Indonesia selama 1
tahun lebih mengingat pola kehidupan New Normal ditetapkan pada awal Maret
2020.
Kebijakan New Normal seperti PSBB akibat pandemi COVID-19 telah
menimbulkan kerugian ekonomi secara nasional. Indonesia mengalami kerugian
seperti ini karena pendapatan dari berbagai sektor menurun khususnya dari pajak,
sedangkan belanja meningkat karena harus mengatasi berbagai kondisi darurat mulai
dari bidang keamanan, bidang kesehatan, bidang keuangan, dan lainnya. Namun,
kerugian itu nanti akan dikompensasi pada pendapatan melalui pembayaran pajak
dan non-pajak berikutnya, sehingga pada dasarnya negara akan impas alias tidak
akan merugi, kecuali apabila dalam pelaksanaan terdapat perilaku penyimpangan
para pejabat terhadap aset negara.
Realisasi dari kompensasi pendapatan tersebut dapat kita lihat melalui rencana
yang diutarakan oleh Menteri Keuangan yaitu Sri Mulyani Indrawati. Beliau
mengusulkan bahwa akan terjadi kenaikan pajak di beberapa sektor tertentu, salah
satunya mengenai kenaikan pajak pribadi atau Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh
OP). Pajak ini mengharuskan bagi warga Indonesia yang memiliki penghasilan lebih
dari Rp 5 miliar akan dikenakan PPh lebih tinggi yaitu sebesar 35% di mana
sebelumnya hanya bertarif 30%. Menurut Beliau, hal ini tidak akan mengganggu
pemulihan ekonomi, justru dengan adanya pertambahan PPh ini akan mengurangi
ketimpangan yang ada antara si miskin dengan si kaya di Indonesia.
Teori public choice dapat digunakan untuk mempelajari tindakan para aktor
politik maupun sebagai pengarah bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan
untuk menentukan kebijakan publik yang paling efektif bagi negara atau suatu
daerahnya. Subjek dari public choice sendiri adalah voters, parpol, politisi, birokrat,
dan interest-group, secara tradisional lebih banyak dipelajari oleh para ahli politik.
Dengan adanya pendekatan public choice ini, hal politik dapat dimasukkan ke dalam
hal ekonomi di mana dinamika sikap individu dan watak pemerintah bisa dideteksi
dan diprediksi secara teoritis. Public choice merupakan penerapan pendekatan
ekonomi terhadap ilmu atau bidang politik di mana asumsi dasar di bidang ilmu
ekonomi bisa diterapkan ke dalam bidang politik.
2. Pembahasan
2.1. Konsep Dasar Public Choice
Yustika (2006) mengatakan bahwa ada perbedaan antara pendekatan ilmu
ekonomi murni dan pendekatan ekonomi politik. Yang pertama melihat institusi
sebagai sesuatu yang diberikan, sedangkan yang kedua melihat kinerja ekonomi
ditentukan oleh struktur kekuasaan di mana ekonomi dilihat sebagai sebuah cara
untuk bertindak dan politik adalah penyedia ruang bagi tindakan tersebut.
Menyangkut peran pemerintah, ada dua model ekonom politik yang
membahasnya. Model yang pertama mengasumsikan pemerintah sebagai benevolent
dictator dan memiliki informasi yang sempurna tentang preferensi individu-individu
dan teknologi perusahaan-perusahaan. Dalam model ini, pemerintah dilihat sebagai
entitas eksogen, yang selalu berusaha memaksimalkan kesejahteraan masyarakat
(social welfare) dan tidak mementingkan diri sendiri. Model yang kedua melihat
pemerintah sebagai sebuah entitas yang terdiri dari politisi-politisi yang
memaksimalkan utility-nya sendiri (self-interest), berpikiran jangka pendek (short-
sighted) dan tidak memiliki pengetahuan yang sempurna. Dalam model ini,
pemerintah mungkin saja membuat kebijakan ekonomi yang memaksimalkan social
welfare. Namun maksimisasi social welfare tersebut adalah subordinat dari kehendak
politisi untuk sway konstituen mereka agar mereka memilihnya kembali menjadi
penguasa.
Model kedua ini kemudian melahirkan teori pilihan publik (public choice).
Dalam teori ini, aktor-aktor politik baik itu lembaga kepresidenan, lembaga
pemerintah, legistatif, masyarakat pemilih, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat
diasumsikan berupaya memaksimalkan 'utility'-nya. Dalam konteks demokrasi,
masing-masing aktor di atas dapat melakukan exchange (pertukaran), di mana
pemerintah (eksekutif dan legisatif) dan partai politik dilihat sebagai supplier
kebijakan publik, sementara masyarakat pemilih (voters) dan kelompok-kelompok
penekan/kepentingan (interest-groups) adalah demanders-nya. Dalam pertukaran ini,
alat transaksinya adalah jumlah suara atau vote setiap kebijakan pemerintah dilihat
sebagai equilibrium outcome dari interaksi antara suppliers dan demanders yang
masing-masing memaksimalkan keuntungan bagi dirinya. Melalui pasar politik ini,
kebijakan akan mengubah distribusi kue ekonomi ke seluruh agents. Politik dengan
demikian adalah sebuah panggung di mana semua pihak bersaing untuk mengeruk
berbagai sumber yang ada di arena publik. Di sinilah struktur kekuasaan menempati
posisi penting dalam pembahasan teori ekonomi politik.
2.2. Hubungan Antara Pemerintah dengan Masyarat dalam Rencana Penetapan
Kebijakan Ekonomi PPh OP
Penetapan kebijakan pastinya memiliki berbagai indikator salah satunya yaitu
adanya hubungan yang terjadi antara pihak dalam penetapan kebijakan tersebut.
Dalam konteks ini, yang menggunakan teori public choice menempatkan masyarakat
sebagai unsur penting yang sangat berpengaruh terhadap suatu kebijakan yang akan
ditetapkan. Hubungan antar pihak yang terjadi dalam penetapan kebijakan saling
berperan aktif bahwa setelah kebijakan tersebut diimplementasikan, mereka saling
bersinergi untuk mencapai hasil yang optimal.
Kebijakan penambahan tarif PPh OP bagi orang kaya menjadi 35% bermula
dari keberadaan pandemi yang menyebabkan terjadinya berbagai krisis terutama
krisis ekonomi bagi Indonesia. Di tengah tekanan penerimaan pajak akibat pandemi
COVID-19, beberapa organisasi internasional seperti Organization for Economics
Co-operation and Development (OECD) dan Asian Development Bank (ADB) telah
memberikan rekomendasi pengenaan pajak bagi masyarakat kaya. Melihat adanya
ketimpangan ekonomi antar si miskin dan si kaya yang semakin melebar selama
pandemi, masukan ini dianggap sesuai mengingat hingga sekarang penerimaan PPh
OP belum sepenuhnya optimal. Kemudian hal ini dibahas dalam rapat kerja bersama
Komisi IX DPR RI bulan Mei lalu yang di dalam rapat tersebut dihadiri oleh Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan juga masyarakat melalui perwakilannya
berpartisipasi aktif dalam pembahasan rencana penetapan kebijakan dalam rapat
kerja sama Komisi ini. Sehingga, melalui amandemen UU Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah
mengusulkan tarif pajak penghasilan pribadi dinaikkan dengan menargetkan orang-
orang yang memiliki penghasilan minimal Rp 5 miliar setahun. Selaras dengan teori
yang digunakan yaitu teori public choice, bahwa kebijakan yang dirancang dan
ditetapkan oleh pemerintah haruslah kebijakan yang mewakili dan berdasarkan
pilihan masyarakat negara Indonesia. Selain itu, campur tangan pemerintah dapat
pula dijelaskan dari teori public choice. Hal ini menjelaskan tiga aliran dari teori
public choice yang masing-masing menjelaskan mengapa campur tangan pemerintah
ada. Pertama, campur tangan pemerintah ada karena adanya kelompok kepentingan
yaitu dapat kita artikan sebagai kelompok orang kaya yang ada di Indonesia. Dalam
konteks ini, campur tangan ada dan diarahkan bukan untuk menguntungkan publik
secara keseluruhan, melainkan hanya untuk melayani kepentingan kelompok orang
kaya yang paling dominan. Sehingga, penetapan pajak perlu didasarkan pada
keadilan dan non-diskriminatif dengan memberlakukan tarif yang berbeda bagi wajib
pajak sesuai kekayaannya. Kedua, campur tangan ada karena untuk melayani
kepentingan birokrat. Ketiga, campur tangan ada dan berfungsi mirip seperti pintu tol
(toll booth), yaitu sebagai sumber pendapatan yaitu dapat kita artikan sebagai sumber
pendapatan dari dalam (intern) bagi negara untuk berusaha bangkit dari krisis
ekonomi melalui pajak dari masyarakat.
Para pihak yang terlibat di dalam rencana penetapan kebijakan penambahan
tarif PPh OP bagi orang kaya Indonesia adalah Pemerintah Republik Indonesia,
Menteri Keuangan, dan dibantu oleh Komisi IX DPR RI sebagai perwakilan dari
suara rakyat. Berdasarkan prinsip negara demokrasi yang dianut oleh Negara
Indonesia, DPR RI merupakan jembatan bagi masyarakat untuk menyampaikan
berbagai aspirasi dan pendapatnya yang kemudian hal-hal tersebut akan dibicarakan
dan dibahas bersama pemerintah atau presiden sebagai pihak eksekutif dan legislatif
yang memiliki wewenang untuk menetapkan kebijakan tersebut.
3. Penutup
3.1. Kesimpulan
Teori public choice memberikan pemikiran bahwa bagaimana pemerintah
membuat suatu kebijakan yang terkait dengan kepentingan publik atau masyarakat.
Dengan demikian, public choice dapat memberikan petunjuk bagi pengambil
keputusan untuk menentukan pilihan kebijakan yang paling efektif. Rencana
penetapan kebijakan pertambahan tarif PPh OP bagi masyarakat Indonesia yang kaya
dari 30% menjadi 35% merupakan langkah yang dirasa pemerintah dunia dan
pengamat dalam negeri adalah hal yang bagus. Penetapan ini memberikan harapan
bagi masyarakat miskin yang semakin terpuruk dari adanya pandemi COVID-19
dengan menghilangkan jurang ketimpangan yang semakin melebar antar si miskin
dan si kaya. Dalam perspektif public choice, rencana ini sangat sesuai dengan prinsip
di mana dalam rencana penetapan kebijakan tetap mengajak seluruh lapisan yang ada
di Indonesia seperti masyarakat dan DPR RI. Adanya campur tangan pemerintah
dalam krisis ekonomi ini juga sesuai dengan teori public choice, bahwa penetapan
pajak perlu didasarkan pada keadilan dan non-diskriminatif dengan memberlakukan
tarif yang berbeda bagi wajib pajak sesuai kekayaannya (tidak bertumpu pada satu
kelompok kepentingan saja).
3.2. Saran
Penulis rasa pemerintah perlu segera memberlakukan rencana penetapan
pertambahan tarif PPh OP bagi orang kaya di Indonesia karena dapat kita lihat
sendiri nasib dari masyarakat lapisan bawah yang semakin tercekik dengan kondisi
ekonomi yang ada. Perlu adanya pemulihan ekonomi negara melalui kebijakan-
kebijakan yang pemerintah tetapkan dengan selalu mengutamakan kesejahteraan
seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu saja.
Daftar Pustaka

Maani, Karjuni Dt. “Pergulatan antara Ekonomi dan Politik dalam Perspektif Public Choice”.
Jurnal Tingkap, Vol. 9, No. 2, 2013.

Prasetiantono, A. Tony. Transformasi Pertamina: Dilema Antara Orientasi Bisnis dan


Pelayanan Publik. Yogyakarta: Galangpress, 2009.

Anda mungkin juga menyukai