Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN LAMA KERJA PERAWAT


DENGAN KEPATUHAN STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR
PEMASANGAN KATETER URINE DI
RSUD HAJI MAKASSAR

OLEH:
VIRAWATI J. BUTAS
NIM : S2017021

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA JAYA
MAKASSAR
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut data World Health Organization (WHO) 2016, Pemasangan

kateter urin di lakukan lebih dari 500 ribu pasien setiap tahunnya. Dari hasil

yang di peroleh di dapatkan sebanyak 42% di rumah sakit di dunia terpasang

kateter urin. Sedangkan di Indonesia kasus pemasangan kateter lebih banyak

pada laki-laki di bandingkan perempuan. Dari sebuah penelitian

menyebutkan bahwa jumlah pasien laki-laki sebesar 63,16 % sedangkan pada

pasien perempuan sebesar 36,84% di unit perawatan intensif (ICU) rumah

sakit besar Jakarta (Soekidjo dan Notoadmojo,2010 Dalam Ahmad Agus

Bustomi 2019).

Menurut American Urology Association (AUA,2016), menyatakan

bahwa di perkirakan infeksi saluran kemih (ISK) akibat pemasangan kateter

terjadi pada 150 juta penduduk dunia pertahunnya. Pasien yang memakai

kateter akan mempunyai resiko 3 kali lebih besar di rawat di rumah sakit

lebih lama dan juga pemakaian antibiotic lebih lama. Keadaan yang

menimbulkan infeksi saluran kemih karena pemasangan kateter antara lain

petugas tidak memperhatikan prosedur tetap pemasangan kateter seperti lupa

mencuci tangan, pembersihan meatus yang tidak optimal serta

terkontaminasinya selang kateter dengan benda lain seperti seprei akibat

kurang hygienitas tangan petugas saat mengganti urin bag (Grace J

Wakanno, 2020).

1
2

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi nosocomial yang

paling umum menyebabkan sekitar 40% dari semua infeksi per tahun. Selain

itu beberapa penelitian melaporkan bahwa sekitar 80% infeksi saluran kemih

nosocomial terjadi setelah instrumentasi terutama kateterisasi. Walaupun

kesakitan dan kematian dari infeksi saluran kemih berkaitan dengan kateter

di anggap relative rendah di bandingkan infeksi nososkomial lainnya,

tingginya prevalensi penggunaan kateter urin menyebabkan besarnya

kejadian infeksi yang menghasilakan komplikasi infeksi dan kematian.

Darmadi (dalam Erna Irawan dkk, 2018).

Sebuah penelitian menyatakan bahwa perilaku seseorang itu didasari

oleh pengetahuan yang diketahuinya. Semakin banyak pengetahuan

seseorang maka perilakunya lebih baik dari pada seseorang yang

pengetahuannya sedikit. Tingkat pengetahuan perawat yang kurang dapat

menyebabkan pelayanan yang di terima kurang bermutu, Pengetahuan

seseorang biasa didapatkan dari pendidikan formal, nonformal,dan juga dari

pengalaman seseorang (sesuatu yang pernah dialami seseorang tentang

sesuatu hal). Setiap pengetahuan yang didapat dari manapun. (Maria Ulfa &

Tantri Sarzuli, 2016).

Masa kerja atau lama kerja adalah pengalaman individu yang dapat

menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Perawat dalam

melakukan tindakan keperawatan diharapkan sesuai dengan standar

operasional prosedur (SOP) yang berlaku di suatu instasi penyedia pelayanan

kesehatan.
3

Dengan adanya standar operasional prosedur dalam praktik keperawatan,

maka dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian kepatuhan perawat

dalam melaksanakan tindakan keperawatan salah satunya adalah kepatuhan

dalam prosedur pemasangan kateter urine sesuai standar operasional

prosedur yang ada (Budi Raharjo, S., dkk. 2019).

Kateterisasi urine dilakukan apabila pasien tidak mampu

mengeluarkan urine secara normal (ritensi dan obstruksi urine). Pemasangan

kateter urine menjadi port of entery bagi mikroorganismee untuk masuk ke

dalam kandungan kemih pada kateter yang terkontaminasi. Terdapat dua

metode yang digunakan dalam kateterisasi urine yaitu kateter indewelling

(kateter menetap) dan kateter intermiten (kateter yang digunakan sewaktu-

waktu) (Magdalena TB, C., 2020).

Sulawesi selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

angka kejadian infeksi saluran kemih cukup tinggi. Berdasarkan data yang

di peroleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) pada tahun 2013, angka

kejadian infeksi saluran kemih di Sulawesi selatan adalah 0,2% angka

kejadian infeksi saluran kemih saluran kemih di sulawesi selatan mengalami

peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2015 sebanyak 3896 kasus,

tahun 2016 sebanyak 3914 kasus, dan pada tahun 2017 di temukan sebanyak

3926 kasus yang tersebar dalam 19 kabupaten /kota dalam provinsi

Sulawesi selatan termaksuk kota Makassar (SuseNas,2018).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Janasiska Kausuhe, dkk

(2017) mendapatkan hasil bahwa di RSU Manado pada tahun 2017, terdapat
4

77% tindakan pemasangan kateter urine tidak sesuai dengan standar prosedur

operasional. Penelitian mengenai kepatuhan perawat di RS sumber hidup

Ambon, di temukan kesenjangan antara SOP dan praktek antara lain perawat

tidak menjaga prinsip steril di mana tidak mencuci tangan sebelum

pemasangan kateter, tidak menggunakan handscon steril, tidak

membersihkan daerah meatus dengan menggunakan kapas sehingga hal ini

dapat menyebabkan infeksi pada pasien yang terpasang kateter. (Grace J.

Wakanno,2020).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam pengambilan data

awal pada selasa,18 Mei 2021 di RSUD Haji Makassar diperoleh jumlah

perawat ruang Rinra Sayang I, pada tahun 2019 berjumlah 16 orang

(0,79%), pada tahun 2020 berjumlah 16 orang (0,79%) dan pada tahun 2021

berjumlah 19 orang (0,94%). Sedangkan di ruang Rinra Sayang II, jumlah

perawat pada tahun 2019 17 orang (0,84%), pada tahun 2020 berjumlah 18

orang orang (0,89%), dan pada tahun 2021 berjumlah 21 orang (1,03%).

Lama kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Haji Makassar < 10

tahun sebanyak 128 orang dan >10 tahun sebanyak 165 orang. Untuk

karakteristik perawat di ruang rawat inap berdasarkan usia terdiri dari usia

antara 20-30 tahun sebanyak 20 orang dan usia antara 31-57 tahun sebanyak

145 orang.

Tingkat pendidikan perawat di ruang Rinra Sayang I pada tahun 2021

terdiri dari D3 Keperawatan berjumlah 7 orang (0,34%), S1 Keperawatan

berjumlah 2 orang (0,09%), ners berjumlah 10 orang (0,49%). Tingkat


5

pendidikan perawat di ruang Rinra Sayang II pada tahun 2021 terdiri dari D3

Keperawatan berjumlah 6 orang (0,29%), S1 Keperawatan berjumlah 3 orang

(0,14%), Ners berjumlah 12 orang (0,59%). Satatus kepegawaian perawat di

ruang Rinra Sayang I dan II pada tahun 2021 terdiri dari PNS berjumlah 25

orang (1,23%), CPNS berjumlah 8 orang (0,39%), dan Non-PNS berjumlah 6

orang (0,29%).

Di RSUD Haji Makassar Pemasangan kateter selama tahun 2018

sebanyak 719 pasien (35,62%), dengan kejadian ISK terdiri dari 5 kasus

(0,24%) serta di tahun 2019 jumlah pemasangan kateter mengalami

peningkatan yaitu sebanyak 1.194 pasien (59,13%), dengan kejadian ISK

terdiri dari 10 kasus (0,49%) sedangkan di tahun 2020 jumlah pemasangan

kateter mengalami penurunan sebanyak 248 pasien (12,27%) dengan

kejadian ISK yang terdiri dari 2 kasus (0,09%), yang di sebabkan karena

adanya pandemi covid 19 sehingga kunjungan pasien ke rumah sakit

mengalami penurunan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dan melihat

angka kejadian pemasangan kateter yang terus mengalami peningkatan yang

signifikan , maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Pengetahuan dan Lama Kerja Perawat Dengan Kepatuhan

Prosedur Pemasangan Kateter Di Ruang Rawat Inap RSUD Makassar”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas Rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan


6

Dan Lama Kerja Perawat Dengan Kepatuhan Prosedur Pemasangan Kateter

Urine di Ruang Rawat Inap Rinra Sayang I dan Rinra Sayang II Di RSUD.

Haji Makassar”?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Lama

Kerja Perawat Dengan Kepatuhan Prosedur Pemasangan Kateter

Urine Di RSUD.Haji Makassar?

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Tingkat Pengetahuan Perawat di Ruang Rawat

Inap Rinra Sayang I dan Rinra Sayang II di RSUD Haji

Makassar.

b. Untuk mengetahui Lama Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap

Rinra Sayang I dan Rinra Sayang II di RSUD Haji Makassar.

c. Untuk mengetahui Kepatuhan Prosedur Pemasangan Kateter

Urine di Ruang Rawat Inap Rinra Sayang I dan Rinra Sayang II

di RSUD Haji Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu

keperawatan dalam Tingkat Pengetahuan Dan Lama Kerja Perawat

Dengan Prosedur Pemasangan Kateter Urin dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam menyusun strategi untuk meningkatkan


7

mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat inap serta dapat

dijadikan referensi untuk peningkatan kemampuan perawat.

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, merupakan pengalaman berharga bagi peneliti

khususnya dalam meningkatkan wawasan dalam bidang

penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Lama Kerja

Perawat Dengan Kepatuhan Prosedur Pemasangan Kateter Urin

di Ruang rawat inap.

b. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan

pertimbangan dalam hubungan tingkat pengetahuan dan lama

kerja perawat dengan kepatuhan prosedur pemasangan kateter

urin, serta menjadi sumber literatur bagi peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Tingkat Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui

proses sensorik, terutama pada mata dan telinga terhadap objek

tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam

terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior (Donsu,2017).

Pengetahuan perawat sangat berkaitan dengan tingkat kelengkapan

dokumentasi asuhan keperawatan, semakin perawat mengetahuai

dokumentasi maka akn semakin lengkap pengisian dokumentasi

asuhan keperawatan baik untuk saat ini ataupun dimasa yang akan

dating (Putra 2016).

2.1.2 Tingkat pengetahuan

Setiap orang mempunyai tingkatan pengetahuan yang berbeda

terhadap suatu objek, menurut Notoatmodjo, (Dalam wawan dan

Dwi,2017),Ada 6 tingkat pengetahuan yaitu:

1. Tahu (know), bentuk atau cara untuk mengingat sesuatu yang

pernah di pelajari di masa lampau,dapat juga diartikan sebagai

recall (memanggil) dalam arti mengingat kembali. Tahu (know)

merupakan tingkat pengetahuan paling rendah, seperti contoh

8
9

2. seseorang hanya tau madu baik untuk kesehatan tanpa mengetahui

kandungannya.

3. Memahami (comprehension), bila seseorang berada pada

pengetahuan dasar,ia dapat menerangkan kembali secara mendasar

ilmu pengetahuan yang telah di pelajari.

4. Aplikasi (Aplication), bila seseorang telah berada pada kemampuan

untuk menggunakan apa yang telah di pelajari di situasi-situasi

yang lain.

5. Analisis (Analysis), Bila seseorang memiliki kemampuan dalam

menyusun, menganalisis dan menerangkan hubungan satu dengan

yang lain.

6. Sintesis (synthesis), Orang yang memiliki kemampuan analisis

disamping punya kemampuan menyusun kembali atau ke bentuk

yang lain.

7. Evaluasi (Evaluation),Bila seseorang memiliki pengetahuan

secara menyeluruh dan ia mampu mengevaluasi segala yang di

lakukan.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan.

Menurut Rogers yang di kutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu,


2017) Adalah sebagai berikut:

1. Faktor Internal
a. Pendidikan
10

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju impian

atau cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat

dan mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan

kebahagiaan.Menurut YB mantra yang di kutip oleh

Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang yang

termaksuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam

memotivasi untuk sikap berpesan serta dalam pembangunan

pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka

semakin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan.

Pekerjaan adalah suatu keburukkan yang harus di

lakukan demi menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber

kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang,dan memiliki banyak tantangan.

c. Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur maka

tingkat kematangan dan kekuatan seseoranng akan lebih

matang dalam berfikir dan bekerja.


11

d. Kriteria tingkat pengetahuan.

Menurut Nursalam (2016), pengetahuan seseorang dapat

di intreprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1. Pengetahuan Baik : 76% -100%

2. Pengetahuan cukup : 56% -75%

3. Pengetahuan kurang : > 56%

2. Faktor Eksternal.

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Lama kerja perawat

2.2.1 Pengertian Lama Kerja

Lama bekerja adalah lama waktu untuk melakukan suatu

kegiatan atau lama waktu seseorang sudah bekerja. Lama kerja adalah

jangka waktu yang telah di lalui sesorang sejak menekuni pekerjaan,

lama kerja dapat menggambarkan pengalaman sesorang dalam

menguasai bidang tugasnya.Tim Penyusun KBBI,2010 (dalam Fajar

Hamida 2021).
12

Menurut peneliti kecenderungan perawat pelaksana dengan

masa kerja > 5 tahun kurang baik dalam melakukan ketepatan

identifikasi pasien dikarenakan sudah terbiasa melakukan identifikasi

pasien dengan kebiasaan lama dimana program keselamatan pasien

mulai di jalankan pada tahun 2012. Lama bekerja merupakan

pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam

pekerjaan dan jabatan (Sunarti Swastikarini,2018).

Seperti di ungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan

dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani

proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan orang bersangkutan

memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki

kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik serta memiliki

keterampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan kuantitas

(Harsiwi,2003 dalam Sunarti Swastikarini,2018).

2.2.2 Faktor – Faktor Lama Kerja

Menurut Handoko (dalam Fajar Hamida, 2021), faktor- faktor yang

mempengaruhi lama bekerja di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Sebuah tingkat kepuasan kerja

b. Menekankan lingkungan kerja

c. Pengembangan sebuah karir

d. Kompensasi hasil kerja


13

2.3 Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan

2.3.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam menjalankan suatu

aturan dalam dan perilaku yang di sarankan. Pengertian dari kepatuhan

adalah menuruti suatu aturan atau suatu perintah. Kepatuhan adalah

tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan

perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan

lainnya. Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan

bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur

maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan

optimal jika perawat itu sendiri menganggap perilaku ini bersifat positif

yang akan di integrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan

(Sarwono, 2007 dalam Evan Rizkianto 2016).

Berdasarkan hasil penelitian di ketahuai 62.8% perawat tidak

patuh dalam melaksanakan pemasangan kateter sesuai SOP rumah

sakit. Penelitian yang di lakukan (Nazvia dalam Dona Agarevi

Khoiriyah 2016). Pemasangan kateter urin merupakan suatu tindakan

invasive dengan cara memasukkan selang kedalam kandung kemih dan

untuk membantuproses pengeluaran urin dalam tubuh (Mobalen,Tansar

& Maryen 2019).


14

2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut teori Lawrence Green dalam Khalidha Melani, (2020),

faktor yang mempengaruhi kepatuhan terdiri dari 3 faktor utama yaitu :

1. faktor predisposisi (pre disposting factors)

Merupakan faktor-faktor yang mempermudah atau

mempredisposisi terjadinya kepatuhan perilaku seseorang di

antaranya yaitu pengetahuan, sikap, keyakinan, tingkat pendidikan,

jenis kelamin dan lain-lain. Menurut Notoatmodjo 2007 dalam

Indriyani (2018), di sebutkan bahwa praktik yang berdasarkan

pengetahuan akan dapat bertahan lebih lama dari yang tidak di dasari

oleh pengetahuan.

2. Faktor- faktor pemungkin (enabling factors)

Merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau

memfasilitasi suatu tindakan. Faktor pemungkin yang di

maksudkan yaitu sarana dan prasarana misalnya ketersediannya

APD.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Merupakan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong

terjadinya kepatuhan perilaku. Faktor penguat diantaranya SOP

sebagai aturan yang telan di buat.


15

SOP (Standar Oprasional Prosedur) merupakan serangkaian

instruksi yang tertulis dan menjadi pedoman dalam menjalankan

tugas pekerjaan sesuai dengan fungsinya. Menurut Sari,

pemahaman pemakaian alat pelindung diri sesuai standar

oprasional prosedur yang berlaku dapat berpengaruh terhadap

kepatuhan perilaku penjamah makanan(Sulistiani 2016 dalam Sari

2018).

2.4 Prosedur pemasangan kateter urin

2.4.1 Standar Oprasional Prosedur

Standar oprasional prosedur (SOP) merupakan suatu standar

atau pedoman tertulis yang di pergunakan untuk mendorong dan

menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.

Standar oprasional prosedur merupakan tata cara atau tahapan yang

dilakukan dan harus di lalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja

tertentu. Pada bagian ini hanya di jelaskan terkait standar oprasional

prosedur (SOP) pada pemasangan dan pelepasan folley kateter

(Andri Nugraha,S.Kep.,Ners.,M,Kep.dkk,2019).

2.4.2 Pengertian kateter urin

1. Definisi kateter urin.

Kateter urin diartikan sebagai pipa yang dimasukkan kedalam

tubuh untuk mengalirkan dan mengumpulkan urin dari kandung

kemih (U.S National Library of Medicine,2019).


16

Mengacu kepada Health Service Executive (2018), kateter

urin adalah pipa fleksibel yang di pasang kedalam tubuh

sepanjang uretra yang membantu mengeluarkannya ke dalam

kantung drainase. Bentuk dan fungsinya kateter urin dapat

diartikan sebagai benda berbentuk pipa memanjang yang

umumnya menyambungkan kandung kemih dengan dunia luar

melalui uretra. Kateterisasi adalah suatu tindakan yang di lakukan

dengan cara memasukkan pipa kedalam kandung kemih melalui

uretra dengan tujuan agar urin yang ada di dalam kandung kemih

dapat di kelurkan(Gould et al,2017).

2. Tujuan pemasangan kateter urin.

Pemasangan kateter urin bermanfaat terhadap kesehatan

penggunanya. Pemasangan kateter bertujuan untuk mengeluarkan

urin dalam kandung kemih. pemakainnya dianjurkan seminimal

mungkin dan bila ada indikasi. Selain manfaat, penggunaan

kateter urin tidak di anjurkan jika tidak ada indikasi. Indikasi

pemasangan kateter pada pasien umumnya sesuai dengan jenis


17

kateter yang digunakan. Menurut (School of medicine Queen

University dalam Andri Nugraha,S.kep,Ners, M.Kep, dkk. 2019).

3 Jenis-jenis kateter.

1. Intermiten kateter

Gambar 2.1 jenis kateter intermiten.

Gambar diakses dari web PT Endo Indonesia.

Kateter jenis ini dapat disebut sebagai kateter nelaton atau

kateter sementara. Dikatakan sementara karena kateter jenis ini

digunakan hanya satu kali proses pembuangan atau pengeluaran

urin dari kandung kemih. Ketika kandung kemih telah dirasa

kosong, kateter jenis ini dicabut kembali.

2. Indwelling kateter /foley kateter


Gambar, 2.2 jenis folley kateter

Medical Illustration,2015, Nucleus Medical Media,Inc.,www


nucleusinc.com
18

Kateter jenis indwelling atau folley merupakan jenis

kateter yang terpasang tubuh pasien dalam jangka waktu

tertentu. Bisa dalam jangka waktu terapi atau jangka waktu

keharusan harus diganti dengan jenis yang sama untuk

menghindari adanya infeksi. Jenis kateter ini memiliki balon

pada ujungnya dan umumnya dipertahankan dalam hitungan

hari atau minggu pemakaian.

Pada kateter intermitent, selang kateter yang sudah di

pasang langsung dilepas segera setelah pasien mengeluarkan

urin dari kandung kemih, sedangkan kateter indwelling,

selang kateter dimasukkan kedalam kandung kemih pasien

selama berhari-hari atau berminggu-minggu untuk

memungkinkan mengeluarkan urin secara terus menerus.

Kateter indwelling di indikasikan bagi pasien yang

tidak bisa mengeluarkan urin misalnya mengalami operasi

/pasca operasi, traumatic atau fraktur, penurunan

kesadaran,penyakit kronis. Pemasangan kateter urin

indwelling merupakan salah satu tindakan procedural yang

paling sering dilakukan di rumah sakit.


19

3. Suprapubik kateter.

Jenis kateter urin ketiga ini jarang digunakan secara

umum. Jenis kateter ini digunakan pada kondisi dimana

selang kateter tidak bisa masuk melalui uretra dikarenakan

adanya sumbatan atau kerusakkan organ. Sehingga kateter

jenis ini digunakan dengan memasukkan melalui lubang

yang sengaja di buat di area abdomen kedalam uretra serta

melalui proses pembedahan atau operasi. Bentuk kateter

suprapubik umumnya sama dengan folley kateter, hanya

berbeda bagaimana cara memasukkan. Kateter jenis ini

umumnya bertahan selama 6-8 minggu pemakaian.Contoh

pemasangan kateter suprapubik dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 2.3 Penempatan kateter suprapubik

Gambar diakses dari cathetherrout.org

4. Kondom kateter

Gambar 2.4. kondom kateter

Medical Illustration,2015,Nucleus Medical Media,Inc.,www nucleusinc.com


20

Kondom kateter hanya dipakai pada laki-

laki.kondom ini umumnya digunakan karena ada masalah

inkontinensia. Berbeda dengan jenis kateter

sebelumnya,pengguna kateter ini tidak dimasukkan ke

dalam vesika urinaria, hanya dibagian luar organ penis

saja. Jenis harus di ganti setiap hari.(Health service

executive, 2018;NHS,2017).

2.4.3 Tipe Kateterisasai


Menurut Hidayat pemasangan kateter dapat bersifat

sementara atau menetap. Pemasangan kateter sementara atau

intermiten catheter (straight kateter) di lakukan jika pengosongan

kandung kemih di lakukan secara rutin sesuai dengan jadwal,

sedangkan pemasangan kateter menetap atau indwelling catheter,

(folley kateter) di lakukan apabila pengosongan kateter dilakukan

secara terus-menerus. Hidayat(dalam Bayu Purnomo Aji, 2017).

a. Kateter Sementara (straight kateter).

Pemasangan kateter sementara di lakukan dengan cara kateter

lurus yang sekali pakai di masukkan sampai mencapai kandung

kemih yang bertujuan untuk mengeluarkan urun. Tindakan ini

dapat di lakukan selama 5 sampai 10 menit.


21

Pada saat kandung kemih kosong maka kateter kemudian

di tarik keluar, pemasangan kateter intermiten dapat di

lakukukan berulang jika tindakan ini di perlukan, tetapi

penggunaan yang berulang meningkatkan resiko infeksi.

Pemasangan kateter sementara di lakukan jika tindakan untuk

mengeluarkan urin dari kandung kemih pasien di butuhkan, efek

samping dari penggunaan kateter ini berupa pembengkakan pada

uretra, yang terjadi saat memasukkan kateter dan dapat

menimbulkan infeksi. Potter dan Perry(dalam Bayu Purnomo

Aji,2017).

Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara antara

lain:

1. Kandung kemih dapat terisi dan di kosongkan secara berkala

seakan-akan berfungsi normal.

2. Teknik yang mudah dan klien tidak terganggu kegiatan

sehari-harinya.

Kerugian kateterisasi sementara ini adalah adanya

bahaya distensi kandung kemih, resiko trauma uretra akibat

kateter yang keluar masuk secara berulang, resiko infeksi

akibat masuknya kuman-kuman dari luar atau dari ujung

distal uretra. Japardi (dalam Bayu Purnomo Aji,2017).


22

b. Kateter Menetap (folley kateter).

Kateter menetap di gunakan untuk untuk periode waktu

yang lebih lama. Kateter menetap di tempatkan di dalam

kandung kemih untuk beberapa minggu pemakaian sebelum

dilakukukan pergantian kateter. Pemasangan kateter ini di

lakukan sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan

spontan atau selama pengukuran urin akurat di butuhkan. Potter

dan perry(dalam Bayu Purnomo Aji, 2017).

Pemasangan kateter menetap di lakukan dengan system

continue ataupun penutupan berkala (clamping). Pemakaian

kateter ini banyak menimbulkan infeksi atau sepsi. Bila

menggunakan kateter menetap, maka yang di pilih adalah

penutupan berkala oleh karena kateterisasi menetap di mana

kandung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan

kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta

penurunan tonus otot kandung kemih. Japardi ( dalam Bayu

Purnomo Aji, 2017).

2.4.4 Indikasi Pemasangan Kateter

Kateter di indikasikan untuk beberapa alasan, pemasangan

kateter dalam jangka waktu yang pendek akan meminimalkan

infeksi,sehingga metode pemasangan kateter sementara yang paling

baik.
23

a. Indikasi pada pemasangan kateter sementara:

3. Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih

4. Pengambilan urin residu setelah pengososngan kandung

kemih

b. Indikasi pada pemasangan kateter jangka pendek:

1. Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)

2. Untuk memantau output urin.

3. Pembedahan unruk memperbaiki organ perkemihan, seperti

vesika urinaria, uretra dan organ sekitarnya.

c. Indikasi pada pemasangan kateter jangka panjang

1. Retensi urin pada penyembuhan penyakit ISK/UTI

2. Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan

urin.

3. Klien dengan penyakit terminal.

2.4.5 Komplikasi pemasangan kateter.

Pemasangan kateter dapat menyebabkan komplikasi berupa

perdarahan, infeksi,spasme kandung kemih dan sumbatan pada

saluran kemih. Komplikasi yang paling banyak terjadi pada pasien

di rumah sakit yaitu catheter associated urinary tract

infections(CAUTIs)(Gould et,al.,2017). Komplikasi utama yang

dapat terjadi pada pemasangan kateter adalah infeksi dan trauma.

Setelah 48 jam pemasangan kateter, kebanyakan bakteri akan mulai


berkolonisasi di dalam kateter, yang dapat memicu terjadinya
infeksi.
24

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi nosocomial yang

paling umum menyebabkan sekitar 40% dari semua infeksi per

tahun. Selain itu beberapa penelitian melaporkan bahwa sekitar

80% infeksi saluran kemih nosocomial terjadi setelah

instrumentasi terutama kateterisasi. Darmadi (dalam Erna Irawan

dkk, 2018).

2.4.6 Prosedur pemasangan dan pelepasan kateter

a. Pemasangan folley kateter :

1. Persiapan alat dan bahan

a. Kateter sesuai indikasi

b. Sarung tangan steril

c. Pelumas/ Jeli

d. Duk steril

e. Spuit 10 cc berisi Aquadest

f. Perlak dan Pengalas

g. Pinset anatomi

h. Bola kapas

i. Velcro,selotip atau bahan pelekat lainnya

j. Larutan pembersih

k. Gunting

l. Bengkok

m. Kom kecil (isi dengan larutan pembersih)

n. Bak instrument(isi dengan duk steril,bola kapas, pinset


dan spuit).
25

2. Prosedur pelaksanaan :

a. Jelaskan prosedur kepada klien.

b. Cuci tangan.

c. Bantu klien posisi supine (supine position) dengan

kaki terbuka.

d. Siapkan area steril, pasang sarung tangan steril

e. Periksa kepatenan balon

f. Lapisi bagian distal (2-5 cm) kateter dengan pelumas

g. Tempatkan duk steril pada daerah vulva

h. Pada wanita. Buka labia menggunakan tangan yang

tidak dominan. Jika pria,pegang penis dengan tangan

yang tidak dominan.pertahankan posisi tangan sampai

siap untuk balon mengembang.

i. Gunakan tangan dominan,pegang bola kapas yang

telah diberi larutan pembersih menggunakan pinset

kemudian bersikan mukosa peri-uretra. Pada

perempuan, bersihkan dari arah anterior ke

posterior,dari arah dalam keluar, dengan teknik satu

usap buang satu usap buang. Tidak diperkenankan

menggunakan bola kapas untuk mengusap lebih dari

satu kali pemakaian.

j. Angkat kateter dengan tangan dominan yang masih

bersarung(dan masih steril).


26

k. Pegang ujung kateter dengan bebas melingkar di

telapak tangan yang dominan.

l. Pada pria,angkat penis ke posisi tegak lurus dengan

tubuh pasien dan berikan traksi ringan ke atas

(dengan tangan yang tidak dominan).

m. Identifikasi meatus urin dan masukkan kateter

dengan lembut serta melebihkan 1 hingga 2 inci dari

awal kateter masuk ke kandung kemih (menurut

Abelson, etal.,2018).

n. Ukuran panjang uretra laki-laki dewasa 18-20 cm;

perempuan dewasa 3-4 cm).

o. Tarik kateter dengan lembut sampai balon

menempel di leher kandung kemih

p. Hubungkan kateter ke system drainase.

q. Fiksasi kateter ke perut atau paha, hindari adanya

ketegangan dengan memfiksasinya.

r. Tempatkan kantong drainase lebih rendah dari posisi

kangdung kemih

s. Evaluasi fungsi kateter, warna, bau dan kualitas urin

yang keluar

t. Lepaskan sarung tangan,buang perlengkapan dengan

tepat, cuci tangan.


27

u. Dokumentasikan ukuran kateter yang digunakan,

jumlah air dalam balon,respons pasien terhadap

prosedur,dan aluaran urin (jumlah,warna).

b. Pelepasan folley kateter

1. Persiapkan alat :

a. Alas anti air

b. Sarung tangan

c. Kertas tisu atau lap handuk

d. Spuit 10 cc

e. Keranjang sampah

2. Prosedur pelaksanaan:

a. Cuci tangan dan keringkan

b. Pasang sarung tangan

c. Bantu pasien melepas pakaian yang

diperlukan

d. Tempatkan bantalan penyerap atau handuk di

bawah pasien

e. Masukkan ujung jarum suntik secara

perlahan kedalam port balon kateter.

f. Tarik perlahan pluger jarum suntik untuk

mengempiskan balon.

g. Setelah cairan dalam balon keluar semua

(lihat dokumentasi pemasangan kateter


28

h. pasien), tarik kateter dengan lembut dan

letakkan di keranjang sampah.

i. Bersihkan semua tumpahan cairan atau urin

dengan tisu dan lap handuk.

j. Buang semua peralatan pada tempat sampah

yang sesuai.

c. Pemasangan kondom kateter

a. Persiapan alat:

1. Alas anti air atau handuk mandi.

2. Mangkuk air hangat,sabun,waslap, dan handuk

tangan.

3. Ukuran kondom kateter yang benar

(kecil,sedang,besar,ekstra besar ).

4. Velcro, selotip atau bahan perekat lainnya.

5. Kantung urin dengan tabung.

b. Prosedur pelaksanaan:

1. Tempatkan bantalan penyerap atau handuk

mandi di bawah pasien.

2. Cuci penis menggunakan sabun dan air,bilas

dan keringkan penis dengan hati-hati.

3. Rapikan rambut kemaluan dari area ini agar

tidak terperangkap dalam kondom.


29

4. Periksa penis untuk memastikan tidak ada kulit

yang rusak atau memerah.

5. Cuci,bilas,dan keringkan tangan.

6. Pegang penis pada sudut 90 derajat dari

tubuh. Gulung kondom dengan lembutdi atas

penis. Sisakan 1 hingga 2 inci kateter kondom

di ujung penis.

7. Bungkus dudukan sarung di sekitar kondom di

pangkal penis. Jangan membungkus sarung

pelindung terlalu erat karena ini dapat

menghentikan aliran darah dari dan ke penis.

8. Hubungkan kateter kondom ke tabung

kantung urin.

9. Pastikan kondom tidak terpilin saat menempel

pada kateter.

10. Tempatkan kantung urin ke kaki tepat di

bawah lutut dengan alat pada kemasan.

Biarkan sedikit mengendur di dalam tabung

sehingga kateter tidak akan tertarik ketika

individu menggerakkan kakinya.

11. Tempatkan kantung pengumpul urin lebih

rendah dari posisi vesika urinaria sehinggan

urin mengalir ke bawah.


30

2.5 Keaslian Penelitian

Tabel. 2.5 Keaslian Penelitian

No Judul, Nama Metode Hasil


Peneliti,Tahun
1. Pemasangan Desain penelitian Penelitian yang di peroleh
Kateter dengan yang di gunakan sebanyak 35 orang (78%) dan
kejadian infeksi adalah kuantitatif, minoritas pemasangan kateter
saluran kemih dan jenis penelitian kurang baik (tidak sesuai
pada pasien di menggunakan studi SOP) sebanyak 10 orang
ruang rawat inap. korelasi (correlation (22%).
study) untuk Mayoritas perawat yang
Tiarnida Nababan mengetahui menyebabkan tidak terjadi
(2020) hubungan gejala satu infeksi saluran kemih
dengan gejala sebanyak 40 orang (89%) dan
lainnya. Populasi minoritas terjadi infeksi 55
adalah seluruh orang (11%). Pemasangan
perawat yang kateter baik sebanyak 35
bekerja di ruang orang (22%) dengan saluran
rawat inap yang kemih tidak ada dan tidak
berjumlah 45 infeksi sebanyak 35 orang
perawat. Pemilihan (22%). Berdasarkan
sampel dengan pemasangan kateter tidak
mengambil semua baik berjumlah 10
perawat di ruang orang(78%) dengan infeksi
rawat. saluran kemih 5 orang (11%)
dari tidak ada infeksinya
sebanyak 5 orang (11%).
Nilai signifikan p value
sebesar 0,00 hal ini berarti <
0,05 maka Ho di tolak ,
artinya bahwa ada hubungan
pemasangan kateter dengan
kejadian infeksi saluran
kemih.
31

2. Faktor-faktor Desain penelitian Hasil penelitian di peroleh 21


yang yang di gunakan responden (84,0%) yang
berhubungan adalah deskritif mempunyai pengetahuan
dengan kepatuhan analitik dengan baik, patuh dalam
perawat dalam pendekatan cross pelaksanaan SOP
pelaksanaan sectional study. pemasangan kateter. 15
standar Pengambilan sampel responden yang mempu nyai
operasional dengan pengetahuan kurang baik,
prosedur menggunakan teknik sebagian besar tidak patuh
pemasangan total sampling. dalam pelaksanaan SOP
kateter uretra. Sampel dalam pemasangan kateter yaitu 8
penelitian ini orang (53,3%).
Grace j.Wakanno berjumlah 40 orang. Berdasarkan hasil uji statistic
(2020). Instrument yang di dengan menggunakan uji chi
gunakan dalam square menunjukkan Ho di
penelitian ini adalah tolak dengan nilai a <0,05
pedoman observasi (p=0,013) yang artinya ada
dan kuesioner. hubungan pengetahuan
dengan kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan prosedur
tetap pemasangan kateter
uretra di rumah sakit sumber
hidup ambon.

3. Hubungan Metode penelitian Hasil penelitian dari uji fisher


kepatuhan yang digunakan di dapatkan p value =
perawat adalah deskriptif 0,048(<0,05) pada kepatuhan
melaksanakan analitik dengan perawat dan angka kejadian
standar prosedur pendekatan cross infeksi saluran
oprasional sectional. Teknik kemih.kejadian ISK adalah
perawatan kateter pengambilan sampel 11 (21,6%) pasien, sementara
menetap dengan menggunakan pasien yang tidak mengalami
angka kejadian propotional simple ISK adalah sebanyak 40
infeksi saluran random sampling responden (78,4%). Tingkat
kemih. dengan jumlah kepatuhan SPO perawatan
sampel sebanyak 51 kateter tinggi sebanyak 12
Maria Karolina responden yang responden (23,5%) tingkat
dkk (2019) memenuhi kriteria kepatuhan SPO perawatan
inklusi dan kateter sedang sebanyak 39
ekslusi.penelitian ini responden (64,7%)
32

bertujuan untuk Terdapat hubungan yang


mengetahui signifikan antara kepatuhan
hubungan kepatuhan perawatan dalam
perawat dalam menjalankan standar prosedur
menjalankan standar oprasional kateter menetap
prosedur oprasional dengan angka kejadian
perawatan kateter infeksi saluran kemih.
menetap dengan
angka kejadian
infeksi saluran
kemih.

4. Hubungan Metode penelitian Hasil penelitian variable


karakteristik ini menggunakan umur dengan uji t-test di
perawat terhadap penelitian peroleh nilai p= 0,343, jenis
kepatuhan kuantitatif, desain kelamin dengan uji chi-
menjalankan penelitian Square di peroleh nilai p=
standar oprasional menggunakan 0,707, pendidikan dengan uji
prosedur deskriptif kolerasi mann whiney test di peroleh
(SOP) dengan rancangan nilai p= 0,601 status
pemasangan cross sectional. perkawinan dengan uji chi-
kateter di RSUD Teknik pengambilan square di peroleh nilai p=
Pandan Arang sampel total 0,835 masa kerja dengan uji
Boyolali sampling yaitu t-uji test di peroleh nilai
semua perawat di p=0,338.
Dona Agrevi bangsal anggrek, Dari penelitian ini tidak ada
khoiriyah dkk cempaka dan hubungan karakteristik
(2016) geranium 43 perawat terhadap kepatuhan
perawat. Instrument SOP pemasangan kateter di
penelitian RSUD Pandan Arang
menggunakan Boyolali.
kuesioner dan
lembar observasi.
5. Hubungan Desain penelitian Hasil penelitian pada kegiatan
pemasangan yang di gunakan pemasangan kateter urine
kateter urine adalah penelitian yang di dapat kan sebagian
dengan kejadian cohort atau sering di besar pemasangan kateter
infeksi saluran sebut penelitian urine tidak sesuai SPO yaitu
kemih di RSU prospektif dan data sebanyak 23 responden (77%)
GMMI Pancaran yang di kumpulkan sedangkan pemasangan
33

kasih Manado menggunakan kateter urine sesuai SPO


lembar observasi. yaitu sebanyak 7 responden
Penelitian ini sudah (23%). Hasil penelitian uji
Janasiska kausuhe di lakukan di RSU chi-square di dapatkan p=
dkk. GMIM pancaran 0.002 atau < nilai a 0.05
(2017) kasih manado. Pada kesimpulannya terdapat
bulan September- hubungan pemasangan
oktober 2017. kateter dengan kejadian
Populasi pada infeksi saluran kemih di RSU
penelitian ini adalah GMIM Pancaran kasih
seluruh responden Manado.
yang ada di UGD
dan tuang rawat inap
RSU GMIM
Pancaran kasih
manado. Sampel
yang di gunakan
yaitu sebanyak 30
orang.
37

2.1.5 Kerangka Teori

TINGKAT PENGETAHUAN

a. Definisi
LAMA KERJA
pengetahuan KEPATUHAN
PERAWAT
b. Tingkat PERAWAT
pengetahuan
c. Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan. Pengertian
kepatuhan

PROSEDUR
PEMASANGAN
KATETER URIN

Standar Oprasional Prosedur

Pengertian Kateter Urin

Gambar 2.2 kerangka Teori


BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Berikut ini adalah bagan kerangka konsep penelitian:

Tingkat Pengetahuan

Kepatuhan prosedur
Pemasangan
Kateter urin

Lama kerja perawat

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Garis penghubung antar variabel yang diteliti

38
39

3.2 Hipotesis Penelitian

Secara teknis, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan

populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari

sampel penelitian. Ditinjau dalam hubungannya dengan variable, hipotesis

merupakan pernyataan tentang keterkaitan antara variabel-variabel.

3.2.1 Hipotesis Nol (Hipotesis Statistik).

Hipotesis nol merupakan hipotesis yang hasilnya tidak diharapkan

terjadi (Supranto, 2016).

H0:
1. Diduga Tidak ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan

Dengan Prosedur Pemasangan Kateter di Ruangan RSUD.

Haji Makassar.

2. Diduga Tidak ada hubungan antara Lama Kerja Perawat

dengan Prosedur Pemasangan Kateter di ruangan RSUD.

Haji Makassar.

3. Diduga Tidak ada hubungan antara Kepatuhan Perawat

Dengan Prosedur Pemasangan Kateter di ruangan RSUD.

Haji Makassar.

3.2.2 Hipotesis Alternatif (Hipotesis Penelitian)

Hipotesis alternatif merupakan hipotesis yang hasilnya diharapkan

terjadi (Supranto, 2016).

Ha:
40

1. Diduga Ada hubungan antara tingkat Pengetahuan

Dengan Prosedur Pemasangan Kateter di Ruangan

RSUD. Haji Makassar.

2. Di duga Ada hubungan antara Lama Kerja Perawat

Dengan Prosedur Pemasangan Kateter di ruangan RSUD.

Haji Makassar.

3. Diduga Ada hubungan antara Kepatuhan Perawat Dengan

Prosedur Pemasangan Kateter di ruangan RSUD. Haji

Makassar.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan Pendekatan Analitik Observasional dengan desain Cross

Sectional Study. Cross sectional merupakan penelitian yang mempelajari

hubungan antara faktor risiko (Independen) dengan faktor efek (Dependen),

dimana melakukan pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang

sama (Nursalam 2017).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat di ruang

Rinra Sayang I dan Rinra Sayang II RSUD Haji Makassar yang

berjumlah 40 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua perawat di ruang Rinra

Sayang I dan Rinra Sayang II RSUD Haji Makassar yang berjumlah

40 orang.

4.2.3. Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total

sampling.

41
42

4.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.3.1 Variabel Penelitian

Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel lain, maka

jenis-jenis variabel dibedakan menjadi (Hasmi, 2016):

a. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen pada penelitian ini adalah Pelatihan dan

Pengalaman.

b. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen pada penelitian ini adalah Bantuan Hidup

Dasar.

4.3.2 Definisi Operasional


Tabel. 4.1 Definisi Operasional

Variabel Defenisi operasional Alat ukur Skala Kriteria Objektif

Tingkat Setiap orang Kuesioner Ordinal Baik:


Pengetahuan mempunyai tingkatan (guttmant) Apabila responden
pengetahuan yang menjawab
berbeda terhadap
kuisioner dengan
suatu objek.
skor nilai ≥ 37
Pengetahuan adalah
suatu hasil dari rasa Kurang:
keingintahuan Apabila responden
melalui proses menjawab
sensorik, terutama kuisioner dengan
pada mata dan skor nilai ˂ 37
telinga terhadap
objek tertentu.
43

Lama kerja Yang di maksud Kuesioner Ordinal 1. Baik : Jika skor


Lama kerja yaitu jawaban
menjadi dasar untuk Responden≥ 10 thn
penerapan 2. Kurang : Jika
keselamatan skor jawaban
pasien,sesorang yang Responden<10 thn
memiliki masa kerja
dan pengalaman kerja
yang lebih banyak
akan terbiasa dengan
menerapakan standar
keselamatan
dibandingkan pekerja
yang baru.
Kepatuhan Kepatuhan adalah Kuesioner Ordinal Baik:
pemasaangan tingkat seseorang (likert) Apabila responden
kateter urin dalam menjalankan menjawab
suatu aturan dalam kuisioner dengan
dan perilaku yang di skor nilai ≥ 45
sarankan. Pengertian
dari kepatuhan adalah Kurang:
menuruti suatu aturan Apabila responden
atau suatu perintah. menjawab
Kepatuhan adalah kuisioner dengan
tingkat seseorang skor nilai
dalam melaksanakan ˂ 45
perawatan,
pengobatan dan
perilaku yang
disarankan oleh
perawat, dokter atau
tenaga kesehatan
lainnya. Perilaku
kepatuhan bersifat
sementara karena
perilaku ini akan
bertahan bila ada
pengawasan. Jika
pengawasan hilang
atau mengendur maka
akan timbul perilaku
ketidakpatuhan.
Sumber: Donsu dan Dwi 2017
44

4.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a) Lembar kuesioner.

b) Alat tulis kantor (ATK) seperti pulpen, pensil.

c) Alat/Media yaitu handphone atau kamera yang digunakan untuk

dokumentasi kegiatan selama penelitian berlangsung.

4.5 Instrumen Penelitian

4.5.1 Tingkat pengetahun

Kuisioner digunakan untuk menilai pelatihan yang terdiri dari 15

soal pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman, jika responden

menjawab Benar (B) maka diberi skor 2, Salah (S) diberi skor 1.

4.5.2 Lama Kerja

Kuesioner lama kerja merupakan data demografi responden yang

terdiri dari lama waktu responden bekerja di rumah sakit. Dalam

penelitian ini peneliti membagi lama kerja dalam dua kategori, yakni

lama kerja < 10 tahun dan > 10 tahun.

4.5.3 Kepatuhan Pemasangan kateter urin

Kuisioner digunakan untuk menilai kepatuhan pemasangan

kateter yang terdiri dari 10 soal pertanyaan dengan menggunakan

skala Likert, jika responden menjawab dengan tidak pernah (TP)

diberi skor 1, Kadang-kadang (K)maka diberi skor 2, Sering (SR)

diberi diberi skor 3, selalu (SL) diberi skor 4.


45

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Rinra Sayang I

dan Rinra Sayang II di RSUD Haji Makassar.

4.6.2 Waktu

Penelitian rencana akan dilakukan pada tanggal 8 Juni 2021 – 20 Juli

2021.

4.7 Prosedur Pengambilan & Pengumpulan Data

4.7.1 Data Primer

Data primer didapatkan dari perawat dengan cara memberikan

kuesioner secara langsung kepada responden yang telah disusun

sebelumnya.

4.7.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pengumpulan dokumen seperti laporan

tahunan dan profil Rumah Sakit. Selain itu, data sekunder juga

diperoleh dari sumber-sumber lain seperti jurnal, buku, dan

penunjang lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

4.8 Analisis Data dan Pengolahan Data

4.8.1 Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan pada sebuah

variabel (Hasmi, 2016). Untuk melihat hubungan antarvariabel

independen dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan


46

tingkat kemaknaan serta mengetahui efek size atau


α˂ 0,05,
kekuatan hubungan dengan menggunakan nilai p (value).

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 for

windows.

b. Analisis Bivariat

Uji yang dipakai adalah chis-square dengan batas

kemaknaan α = 0.05 dengan menggunakan rumus:

N (αd-bc)2

ᵪ2 =

(α+c) (b+c) (α+b) (c+d)

Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai ˂5 maka digunakan

fisher’s extact.

Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara

membandingkan niai p (value) dengan nilai α = 0.05 pada taraf

kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 1 dengan kaidah

keputusan sebagai berikut:

Keputusan uji statistik:

a. Nilai p (value) ˂ 0,05 maka H0 ditolak yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan

variabel terikat.
47

b. Nilai p (value) ˃ 0,05 maka H0 gagal ditolak yang berarti tidak

ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan

variabel terikat (Notoatmodjo, 2018).

4.8.2 Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2018), proses pengolahan data melalui

tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing (Penyuntingan Data).

Angket yang diperoleh atau dikumpulkan memalui kuesioner

perlu disunting (edit) terlebih dahulu untuk memeriksa kembali

kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan.

2. Coding Sheet(Membuat Lembaran Kode)

Untuk memudahkan pengolahan data, semua data atau

jawaban disederhanakan dengan memberikan simbol atau kode

tertentu secara manual.

3. Entry (Memasukan Data)

Mengisi kolom atau kotak-kotak lembar kode sesuai dengan

jawaban masing-masing pertanyaan.

4. Tabulating (Tabulasi)

Kegiatan membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian.

Dan pengolahan data dilakukan menggunakan komputer.


48

5. Cleaning (Pembersihan Data)

Data yang telah dientry, diperiksa kembali untuk memastikan

bahwa data telah bersih dari kesalahan baik waktu pengkodean

maupun membaca kode.

4.9 Kerangka Operasional Kerja

Survey penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah


Haji Makassar

Pengambilan Data Awal


Menentukan Populasi
Semua perawat di ruang Rawat inap (Rinra Sayang I dan Rinra
Sayang II )RSUD Haji Makassar, yang berjumlah 40 orang.

Penerapan Sampel (Total Sampling)


Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang

Mengumpulkan data dengan kuesioner

Menganalisis data

Menyajikan Hasil

Kesimpulan

Gambar 4.2 Kerangka Operasional Kerja


49

4.10 Etika Penelitian (Ethical Clearance)

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan untuk Menjadi Responden)

Lembar persetujuan tersebut diberikan kepada setiap perawat

yang bertugas jaga di ruangan Rinra Sayang I dan Rinra Sayang II dan

memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang maksud dan tujuan

penelitian, serta dampak yang terjadi bila menjadi responden. Lembar

persetujuan itu diisi secara suka rela oleh responden. Apabila para

responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak-hak

responden tersebut.

2. Anonimity (tanpa nama)

Nama responden tidak boleh dicantumkan pada lembar

pengumpulan data untuk menjaga kerahasiaan responden. Hal ini

berguna untuk mengetahui keikutsertaan responden dengan

menggunakan kode pada masing-masing lembar pengumpulan data.

3. Confidentialy (kerahasiaan)

Data atau informasi yang diperoleh dari responden akan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya pada kelompok tertentu saja yang

akan disajikan dalam penelitian, terutama dilaporkan sebagai hasil

riset.
50

4.11 Keterbatasan penelitian

Peneliti sangat menyadari bahwa penelitian masih banyak memiliki

kekurangan karena keterbatasan yang dihadapi antara lain sebagai berikut:

a. Kesibukan/pekerjaan perawat yang begitu banyak dengan berbagai

aktivitas dalam melayani berbagai pasien dll, merupakan kendala utama

bagi peneliti dalam membagikan kuesioner, sehingga memerlukan waktu,

bahkan menunggu pada tiap pergantian shif perawat. Hal ini sacara

psikologis sangat berpengaruh dengan jawaban-jawaban yang diberikan

responden karena faktor kelelahan, sehingga mempengaruhi ketelitian

peneliti dalam menerjemahkan hasil.

b. Waktu

Keterbatasan waktu dan objek penelitian untuk diobservasi membuat

peneliti tidak bisa mendapatkan jumlah responden yang lebih banyak

untuk disajikan responden.

Anda mungkin juga menyukai