Momentum pelantikan hari ini menjadi langkah awal dalam membumikan
gerakan pembaharu IMM di Kota Toleransi ini, jangan sampai pelantikan yang dilaksanakan dengan semegah dan sehebat ini hanya dikenang sebagai ajang unjuk diri saja, tetapi harus benar-benar dijadikan sebagai momen untuk merevitalisasikan pergerakan-pergerakan IMM kedepan. Tentunya, IMM hari ini akan berbeda dengan IMM yang akan datang, tetapi paling tidak IMM hari ini dapat menorehkan sejarah terbaik dalam perjalanannya, sehingga dapat dikenang dan dijadikan contoh bagi IMM yang akan datang. Tantangan yang dihadapi setiap zaman akan berbeda, maka cara pandang dan bersikap-pun akan berbeda juga, disinilah peranan IMM sebagai organisasi islam yang shalih li kulli zaman wal makan, shalih dari berpikirnya maupun bersikapnya. Berangkat dari itu, maka di dalam setiap diri kader harus mampu mengimplementasikannya dimanapun mereka berada, karena publik akan melihat IMM bukan dari seberapa kuat dan pintarnya, tetapi dari bagaimana seorang kader IMM berfikir dan bersikap. Artinya yang diinginkan oleh IMM adalah lahirnya intelektual muda yang tidak hanya disebut intelek diatas kertas tetapi juga diatas kehidupan yang sebenarnya. Hal ini selaras dengan kalimat adab lebih tinggi daripada ilmu, seseorang yang memiliki adab yang baik akan dilihat sebagai orang yang memiliki ilmu, tetapi seseorang yang memiliki ilmu tinggi tetapi tidak memiliki adab, maka dalam pandangan masyarakat akan dilihat sebagai seseorang yang sama sekali tidak memiliki ilmu.
Maka dengan mengusung tema “Korektif Peradaban Intelektual Untuk
Gerakan IMM Mencerahkan”, tentunya ada harapan besar untuk lahirnya satu bentuk peradaban intelektual dari kota Salatiga, dengan mengembalikan IMM pada ruh gerakannya sebagai kaum akademis, yang tidak hanya berbicara soal praktis tetapi juga taktisnya. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa gerakan masing-masing kader untuk tetap berperan aktif pada semua lini, tetapi akarnya harus kuat dulu, sehingga dimanapun kader IMM menempati posisi-posisi tertentu tidak akan gagap, karena kemampuan berpikir kritisnya sudah kuat, sehingga kader-kader IMM tidak hanya mengikuti arus saja, tetapi mampu merubah arah arus itu secara signifikan. Ruang-ruang diskusi harus dibuka selebar-lebarnya, sehingga ada pola pedagogik yang terbentuk dalam pikiran kader. “Kalo boleh saya katakan, bahwa kuliah itu tidak wajib, tetapi karena temen-temen immawan/ti sudah memilih untuk kuliah maka menjadi pintar dan kritis adalah wajib, itu pointnya sebagai kaum akademis. Maka, ketika saya kembalikan pada tubuh IMM akan menjadi kurang lebih seperti ini : ber-IMM itu tidak wajib, tetapi karena sudah memilih untuk ber-IMM, maka menjadi kader militan yang progresif adalah wajib”. Maka begini, untuk apa kawan-kawan disini memilih untuk berorganisasi, apalagi di IMM, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Maka carilah apa yang temen-temen kader mau dapatkan, di dalam IMM ada banyak bidang, mulai dari keilmuan sampai pada yang cinta dengan alam, maka manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Saya sudah menginstruksikan kepada pimpinan cabang hari ini untuk terus menjalin komunikasi dua arah dengan komisariat agar dapat memasifkan segala potensi yang ada, agar IMM khususnya di kota salatiga dapat dilihat baik oleh public. Dengan begitu, saya yakin dan saya berhusnudzon, dari Salatiga akan lahir kader-kader progresif yang siap berada dimanapun mereka berada, tentunya dengan tetap menempatkan nilai-nilai spiritualitas sebagai landasan pergerakannya. Jangan sampai ada kader IMM yang berbuat anarkis, segala sesuatu yang diperlihatkan public harus dikaji dulu secara mendalam. Ber-IMM tidak mudah, maka benar yang dikatakan oleh seorang Jenderal Soedirman bahwa “ber-Muhammadiyah itu tidak mudah, maka jika kalian ragu lebih baik pulang” dan jika saya coba untuk menarik kalimat itu dalam tubuh IMM, maka “ber-IMM lebih tidak mudah, jika ragu lebih baik pulang saja”, karena ketika seorang kader sudah memilih IMM sebagai jalan dakwahnya, maka ada tanggungjawab besar dipundaknya, ia harus mampu menjadikan IMM sebagai organisasi Islam yang shalih dari cara berfikirnya maupun bersikap. IMM harus mampu melahirkan kaum-kaum intelektual yang tidak hanya pandai dalam aksi tetapi juga narasi. Gagasan-gagasan awal harus dituangkan terlebih dahulu, sebelum memulai langkah awalnya, sebab IMM tidak pernah kekurangan kader yang mampu dan berani untuk muncul dipermukaan, tetapi yang kurang dari IMM khususnya di Kota Salatiga adalah kekurangan kader yang kuat dalam narasi intelektualnya sebagai landasan gerakannya. IMM harus mampu mengambil peran sebagai inisiator, konseptor gerakan-gerakan di berbagai tempat, tentunya dengan mengarah kepada kepentingan umat dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai spiritualitasnya.
Sehingga dengan mengusung tema besar yaitu Peradaban Intelektual, PC IMM
Kota Salatiga harus menjadi poros intelektual bagi IMM di Jateng bahkan Nasional. Tentunya untuk mewujudkan ini dalam periodesasi yang kurang lebih satu tahun sangatlah kurang, tetapi paling tidak PC IMM Kota Salatiga akan terus mengoptimalkan potensi-potensi kader baik tingkat cabang maupun komisariat untuk mendukung terwujudnya profile gerakan kader yang kuat baik dalam intelektualnya, religiusitasnya, dan humanitasnya. Tentunya hal ini juga tidak akan terwujud sendirian, kita perlu support dari seluruh elemen yang ada di Kota Salatiga, baik dari Pemerintahan, Kepolisian, TNI, Ortom dan lain sebagainya. Sehingga, IMM di Kota Salatiga akan memberikan warna positif untuk Kota yang kita kenal dengan sebutan Kota Toleransi.