Kelas : H / Semester 1
Kelompok 13
Di susun oleh :
Yuliana 2011100
Puji tuhan kehadirat allah swt karena berkat rahmat dan hidayah nya kami dapat
menyelesaikan makalah kami mengenai “ Akhlak menurut kaum Sufi “ . Penulisan makalah
ini. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan tasawuf .
Selain itu juga makalah ini bertujuan untuk menambah wawasam dan sebagai bahan
pembelajaran dalam perkuliahan, makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapat dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk
itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu membuat
penyusunan dalam menyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari ini semua, kami menyadari sebagai manusia biasa umumnya dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, bersebrangan dengan hal
tersebut saran dan kritik sangat berharga demi kesempurnaan makalah ini.Sehingga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca khususnya penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………. I
Daftar Isi….…………………………………………………………………. Ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan………………………………………………………………… 2
BAB II ISI
2.3 IdentitasNasional……………………………….................…….…….. 5
3.1 Kesimpulan……..……………………………………………………… 6
Daftar Pustaka………………………………………………………………. 7
BAB I
PENDAHULUAN
Sikap istimewa kaum sufi adalah dalam memberikan makna terhadap institusi-institusi
Islam. Ajaran Islam mereka pandang dari dua aspek, aspek lahiriyah-seremonial dan
aspek batainiyah-spiritual, atau aspek luar dan aspek dalam. Pendalaman dan pengalaman
aspek dalamnya yang paling utama tanpa mengabaikan aspek luarnya yang dimotivasi
untuk membersihkan jiwa. Tanggapan peenungan mereka lebih berorientasi pada aspek
dalam, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa, lebih mementingkan pengaruh
Kultur spiritual itulah yang disebut dengan tasawuf yang ditempuh oleh kaum sufi
sebagai cara perilaku perorangan yang terbaik dan mengontrol diri, kesetiaan dan realisasi
kehadiran Tuhan yang tetap dalam segala perilaku dan perasaan seseorang.
Dunia dewasa ini dilanda oleh materialisme yang menimbulkan berbagai masalah sosial
yang pelik. Banyak yang mengatakan bahwa dalam menghadapi materialisme yang
melanda dunia sekarang, perlu dihidupkan kembali spiritualisme. Di sini sufi melalui
jalan tasawuf dengan ajaran kerohanian dan akhlak mulianya dapat memainkan peran
penting. Tetapi yang perlu ditekankan thariqat dalam diri para pengikutnya adalah
penyucian diri dengan pembentukan akhlak mulia di samping kerohanian dengan tidak
Bisyr ibn al-Haris mengatakan: “Sufi adalah orang yang hatinya tulus terhadap Allah”.
Yang lain mengatakan: “Sufi adalah orang tulus terhadap Allah dan mendapat rahmat tulus
pula daripada-Nya[1].
Nama Shufi berlaku kepada pria atau wanita yang telah menyucikan hatinya dengan
mengingat Allah (dzikrullah), menempuh jalan kembali pada Allah, dan sampai pada
pengetahuan hakiki (ma’rifah). Ada banyak pencari hikmah dan kebenaran, akan tetapi hanya
oorang-orang sadar yang mencari Allah semata yang pantas disebut shufi. Sebaliknya orang
yang pantas disebut dengan nama itu justru tak pernah memandang dirinya berhak beroleh
kehormatan demikian. Karena dia telah sampai pada tingkatan tinggi dalam pengetahuan
tentang Allah, maka dia tahu dengan yakin dan pasti bahwa “hamba tetaplah hamba dan
Tuhan tetaplah Tuhan”[2].
Kaum sufi menaruh perhatian besar terhadap perilaku mulia sebab mereka sangat
antusias untuk meneladani Rasulullah SAW. yang diutus oleh Tuhannya untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Kaum sufi merupakan golongan manusia yang paling
besar bagiannya dalam meneladani Rasulullah SAW. dan paling berkewajiban melestarikan
sunnah-sunnahnya serta berakhlak sebagaimana akhlak Rasulullah SAW. anakku, jika kau
mampu arungi pagi dan petang tanpa berbuat kecurangan dalam hatimu terhadap siapapun
melestarikan sunnah atau tradisiku berarti ia mencintaiku dan barangsiapa yang mencintaiku
Semua kaum sufi sependapat, bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan
seseorang ke hadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Oleh karena itu jiwa manusia
merupakan refleksi atau pancaran dari zat Allah yang suci, maka segala sesuatu itu harus
Dalam pandangan kaum sufi, ternyata manusia cenderung kepada hawa nafsunya.
1. Tawadhu
Salah satu akhlak mulia yang menjadi fokus perhatian kaum sufi adalah tawadhu.
Mereka antusias untuk menerapkannya pada diri mereka sebagai bentuk peneladanan
Rasulullah SAW. yang merupakan model utama kaum mukmin dalam masalah
tawadhu. Dalam menjalani perilaku tawadhu kaum sufi menerapkan adab-adab al-
Qur’an dan mengimplementasikan tafsir mereka atas tawadhu yang terkandung dalam
ayat:
yaitu tidak berlebih-lebihan dalam merendahkan diri yang bisa membuat pelakunya
merendahkan diri tanpa membuatnya terlecehkan dan orang yang menghinakan diri
Al-mudarah berarti mengendalikan diri ketika berinteraksi dengan orang lain dan
ketika disakiti oleh mereka. Dalam hal ini, kaum sufi meneladani Rasulullah SAW.
Kaum sufi menerapkan perilaku lemah lembut dalam lkehidupan pribadi dan publik
Dengan interaksi santun terhadap manusia, mereka berarti cenderung terlibat dalam
masyarakat dan tidak mengucilkan diri dari pergaulan sosial, meskipun harus
3. Pemaaf
Kaum sufi juga menghiasi diri dengan sikap pemaaf, yaitu memaafkan orang yang
berbuat jahat terhadap mereka. Dalam hal ini, mereka terinspirasi oleh Rasulullah
SAW. yang mewartakan bahwa sikap pemaaf termasuk akhlak yang mulia.
Sikap pemaaf juga mereka aktualisasikan dengan membalas kejahatan orang dengan
berbuat baik kepadanya sebab itulah budi dalam arti yang sesungguhnya, sedangkan
jika tanpa itu maka ia merupakan bentuk interaksi yang mirip dengan praktik dagang
(almutaajarah)[16].
4. Tobat
Tobat adalah meminta ampun yang tidak membawa kembali kepada dosa lagi.
Langkah pertama adalah tobat dari dosa kecil dan dosa besar. Tobat yang sebenarnya
dalam dunia tasawuf adalah lupa kepada segala hal kecuali kepada Allah[17].
5. Zuhud
Zuhud adalah menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan
dunia. Ini merupakan pendekatan penting dalam tahap awal perjalanan spiritual[18].
Untuk memantapkan tobat calon sufi memasuki station zuhud. Zuhud merupakan
6. Wara
Wara yaitu meninggalkan segala sesuatu yang di dalamnya terdapat subhat (keragu-
raguan) tentang halalnya sesuatu. Dalam dunia tasawuf, kalau seseorang telah
mencapai wara, maka tangannya tak bisa diulurkan untuk mengambil yang di
7. Kefakir
Kefakiran dalam istilah sufi adalah tidak meminta lebih daripada apa yang telah ada
pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan
kewajiban, bahkan tidak meminta kendatipun tak ada pada diri kita
8. Sabar
9. Tawakal
Tawakal yaitu berserah diri pada Allah. Sikap tawakal kaum sufi ialah menerima
pemberian dengan rasa syukur, kalau tidak dapat apa-apa bersikap sabar dan
Ridha atau kerelaan yaitu tidak menentang terhadap kada dan kadar Allah, melainkan
menerima dengan senang hati. Karena itu seorang sufi akan merasa senang baik
Yang dimaksud di sini adalah cinta kepada Allah yang ditampilkan dalam bentuk
Hati yang mahabbah dipenuhi dengan cinta sehingga tidak ada tempat untuk benci
kepada apa dan siapapun. Ia mencintai Tuhan dan segenap makhluk-Nya. Al-Asqalani
macam, yaitu[19]:
12. Makrifah
Makrifah berarti mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat
Tuhan. Di station ini telah dekat sekali dengan Tuhan, tetapi ia belum puas dengan
berhadapan, ingin lebih dekat lagi dan bersatu Tuhan. Pengetahuan tentang Tuhan
a. Ilmu itu datang lewat cahaya Ilahi yang mengejawantah dalam diri manusia,
sehingga terbukalah segala hijab yang selama ini menutup, yang nampak adalah
kebenaran Ilahi;
b. Ilmu ini tidak terjangkau oleh rasio, karena ilmu ini selain tidak rasional juga rasio
c. Ilmu itu hanya datang pada hati yang telah bersih (qalbun salim), yang hanya
Melalui ilmu ini para sufi memperoleh hakikat kesempurnaan ilmu tentang dirinya,
diri-Nya, dan hakikat alam semesta (hakikat makrokosmos dan mikrokosmos), dan
inilah citra sang insan kamil (manusia sempurna) yang diidealkan banyak orang.
Sebelum seorang sufi bersatu dengan Tuhan, terlebih dahulu ia harus menghancurkan
dirinya. Selama ia belum dapat menghancurkan dirinya, yaitu selama ia masih sadar
akan dirinya, ia tidak akan dapat bersatu dengan Tuhan. Penghancuran itu
Fana yang dicari kaum sufi adalah penghancuran diri, yaitu hancurnya perasaan dan
kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Kalau sufi telah mencapai fana an
nafs, yaitu kalau wujud jasmaninya tak ada lagi (dalam arti tak disadarinya lagi),
maka yang akan tinggal adalah wujud rohaninya dan ketika itu ia dapatlah bersama
dengan Tuhan.
14. Al-ittihad
Dengan hancurnya kesadaran diri seorang sufi, tinggallah kesadaran tentang Tuhan, ia
pun sampai ke tingkat ittihad, yaitu satu tingkat tasawuf di mana seorang sufi telah
merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Suatu tingkatan di mana yang mencintai dan
dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka memanggil yang lainnya
3.1 KESIMPULAN
1. Kaum sufi menaruh perhatian besar terhadap perilaku mulia sebab mereka sangat antusias
untuk meneladani Rasulullah SAW. yang diutus oleh Tuhannya untuk menyempurnakan
2. Akhlak-akhlak kaum sufi, di antaranya: tawadhu, al-mudarah (lemah lembut), pemaaf, tobat,
zuhud, wara, kefakir, sabar, tawakal, kerelaan, mahabbah (cinta), makrifah, al fana wal baqa,
dan al-ittihad
3.2 SARAN
Sufi adalah orang yang hatinya tulus terhadap Allah. Untuk itu, sudah sepantasnya kita
semua menjadi orang yang memiliki akhlak-akhlak seperti kaum sufi agar dapat merasakan
kehadiran Allah serta merasakan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat setelah kembali
kepada-Nya.
Demikianlah Makalah Ini Kami Susun, Semoga Makalah Ini Bermanfaat Bagi Para Pembaca.
Dalam Penulisan Ini Kami Sadari Masih Banyak Kekurangan, Saran Dan Kritik Yang
Membangun Sangat Kami Harapkan Untuk Menyempurnakan Makalah Kami Ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://firmansyam22.blogspot.com/2015/11/makalah-akhlak-akhlak-kaum-
sufi.html