Anda di halaman 1dari 35

Perencanaan irigasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan kebutuhan dasar tiap makhluk hidup.Baik manusia, hewan
maupun tumbuhan sangat membutuhkan air.Bagi manusia, air tidak
hanya berfungsi sebagai pemuas dahaga. Kegunaan air lainnya adalah untuk
mencuci, mandi, irigasi untuk pertanian, bahkan sebagai pembangkit tenaga
semakin tinggi.Sementara itu, keberadaan air cenderung semakin langka.Untuk
itu, penggunaan air harus dilakukan secara efektif dan seefisien mungkin.Sebagai
negara agraris, kebutuhan air bagi Indonesia sangat tinggi demi mendukung sektor
pertanian.Ketersediaan air di sektor pertanian tentunya dapat menunjang
kebutuhan bahan pangan bagi masyarakat.Namun, adasaaatnya air yang tersedia
cukup melimpah dan ada saatnya ketersediaan air sangat minim tergantung pada
musim.
Selain itu, lahan yang jauh dari sumber air akan mengalami kesulitan
dalam penyediaan air untuk pertanian. Dengan demikian keberadaan bangunan air
dan irigasi sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan dan distribusi air bagi
lahan baik dekat maupun jauh dari sumber mata air.Indonesia memiliki wilayah-
wilayah yang berpotensial untuk dikembangkan sektor pertaniannya.Wilayah
tersebut terbagi lagi dalam daerah-daerah irigasi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun Maksud dan Tujuan Pembuatan Laporan ini Adalah :
1. Memenuhi Syarat Mata Kuliah Irigasi dan Bangunan Air.
2. Memahami perancangan Daerah Irigasi Krueng Seunagan yang terletak Di
Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh yang meliputi perencanaan
petak, saluran beserta dimensi saluran, ketersediaan air, dan kebutuhan air.
3. Menghitung ketersediaan dan kebutuhan air Daerah Krueng Seunagan
yang terletak Di KabupatenNagan Raya Provinsi Aceh.

1
Perencanaan irigasi

4. Laporan Irigasi dan Bangunan Air bertujuan untuk menambah wawasan


dan pengetahuan tentang proses dan tahapan dalam merencanakan jaringan
irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran irigasi dan saluran
pembuang serta syarat-syarat yang terdapat dalam perencanaan ini dan
agar dapat merancang.

1.3 Deskripsi Data Perencanaan dan Standar Untuk Perencanaan


1.3.1 Deskripsi data perencanaan :
Daerah irigasi yang direncanakan dalam perencanaan ini adalah Daerah
Irigasi Krueng Seunagan yang terletak di Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh.
Air yang digunakan dalam irigasi ini Untuk Mengalirkan areal irigasi Dengan
Luas 418,75 + 1,9 = 420,65ha. Bangunan utama dalam perencanaan ini berada di
Krueng Aceh yang terletak di Kabupaten Nagan Raya dengan luas DAS Krueng
Seunagansebesar 790+19 = 809km2.

1.3.2 Standar perencanaan yang digunakan


a. Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01)
Dalam buku Standar Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01) terdapat
beberapa pokok bahasan, diantaranya :
1. Jenis jaringan irigasi, yaitu jaringan irigasi sederhana, semiteknis, dan
jaringan irigasi teknis. Bab ini juga mengupas tentang definisi petak
tersier, sekunder dan petak primer pada jaringan irigasi teknis.
2. Bangunan utama yang terdiri dari bendung dan peredam energi,
pengambilan, kantong lumpur, tanggul banjir dan bangunan pelengkap.
3. Definsi dari jaringan saluran irigasi tersier, bangunan bagi dan sadap,
bangunan pengatur dan pengukur, bangunan pengatur muka air,
bangunan pembawa, jalan dan jembatan serta bangunan pelengkap.
4. Standard tata nama jaringan irigasi primer, jaringan irigasi tersier, dan
tata warna pada peta jaringan.
5.  Definisi-definisi  yang berkaitan dengan irigasi.

2
Perencanaan irigasi

6. Tahapan dalam proses pembangunan irigasi yang dilakukan secara


berurutan yaitu survey, investigasi, desain, pembebasan lahan,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan.
7. Dalam hubungannya dengan perencanaan irigasi, dibahas juga tentang
persamaan banjir empiris, penghitungan kebutuhan air di sawah
tanaman padi, analisis hidrometeorologi meliputi curah hujan, debit
andalan, banjir rencana, dan neraca air.

b. Kriteria Perencanaan Irigasi Bangunan Utama (KP-02)


Dalam buku Standar Perencanaan Irigasi Bangunan Utama (KP-02)
terdapat beberapa pokok bahasan, diantaranya :
1. Jenis- jenis bangunan utama yang sering dibangun di Indonesia,
seperti bendung tetap, bendung gerak vertikal, bendung karet
(bendung gerak horizontal), bendung saringan bawah,  pompa, dan
pengambilan bebas. Dalam bab tersebut juga membahas bagian-
bangian dari bangunan utama tersebut.
2. Data-data yang dibutuhkan dalam perencanaan bangunan utama
dalam jaringan irigasi,meliputi data kebutuhan air multisektoral, data
topografi, data hidrologi, data morfologi, data geologi, dan data
mekanika tanah.
3. Persyaratan lokasi bendung meliputi beberapa aspek diantaranya:
pertimbangan topografi, geoteknik fondasi bangunan bendung,
pegaruh hidraulik, regime sungai, tingkat kesulitasn saluran induk,
ketersediaan ruang untuk bangunan pelengkap bendung, luas layanan
daerah irigasi, luas daerah tangkapan air, tingkat kemudahan
pencapaian lokasi, biaya pembangunan bendung dan kesepakatan
stakeholder.
4. Persyaratan hidrologis bendung mencakup tipe-tipe bangunan utama,
meliputi bendung pelimpah, bendung mekanis, bendung karet,
pengambilan bebas, pompa dan bendung saringan bawah.

3
Perencanaan irigasi

5. Perencanaan bangunan membahas penggunaan bahan khusus untuk


bangunan serta analisis stabilitas bangunan utama.
6. Perencanaan bangunan pada kantong lumpur, maupun pengaturan
sungai dan bangunan pelengkap, penyelidikan model hidrologis, dan
metode pelaksanaan.

c. Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Saluran (KP- 03)


Dalam buku Standar Irigasi Bagian Saluran (KP- 03) terdapat beberapa
pokok bahasan,diantaranya :
1. Data yang dibutuhkan dalam perencanaan irigasi
2. Saluran tanah tanpa pasangan
3. Saluran pasangan
4. Terowongan dan saluran tertutup
5. Data perencanaan saluran pembuang
6. Rencana saluran pembuang
7. Perencanaan saluran gendong

d. Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan (KP- 04)


Dalam buku Standar Irigasi Bagian Bangunan (KP- 04) terdapat beberapa
pokok bahasan, diantaranya :
1. Membahas empat jenis pengatur muka air, diantarnya : pintu skot
balok, pintu sorong, mercu tetap dan kontrol celah trapesium.
2. Bangunan Bagi dan Sadap.
3. Bangunan pembawa.
4. Talang.
5. Bangunan terjunan.
6. Got miring.
7. Kolam olak.
8. Jalan dan jembatan, serta.Bangunan-bangunan pelengkap

4
Perencanaan irigasi

e. Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Petak Tersier (KP- 05)


Dalam buku Standar Irigasi Bagian Petak Tersier (KP- 05) terdapat
beberapa pokok bahasan, diantaranya :
1. Kegiatan dan prosedur perencanaan.
2. Data-data yang dibutuhkan.
3. Layout petak tersier.
4. Perencanaan saluran.
5. Boks bagi.
6. Perencanaan bangunan pelengkap.
7. Penyajian hasil perencanaan

f. Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Pameter Bangunan (KP-06)


Dalam buku Standar Irigasi Bagian Parameter Bangunan (KP-06) terdapat
beberapa pokok bahasan, diantaranya :
1. Sistem satuan Internasional yang digunakan dalam satuan ukuran.
2. Bahan bangunan, yang meliputi persyaratan bahan dan sifat-sifat
bahan.
3. Tanah, terdiri dari sub bab: sistem klasifikasi jenis tanah, stabilitas
lereng, daya dukung tanah bawah dan pondasi, penurunan tanah
datar dan perbaikan tanah lunak..
4. Tegangan tanah dan beban, tekanan tanah , tekanan air, dan
tekanan lumpur, beban akibat gempa, kombinasi beban.
5. Pasangan batu dan bata merah.
6. Beton.
7. Pondasi tiang

5
Perencanaan irigasi

g. Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Standard Penggambaran (KP-


07)
Dalam buku Standar Irigasi Bagian Standard Penggambaran (KP- 07)
terdapat beberapa pokok bahasan, diantaranya :
1. Ukuran kertas gambar.
2. Blok judul.
3. Penomoran gambar.
4. Pengecilan gambar.
5. Penunjuk arah gambar.
6. Skala, tebal garis, tinggi huruf dan angka.
7. Ukuran dan indikasi.
8. Simbol, arsiran, dan singkatan.
9. Gambar-gambar untuk saluran, pembuang dan tanggul.
10. Tata warna peta.
11. Pelipatan gambar.

6
Perencanaan irigasi

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi


Dalam suatu perencaaan jaringan irigasi teknis dan bangunan air, diperlukan
dasar teori atau rumus-rumus yang akan digunakan dalam metode perhitungannya.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori atau rumus yang berhubungan
dengan perencanaan dari jaringan irigasi teknis beserta bangunannya.
Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), perhitungan ketersediaan air dilakukan
untuk menghitung debit yang tersedia dari sumber air utama irigasi, yaitu apakah
cukup untuk memenuhi kebutuhan air irigasi yang direncanakan. Ketersediaan air
ini dapat ditentukan dengan debit andalan dari suatu sungai dengan kemungkinan
terpenuhi sebesar 80% dan kemungkinan debit sungai lebih rendah dari debit
andalan adalah 20%. Dalam hal ini debit andalan untuk perencanaan irigasi adalah
debit sungai dengan kemungkinan tak terpenuhi sebesar 20%.

2.1.1 Evatransporasi potensial


Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), evapotranspirasi potensial terjadi
pada kondisi tanah yang tersedia air, dimana kondisi ini dipengaruhi oleh
beberapa factor klimatologi yaitu seperti temperatur udara, kelembaban udara,
kecepatan angin, dan penyinaran matahari.Besarnya evapotranspirasi potensial
yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan metode Penman Modifikasi
(Sudjarwadi, 1979).

Persamaan Penman Modifikasi dirumuskan sebagai :

E T 0=c [ W . Rn+ ( 1+W ) . F ( u ) .(ed−ed) ] ..........................................(2.1)


Rn=( 1−a ) Rs−Rn1 .........................................................................(2.2)
Rs=Ra . ¿)........................................................................................(2.3)

7
Perencanaan irigasi

Rn1=f (T ). f (ed ). f (n / N )..............................................................(2.4)


U
F ( u ) =0,27 x (1+ )......................................................................(2.5)
100
RH
ed =ea x .....................................................................................(2.6)
100

Dimana :
ET0 = Evapotranspirasi potensial (mm/hari),
c = Faktor perkiraan dari kondisi musim,
W = Faktor temperatur,
Rn = Radiasi netto (mm/hari),
ƒ(u) = Faktor kecepatan angin rerata pada ketinggian 2 m (km/hari),
ea = Tekanan uap udara (mbar),
ed = Tekanan uap jenuh (mbar),
α = Persentase radiasi yang dipantulkan (0,25),
Rs = Radiasi matahari (mm/hari),
Ra = Radiasi matahari yang didasarkan pada letak lintang,
N = Penyinaran matahari yang diperoleh dari data terukur (jam/hari),
Rn1 = Radiasi netto gelombang panjang (mm/hari),
f(T) = Faktor yang tergantung pada temperatur,
f(ed) = Faktor yang tergantung pada uap jenuh,
f(n/N) = Faktor yang tergantung pada jam penyinaran matahari,
U = Kecepatan angin (km/hari), dan
RH = Kelembaban relatif (%).

2.1.2 NFR padi dan palawija


Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), kebutuhan bersih air sawah atau NFR
untuk tanaman padi dan palawija dipengaruhi oleh faktor penyiapan lahan,
penggunaan konsumtif, perkolasi atau rembesan, pergantian lapisan air, dan curah
hujan efektif.

8
Perencanaan irigasi

1. Perkolasi
Perkolasi adalah pergerakan air ke bawah yang disebabkan oleh gaya vertical
dan gaya hidrostatis pada proses penjenuhan tanah sub surface. Perkolasi akan
menyebabkan kehilangan air akibat rembesan. Menurut Anonim no. 2 dan 3
(1986), laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah.Besarnya perkolasi
yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu jenis tanah, topografi, muka
air tanah, dan tebalnya lapisan tanah permukaan.
Laju perkolasi dan rembesan untuk tanaman palawija sama dengan
tanaman padi, pada daerah yang mempunyai tanah lempung diperkirakan
berkisar antara 1 – 3 mm/hari. Tanah yang banyak mengandung pasir, laju
perkolasi dan rembesan dapat mencapai angka yang lebih tinggi.

2. Penyiapan lahan
Menurut Anonim no.2 dan 3 (1986), kebutuhan air untuk penyiapan lahan
umumnya menentukan kebutuhan air irigasi maksimum pada suatu proyek
irigasi.Pada tanaman padi diperlukan penyiapan lahan untuk perlakuan awal
terhadap tanah berupa perendaman sehingga mendapatkan kelembaban yang
cukup untuk ditanami. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah sebagai berikut :
a. Lamanya waktu penyiapan lahan.
Faktor ini dipengaruhi oleh tersedianya tenaga kerja, ternak penghela
atau traktor untuk menggarap tanah dan memperpendek jangka
waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk menanam padi
sawah atau padi ladang kedua.Lamanya waktu penyiapan lahan
untuk petak sawah tersier yang dikerjakan tanpa bantuan traktor
diambil selama 1 bulan, apabila digunakan dengan traktor secara
luas maka lamanya waktu tersebut diambil selama 1 bulan.

b. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan.

9
Perencanaan irigasi

Kebutuhan air selama penyiapan lahan dipengaruhi oleh porositas


tanah disawah.Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak
kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 200 mm. Ini termasuk
air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah.

Pada umumnya waktu untuk penyiapan lahan berkisar antara 30 dan 45


hari.Besarnya kebutuhan air selama penyiapan lahan dihitung dengan metode
yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Ziljlstra.Metode tersebut didasarkan
pada laju air konstan dalam l/dt selama periode penyiapan lahan. Rumus tersebut
adalah sebagai berikut :

IR= k
( )
Mxe K
e −1 .............................................................................(2.7)
M =Eo+P .................................................................................(2.8)
MxT
K=
S ....................................................................................(2.9)
Dimana :
IR =Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari),
M =Kebutuhan air untuk mengganti/mengkonpensasi air yang hilang
akibatevaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan
(mm/hari),
Eo =Evaporasi air terbuka (1,1 x ETo) selama penyiapan lahan
(mm/hari),
P = Perkolasi (mm/hari),
K =Parameter fungsi dari air yang diperlukan untuk penjenuhan
waktupenyiapan lahan dan kebutuhan air untuk lapisan
pengganti,
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari),
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan
air(mm), dan

10
Perencanaan irigasi

E = Bilangan napir, diambil sebesar 2,7182818.

3. WLR ( Pergantian Lapisan Air )


Pada permulaan transplantasi (pemindahan bibit ke petak sawah)
tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah. Setelah transplantasi
selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan
lapisan air yang diperlukan 250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk
lapisan air awal setelah transplantasi selesai. Pada lahan yang dibiarkan
atau tidak digarap dalam jangka waktu 2,5 bulan atau lebih, maka lapisan
air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, 250 mm
untuk penyiapan lahan dan 50 mm untuk penggenangan setelah
transplantasi.

4. Kebutuhan air konsumtif tananaman


Menurut Sudjarwadi, (1979) menyebutkan kebutuhan air konsumtif
dipengaruhi oleh evapotranspirasi potensial, yaitu gabungan dari evaporasi
dan transpirasi yang terjadi secara bersamaan. Menurut Sosrodarsono, S
dan Takeda, K (1977) evaporasi adalah berubahnya air menjadi uap yang
bergerak dari permukaan tanah atau air menuju ke udara, sedangkan
transpirasi adalah penguapan yang terjadi melalui tanaman.
Besarnya penggunaan konsumtif air untuk tanaman padi dihitung
berdasarkan metode prakira empiris, dengan nmenggunakan data iklim
dan koefisien tanaman pada tahap pertumbuhan dengan rumus berikut :

ETc = Kc x ETo.............................................................................(2.10)
Dimana :
Etc = Kebutuhan air konsumtif (mm/hari),
Kc = Koefisien tanaman padi, dan
ETo = Evapotranspirasi potensial (mm/hari).

11
Perencanaan irigasi

Tabel 2.1 Koefisien Tanaman Padi

Tabel 2.2 Koefisisen Tanaman Palawija

12
Perencanaan irigasi

5. Curah Hujan Efektif


Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah bulanan diambil
80% dari curah hujan rata-rata tengah bulanan dengan kemungkinan tak terpenuhi
20%. Sedangkan untuk palawija nilai curah hujan efektif tengah bulanan diambil
P=50% Curah hujan dianalisis dengan analisis curah hujan. Analisis curah hujan
dilakukan dengan maksud untuk menentukan :

 Curah hujan efektif, yang digunakan untuk menentukan kebutuhan air irigasi.
 Curah hujan lebih, yang digunakan untuk menentukan besar kebutuhan
pembuangan dan debit banjir.
Cara mencari curah hujan efektif adalah sebagai berikut :

 Menentukan stasiun hujan yang paling dekat dengan bendung


 Mengurutkan data curah hujan dari yang terkecil sampai terbesar
 Menentukan tingkat probabilitas terlampaui tiap data
 Mencari nilai curah hujan dengan P=50% dan P=80%
Jika tidak adalah curah hujan dengan P=50% dan P=80% maka digunakan
interpolasi menggunakan nilai curah hujan dengan tingkat probabilitas terdekat.

PADI

................................................
(2.11)

A
50%

.................................................(2.12)

13
Perencanaan irigasi

Dalam hal ini NFR untuk tanaman padi dibedakan atas dua kondisi, yaitu:

- Kebutuhan air selama penyiapan lahan, dapat dihitung dengan rumus :


NFR = IR – Re..........................................................................(2.13)

- Kebutuhan air sesudah penyiapan lahan,dihitung dengan rumus :


NFR=Etc+P–Re+WLR.............................................................(2.14)

Dimana :
NFR = Kebutuhan bersih air untuk padi (mm/hari),
IR(LP) = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari),
Re = Curah hujan efektif (mm/hari),
Etc = Kebutuhan air konsumtif (mm/hari),
P = Perkolasi (mm/hari), dan
WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari).

Palawija termasuk dalam tanaman yang tidak banyak memerlukan air pada
saat proses pengolahannya. Untuk penyiapan lahan tanaman palawija tidak
membutuhkan banyak air karena tidak ada proses perendaman seperti pada
tanaman padi. Oleh karena itu jumlah dan lamanya pemberian air harus
diperhatikan agar tidak terjadi kelebihan air pada daerah penakarannya.
untuk menghitung jumlah kebutuhan air tanaman palawija dapat
digunakan rumus :

NFR = ETc + P – Re.................................................................... (2.15)


Dimana :
NFR = Kebutuhan bersih air untuk palawijai (mm/hari),
ETc = Kebutuhan air konsumtif (mm/hari),
P = Perkolasi (mm/hari), dan
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

14
Perencanaan irigasi

2.1.3 Kebutuhan pengambilan


Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), kebutuhan pengambilan untuk
tanaman adalah jumlah debit air yang dibutuhkan oleh satu hektar sawah untuk
menanam padi atau palawija.Kebutuhan pengambilan ini dipengaruhi oleh
efisiensi irigasi.Efisiensi irigasi ini adalah air hilang (losses water) akibat bocoran
karena rembesan dan penguapan di dalam saluran pada saat air mengalir.
Kebutuhan pengambilan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

ef = ef1 x ef2 x ef3 .........................................................................(2.16)


NFR
Dr ......................................................................................(2.17)
ef x 8,64
Dimana :
DR = Kebutuhan pengambilan (l/dtk/ha),
NFR = Kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari),
ef = Efisiensi irigasi total (65%), dan
1/8.64 = Angka konversi satuan mm/hari menjadi l/dtk/ha.

Kebutuhan pengambilan yang dihasilkan untuk pola tanam yang akan


digunakan akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah bulan dan
luas daerah yang bias diairi. Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah
layanan irigasi adalah tetap dan direncanakan sesuai dengan pola tanam tersebut.
Sebaliknya bila debit sungai terjadi kekurangan, maka diperlukan alternative
rotasi teknis atau golongan, luas daerah irigasi dikurangi atau melakukan
modifikasi dalam pola tanam yang akan digunakan.

2.1.4 Debit pengambilan (Q)


Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), debit pengambilan ditentukan oleh
kebutuhan pengambilan dan luas daerah irigasi yang akan diairi. Debit
pengambilan ndapat dihitung dengan rumus :
DR x A
Q= .......................................................................................(2.18)
1000
Dimana :

15
Perencanaan irigasi

Q = Debit pengambilan (m3/dtk),


DR = Kebutuhan pengambilan (l/dtk/ha), dan
A = Luas areal sawah (ha).

2.2 Debit perencanaa irigasi atau ketersediaan


2.2.1 Debit andalan sungai
Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai dengan
kemungkinan terpenuhi yang telah ditentukan dan dapat digunakan sebagai
sumber air untuk irigasi. Debit minimum sungai di analisis berdasarkan data debit
harian sungai yang diperoleh dalam jangka waktu paling sedikit selama 10 tahun.
Apabila data tersebut tidak ada, maka bisa dilakukan menggunakan metode
hidroligi analitis dan empiris (Anonim no. 2 dan 3, 1986).
Menurut Anonim no. 1 (1985), Metode Mock merupakan salah satu
metode empiris yang dapat digunakan untuk menghitung debit rata-rata bulanan
sungai, berdasarkan analisa keseimbangan air yang menjelaskan hubungan
runoffdengan curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembaban tanah dan
penyimpanan air di dalam tanah. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai
berikut :

∆ E=ETox ( 20m ) x(18−n).................................................................(2.19)


E=ETo−∆ E ¿..................................................................................(2.20)
SMS=ISM + R−E ¿ ..........................................................................(2.21)
WS=ISM + R−E−SMS ¿.................................................................(2.22)
INF=WS x IF (2.11)

G . STO Rt =G . STO Rt −1 x RC + ( 1+2RC ) xinf ..................................(2.23)


Q Base=IF−G . STI R t +G . STO Rt −1.............................................(2.24)
Q Direct=Ws−(1−IF )....................................................................(2.25)

16
Perencanaan irigasi

Q Storm=ℜ x ρf (2.15)....................................................................(2.26)
Qtotal=Qbase+QDirect+ Q Strom..................................................(2.27)
QS=Qtotal x A (2.28)

Dimana :
ΔE = Perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan aktual (mm/bulan),
ET0 = Evapotranspirasi potensial (mm/bulan),
M = Proporsi muka tanah yang tidak ditutupi vegetasi tiap bulan(20%),
n = Jumlah hari hujan,
E = Evapotranspirasi aktual (mm/bulan),
SMS= Simpanan kelembaban tanah (mm/bulan),
ISM = Kelembaban tanah awal (mm/bulan),
Re = Curah hujan efektif bulanan (mm/bulan),
Ws = Kelembaban air (mm/bulan),
Inf = Infiltrasi (mm/bulan),
IF = Faktor infiltrasi (0,4),
G.STORt = Daya tampung air tanah pada awal bulan (mm/bulan),
G.STORt-1 = Daya tampung air tanah pada bulan sebelumnya(mm/bulan),
Rc = Konstanta pengurangan aliran,
Qbase = Besar limpasan dasar (mm/bulan),
Qdirect = Besar limpasan permukaan (mm/bulan),
Qstrom = Besar limpasan hujan sesaat (mm/bulan),
Qtotal = Besar limpasan (mm/bulan),
Qs = Debit rata-rata bulanan (mm/bulan), dan A = Luas DAS (km2).

Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), debit andalan diperoleh dengan


mengurutkan debit rata-rata bulanan dari urutan besar ke urutan kecil. Nomor urut

17
Perencanaan irigasi

data yang merupakan debit andalan Dr. Mock dapat dihitung dengan mengunakan
rumus :

m
Pr= x100(2.18).....................................................................(2.29)
n+1
Dimana :
Pr = Probabilitas (%),
n = Jumlah tahun data, dan
m = Nomor urut data setelah diurut dari nilai besar kenilai yang kecil.

2.2.2 Debit banjir rencana


a) Metode Haspers
Metode Haspers digunakan pada luas DPS < 300 km2 .
Rumus :
Q= αxβxqxA
t = 0,1 x L 0,8 x i-0,30

Di mana :
Q = debit banjir rencana pada periode ulang tertentu ( m3/det)
α = koefisien limpasan air hujan
β = koefisien pengurangan luas daerah hujan
q = intensitas maksimum jatuhnya hujan rata – rata (m3/det/km)
A = luas Daerah pengaliran sungai (km2)
t = waktu konsentrasi hujan (jam)
L = panjang sungai (km)
i = kemiringan sungai

18
Perencanaan irigasi

Perhitungan :
t = 0,1 x L 0,8 x i-0,30
t = 0,1 x 130,8 x 0,0214-0,30 = 2,466 jam

19
Perencanaan irigasi

b) Metode nakayasu
Rumus dari hidrograf satuan Nakayasu adalah :

C− A−Ro
Qρ= .................................................................................
3.6−(0,3−Tρ+T 0,3)
(2.30)

dengan :
Qp    =   Debit puncak banjir (m3/det)
Ro    =   Hujan satuan (mm)
Tp    =   Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3   =   Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30%
dari debit puncak
A     =   Luas daerah tangkapan sampai outlet
C     =   Koefisien pengaliran

Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai


berikut :
Tp    =   tg + 0,8 tr
T0,3  =   a tg
tr     =   0,5 tg sampai tg
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir
(jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

20
Perencanaan irigasi

–       Sungai dengan panjang alur L >  15 km : tg = 0,4 + 0,058 L


–       Sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7

dimana  :
tr             =     Satuan Waktu hujan (jam)
a              =     Parameter hidrograf, untuk
a = 2       =>  Pada daerah pengaliran biasa
a =1,5      =>   Pada bagian naik hydrograf lambat, dan turun  cepat
a = 3        =>   Pada bagian naik hydrograf cepat, turun lambatHidrograf Satuan –
Metode Nakayasu

Gambar 2.1 Grafik Hidrograf Metode Nakayasu

1. Pada waktu naik   : 0 < t < Tp

( )
2.4
t
Qρ= Qρ .........................................................................(2.31)

dimana,

21
Perencanaan irigasi

Q(t)    =  Limpasan sebelum mencari debit puncak (m3)


t    =  Waktu (jam)

2. Pada kurva turun (decreasing limb)                        


a.  Selang nilai   :   Tp <= t  <=  (Tp+T0,3)

( t−Tp )

Q(t )=Qρ .0,3


T 0,3 ......................................................(2.32)

b.  Selang nilai: (Tp+T0,3) <= t <= (Tp + T0,3 + 1,5T0,3 )

  ..............................................(2.33)
c.  Selang nilai   :   1,5 T0,3  >    (Tp + T0,3 +
1,5 T0,3)

.....................................(2.34)

Rumus tersebut diatas merupakan rumus empiris, maka penerapannya


terhadap suatu daerah aliran harus didahului dengan suatu pemilihan parameter-
parameter  yang sesuai yaitu Tp dan a, dan pola distribusi hujan agar  didapatkan 
suatu pola hidrograf yang sesuai dengan hidrograf banjir yang diamati.
Hidrograf banjir  dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

a
Qk=∑ ui −Pn−¿(i−I )¿................................................................(2.35)
i− I

22
Perencanaan irigasi

           
dimana :
Qk   =  Debit Banjir pada jam ke – k
Ui   =  Ordinat hidrograf satuan (I = 1, 2, 3 .. .n)
Pn  =  Hujan netto  dalam waktu yang berurutan (n = 1,2,..n)
Bf         =  Aliran dasar (base flow)

2.3 prencanaan jaringan irigasi teknis


Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), perencanaan jaringan irigasi teknis
pada dasarnya adalah mengatur tata letak saluran, agar air irigasi dapat dibagi
secara merata ke petak-petak sawah.Jaringan irigasi teknis adalah pemisahan
antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang.Hal ini berarti bahwa saluran irigasi
maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing.Saluran
irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah dan saluran pembuang mengalirkan air
lebih dari sawah ke saluran pembuang.
Perencanaan jaringan pada dasarnya berkenaan dengan unit tanah pada
petak tersier.Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap tersier.Bangunan sadap inir mengalirkan air ke saluran tersier.
Batas saluran tersier adalah boks bagi kuarter yang terakhir. Luas petak tersier
yang ideal antara 50 – 100 ha.Boks tersier hanya membagi air irigasi ke saluran
kuarter saja. Boks tersier membagi air irigasi antara saluran kuarter dan tersier.
Petak tersier harus mempunyai batas yang jelas seperti parit, jalan dan batas
desa.Petak tersier dibagi menjadi petakpetak kuarter dengan luas masing-masing 8
– 15 ha.

2.4 trase saluran


Saluran irigasi terdiri dari saluran primer, sekunder, dan tersier.Saluran
tersebut dapat merupakan saluran garis tinggi dan dapat juga saluran punggung
tergantung pada keadaan topografi di lapangan yang direncanakan. Saluran induk
atau primer, biasanya selalu merupakan saluran garis tinggi dan adakalanya

23
Perencanaan irigasi

berakhir dengan saluran punggung. Letak saluran induk direncanakan


direncanakan pada lahan paling tinggi, supaya luas sawah yang dapat diairi
menjadi seluas mungkin.
Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), kriteria yang akan diterapkan untuk
perencanaan jaringan irigasi teknis didasarkan pada kondisi topografi, panjang
saluran kuarter < 500 m, panjang saluran tersier < 1500 m, jarak antara saluran
kuarter dan saluran pembuang < 300 m.

2.4.1 Saluran pembawa


Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), saluran pembawa terdiri dari saluran
primer, sekunder dan tersier.Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke
saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi.Batas ujung saluran primer
adalah pada bangunan bagi yang terakhir.Saluran sekunder membawa air dari
saluran primer ke petak-petak tersier yang di layani oleh saluran sekunder
tersebut.Batas ujung saluran sekunder adalah pada bangunan sadap
terakhir.Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Sesuai dengan Anonim no.
2 dan 3 (1986), debit rencana saluran pembawa dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

Q = DR x A.....................................................................................(2.37)
Dimana :
Q = Debit rencana (lt/dtk),
DR = Kebutuhan pengambilan (lt/dtk.ha), dan
A = Luas daerah yang diairi (ha).

2.4.2 Saluran pembuang

24
Perencanaan irigasi

Pada umumnya jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan


kelebihan air secara gravitasi.Pembuangan kelebihan air dengan pompa biasanya
tidak layak dari segi ekonomi.Daerah-daerah irigasi dilengkapi dengan bangunan-
bangunan pengendali banjir disepanjang sungai untuk mencegah masuknya
airbanjir kedalam sawah-sawah irigasi.Kriteria perencanaan ini membahas
jaringan pembuang untuk pembuang air sawah-sawah irigasi yang tanamannya
padi.Pembuangan untuk tanaman-tanaman lain dilakukan dengan sarana-sarana
khusus didalam petak tersier. Misalnya, jika tanaman-tanaman ladang
dipertimbangkan, maka metode–metode penyiapan lahan pada punggung medan
dapat diterapkan.Jika tanaman-tanaman selain padi akan ditanam secara besar-
besaran,maka sebaiknya dipikirkan untuk membuat jaringan pembuang seperti
yang dipakai tanaman padi.
Di daerah-daerah yang dialiri secara irigasi teknis, jaringan
pembuangmempunyai dua fungsi:
a. Sebagai pembuang intern untuk mengalirkan kelebihan air
darisawah untuk mencegah terjadinya genangan dan
kerusakantanaman atau untuk mengatur banyaknya air tanah sesuai
denganyang dibutuhkan oleh tanaman.
b. Pembuang ekstern untuk mengalirkan air dari daerah luar
irigasiyang mengalir melalui daerah irigasi.Dalam hal pembuang
intern, kelebihan air ditampung di dalam saluran pembuang kuarter
dan tersier yang akan mengalirkannya ke dalam jaringan pembuang
utama dari saluran pembuang sekunder dan primer.
Aliran buangan dari luar daerah irigasi biasanya memasuki daerah
proyek irigasi melalui saluran – saluran pembuang alamiah yang
akanmerupakan bagian dari jaringan pembuang utama di dalam
proyektersebut.

Pembuang permukaan untuk petak dinyatakan sebagai:

D(n) = R(n)T + n (I – ET – P) –ΔS........................................................ (2.38)

25
Perencanaan irigasi

dimana :

n  = jumlah hari berturut – turut
D(n) = limpasan pembuang permukaan selama n hari, Mm
R(n)T = curah bujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulangT
tahun, mm
I  = pemberian air irigasi, mm/hari
ET  = evapotranspirasi, mm/hari
P =perkolasi, mm/hari
ΔS =tampungan tambahan, mm.

2.4.3 Dimensi Saluran


Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), setelah debit rencana diketahui maka
dapat dihitung dimensi saluran.Dimensi saluran dihitung berdasarkan tampang
saluran ekonomis.Kecepatan aliran dihitung dengan menggunakan rumus
Strickler. Unsur geometris penampang saluran dihitung sebagai berikut yaitu :
A = (b x mh).....................................................................................(2.39)
P = b + (2 x h).................................................................................(2.40)
R = A/P.............................................................................................(2.41)
2 1
V =kx R 3 x I 2 ....................................................................................(2.42)
Q = V x A.........................................................................................(2.43)

Dimana :
b = Lebar dasar saluran (m),
h = Tinggi air (m),
A = Luas tampang basah saluran (m2),
P = Keliling basah (m),
R = Jari-jari hidrolis saluran (m),
I = Kemiringan memanjang saluran,

26
Perencanaan irigasi

k = Koefisien Strickler = 60 m1/3/dt,


v = Kecepatan aliran (m/dt), dan Q = Debit aliran (m3/dt)

2.4.4 Dimensi Bangunan Bagi dan Sadap


Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), bangunan bagi dan sadap adalah
bangunan yang berfungsi untuk membagi dan menyadap air di saluran.Dimensi
bangunan bagi sadap ditentukan berdasarkan lebar bangunan ukur dan pengatur
muka air yang ditempatkan pada bangunan sadap.Salah satu dari bangunan ukur
dan pengatur muka air adalah pintu Romijn. Pintu Romijn adalah alat ukur
ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur dan mengukur debit dalam
saluran irigasi. Agar dapat bergerak, mercunya dibuat dari plat baja dan dipasang
di atas pintu sorong. Direktorat Irigasi telah membuat standar lebar pintu Romijn
demi keseragaman dan memudahkan pemesanan.
2.5 Elevasi Muka Air
2 . 5 . 1 . Bangunan Pengatur Muka Air
Bangunan pengatur tinggi muka air dimaksudkan untuk mengatur tinggi
muka air disaluran primer, sekunder dan tersier serta cabang-cabangnya
sehingga tercapai pada batas-batastinggi air tertentu yang dibutuhkan. ada
beberapa jenis bangunan pengatur seperti:
a pintu sorong :
pintu sorong pintu sorong terbuat dari plat besi yang dapat
bergerak vertikal secara manual sepanjang batang ulit yang d i g u n a k a n
u n t u k m e n g a t u r a t a u m e n u t u p s a m a s e k a l i a l i r a n a i r   melalui
bangunan.
b pintu stop log :
stop log merupakan bilah kayu sederhana yang dipasang secara mendatar
dalam satu susunan untuk menutup sama sekali atau sebagian aliran. setiap
balok dapat dipasang dan dibuka secaram a n u a l , biasanya
mempunyai lebar antara %) 3 &0 cm. Fungsi utama stop
l o g a d a l a h u n t u k   menahan muka minimal di daluran tergantung pada
pengaturan air yang diinginkan. Di atas stoplog alirannya bebas,

27
Perencanaan irigasi

misalnya untuk tindakan drainase, atau memasukan air pada saat


pasang.pengoperasian dilakukan sesuai dengan pengaturan jumlah blok
pada bangunan. Untuk drainasemaksimum, semua blok dapat
diangkat dari bangunan, sementara untuk menahan agar  muka
air maksimum dengan muka air tinggi, semua daun pintu stop log dapat
dipasang.

2.6 Analisis mercu bendung


2.6.1 Tinggi air sebelum pembendungan

A = (B + mH)H................................................................................(2.44)
P=B+2 H √ 1+m ............................................................................(2.45)
2

R = A x P..........................................................................................(2.46)
2 1
1
v= x R 3 x I 2 ...................................................................................(2.47)
n
Q = A x V.........................................................................................(2.48)
Dimana :
b = Lebar sungai (m),
H = Tinggi air sebelum pembendungan (m),
F = Luas tampang basah sungai (m2),
P = Keliling basah (m),
R = Jari-jari hidrolis sungai (m),
I = Kemiringan memanjang sungai,
A = Luas area (m2),
V = Kecepatan aliran (m/dt), dan Q = Debit aliran (m3/dtk).

2.6.2 Debit air per satuan lebar bending


Qt
qeff = ........................................................................................(2.49)
Beff
Beff =90 % xB..................................................................................(2.50)
Dimana :

28
Perencanaan irigasi

qeff = Debit per satuan lebar (m3/dt/s),


QT = Debit rencana 100 tahun (m3/dt), dan
Beff = Lebar efektif (90% B) (m).

2.6.3 Tinggi Air diatas Mercu


2
q= Cd x √2 g ¿................................................................................(2.51)
3
Hd
Cd=0,611+0,08 ........................................................................(2.52)
p
qeff
v= .............................................................................................(2.53)
Y
Dimana :
q = Debit per satuan lebar (m3/dt/s),
Cd = Koefisien debit,
Hd = Tinggi air diatas mercu (m),
V = Kecepatan aliran (m/dt), g = Percepatan gravitasi (m/dt2),
A = Luas area (m2),
Y1 = Koordinat profil mercu mulai dari hulu ke hilir, dan

2.6.4 Desain Mercu OGEE


Bertolak dari data Bazin dan hasil percobaan USBR terhadap bentuk tirai
luapan bawah melalui ambang tajam, maka WES (Standar Perencanaan Irigasi,
1986) menyusun bentuk baku dari mercu pelimpah dengan persamaan rumus :

Xn = k Hdn-1 Y...............................................................................(2.54)

Dimana :
X dan Y = Koordinat profil mercu mulai dari hulu ke hilir, dan
k dan n = Para meter yang bergantung kepada kemiringan dinding sisi
depan mercu.

2.6.5 Kolam Olak Mercu OGEE

29
Perencanaan irigasi

Menurut Anonim no. 2 dan 3 (1986), kolam olakan menurut USBR terdiri
dari beberapa tipe, yaitu :
a. Untuk Fr < 1,7 tidak diperlukan kolam olak, pada saluran tanah, bagian
hilir harus dilindungi dari bahaya erosi, saluran pasangan beton dan batu
tidak diperlukan perlindungan khusus.
b. Bila 1,7< Fr < 2,5, kolam olak diperlukan untukmeredam energi secara
efektif.
c. Jika 2,5< Fr < 4,5, maka akan sulit memilih kolam olak yang tepat.
Loncatan air tidak terbendung dengan baik dan menimbulkan gelombang
sampai jarak yang jauh di saluran. Tipe yang direkomendasikan adalah
tipe IV.
d. Jika Fr > 4,5 merupakan kolam yang palin ekonomis, karena kolam mini
pendek. Tipe ini termasuk kolam USBR tipe III, yang dilengkapi blok
halang.
Adapun untuk mengetahui tipe kolam olak yang akan digunakan dapat
diketahui dengan persamaan :

Vu
Fr= ......................................................................................(2.55)
√ gx yu

2.6.6 Bangunan Pengambilan


Kapasitas pengaliran menurut standar perencaaan irigasi (1986) dapat
ditentukan dengan persamaan rumus :

Q = μba gz 2.....................................................................................(2.56)

Dimana :
Q = Kapasitas saluran (m3/dt), μ = Koefisien debit,
a = Tinggi bukaan pintu (m),
b = Lebar bangunan pengambilan (m), dan
z = Perbedaan elevasi muka air antara hulu dengan hilir (m)

30
Perencanaan irigasi

2.6.7 Bangunan Pembilas atau Penguras


Menurut Isbash, kecepatan kritis yang menyebabkan butiran bergerak
dapatdihitung dengan persamaan rumus :

Ucr=1,7 √ ∆ . g . D ............................................................................(2.57)
Dimana :
Ucr = Kecepatan kritis,
Δ = Perbandingan antara material terendam dengan volume air,
D = Diameter butiran,

2.6.8 Bangunan pembilas kantung lumpur


Menurut Standar Perencanaan Irigasi (1986), dimensi bangunan pembilas
direncanakan berdasarkan persamaan rumus :
2 1
Vs=Ks . R 3 . 12 ..................................................................................(2.58)

Dimana :
V = Kecepatan pembilasan (m/dt),
Ks = Koefisien Strickler (35),
R = Jari-jari hidoles saluran (m), dan
I = Kemiringan saluran.

2.6.9 Kantong Lumpur


Standar Perencanaan Irigasi (1986) menyatakan bahwa dimensi kantung
lumpur dapat dihitung dengan persamaaan rumus :
V = t b L + 0,5 (is – in) L2 b............................................................(2.59)
Dimana :
V = Volume kantung lumpur (m3),
t = Tinggi kantung lumpur (m),
b = Lebar dasar kantung lumpur(m),

31
Perencanaan irigasi

L = Panjang Kantung lumpur (m),


is = Kemiringan kantung lumpur, dan
in = Kemiringan saluran induk.

2.7 Analisis Stabilitas Konstruksi


2.7.1 Stabilitas Erosi bawah Bendung (piping)

CL=
∑ Lx .......................................................................................(2.60)
Hw
Dimana :
Hw = Beda tinggi muka Air (m),
Lx = Panjang garis lintasan arah vertikal dan horizontal (m), dan
CL = Angka rembesan Lane.

2.7.2 Berat sendiri konstruksi


Menurut Soenarno, berat sendiri dapat dihitung dengan persamaan :
G = Luas penampang x Berat volume beton....................................(2.61)

2.7.3 Gaya akibat gempa bumi


Standar perencanaan irigasi, menyebutkan bahwa gaya akibat gempa bumi
yang bekerja pada pusat berat konstruksi dapat dihitung dengan persamaan :

K = E x G......................................................................................... (2.62)
Dimana :
K = Besarnya gaya gempa per satuan lebar (kg/m),
E = Koefisien gempa, dan
G = Berat sendiri konstruksi (kg).

Koefisien gempa dihitung dengan persamaan :


Ad=n ¿..............................................................................................(2.63)

32
Perencanaan irigasi

Ad
E= .............................................................................................. (2.64)
g
Dimana :
Ad = Percepatan koefisien rencana (cm/dt),
n,m = Koefisien untuk jenis tanah,
z = Faktor yang tergantung pada letak geografis, dan
Ac = Percepatan kejut dasar (cm/s).

2.7.4 Gaya akibat tekanan lumpur


Besarnya tekanan lumpur direncanakan berdasarkan persamaan Rankine
sebagai berikut :

g h2
SH = x ¿ ¿..................................................................................(2.65)
2

Dimana :
SH = Gaya tekanan lumpur persatuan (kg/m),
γ = Berat volume lumpur (kg/m3),
h = Tinggi endapan lumpur (m), dan
φ = Sudut geser dalam.

2.7.5 Tekanan lateral tanah


Tekanan ini dihitung dengan metode Coulomb (Bowles, 1986). Untuk
tekanan tanah aktif menurut persamaan rumus :

(¿−ga) 2 Ad
Pa= x H xKa ................................................................ (2.66)
2 g

Untuk tekanan tanah pasif menurut persamaan rumus :

33
Perencanaan irigasi

(¿−ga) 2 Ad
Pa= x H xKa ................................................................(2.67)
2 g
Dimana :
Pa = Gaya tekanan lateral aktif persatuan lebar (t/m),
Pp = Gaya tekanan lateral pasif persatuan lebar (t/m),
γ = Berat volume tanah (kg/m3), dan
h = Tinggi tanah (m).
2.7.6 Gaya hidrostatis
Menurut Sugiarto dan Supriyana (1983), gaya hidrostatis dapat dihitung
dengan persamaan :

1 2
W = γ w h ........................................................................................(2.68)
2

Dimana :
W = Gaya hidrostatis persatuan lebar (kg/m),
γw = Berat volume air (kg/m3), dan
h = Tinggi air (m).
2.7.7 Gaya tekanan ke atas
Besar gaya tekanan ke atas (uplift force) atau gaya angkat dapat dihitung
dengan persamaan rumus :
U = Luas diagram gaya angkat x Panjang bendung.........................(2.69)

Berdasarkan gaya-gaya yang bekerja, dapat diketahui stabilitas konstruksi


terhadap penggulingan, pergeseran dan kuat tanah pondasi.
a. Tinjauan terhadap guling :
M −¿
n= +¿ ¿............................................................................(2.70)
M > 1,5¿
b. Tinjauan terhadap geser :

n=
∑ V tan q >1,5.......................................................................(2.71)
∑H

34
Perencanaan irigasi

c. Tinjauan kuat dukung tanah

a=
∑ M >1,5..................................................................................(2.72)
∑V
B
b= −a...........................................................................................(2.73)
2
∑V
τ=
B ( 1± 6Be )< τijin.............................................................(2.74)
Dimana :
N = Faktor keamanan,
M- = Momen negatif yang timbul,
M+ = Momen positif yang timbul,
ΣV = Jumlah gaya vertikal,
ΣH = Jumlah gaya horizontal,
τ = Tegangan tanah yang timbul,
B = Lebar tubuh bendung, dan
E = Eksentrisitas.

35

Anda mungkin juga menyukai