2. Pendahuluan …………………………………………………………… 2
3. Instrumen ………………………………………………………………... 4
7. Komplikasi ……………………………………………………………….. 17
8. Prognosis ………………………………………………………………… 18
1
PENDAHULUAN
Teknik Histeroskopi
2
Histeroskopi pada abad ke-21 ini ak`hirnya mendapat tempat yang
tepat, dan setiap ginekolog diharuskan unntuk mempelajari keterampilan
histeroskopi, seperti seorang urologi mahir dengan sistoskopi. Histeroskopi
merupakan prosedur diagnostik dan teraputik dalam ginekologi klinis.
Kebanyakan praktisi di luar negeri menggunakan metode ini untuk
mengevaluasi uterus pada praktek sehari-hari. Kebutuhan untuk mengetahui
normal atau abnormalnya kavum uteri dapat diketahui dengan alat ini. 4,5
Saat ini histeroskopi menjadi bagian perlengkapan standart ahli bedah
ginekologi dan secara rutin diajarkan dan dimasukan dalam kurikulum
pendidikan dokter spesialis dan seminar paskasarjana. 5
3
INSTRUMEN
Ada 2 macam tipe histeroskopi, ysng rigid (kaku) dan fleksibel (lentur),
yang bisasa digunakan adalah tipe rigid (kaku). Histeroskopi yang kaku, terdiri
dari sebuah teleskop dengan diameter luar 4mm dan suatu pandangan
foreoblique 30o. selubung yang bervariasi dalam diameter 7-8 mm dan terdiri
dari bagian yang mengalirkan distensi dan mengeluarkannya kembali melalui
sebuah kateter. Oleh karena histeroskopi tidak dapat selalu menyebabkan
atraumatik setelah dilatasi serviks, maka obturator dipasang di luar lapisan
yang bertujuan untuki stimulasi lunak, dilatator tumpul. Hampir semua rigid
teleskop mengandung system lensa batang (rod lens system) yang
memungkinkan sudut pandang yang lebih luas dan gambaran lebih jelas
(perbesaran 4-5 x) dibanding lensa konvensional. 1,2,5
5
Untuk mendapatkan pandangan yang baik, sumber cahaya sangat
penting. Lampu xenon adalah sumber cahaya yang terbaik pada prosedur
histeroskopi operatif atau resektoskop. 1,2
6
Medium distending yang dipergunakan : 2
Media gas yang dipakai adalah karbon dioksida (CO2), karena CO2 tidak
berwarna dan berdaya larut tinggi jika bercampur dengan darah. Medium ini
ideal untuk histeroskopi di klinik. Aliran gas rata-rata yang dimasukan ke
dalam uterus tidak boleh lebih dari 100 ml/mnt dan tekanan di dalam uterus
harus dibawah 150 mmHg.
8
tabung, kemudian dipotong di bagian bawah/dasar dan bagian atas.
Setelah mendekati fundus, asisten akan memberitahu operator. Insisi
septum harus komplit sehingga septum dapat dihilangkan dan
menyatukan uterus menjadi 1 ruang / kavum uteri. Koreksi yang
sempurna sampai pada batas fundus akan memberikan hasil penetrasi
ke dalam miometrium dan menyebabkan perdarahan. Dengan
memakai 3mm bola elektroda perdarahan dapat dihentikan.
Uterus septum
2. Sinekia Uterus
Setelah diagnostik dengan histereoskopi dilakukan untuk menilai
derajat dari perlekatan. Gambaran detail dari perlekatan sangat
membantu dalam merencanakan strategi pemotongan jaringan
perlekatan. Pelaksanaan bersamaan dengan laparaskopi merupakan
tindakan yang bijaksana untuk mencegah terjadinya perforasi.
Beberapa pilihan instrument operasi seperti gunting flexibel atau semi
kaku, resektoskope, laser NdYAG. Medium dimasukan melalui tabung
operatif ke dalam kavum uteri. Pengembangan uterus harus terus
dijaga. Selaput dan perlekatan di bagian tengah harus dipotong lebih
dahulu, selalu diikuti dengan penyemprotan cairan. Bagian marginal
dan padat dari perlekatan dikerjakan terakhir.
4. Polip Uterus
Histeroskop operatif multichannel dimasukan ke dalam kavum uteri.
Kawat lingkar elektrik dimasukan ke dalam tabung operatif 3 mm.
kemuidan kawat lingkar elektik dimasukan sampai ke dasar polip lalu
kawat ditarik erat, lalu dengan daya 30-40 watt, polip di potong dari
dasarnya. Kemudian kawat dikeluarkan, diganti dengan forcep alligator
untuk mengambil polip. Kemudian dikeluarkan. Setelah itu dilakukan
10
inspeksi, apakah ada perdarahan. Jika ada perdarahan, maka dapat
dilakukan koagulasi dengan elektroda bola 3 mm.
5. Mioma Uteri
Beberapa variasi prosedur histeroskopi saat ini dapat digunakan untuk
menangani mioma submukosa. Dengan bantua video kontrol, teknik
resektoskop dilakukan seperti mencukur / mengiris miom, kemudian
potongan jaringan dikumpulkan untuk pemeriksaan histopatologi.
Dapat juga memakai gunting yang dikombinasika dengan laser untuk
membebaskan miom dari dasar. Ini dilakukan untuk miom ukuran
>3cm. untuk mioma ukuran 1-2 cm dilakukan dengan cara ablasi
dengan memakai laser NdYAG. Jika terjadi perdarahan post operatif
maka dapat dipakai balon Folley 10cc yang dimasukan kedalam kavum
uteri dan digelembungkan dengan sebanyak 5 cc selama 6-12 jam.
Prosedur ini dapat dilakukan bersamaan dengan laparoskopi untuk
mioma yang besar.
11
6. Ablasi Endometrium
Semua pasien yang akan dilakukan tindakan ablasi endometrium,
terlebih dahulu sudah dilakukan terapi hormonal sebagai cara / usaha
untuk mengontrol perdarahan uterin abnormal. Jika cara / usaha ini
gagal, dan pasien tidak dalam proses tidak menginginkan anak, maka
pasien tersebut dapat dilakukan ablasi endometrium. Histeroskopi
diagnostik preoperative, sampel endometrium, atau keduanya harus
sudah dilakukan / diperiksa untuk mengekslud karsinoma endometrium
dan hyperplasia atipik. Histeroskopi operatif atau resektoskop
dimasukan ke dalam kavum uteri. Kanul aspirasi 9F dimasukan melalui
tabung histeroskop untuk mengeluarkan darah dan jaringan sampai
kavum uteri bersih. Kemudian bagian fundus di keruk dengan bola
elektroda dari sisi kornu ke sisi kornu lain. Kemudian bagian dinding
posterior setelah itu dinding lateral dan anterior. Ablasi tidak boleh
dilanjutkan sampai bagian bawah ostium uteri internum ke dalam
cervix. Tujuan dari tindakan ini adalah menghancurkan semua jaringan
endometrium yang tampak, termasuk endometrium dibawah kornu
sampai kedalaman 1-2 mm. rata-rata tindakan ini berlangsung sekitar
30 menit, dan pasien dapat pulang keesokan harinya.
12
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
1,5,8
Indikasi dari histeroskopi adalah:
1. Kontraindikasi absolut:
a. Penyakit radang panggul terutama tuba ovarial kompleks
b. Perforasi uterus
c. Kehamilan
d. Sensitive terhadap obat anestesi atau medium untuk pelebaran
e. Kekurangan peralatan
f. Operator tidak berpengalaman
2. Kontraindikasi relatif:
13
a. Perdarahan banyak yang membatasi penglihatan
b. Diketahui adanya keganasan ginekologi seperti, terutama ca.
endometrium dan ca. cerviks
MANFAAT HISTEROSKOPI
14
Pada beberapa waktu lalu pasien dengan perdarahan uterus abnormal
yang gagal diterapi dengan hormonal akan dilanjutkan dengan dilatase dan
kuretase untuk menyingkirkan keganasan dan sebagai terapi. Sayangnya,
kegagalan prosedur ini dalam menghasilkan diagnosis dan terapi pada
beberapa kasus cukup signifikan. Dengan histeroskopi pengangkatan polip
intrauterin atau mioma sukmukosum dapat dilakukan dengan penglihatan
langsung. Pemeriksaan histeroskopi memudahkan dokter untuk melihat di
dalam uterus untuk melakukan diagnosis dan dapat sekaligus melakukan
terapi dengan operatif histeroskopi. Histeroskopi dapat juga digunakan
bersamaan dengan prosedur lain seperti laparaskopi atau sebelum prosedur
dilakukan dilatase dan kuretase. 1,3
6
Keuntungan dari histeroskopi adalah:
Waktu perawatan di rumah sakit yang pendek. Dengan waktu
perawatan yang pendek di rumah sakit tentunya akan meringankan
beban keuangan pasien.
Waktu penyembuhan yang singkat. Singkatnya proses penyembuhan
memberikan kenyamanan kepada pasien sehingga dapat segera
melakukan kegiatan sehari-hari.
Pemberian analgetik setelah operatif sangat minimal
Menghindarkan dari tindakan histerektomi
Menghindarkan kemungkinan dilakukan laparatomi.
16
Komplikasi pada prosedur histeroskopi lebih sering terjadi saat prosedur
1,2,5,9
operasi dibanding prosedur diagnostik.
1. Perdarahan intraoperatif dan postoperatif.
Komplikasi yang sering terjadi pada prosedur histeroskopi operatif
adalah perdarahan intraoperatif dan postoperatif.
2. Perforasi usus.
Perforasi usus dapat terjadi selama prosedur histeroskopi, tetapi itu
dapat terjadi selama reseksi septum, miomektomi, dan saat membuka
perlekatan. Untuk memastikan / mencegah terjadi hal tersebut
dilakukan bersamaan dengan laparoskopi. Dengan penanganan yang
tepat hal ini dapat dihindarkan.
3. Emboli gas
Komplikasi ini dapat terjadi ketika insuflator CO2 digunakan. Brundin
dan Thomasson menemukan dari 70 wanita dilakukan histeroskopi
dengan memakai CO2, dilaporkan terdapat cog wheel murmur pada 7
wanita. Ketika histeroskopi selesai dilakukan, murmur tersebut hilang.
4. Infeksi
Histeroskopi harus dihindarkan bila ada infeksi dari serviks, infeksi
uterus, atau salphingitis. Sebaliknya infeksi sangat jarang terjadi pada
tindakan histeroskopi, meskipun pada tindakan histeroskopi operatif
yang luas.
5. Keterampilan Operator
Sering komplikasi serius terjadi karena kesalahan dari operator, karena
kurangnya keterampilan. Keterampilan pada area endoskopi (mis:
laparaskopi) tidak serta merta terampil juga pada histeroskopi, begitu
juga sebaliknya.
PROGNOSIS
17
Histeroskopi operatif memberikan kemungkinan baru untuk
penanganan kelainan ginekologi. Meskipun komplikasi jarang terjadi, namun
masalah serius masih mungkin terjadi. Keamanan dari prosedur histeroskopi
operatif adalah tergantung pada operator. Semakin terampil operator, maka
kejadian komplikasi akan minimal. 1 Histeroskopi merupakan suatu prosedur
yang relatif aman. Bagaimanapun, seperti tindakan pembedahan lainnya,
dapat terjadi komplikasi. Dengan histeroskopi, angka kejadian komplikasi
tidak lebih dari 1% kasus. 6,10
Dengan persiapan pasien dan keterampilan operator yang baik,
8
tekhnik histeroskopi ini memberikan angka keberhasilan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Zacur Howard A. Murray Denise, Technique and Instrumentation of
Operative Hysteroscopy in Practical Manual of Operative Laparoscopy and
Hysteroscopy. Spinger-Verlag New York, 2007; 16:151-165.
2. Donnes J. Instrumentation for Hysteroscopy in Atlas of Operative
Laparoscopy and Hysterectomy. Third edition.InfomaUK.2007; 40:453-456
3. Valle RF. Future Growth and Developmental of Hysteroscopy in Obstetry
Gynecology Clinic North America.2008; 15:111-26
4. Berek JS. Novak’s Gynecology. 15th ed. Williams and Wilkins Co. 2010;
743-55
5. Baggish MS. Operative Hysteroscopy in Te Linde’s Operative Gynecology.
10th ed. Lippincott Williams and Wilkins. 2008; 18:336-370
6. Ohler MK. Rees M. Excesive Menstrual Bleeding in The Abnormal
Menstrual Cycle, 1st ed. Taylor and Francis. London. 2005; 5: 61-66
7. Hysteroscopy and Infertility
http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_view&articleid=89
8. Meniru Gl. Hopkins MP. Abnormal Uterine Bleeding in Glass office
Gynecology. 6th ed. Lippincott Williams and Wilkins. 2008; 8:176-196
9. Dandade D. Therapeutic Gynecology Procedures in Lange Current
Diagnosis and Treatments in Obstetric & Gynecology. 10 th ed. McGraw-
Hill. 2009; 48
10. http://my.clevelandclinic.org/services/hysteroscopy/
hic_what_is_hysteroscopy
19