Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN TUGAS AKHIR

MEKANISME PEMUNGUTAN DAN PELAPORAN PAJAK AIR


PERMUKAAN PADA BADAN KEUANGAN
DAERAH PROVINSI JAMBI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya

Oleh :
HENNY MARINA HUTAGALUNG
C0D018049

PROGRAM DIPLOMA III PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2021
2

HALAMAN PERSETUJUAN

Dengan ini, Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Instruktur Lapangan, dan


Ketua Program Studi Perpajakan menyatakan bahwa laporan tugas akhir yang
disusun oleh:
Nama : Henny Marina Hutagalung
NIM : C0D018049
Program Studi : Perpajakan
Judul Laporan : Mekanisme Pemungutan Dan Pelaporan Pajak Air Permukaan
. Pada Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi.
Telah disetujui dan disahkan sesuai dengan prosedur, ketentuan dan
kelaziman yang berlaku dalam ujian Komprehensif dan laporan tugas akhir pada
tanggal yang tertera dibawah ini:
Disetujui Oleh:
Jambi, 2021
Dosen Pembimbing Akhir Instruktur Lapangan

WIRMIE EKA PUTRA, S.E.,M.SI M. JAMEL, S.E


NIP.198005212003121003 NIP. 196704091994031006

Mengetahui,
Ketua Program Studi Perpajakan

NELA SAFELIA, SE., M.SI


NIP: 198007082005012005
3

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir ini telah dipertahankan dihadapan Panitia Penguji


Laporan Tugas Akhir dan Ujian Komprehensif Program Studi Perpajakan
Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi pada :
Hari :
Tanggal :
Jam :
Tempat :

Panitia Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan
1. Ketua Penguji :
2. Sekretaris :
3. Anggota 1 :
4. Anggota 2 (DPA) :
Disahkan oleh :
Ketua Jurusan Akuntansi Ketua Program Studi

Dr. Enggar Diah Puspa Arum, Nela Safelia, S.E., M.Si


SE.,M.Si.,Ak.,CA
NIP.197610032000122001 NIP.198007082005012005

Mengetahui :
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Dr. H. Junaidi, S.E., M.Si


NIP.196706021992031003
ABSTRAK

Laporan magang ini berjudul “MEKANISME PEMUNGUTAN DAN


PELAPORAN PAJAK AIR PERMUKAAN DI BADAN KEUANGAN
DAERAH PROVINSI JAMBI”. Penulisan ini dilakukan dikantor Badan
Keuangan Daerah Provinsi Jambi, tujuan laporan ini adalah untuk mengetahui
proses pemungutan sampai pelaporan dan mengetahui efektivitas penerimaan
Pajak Air Permukaan pada Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi. Dalam
laporan ini metode yang digunakan adalah pengumpulan data yaitu data primer
yang berarti data langsung seperti wawancara, dan data sekunder yang berarti data
tidak langsung/yang sudah ada dari istansi tersebut seperti jurnal dan arsip.

Kata Kunci : Mekanisme, Pemungutan, Pelaporan.

iii
iv

ABSTRACT

This internship report is entitled "COLLECTION MECHANISMS AND


REPORTING WATER TAX RECEIVABLES IN THE JAMBI
PROVINCIAL FINANCIAL AGENCY". This writing was carried out at the
Regional Finance Agency office of Jambi Province, the purpose of this report is to
determine the collection process to reporting and determine the effectiveness of
surface water tax revenue at the Jambi Province Regional Financial Agency In
this report, the method used is data collection, namely primary data which means
direct data such as interviews, and secondary data which means indirect / existing
data from the institution such as journals and archives.

Keywords: Mechanism, Collection, Reporting.


v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas

segala limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Laporan Tugas Akhir ini dengan berjudul “MEKANISME PEMUNGUTAN

DAN PELAPORAN PAJAK AIR PERMUKAAN PADA BADAN

KEUANGAN DAERAH PROVINSI JAMBI”.

Penulisan Laporan Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu

syarat memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Perpajakan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi.

Pada kesempatan kali izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih

dan rasa hormat atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhr ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof.Drs. H.Sutrisno, M.Sc.Ph.D selaku Rektor Universitas

Jambi.

2. Bapak Dr. H.Junaidi, S.E, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Jambi.

3. Ibu Dr.Enggar Diah Puspa Arum, S.E., M.Si., A.K., C.A selaku ketua

Jurusan Akuntansi.

4. Ibu Nella Safelia, SE., M. Si. selaku Ketua Program Studi Perpajakan

Universitas Jambi sekaligus Dosen Pembimbing Akademik.

5. Bapak Wirmie Eka Putra, S.E.,M.Si Selaku Dosen Pembimbing Tugas

Akhir yang telah memberikan bimbingan,arahan dan masukan dalam

penyusunan Laporan Tugas Akhir penulis.

6. Ibu Susfa Yetti, S.E., M.Ak selaku Dosen Pembimbing Akademik.


vi

7. Ibu Istiqomah Malinda, S.B., S.E., M.M selaku Dosen Pembimbing

Lapangan selama magang berlangsung.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi khususnya Dosen Pengajar

Program Diploma III Perpajakan serta seluruh Staff,dan Karyawan

Akademik Program Diploma III Fakultas Ekonomi Universitas Jambi

yang telah memberikan ilmu pengetahuannya, dan banyak membantu

dalam kegiatan akademik dan perkuliahan.

9. Bapak Drs. Ahmad Nisywan, ME selaku KaSubBid Akuntansi dan

Pelaporan di Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi.

10. Bapak M. Jamel, SH Selaku Instruktur Lapangan selama magang

berlangsung.

11. Para pegawai/staff di Badan Keuangan Daerah (BAKEUDA) Provinsi

Jambi.

12. N. Sijabat, Ibu Saya yang telah memberikan dorongan penuh berupa

materi,doa,motivasi,nasehat dan saran sehingga saya selaku penulis

bisa sampai akhir masa perkuliahan D-III.

13. Kakak dan Abang saya yang sudah memberikan nasehat.

14. Kepada Teman-teman terdekat, Jori, Zolda, Lusi, Ester, Suci, Dela,

Nurma, Putri, Cacak, Inge yang sudah memberikan dukungan, dan doa

dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

15. Kepada seluruh teman-teman mahasiswa/mahasiswi Program Studi

Perpajakan Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Jambi angkatan 2018 khususnya Perpajakan F.


vii

Penulis menyadari dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih

terdapat banyak kekurangan karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki oleh

penulis. Oleh karena itu penulis mohon maaf bila dalam penyajian Laporan Tugas

Akhir ini masih terdapat banyak kesalahan baik dalam materi maupun penulisan.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak guna penyempurna laporan tugas

akhir ini.Semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jambi, 2021

Penulis

Henny Marina Hutagalung

NIM: C0D018049
viii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii

ABSTRAK.........................................................................................................iii

ABSTRACT.......................................................................................................iv

KATA PENGANTAR.......................................................................................v

DAFTAR ISI......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL..............................................................................................x

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................1

1.2 Masalah Pokok Laporan....................................................................4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan..........................................................4

1.3.1 Tujuan Penulisan.............................................................5

1.3.2 Manfaat Penulisan...........................................................5

1.4 Metode Penulisan..............................................................................6

1.4.1 Jenis Data........................................................................6

1.4.2 Metode Pengumpulan Data.............................................6

1.5 Waktu dan Lokasi Magang...............................................................7

1.6 Sistematika Penulisan........................................................................8


ix

BAB II LANDASAN TEORI...........................................................................9

2.1 Pengertian Pajak................................................................................9

2.1.1 Tinjauan Pajak dari Berbagai Aspek...............................12

2.1.2 Fungsi Pajak ...................................................................15

2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak................................................16

2.1.4 Sistem dan Cara Pemungutan Pajak................................17

2.1.5 Hambatan Pemungutan Pajak.........................................19

2.1.6 Asas-Asas Pemungutan Pajak.........................................20

2.1.7 Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak...................22

2.1.8 Pengelompokkan Pajak...................................................23

2.1.9 Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak...............................25

2.1.10 Tarif Pajak.......................................................................26

2.2 Pajak Daerah.....................................................................................27

2.2.1 Pengertian Pajak Daerah.................................................27

2.2.2 Kriteria Pajak Daerah......................................................29

2.2.3 Ciri-Ciri Pajak Daerah.....................................................30

2.2.4 Jenis dan Objek Pajak Daerah.........................................30

2.2.5 Tarif Pajak Daerah..........................................................31

2.2.6 Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah..............................33

2.3 Pajak Air Permukaan.........................................................................34

2.3.1 Pengertian Pajak Air Permukaan....................................34

2.3.2 Dasar Hukum Pemungutan PAP.....................................25


x

2.3.3 Objek Pajak Air Permukaan............................................35

2.3.4 Subjek dan Wajib Pajak Air Permukaan.........................36

2.3.5 Tarif dan Tata Cara Perhitungan PAP.............................36

2.3.6 Cara Pemungutan, Penetapan, dan Ketetapan PAP........39

BAB III PEMBAHASAN.....................................................................41

3.1 Sejarah Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi............................41

3.1.1 Gambaran Umum Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

.........................................................................................42

3.1.2 Struktur Organisasi Badan Keuangan Daerah Provinsi

Jambi...............................................................................46

3.1.3 Visi Misi..........................................................................48

3.1.4 Tugas Pokok Pejabat Badan Keuangan Daerah Provinsi

Jambi ..............................................................................49

3.2 Mekanisme Pemungutan Pajak Air Permukaan................................51

3.2.1 Mekanisme Pemungutan Pajak Air Permukaan Pada

Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi........................51

3.2.2 Mekanisme Pemungutan Pajak Air Permukaan terhadap

ketentuan yang berlaku...................................................52

3.2.3 Kesesuaian antara Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan

Pajak Air Permukaan di Badan Keuangan Daerah Provinsi

Jambi dan ketentuan yang berlaku .................................57


xi

BAB IV PENUTUP...............................................................................58

4.1 Kesimpulan......................................................................................58

4.2 Saran.................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................62

DAFTAR GAMBAR

LAMPIRAN
xii

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Hal

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi.....46

Gambar 3.2 Flowchart Pemungutan dan Pelaporan PAP.................................55


xiii

LAMPIRAN

No.
Hal
Lampiran Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Laporan Kegiatan Harian Magang

Lampiran 3 Daftar Nilai Magang

Lampiran 4 Foto Kegiatan Magang bersama Dosen Pembimbing Lapangan

dan Pegawai Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan nasional merupakan suatu hal yang berlangsung sejak awal

masa penjajahan sampai merdeka nya Indonesia dan akan terus-menerus berlanjut

demi mencapai tujuan bersama yaitu untuk mendapatkan kesejahteraan

masyarakat. Salah satu cara untuk mensukseskan pembangunan nasional adalah

pengembangan fasilitas yang dapat dibangun untuk mempermudah rakyat, salah

satu sumber pendapatan negara terdapat pada sektor pajak.

Bila dicermati pelaksanaan pembangunan negara maupun pembangunan di

daerah telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan negara dan

daerah, khususnya di bidang ekonomi. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi

sebagai hasil pembangunan di berbagai bidang, disadari bersumber dari

pendapatan internal negara yaitu pajak bagi pembangunan negara.

Bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka

penyelenggaraan Pemerintah Daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan

yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah; bahwa dalam

penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu menekankan prinsip-prinsip

demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, dan akuntabilitas

serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah; bahwa Pajak Daerah

1
2

dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang

penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan

pembangunan Daerah untuk memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan

bertanggung jawab; bahwa Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah perlu disesuaikan dengan perkembangan keadaan;

(UU No 34 Tahun 2000)

Salah satu jenis penerimaan pajak daerah diantaranya diperoleh melalui

pajak air permukaan. Menurut Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah (PDRD) pada pasal 1 angka 17, Pajak air permukaan adalah pajak atas

pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Adapun yang dimaksud

dengan air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak

termasuk air laut, baik yang berada di darat maupun laut. (UU NO 28 2009)

Pada pajak air permukan memiliki beberapa objek yang dikecualikan adalah:

1. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan untuk keperluan dasar

rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat dengan tetap

memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan.

2. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan lainnya yang ditetapkan

dengan Peraturan Daerah (PERDA). Dalam Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi

Jambi mengenai aturan pemanfaatan air permukaan pada Pasal 43 ayat (4) diubah

sehingga pasal 43 berbunyi sebagai berikut :

A. Volume pengambilan dan/atau pemanfaatn air permukaan, diukur dengan

meter air dan/atau alat ukur lainnya.

2
3

B. Meter air dan/atau alat ukur lainnya yang sebagaiman dimaksud pada ayat (1)

wajib dipasang pada setiap tempat pengambilan dan pemanfaatan air

permukaan.

C. Meter air dan/atau alat ukur lainnya yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dapat disediakan oleh pihak ketiga.

D. Pencatatan volume pengambilan air permukaan dilakukan setiap bulan oleh

Badan Keuangan Daerah. (PERATURAN, 2016)

Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi merupakan salah satu cabang

pelayanan yang dalam pelaksanaan pemungutan pajaknya sesuai dengan peraturan

peraturan Undang-undang yang berlaku. Adapun visi dan misi Badan Keuangan

Daerah Provonsi Jambi,yaitu :

Visi Badan Keuangan Daerah adalah Terwujudnya Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan pembangunan menuju

kemandirian Daerah 2021. Visi tersebut adalah merupakan pernyataan Badan

Keuangan Daerah Provinsi Jambi untuk terus berupaya meningkatkan pendapatan

daerah, sehingga Provinsi Jambi Tertib, Unggul, Nyaman, Tangguh, Adil,

Sejahtera akan dapat segera terwujud.

Untuk mewujudkan visi tersebut Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

telah menetapkan Misinya yaitu :

1. Meningkatakan kualitas manajemen serta pembenahan sistem pengelolaan

pendapatan daerah dan tata kelola keuangan.

2. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur.

3. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik

dan bersih.

3
4

4. Meningkatkan kualitas dan kemudahan pelayanan kepada masyarakat serta

kepada seluruh pemangku kepentingan lainnya.

5. Meningkatkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah.

6. Meningkatkan intensitas serta kualitas koordinasi dan kerjasama dengan

unsur terkait.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat laporan

Tugas Akhir dengan judul “Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air

Permukaan Pada Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka saya mencoba menguraikan

beberapa permasalahan yang dapat diangkat. Adapun permasalahan-permasalahan

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mekanisme pemungutan dan pelaporan Pajak Air

Permukaan di Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi?

2. Bagaimana mekanisme pemungutan dan pelaporan Pajak Air

Permukaan di Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi menurut

ketentuan yang berlaku?

3. Apakah mekanisme pemungutan dan pelaporan Pajak Air Permukaan di

Badan Keungan Daerah Provinsi Jambi sudah sesuai dengan ketentuan

yang berlaku?

4
5

1.3 Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan

1.3.1 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui Mekanisme Pemungutan Pajak Air Permukaan di

Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi.

2. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme Pemungutan dan Pelaporan

Pajak Air Permukaan pada ketentuan yang berlaku.

3. Untuk mengetahui apakah mekanisme Pemungutan dan Pelaporan

Pajak Air Permukaan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

1.3.2 Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak yang membacanya

maupun yang secara langsung. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

A. Manfaat untuk penulis

1. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi

Diploma III Perpajakan dan mendapatkan gelar Ahli Madya.

2. Menambah wawasan serta memperoleh pengalaman, pengetahuan

dan berinteraksi dengan dunia kerja untuk menjadikan lebih

kompeten dan profesional dalam dunia kerja yang nyata.

3. Menerapkan ilmu yang telah diperoleh di perkuliahan tentang

perpajakan khususnya tentang Pajak Air Permukaan.

B. Manfaat untuk Instansi

1. Guna memenuhi kebutuhan akan tenaga-tenaga terampil yang

sesuai dengan keahliannya dan nantinya merupakan tenaga ahli

yang siap pakai sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni.

5
6

2. Diharapkan dapat memberi masukkan saran dan koreksi bagi

perusahaan dalam meningkatkan kinerja.

C. Manfaat untuk Pembaca

1. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam materi Pajak Air

Permukaan.

2. Sebagai bahan referensi lebih lanjut dalam hal yang berkaitan


dengan Pajak Air Permukaan

1.4 Metode Penulisan

1.4.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah Data Primer dan Data

Sekunder, yang berarti :

a. Data Primer

Merupakan data yang dikumpulkan atau diperoleh secara langsung dari

sumber aslinya yang berupa wawancara, jajak pendapat maupun observasi

dari suatu objek, kejadian atau hasil pengujian.

b. Data Sekunder

Merupakan data penelitian yang diperoleh melalui media perantara atau

secara tidak langsung seperti buku,jurnal, atau arsip.

1.4.2 Metode Pengumpulan Data

Jenis pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis terdiri atas beberapa

bagian yaitu :

1. Data Observasi

6
7

Pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung

kelokasi tempat pengambilan data untuk melihat dan mengetahui

berbagai masalah yang menjadi objek penelitian Tugas Akhir.

2. Data Wawancara

Kegiatan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada

Staf/Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jambi Pelayangan untuk

mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan

Laporan Tugas Akhir.

3. Data Kepustakaan

Dalam metode pengumpulan data ini, penulis melakukan kajian-kajian

literatur yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diangkat dalam

laporan ini.

4. Menelusuri/Mencari (Browsing/Searching)

Proses pencarian data dari sekumpulan data yang sudah ada dengan

menjelajahi dunia maya atau internet dalam mencari informasi dalam

pembuatan laporan magang.

1.5 Waktu dan Lokasi Magang

Waktu : 2 (dua) Bulan yaitu Tanggal 8 Februari – 8 April 2021

Lokasi : Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

Alamat : Tambak Sari Kec. Jambi Selatan, Jambi 36122

Telepon : (0741) 822006

7
8

1.6 Sistem Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah pokok

laporan, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan yang meliputi jenis

data, metode pengumpulan data, dan metode analisi, waktu magang serta

sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang landasan teori yang mencakup

semua hal yang berkaitan dengan topik penulisan.

BAB III : PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang gambaran umum lokasi

magang dan menganalisis identifikasi kesesuaian kegiatan yang menjadi sarana

dengan teori identifikasi masalah, serta penjelasan-penjelasan yang terkait

dengan judul yang diteliti.

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi ringkasan dari permasalahan beserta pemecahan

masalah dan saran-saran dari penulis mengenai segala sesuatu yang masih perlu

ditingkatkan guna untuk perbaikan di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

LAMPIRAN

8
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pajak

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-

menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak

meperhatikan masalah pembiayaan pembangunan, salah satu usaha untuk

mewujudkan kemandirian suatu bangsa dan negara dalam pembiayaan

pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negri berupa

pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

kepentingan bersama. (Waluyo, 2017)

Pengertian Pajak dari perpektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya

sumber daya dari sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya

kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan

penguasaaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara

dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Pengertian Pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu

perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan

timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan

tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa, dan uang

pajak tersebut harus digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari

pendekatan hukum ini memperhatikan bahwa pajak yang dipungut harus

9
10

berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik

bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar

pajak. (Sutedi, 2019)

Pengertian pajak berdasarkan UU No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(P. Rahayu, 2019).

Disamping itu, ada beberapa pengertian pajak menurut para ahli dalam bidang

perpajakan. yaitu sebagai berikut :

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H dari (Resmi, 2017)

Mengartikan Pajak adalah iurran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Namun arti tersebut kembali

disempurnakan menjadi Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada

kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan

untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public

investment.

Menurut S. I. Djajadiningrat dari (Sari, 2016) Pajak adalah sebagai suatu

kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan

suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,

tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah


11

serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balikdari negara secara

langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.

Menurut Prof. R. A. Seligman dari (Waluyo, 2017) menyatakan : “Tax is

compulsary from the person, to the government to depray the expenses incurred in

the common interest od all, without refeence to special benefit conferred”. Dari

definisi di atas terlihat adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara

tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada seseorang. Memang

demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu ditujukan manfaatnya

kepada masyarakat.

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dari (Waluyo, 2017)

menyatakan : “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut

oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa-jasa koletif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari

definisi di atas tidak tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah

“iuran wajib”. Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontraprestasi menekankan

pada mewujudkan kontraprestasi itu diperlukan pajak.

Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani (Sari, 2016) menyatakan: Pajak adalah

iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang

wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum undang-undang) dengan

tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan.


12

2.1.1 Tinjauan Pajak dari Berbagai Aspek

Masalah perpajakan tidaklah sederhana hanya sekedar menyerahkan

sebagian penghasilan atau kekayaan seseorang kepada negara, tetapi coraknya

terlihat bermacam-macam bergantung kepada pendektannya. Dalam hal inilah

pajak dapat didekati atau ditinjau dari berbagai aspek yang dikutip dari (Waluyo,

2017) , yaitu:

A. Aspek Ekonomi

Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang

digunakan unruk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju

kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi

masyarakat.

Meskipun kehidupan ekonomi sebagian besar dijalankan dengan

mengandalkan mekanisme pasar bebas, mekanisme tersebut tidak akan

berjalan apabila tidak ada pemerintah. Untuk menjalankan roda

pemerintahan yang mampu menggerakan secara efektif mekanisme pasar

bebas, pemerintah memerlukan pajak dari masyarakat

Prasarana ekonomi tersebut erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Tanpa pertumbuhan ekonomi, negara tidak dapat meningkatkan

kesejahteraan warganya. Demikian pula, tanpa jarak serta tanpa

kesaadaran membayar pajak, pemerintah tidak dapat meningkatkan

prasarana ekonominya. Untuk itu diperlukan usaha mengerahkan dana-

dana investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat , tabungan

pemerintah, serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan jasa.
13

Pengerahan dana-dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat,

sehingga peranan bantuan luar negeri semakin berkurang.

B. Aspek Hukum

Hukum pajak di Indonesia mempunyai hierarki yang jelas dengan urutan,

yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan

pemerintah, keputusan presiden dan sebagainya. Hierarki ini dijalankan

ketat, peraturan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan yang tingkatannya lebih tinggi.

Pajak merupakan masalah keuangan negara. Dasar yang digunakan

pemerintah untuk mengatur masalah keuangan negara yaitu pasal 23A

Amandemen UUD 1945 (pajak dan punngutan lain yang bersifat memaksa

untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.) meskipun UUD

1945 (sebelum amandemen) sudah berlaku sejak negara merdeka (diganti

antara tahun 1950 sampai 1959, kemudian diberlakukan kembali dengan

Dektrit presiden tahun 1959). Udang-undang pajak masih menggunakan

produk undang-undang zaman kolonal Belanda sampai pembaruan

perpajakan selesai tahun 1983. Undang-undang kolonial yang pada saat itu

adalah Aturan Bea Meterai 1932, Ordonasi Pajak Perseroan 1925,

Ordonasi Pajak Kekayaan 1932, dan Ordonasi Pajak Pendapatan 1994.

Dalam rangka reformasi perpajakan nasional, pemerintah bersama-sama

dengan DPR berhasil melahirkan undang-undang perpajakan yang baru,

yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan, Undang-Undang Nomor 8 Tahunn 1983 tentang Pajak


14

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan,

Undang-Undang Nomor 13 tentang Bea Materai. Dalam Undang-Undang

di atas terdapat pula aspek hukum dengan mencantumkan sanksi-sanksi

hukum apabila Wajib Pajak lalai atau sengaja tidak menunaikan

kewajibannya membayar pajak.

C. Aspek Keuangan

Pendekatan dari aspek keuangan ini tercakup dalam aspek ekonomi hanya

lebih menitikberatkan pada aspek keuangan. Pajak dipandang sebagai

bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara. Jika dilihat dari

penerimaan negara, kondisi keuangan negara tidak lagi semata-mata dari

penerimaan negara berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih berupaya

untuk menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara. Oleh

karena itu, struktur penerimaan negara sudah bergeser dalam beberapa

dasawarsa terakhir ini. Salah satu sumber dana untuk pembiyaan

pembangunan yaitu tabungan pemerintah yang merupakan selisih antara

penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin.

Alat ukur yang digunakan sebagai indikator efektif dan produktifnya

pemungutan pajak yaitu dalam fungsinya pengumpukan penerimaan

negara berupa pajak. Kecendrungan umum dengan semakin maju suatu

sistem pajak suatu negara, akan semakin tinggi rasio pajak (tax ratio).

Rasio pajak yaitu perbandingan antara penerimaan pajak dan

jumlahproduk domestik bruto (PDB) di Indonesia pada tahun 2010 baru

mencapai 11,1% yang diharapkan rasio pajak dapat meningkat untuk


15

setiap tahunnya, sehingga dapat tercipta kemandirian dalam pembiayaan

nasional.

D. Aspek Sosiologi

Pada aspek sosiologi ini bahwa pajak ditinjau dari segi masyarakat yaitu

menyangkut akibat atau dampak terhadap masyarakat atas pungutan dan

hasil apakah yang dapat disampaikan kepada masyarakat.

Jelas bahwa pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan juga untuk membiayai pembangunan. Berarti,

dengan pembangunan ini dibiayai oleh masyarakat. Oleh karena itulah,

upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sangat lah

penting, karena dana yang dihimpun berasal dari pemerintah (public

saving). Dengan demikian, terlihat bahwa dari pajak terdapat sasaran yang

dikehendaki adalah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan

masyarakat secara merata dengan melakukan pembangunan di berbagai

sektor.

2.1.2 Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, (Halim et al., 2020) yaitu:

1. Fungsi Anggaran (Budgetair)

. Pajak memberikan sumbangan terbesar dalam penerimaan negara, kurang

lebih 60-70 persen penerimaan pajak memenuhi postur APBN. Oleh karena itu,

pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai

pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)


16

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengukur masyarakat atau

melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,

maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat yang dikutip dari (Mardiasmo,

2018), sebagai berikut:

A. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, undang-undang

maupun pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundang-

undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta

dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya,

yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan

keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan banding

kepada Pengadilan Pajak.

B. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2. Hal ini

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara

maupung warganya.

C. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi

maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

D. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansial)


17

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari

hasil pemungutannya.

E. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong

masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah

dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. Contoh :

a. Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam

tarif.

b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu

10%

c. Pajak perseroan untuk beban dan pajak pendapatan untuk perseorangan

disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi

badan maupun perseorangan (orang pribadi).

2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak

Dikutip dari (Mardiasmo, 2018)

a) Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak. Ciri-cirinya:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus.

2. Wajib Pajak bersifat pasif.

3. Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.
18

b) Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib

Pajak sendiri.

2. Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c) Withholdung system

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga (bukan fiskus dan buka Wajib Pajak yang bersangkutan)

untuk memotong atau memungut pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang memotong atau memungut pajak yang terutang

ada pada pihak ketiga, yaitu pihak selain fiskus atau Wajib Pajak.

Dikutip dari (Harjo, 2019) , cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan

tiga stelsel. Yaitu:

1) Riil stelsel (Stelsel Nyata)

Pengenaan pajak didasarkan pada Objek (penghasilan) yang nyata,

sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,

yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui.

Kelebihan stelsel ini terletak pada pemungutan pajak yang dikenakan

bersifat lebih realistis, sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat


19

dikenakan saat akhir periode yakni saat dimana penghasilan Wajib Pajak

benar-benar dapat diketahui secara riil.

2) Fictive Stelsel (Stelsel Anggaran)

Pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh

Undang-undang, contohnya penghasilan Wajib Pajak pada suatu tahun

dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak

telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak

berjalan. Kelebihan stelsel ini yakni telah diketahuinya pajak yang dibayar

selama tahun berjalan tanpa harus menunggu akhir tahun. Namun

kelemahan pada stelsel ini adalah pajak yang dibayarkan tidak berdasarkan

pada keadaan yang sebenarnya.

3) Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.

Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,

kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan

yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar

daripada pajak menurut anggapan maka Wajib Pajak harus membayar

kekurangannya. Sebaliknya, apabila besarnya pajak menurut kenyataan

lebih kecil daripada pajak menurut anggapan maka kelebihan yang timbul

merupakan hak Wajib Pajak untuk meminta kembali (restitusi).

2.1.5 Hambatan Pemungutan Pajak

Menurut (Mardiasmo, 2018), ada 2 jenis hambatan pemungutan pajak,

yaitu:

1. Perlawanan Pasif
20

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak yang dapat disebabkan oleh:

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat.

c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang dilakukan

oleh. Wajib Pajak dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya

antara lain:

a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar

Undang-undang.

b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar

Undang-undang (menggelapkan pajak).

2.1.6 Asas-Asas Pemugutan Pajak

Dalam buku (Sumardiyanti & Suryo, 2006), Asas Pemungutan Pajak

dibedakan sebagai berikut:

A. Asas Menurut Falsafah Hukum artinya pajak dipungut berdasarkan hukum,

yang berarti pemungutan pajak harus berdasarkan keadilan, selanjutnya

keadilan ini sebagai asas pemungutan pajak. Beberapa teori yang mendasar

pembenaran atas pemungutan pajak yaitu:

1) Teori Asuransi artinya pemunutan pajak disamakan dengan

pembayaran premi yang tidak mendapatkan kontraprestasi secara

langsung.
21

2) Teori Kepentingan artinya pembebanan pajak kepada masyarakat

berdasarkan atas kepentingan masyarakat terhadap keamanan yang

diberikan oleh negara atas harta kekayaannya.

3) Teori Gaya Pikul artinya masyarakat akan membayar pajak

berdasarkan pada pemanfaatan jasa – jasa yang diberikan oleh negara

kepada masyarakat.

4) Teori Bakti disebut juga teori kewajiban mutlak, artinya pembayaran

pajak sebagai suatu kewajiban untuk menunjukkan bakti masyarakat

kepada negara, dasar hukumnya terletak pada hubungan masyarakat

dengan negara.

5) Teori Asas Daya Beli artinya pembayaran pajak tergantung pada daya

beli masyarakat, sehingga pemungutan pajak menitikberatkan pada

fungsi pajak mengatur.

B. Asas Yuridis artinya pemungutan pajak dilandasi oleh hukum pemungutan

pajak UU Pasal 23, ayat (2).

C. Asas Ekonomis artinya pemungutan pajak selalu diupayakan untuk tidak

menghambat kegiatan ekonomi baik masyarakat secara individu maupun

ekonomi secara keseluruhan.

D. Asas Non-Diskriminasi dalam buku (Suhartono & Ilyas, 2010), ini penting

sekali dibidang perpajakan, bahwa dalam semua kasus pajak yang sama,

peraturan pajak harus diberlakukan semua sama dan seragam tanpa

membedakan WP-nya.

E. Asas Keadilan dalam buku (Suhartono & Ilyas, 2010), Hukum pajak harus

ditujukan untuk terselenggaranya keadilan, baik dalam hal perundang-


22

undangan maupun pengenaannya, karena tujuan hukum itu sendiri adalah

mencapai keadilan.

Asas keadilan dapat dijabarkan lebih lanjut dalam sub-asas yaitu, Asas

equality, Asas equity, Asas daya pikul, Asas non-diskriminasi.

2.1.7 Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi

pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak.dikutip dari (Halim et al.,

2020). Teori-teori tersebut antara lain:

1) Teori Asuransi

Negara bertugas melindungi orang dan/atau warganya dengan segala

kepentingannya, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa dan harta

bendanya. Oleh sebab itu, pembayaran pajak dianggap atau disamakan

dengan pembayaran premi karena mendapat jaminan perlindungan dari

negara.

2) Teori Kepentingan

Teori ini menekankan pembebanan pajak pada penduduk seluruhnya harus

didasarkan atas kepentingan orang masing-masing dalam tugas

negara/pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk juga

perlindungan atas jiwa orang-orang tersebut terhadap negara, maka

semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, semakin besar

pajak yang harus dibayar.

3) Teori Daya Pikul

Menurut (Mardiasmo, 2018), Beban pajak untuk semua orang harus sama

beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-
23

masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan,

yaitu:

a. Unsur Objektif, yaitu melihat besarnya penghasilan atau keakyaan yang

dimiliki oleh seseorang.

b. Unsur Subjektif, dengan memerhatikan besarnya kebutuhan materil

yang harus dipenuhi.

4) Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan

negarnya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu

menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5) Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya

memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat

untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya

kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan

masyarakat. Dengan demikian, kepentingan seluruh masyarakat lebih

diutamakan.

2.1.8 Pengelompokkan Pajak

Menurut (S. K. Rahayu, 2017), Pengelompokkan Pajak dibagi menjadi 3

macam, sebagai berikut:

1. Menurut Golongannya

a. Pajak Langsung, yaitu apabila beban pajak yang harus dibayarkan

seseorang atau badan (Tax Burden) tidak dapat dilimpahkan kepada

pihak lain (No Tax Shifting). Karena tidak dapat dilimpahka kepada
24

pihak lain maka tidak ada yang ditimbulkan dari aktivitas prlimpahan

tersebut (Tax Incidence). Dalam hal ini pihak yang ditunjuk oleh

Undang-Undang untuk menanggung pajak (Destinataris) sudah jelas,

yaitu karena seseorang atau badan tersebut memiliki sesuatu yang

melekat kepada orang atau badan, bukan pada sesuatunya. Contoh:

Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Tidak Langsung, yaitu apabila beban pajak yang harus dibayarkan

oleh seseorang atau badan (Tax Burden) dapat dilimpahkan (Tax

Shifting) baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain. Contoh:

Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang erat hubungannya dengan subjek yang

dikenakan pajak, dan besarnya sangat dipengaruhi keadaan dari subjek

pajak. Pajak ini memberikan fokus perhatian pada keadaan Wajib

Pajak, sehingga pada saat menetapkan pajaknya maka diberi alasan

objektif yang berhubungan erat dengan keadaan Wajib Pajak. Contoh:

Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang erat hubungannya dengan objek pajak

maka digolongkan ke dalam pajak objektif. Besarnya jumlah pajak

ditentukan pada keadaan objek dan tidak dipengaruhi sama sekali oleh

keadaan subjek pajak. Objek dapat berupa suatu keadaan, perbuatan

atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar

pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah.
25

3. Menurut Lembaga Pemungutnya (Mardiasmo, 2018)

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Meterai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. .

Pajak Daerah terdiri atas:

1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan

Pajak Hiburan.

2.1.9 Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak, dari (Mardiasmo,

2018) :

1. Ajaran Formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh

fiskus. Ajaran ini ditetapkan pada official assessment system.

2. Ajaran Materil

Utang pajak timbul karena berlakunya Undang-undang . Seseorang

dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan

pada self assessment system.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1. Pembayaran . . …………
26

2. Kompensasi . .. .

3. Daluwarsa . . . .

4. Pembebasan dan Pengahpusan

2.1.10 Tarif Pajak

Ada 4 macam Tarif Pajak yang dikutip dari (Mardiasmo, 2018) :

1. Tarif Sebanding/Proporsional

Tarif berupa presentase yang tetap terhadap berapa pun jumlah yang

dikenai pajak, sehingga besarnya nilai yang dikenai pajak, sehingga

besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang

dikenai pajak. Contoh: penyerahan barang kena pajak di dalam daerah

pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

2. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapa pun jumlah yang

dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh:

Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai

nominal berapa pun adalah Rp3.000,00.

3. Tarif Progresif

Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar. Contoh: Pasal 17 Undang-Undang Pajak

Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak:

a. Rp.0 s.d. Rp50.000.000,00 dikenakan Tarif Pajak (5%)

b. Diatas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 dikenakan Tarif

Pajak (15%)
27

c. Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 dikenakan Tarif

Pajak (25%)

d. Di atas Rp500.000.000,00 dikenakan Tarif Pajak (30%)

4. Tarif Degresif

Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar.

2.2 Pajak Daerah

2.2.1 Pengertian Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang

pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh

pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang

pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan

untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan

penyelanggaraan dan pembangunan di daerah. (Siahaan, 2013)

(Wulandari & Iryanie, 2018) Kewajiban perpajakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Masa Pajak adalah

jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan

Peraturan Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar

bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang

terutang. Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah
28

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan Pajak Daerah, antara lain:

1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada

daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

3. Badan, yaitu sekumpulan orang dan atau modal merupakan kesatuan, baik yang

melakukan usaha maupun yang tidak melakuka usaha, meliputi perseroan

terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya. Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam

bentuk apa pun, seperti firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau

organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak

investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. Subjek Pajak, yaitu orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.

5. Wajib Pajak, yaitu orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajk,

pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban
29

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

daerah. (Wulandari & Iryanie, 2018)

2.2.2 Kriteria-kriteria Pajak Daerah

Dari (Anggoro, 2017) , suatu pajak daerah harus memenuhi syarat-syarat

yang memenuhi kriteria-kriteria pajak daerah yaitu:

A. Bersifat pajak dan bukan retribusi

Pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian pajak, sebagaimana

dimaksud dalam pengertian pajak dalam Undang-Undang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah.

B. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya

melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan.

C. Objek dan dasar pengenaan pajak ttidak bertentangan dengan kepentingan

umum. Artinya bahwa pajak dimaksudkan untuk kepentingan bersama

yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan

aspek ketentraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya,

pertahanan, dan keamanan.

D. Objek pajak yang bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek

pajak pusat. Kriteria ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih

pengenaan terhadap objek yang sama.


30

2.2.3 Ciri-ciri Pajak Daerah

Ciri-ciri Pajak Daerah menurut (Siahaan, 2013), sebagai berikut:

1. Pajak Daerah bisa berasal dari pajak asli daerah atau pajak pusat yang

diserahkan ke daerah sebagai pajak daerah.

2. Pajak Daerah hanya dipungut di wilayah administrasi yang

diskuasainya.

3. Pajak Daerah digunakan untuk membiayai urusan/pengeluaran untuk

pembangunan dan pemerintahan daerah.

4. Pajak Daerah dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) dan

Undang-undang sehingga pajaknya dapat dipaksakan kepada subjek

pajaknya.

2.2.4 Jenis Pajak dan Objek Pajak Daerah

Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian. Dari (Siahaan, 2013) , yaitu:

1. Pajak Provinsi, terdiri dari:

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Air Permukaan

e. Pajak Rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:

a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame
31

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

2.2.5 Tarif Pajak Daerah

Tarif untuk setiap jenis pajak yang. dari (Siahaan, 2013) adalah:

1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar

1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen).

b. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya, tarif

dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen)

dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

2. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam

kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,

Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang

ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar

0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

3. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling

tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).


32

4. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi

masing-masing sebagai berikut:

a. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen).

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

5. Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang

tidak menggunakan jalan umum, tarif pajak ditetapkan paling tinggi

masing-masing sebagai berikut:

a. Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh lima persen).

b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,75% (nol koma tujuh lima

persen).

6. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi

sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling

sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi.

7. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen).

8. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai

rokok.

9. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

10. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen).

11. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima

persen).
33

12. Tarif Pajak Reklame ditetapkan palimg tinggi sebesar 25% (dua puluh

lima persen).

13. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen).

14. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi

sebesar 25% (dua puluh lima persen).

15. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh

persen).

16. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tingga sebesar 20% (dua puluh

persen).

17. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan sebesar 10% (sepuluh

persen).

18. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan

paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).

19. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi

sebesar 5% (lima persen).

Tarif pajak di atas ditetapkan dengan Peraturan daerah (Perda).

2.2.6 Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

Pemungutan pajak dilarang diborongkan. Dikutip dari (Siahaan, 2013)

Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat

ketetpan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban

perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan

Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan

berupa karcis dan nota perhitungan.


34

Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan

menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan

Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah

Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).

2.3 Pajak Air Permukaan

2.3.1 Pengertian Pajak Air Permukaan

Menurut (Siahaan, 2013) Pajak Air Permukaan adalah pajak atas

pengamilan dan atau pemanfaatan air permukaan. Air Permukaan adalah semua

air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada

di laut maupun di darat. Pajak Air Permukaan semula bernama Pajak Pengambilan

dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP)

berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Hanya saja berdasarkan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, PPPABTAP dipecah menjadi dua jenis

pajak, yaitu Pajak Air Permukaan dan Pajak Air Bawah Tanah; dimana Pajak Air

Permukaan dimasukkan sebagai pajak provinsi sendangkan Pajak Air Bawah

Tanah ditetapkan menjadi pajak Kabupaten/Kota.

Pengenaan Pajak Air Permukaan tidak mutlak ada pada seluruh daerah

provinsi yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang

diberikan kepada pemerintah provinsi untuk mengenakan atau tidak mengenakan

pada suatu daerah provinsi, maka pemerintah daerah harus terlebih dahulu

menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Air Permukaan yang akan menjadi

landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan


35

pemungutan Pajak Air Permukaan di daerah provinsi yang bersangkutan.

(Siahaan, 2013)

2.3.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Air Permukaan

Pemungutan Pajak Air Permukaan di Indonesia didasarkan pada dasar

hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak

yang terkait. Dikutip dari (Siahaan, 2013) Dasar hukum pemungutan Pajak Air

Permukaan pada suatu provinsi adalah sebagaimana di bawah ini.

1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan Daerah Provinsi yang mengatur tentang PPPABTAP.

5. Keputusan gubernur yang mengatur tentang PPPABTAP sebagai aturan

pelaksanaan peraturan daerah tentang PPPABTAP pada provinsi yang

dimaksud.

2.3.3 Objek Pajak Air Permukaan

Menurut (Siahaan, 2013), Objek Pajak Air Permukaan dibedakan menjadi

sebagai berikut:

A. Objek Pajak Air Permukaan

Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan atau pemanfaatan air

permukaan. Pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan adalah

pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan yang digunakan oleh


36

orang pribadi atau badan untuk berbagai macam keperluan, antara lain

konsumsi perusahaan, perkantoran, dan rumah tangga.

B. Bukan Objek Pajak Air Permukaan

Pada Pajak Air Permukan tidak semua pengambilan dan atau pemanfaat air

permukaan dikenakan pajak. Dikecualikan dari objek pajak Air Permukaan

adalah kegiatan di bawah ini.

1. Pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaanuntuk keperluan dasar

rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap

memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-

undangan.

2. Pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan lainnya yang

ditetapkan dalam peraturan daerah. Misalnya pengambilan air bawah

tanah dan atau air permukaan oleh pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, serta untuk keperluan pemadaman kebakaran, tambak rakyat,

tempat-tempat peribadatan, riset atau penelitian, dan sebagainya.

2.3.4 Subjek dan Wajib Pajak Air Permukaan

Subjek pajak pada pengenaan Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi

atau badan yang dapat melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air

permukaan. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah pribadi atau badan yang

melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan. Dengan demikan,

pada Pajak Air Permukaan pengertian subjek pajak lebih luas dari Wajib Pajak

pajak. Subjek pajak adalah barangsiapa yang dapat melakukan pengambilan dan

atau pemanfaatan air permukaan sedangkan yang ditetapkan menjadi Wajib Pajak
37

adalah siapa yang nyata-nyata melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air

permukaan.

Setiap subjek pajak wajib melapor dan memperoleh izin pengambilan dan

atau pemanfaatan air permukaan dari gubernur sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan kewajiban

perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan

oleh undang-undang dan Peraturan Daerah (Perda) tentang PPPABTAP.

(Siahaan, 2013)

2.3.5 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Air Permukaan

A. Dasar Pengenaan Pajak Air Permukaan

Dasar Pengenaan Pajak Air Permukaa adalah Nilai Perolehan Air

Permukaan (NPAP). NPAP dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan

mempertibangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut:

1. jenis sumber air;

2. lokasi sumber air;

3. tujuan pengambilan dan atau pemanfaatan air;

4. volume air yang diambil dan atau dimanfaatkan;

5. kualitas air;

6. luas areal tempat pengambilan dan atau pemanfaatan air, dan

7. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan

atau pemanfaatan air.

Penggunaan faktor-faktor di atas disesuaikan dengan kondisi masing-

masing daerah provinsi yang menerapkan Pajak Air Permukaan. Besarnya NPAP

ditetapkan dengan peraturan gubernur, cara menghitung nilai perolehan air adalah
38

dengan mengalikan volume air yang yang diambil dengan harga dasar air. Harga

dasar air ditetapkan secara periodik oleh gubernur dengan persetujuan DPRD dan

memerhatikan faktor-faktor di atas. Harga dasar air yang ditetapkan oleh gubernur

dapat mengacu antara lain pada tarif air yang ditetapkan oleh Perusahaan Daerah

Air Minum (PDAM). (Siahaan, 2013)

B. Tarif Pajak Air Permukaan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 24 besaran

tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Tarif Pajak Air

Permukaan ditetapkan dengan peraturan daerah.

C. Perhitungan Pajak Air Permukaan

Besaran pokok Pajak Air Permukaan yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Pajak Air Permukaan

adalah sesuai dengan rumus berikut:

Pajak = 10% x (Volume Pemakaian Air x Harga Dasar Air)

1. Menghitung pemakaian air per bulan tanpa memakai meter: = Kapasitas

Pompa (liter/detik) x Penggunaan Per hari (jam/hari) x 3.600 x

Penggunaan Per Bulan (hari/bulan) : 1.000 x 1 M3

2. Menghitung pemakaian air per bulan dengan memakai meter = meter

hari ini – meter bulan lalu = …. M3

3. Menghitung Pemakaian air per bulam tanpa memakai meter: =

Kapasitas Pompa (liter/detik) x Penggunaan Per Hari (jam/hari) x 3.600

x Penggunaan Per Bulan (hari/bulan) : 1.000 x 1 M3

4. Menghitung pemakaian air per bulan dengan memakai meter = meter

hari ini – meter bulan lalu = …. M3


39

Khusus BUMN yang bergerak di bidang ketenagalistrikan untuk

kemanfaatan umum yang seharusnya ditetapkan oleh pemerintah sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku, pokok pajak diperhitungkan dalam harga jual

listrik di daerah yang dijangkau oleh sistem pasokan tenaga listrik yang

bersangkutan. (Samudra, 2016)

2.3.6 Cara Pemungutan, Penetapan, dan Ketetapan Pajak Air Permukaan

A. Cara Pemungutan

Pemungutan Pajak Air Permukaan tidak dapa diborongkan. Dikutip dari

(Siahaan, 2013) seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan

kepada pihak ketiga. Walaupung demikian, dimungkinkan adanya kerja sama

dengan pihak ketiga dala proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan

formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, atau

penghimpunan data dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan

penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan

penghasilan pajak.

B. Penetapan Pajak

Setiap wajib pajak yang membayar sendiri pajaknya wajib menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri Pajak Air Permukaan yang

terutang dengan menggunakan SPTPD. Ketentuan ini menunjukan sistem

pemungutan Pajak Air Permukaan pada dasarnya merupakan sistem self

assessment, di mana wajib pajak diberikan kepercayaan dan melaporkan sendiri

pajak yang terutang. Dengan pelaksanaan sistem pemungutan ini petugas Dinas

Pendapatan pelaksanaan sistem pemungutan ini petugas Dinas Pendapatan Daerah

atau Satuan Kerja Perangkat Daerah lain yang ditunjuk, yang menjadi fiskus,
40

bertugas hanya mengawasi pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak oleh wajib

pajak.

C. Ketetapan Pajak

Berdasarkan SPTPD dan pendataan yang dilakukan oleh petugas Dinas

Daerah, gubernur atau pejabat yang ditunjuk oleh gubernur menetapkan pajak

yang terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Hal ini

dilakukan terhadap wajib pajak yang pajaknya ditetapkan oleh gubernur. SKPD

harus dilunasi oleh wajib pajak paling lama tiga puluh hari sejak diterimanya

SKPD oleh wajib pajak atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh gubernur.

Apabila setelah lewat waktu yang ditentukan wajib pajak tidak atau kurang

membayar pajak terutang dalam SKPD, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi

berupa bunga sebesar dua persen sebulan dan ditagih dengan menerbitkan Surat

Tagihan Pajak Daerah (STPD).


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sejarah singkat Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat meningkatkan kinerja secara

optimal sesuai dengan arah dan kebijakan pembangunan. Adanya kebutuhan

untuk meningkatkan pembangunan menuntut Badan Keuangan Daerah Provinsi

Jambi semakin meningkatkan kreatifitas kinerjanya.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemeritahan Daerah dan Undang-

Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang lebih

besar terhadap Daerah.

Dalam rangka meningkatkan kinerja tersebut maka Badan Keuangan

Daerah Provinsi Jambi yang semula bernama sub Direktur Pendapatan Daerah

pada Direktorat Keuangan atau Dinas Pendapatan Daerah dibentuk pada tanggal

17 April 1973 berdasarkan keputusan gubernur KDH tingkat I Jambi Nomor:

45/G/1973 tanggal 17 April 1973. Dalam perkembangannya Dinas Pendapatan

Daerah Provinsi Jambi berubah nama menjadi Badan Keuangan Daerah Provinsi

Jambi dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 8 Tahun

2016 tentang Pembentukan dan susunan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi

Jambi, yang selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 61

Tahun 2016 Tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi, serta tata

kerja Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi.

41
42

Sebagai tempat penangaan Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

kepada masyarakat wajib pajak, maka dibentuklah Unit Pelayanan Teknis Dinas

(UPTD) Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi di masing-masing

Kabupaten/kota dalam Provinsi Jambi berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi

Jambi Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pembentukan, susunan Organisasi, Tugas

dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Pendapatan

Daerah pada Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi. Dalam perkembangannya

Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi merupakan salah satu unit kerja di

Provinsi Jambi yang memiliki 10 UPTB Badan Keuangan Daerah terdapat di tiap

kabupaten/kota di Provinsi Jambi.

3.1.1 Gambaran Umum Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

Pembangunan adalah merupakan suatu proses perubahan yang

berkelanjutan menuju peningkatan kualitas kehidupan yang menempatkan

manusia sebagai pelaku sekaligus pengendali proses perubahan dengan

memanfaatkan teknologi dan sumber daya alam. Dengan demikian, pelaksanaan

pembangunan harus dapat memberikan pilihan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintah

Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, memberikan

kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar terhadap daerah.

Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat meningkatkan kinerjanya secara

optimal sesuai dengan arah kebijakan pembangunan. Adanya kebutuhan menuntut

Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi untuk semakin meningkatkan kreatifitas

dan kinerja tersebut, maka Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi yang semula
43

bernama sub Direktur Pendapatan Daerah pada Direktorat Keuangan atau Dinas

Pendapatan Daerah dibentuk pada tanggal 17 April 1973 berdasarkan keputusan

gubernur KDH tingkat I Jambi Nomor: 45/G/1973 tanggal 17 April 1973 dan

selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 61 Tahun 2016

Tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi, serta tata kerja Badan

Keuangan Daerah Provinsi Jambi.

Sebagai tempat penangaan Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

kepada masyarakat wajib pajak, maka dibentuklah Unit Pelayanan Teknis Dinas

(UPTD) Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi di masing-masing

Kabupaten/kota dalam Provinsi Jambi berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi

Jambi Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pembentukan, susunan Organisasi, Tugas

dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelolaan Pendapatan

Daerah pada Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi..

Dalam perkembangannya Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

merupakan salah satu unit kerja di Provinsi Jambi yang struktur organisasinya

dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 12 Tahun 2002

tanggal 30 September 2002 Tentang Perubahan Pertama Peraturan Pemerintah

Daerah Provinsi Jambi Nomor 2 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Cara

Kerja Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi, Perubahan Kedua Peraturan

Pemerintah Daerah Provinsi Jambi Nomor 3 Tahun 2006 tentang uraian Tugas,

Fungsi, dan Tata Cara Kerja Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi serta

Perubahan Ketiga Peraturan Gubernur Jambi Nomor 61 Tahun 2016 Tentang

kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi, serta tata kerja Badan Keuangan

Daerah Provinsi Jambi.


44

Menurut Peraturan Gubernur Jambi Nomor 61 Tahun 2016, tugas pokok

Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi yaitu :

1. Merumuskan kebijakan teknis dibidang Keuangan daerah

2. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum dibidang

pengelolaan keuangan daerah.

3. Pembinaan dan fasilitasi bidang pengelolaan keuangan daerah lingkup provinsi

kabupaten/kota.

4. Pelaksanaan kesekretariatan badan.

5. Pelaksanaan tugas dibidang pajak daerah, retribusi, bagi hasil dan pendapatan

lain-lain, anggaran, akutansi, pembinaan APBD Kabupaten/kota, bendahara

umum daerah (BUD) dan sitem informasi keuangan daerah.

6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Gubernur sesuai dengan bidang

tugasnya.

Sebagai penjabaran dari tugas pokok dan fungsi tersebut Badan Keuangan

Daerah Provinsi Jambi mempunyai kewenangan :

1. Perencanaan, meliputi segala usaha kegiatan untuk menyusun rencana,

mengolah, mengevaluasi pelaksanaan tugas Badan keuangan daerah.

2. Pelaksanaan, meliputi segala usaha dan kegiatan untuk menyelenggarakan

pengelolaan keuangan daerah dengan menyalurkan seluruh sistim keuangan

daerah ke Kas Daerah Provinsi sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan.

3. Pembinaan, meliputi segala kegiatan dalam rangka peningkatan kinerja,

perbaikan – perbaikan tata laksana dan peningkatan pelayanan kepada

masyarakat.
45

4. Pelaksanaan administrasi, meliputi segala usaha dan kegiatan dibidang Tata

Usaha Umum, Keuangan dan aset ,kepegawaian, Program dan Pelaporan guna

mendukung kinerja pengelolaan keuangan.

5. Pelaksanaan koordinasi, meliputi segala usaha dan kegiatan dengan Instansi

lainnya yang berhubungan dengan upaya peningkatan Pendapatan Daerah.

6. Pengawasan, meliputi segala usaha dan kegiatan untuk melaksanakan

pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

7. Penyusunan dan menetapkan pedoman bagi Daerah dalam penetapan tata tarif,

sistim dan prosedur, administrasi pemungutan Pajak Daerah, Retribusi Daerah

dan Pendapatan Lain-lain Yang Sah.

8. Pelaksanaan pengkajian dalam rangka menggali sumber-sumber pendapatan

baru.

9. Pemberian pertimbangan teknis kepada Gubernur dalam rangka penataan

realokasi keuangan Daerah kepada Kabupaten/Kota

10. Pendataan, pembukuan, evaluasi dan pelaporan, penerimaan.


46

3.1.2 Struktur Organisasi Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi


47

Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jambi Nomor 12 Tentang struktur

organisasi Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi:

1. Kepala Badan

2. Sekretaris

3. Kelompok Jabatan Fungsional

4. Kasubag Umum Keuangan dan Aset

5. Kasubag Kepegawaian Program dan Pelaporan

6. Kepala Bidang Pajak dan Dana Perimbangan

a) Kasubbid Pajak Daerah dan Dana Perimbangan

b) Kasubbid Pembinaan dan Pengawasan Pajak Daerah

c) Kasubbid Data dan Informasi Pajak Daerah

7. Kepala Bidang Retribusi dan Pendapatan Lain-lain

a) Kasubbid Retribusi

b) Kasubbid Pendapatan lain-lain

c) Kasubbid data dan Informasi

8. Kepala Bidang Anggaran

a) Kasubbid Anggaran dan Belanja Langsung

b) Kasubbid Anggaran dan Belanja Tidak Langsung

c) Kasubbid Pembinaan APBD Kabupaten/Kota

9. Kepala Bidang Perbendaharaan

a) Kasubbid Penatausahaan Belanja Langsung

b) Kasubbid Penatausahaan Belanja Tidak Langsung

c) Kasubbid Kas Daerah

10. Kepala Bidang Akutansi dan Pelaporan


48

a) Kasubbid Akutansi dan Pelaporan

b) Kasubbid Akutansi Belanja

c) Kasubbid Akutansi Wilayah dan Tanggung Jawab APBD Kabupaten

atau Kota

11. Kepala Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD)

a) Kasubbag Tata Usaha

b) Kasi Penetapan dan Penerimaan

c) Kasi Pembukuan dan Tata Usaha Piutang Pajak

d) Kasi Dinas Luar dan Operasional


3.1.3 Visi dan Misi

Dalam rangka menunjang dan membantu program kerja menuju suksesnya

rencana strategis Provinsi Jambi, Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

menetapkan visinya yang sejalan dengan visi Provinsi Jambi.

Visi Badan Keuangan Daerah adalah Terwujudnya Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan pembangunan menuju

kemandirian Daerah 2021. Visi tersebut adalah merupakan pernyataan Badan

Keuangan Daerah Provinsi Jambi untuk terus berupaya meningkatkan pendapatan

daerah, sehingga Provinsi Jambi Tertib, Unggul, Nyaman, Tangguh, Adil,

Sejahtera akan dapat segera terwujud.

Untuk mewujudkan visi tersebut Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

telah menetapkan Misinya yaitu :

1. Meningkatakan kualitas manajemen serta pembenahan sistem pengelolaan

pendapatan daerah dan tata kelola keuangan

2. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur


49

3. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang

baik dan bersih

4. Meningkatkan kualitas dan kemudahan pelayanan kepada masyarakat serta

kepada seluruh pemangku kepentingan lainnya

5. Meningkatkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah

6. Meningkatkan intensitas serta kualitas koordinasi dan kerjasama dengan

unsur terkait.

3.1.4 Tugas Pokok Pejabat Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

1. Kepala Badan mempunyai tugas :

a. Melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 343

b. Melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan azas

otonomi dan tugas pembantuan dibidang keuangan daerah, memimpin

dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan Sekretariat, Bidang,

UPTBakeuda dan Kelompok Jabatan Fungsional.

2. Sekretariat Badan mempunyai tugas :

Melaksanakan urusan umum, keuangan dan aset kantor,kepegawaian,

program danpelaporan, mengkoordinirseluruh kegiatan Badan Keuangan.

3. Bidang Pajak dan Dana Perimbangan

Bidang Pajak Daerah dan Dana Perimbangan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis dan pelaksanaan

dibidang perencanaan dan intensifikasi, data dan pengendalian pajak

daerah, pembinaan dan pengawasan bidang pajak pada UPTBakeuda, bagi

hasil, hukum dan perundang-undangan

4. Bidang Retribusi dan Penerimaan Lain-lain


50

Bidang Retribusi dan Penerimaan Lain-lain mempunyai tugas penyiapan

perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan dibidang

retribusi dan pendapatan lain-lain.

5. Bidang Anggaran

Bidang Anggaran mempunyai tugas penyusunan kebijakan teknis dan

pembinaan pengelolaan keuangan daerah di bidang perencanaan dan

penganggaran pemerintah daerah, menyiapkan bahan penyusunan

rancangan peraturan daerah tentang APBD / perubahan APBD dan

rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD / perubahan

APBD, evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah APBD / perubahan

APBD dan rancangan peraturan Bupati / Walikota tentang penjabaran

APBD / perubahan APBD pemerintah Kabupaten / Kota.

6. Bidang Perbendaharaan

Bidang Perbendaharaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

perumusan kebijakan teknis dan pelaksanaan dibidang penatausahaan

perbendaharaan, penerimaan, pengeluaran bantuan keuangan dan

pengelolaan kas daerah, serta pembinaan perbendaharaan dan

penatusahaan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi.

7. Bidang Akutansi dan Pelaporan

Bidang Akuntansi dan Pelaporan mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan kebijakan teknis akuntansi, pembinaan pelaksanaan

kegiatan di bidang akuntansi dan pelaporan.


51

3.2 Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air Permukaan

3.2.1 Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air Permukaan

1. Berbeda dengan Pajak Kendaraan Bermotor yang sudah otomatis terdaftar

pada sistem, untuk Pajak Air Permukaan orang pribadi atau perusahaan

wajib melakukan pendaftaran sebagai Wajib Pajak Air Permukaan

sebelum melakukan pembayaran.

2. Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi akan memeriksa data/form yang

sudah diberikan oleh orang pribadi atau perusahaan yang mendaftar untuk

menjadi Wajib Pajak Air Permukaan.

3. Setelah terdaftar menjadi Wajib Pajak Air Permukaan, Wajib Pajak

diwajibkan memasang alat pengukur debit air untuk dapat diketahui

jumlah pemanfaatan air.

4. Melakukan Perhitungan pada jumlah pemanfaatan air yang dilakukan oleh

Wajib Pajak dan menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar dengan

menerbitkan SKPD.

5. Wajib Pajak melakukan pembayaran sesuai dengan jumlah dalam SKPD

yang diberikan oleh Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi ke Bank 9

Jambi.

6. Wajib Pajak akan mendapatkan bukti pembayaran dan Bendahara wajib

menyetorkan ke Kas Daerah paling lama 1x24 jam yang diterbitkan dalam

bentuk Surat Tanda Setoran (STS).

7. STS tersebut kemudian akan diterima oleh bidang pajak Badan Keuangan

Daerah Provinsi Jambi, dan akan melakukan pemeriksaan.


52

8. Setelah dari bidang pajak maka akan diserahkan ke bidang Kas Daerah

(KASDA) dan akan di data kembali sesuai tanggal dan akan diserahkan

setiap bulan nya ke bidang akuntansi dalam bentuk STS yang sudah

disusun rapih.

9. Bidang Akuntansi akan menginput STS ke dalam Sistem Informasi

Manajemen Daerah.

10. Setelah data lengkap di input, kemudian akan di output.

11. Melakukan Rekapitulasi data sehingga menjadi laporan yang lengkap.

12. Rekapitulasi laporan tersebut dilaporkan oleh Badan Keuangan Daerah

Provinsi Jambi ke Gubernur.

13. Setelah selesai softcopy dari laporan tersebut akan diarsipkan oleh bidang

akuntansi Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi.

3.2.2 Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air Permukaan di

Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi pada ketentuan yang

berlaku

1. UPTD-PPD menerbitkan surat pemberitahuan ke perusahaan atau wajib

pajak air permukaan dengan cara datang langsung ke lokasi perusahaan

atau wajib pajak (WP) berada.

2. Perusahaan/Wajib Pajak (WP) membuat dan memberikan data pemakaian

berupa surat pemberitahuan pajak air permukaan (SPPAP) atau dokumen

lain yang dipersamakan harus saling memuat:

1) Nama WP air permukaan atau kuasanya

2) Alamat WP air permukaan

3) Jenis usaha
53

4) Jenis peruntukan air permukaan

5) Lokasi pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan

6) Volume pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan

7) Bulan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan

Bentuk isi dan mekanisme pengisian surat pemberitahuan pajak air

permukaan (SPPAP) atau dokumenlain yang dipersamakan setiap Wajib Pajak Air

Permukaan, wajib mengisi dan menyampaikan SPPAP atau dokumen lain yang

dipersamakan dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib

pajak air permukaan atau kuasanya.

3. Jika kewajiban mengisi dan menyampaikan SPPAP atau dokumen lain

yang dipersembahkan sebagaiamana dimaksud tidak dipenuhi, maka akan

dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) dari pokok pajak

air permukaan terutang setiap bulan keterlambatan, jangka waktu paling

lama 15 (lima belas) bulan.

4. Selanjutnya perusahaan atau wajib pajak mengambil formulir dan mengisi

formulir yang diberikan oleh bidang pelayanan.

5. Perusahaan atau wajib pajak menyerahkan berkas dokumen yang telah

dilengkapi beserta formulir kepada kasi pelayanan.

6. Kemudian kasi pelayanan penata usahaan pajak dan penerima lain-lain

meneliti dan memeriksa berkas dokuen yang telah diserahkan oleh

perusahaan atau wajib pajak.

7. Setelah diperiksa dan berdasarkan (SPPAP) maka akan ditetapkan besarnya

pajak air permukaan terutang oleh kasi pelayanan penata usahaan pajak
54

dan penerimaan lain-lain dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah

(SKPD)

8. Perusahaan atau Wajib Pajak (WP) harus membayar pajak berdasarkan

jumlah SKPD yang diterima di Bank 9 Jambi

9. Setelah perusahaan atau Wajib Pajak (WP) membayarkan pajak sesuai

dengan jumlah SKPD, maka Bank Jambi akan menerbitkan bukti setor

10. Bukti setor yang sudah diterbitkan kemudian dibawa oleh perusahaan atau

Wajib Pajak (WP) ke bidang pelayanan KASDA (Kas Daerah)

11. Bukti Setor akan diperiksa oleh bidang pelayanan KASDA (Kas Daerah)

dan akan dicetak dalam bentuk STS kemudian diserahkan ke bidang

akuntansi

12. Setelah diterima bidang akuntansi akan menginput data Surat Tanda

Setoran (STS) ke dalam Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA)

13. Data yang sudah di input ke dalam SIMDA akan di output dalam bentuk

rekapitulasi laporan

14. Setelah laporan setoran Pajak Air Permukaan selesai dibuat maka akan

dilaporkan kepada Gubernur

15. Selesai.

Berikut mekanisme pemungutan pelaporan Pajak Air Permukaan dalam

bentuk flowchart nya:


55

Kasi pelayanan penata usahaan


UPTD-PPD Perusahaan atau Wp Kasi Pelayanan Bank 9 Jambi
pajak, & Penerimaan lain-lain

Mulai
Pengambilan
Melengkapi 4
dan
1 syarat dan 6
pengisisan
2
Menerbitkan memberi formulir
SPT dokumen data
pemakaian 5 7
Tidak 3
Penyerahan
berkas 8

lengkap
7

Ya 9

10

11
11
56

12

13

14

15

Gambar 3.2 Flowchart Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air Permukaan
57

3.2.3 Kesesuaian Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air

Permukaan pada Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi

terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku

Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air Permukaan yang

dilaksanakan Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi berdasarkan yang

penulis lakukan disaat magang secara garis besar sudah sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, namun jika diperhatikan secara detail tahapannya

mungkin akan lebih singkat dikarenakan untuk mempersingkat dan

menyederhankan prosesnya agar mempermudah masyarakat dan staff dalam

melakukan pemungutan serta pelaporan Pajak Air Permukaan di Badan

Keuangan Daerah Provinsi Jambi.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dari mekanisme

Pemungutan, Pelaporan dan Efektivitas Pajak Air Permukaan tahun 2018 & 2019

di Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi. Maka dapat disimpulkan:

1. Mengenai Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air Permukaan

di Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi wajib diawali dengan

melakukan pendaftaran bagi orang pribadi atau perusahaaan yang ingin

menjadi Wajib Pajak Air Permukaan, setelah melakukan pendaftaran

wajib untuk memasang alat pengukur debit air untuk dapat diketahui

jumlah pemanfaatan air dan setiap bulannya dan setiap bulan akan

mendapatkan jumlah pajak berbentuk SKPD yang harus dibayarkan

oleh Wajib Pajak Air Permukaan melalui Bank 9 Jambi. Wajib Pajak

Air Permukaan akan mendapatkan bukti pembayaran dan Bendahara

wajib menyetorkan ke Kas Daerah paling lama 1x24 jam yang akan

diterbitkan dalam bentuk STS dan diserahkan ke bidan pajak untuk

diperiksa ulang lalu diserahkan ke bidan KASDA dan akan di data

kembali sesuai tanggal serta disusun rapih menjadi berkas STS,

kemudian akan diserahkan ke bidang Akuntansi dan Pelaporan untuk di

input ke dalam Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) lalu

akan di output serta melakukan rekapitulasi laporan untuk dilaporkan ke


59

Gubernur dan softcopy nya di arsipkan oleh Badan Keuangan Daerah

Provinsi Jambi.

2. Setelah mendaftarkan sebagai WP Air Permukaan selanjutnya

diwajibkan melakukan pembayaran dan bukti nya akan diberikan

kepada pihak instansi oleh Bank Jambi dan akan disusun menjadi STS

lalu di input dan

Mengenai Pelaporan Pajak Air Permukaan terdapat dalam Peraturan

Gubernur Pasal 66 yang berbunyi:

Gubernur mempunyai kewenangan pemungutan pajak daerah yang

meliputi pendataan, penetapan, pembayaran, penagihan, pembukuan,

dan pelaporan, serta pengawasan dan penyetoran penagihan dengan

surat paksa.

3. Kesesuaian antara Mekanisme Pemungutan dan Pelaporan Pajak Air

Permukaan yang dilakukan oleh Badan Keuangan Daerah Provinsi

Jambi dengan peraturan yang berlaku secara garis besar sudah dapat

dianggap sesuai, karena jika dilihat dalam peraturannya saja akan

sedikit membingungkan sebab hanya berisi hal-hal pokok maka dari itu

Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi menjadi salah satu istansi yang

dipercaya untuk lebih mempermudah masyarakat dalam memahami

langkah tata cara pemungutan dan pelaporan Pajak Air Permukaan.


60

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis laporan ini ingin mencoba

memberikan beberapa saran yang mungkin bisa menjadi masukan bagi Badan

Keuangan Daerah Provinsi Jambi, Wajib Pajak Air Permukaan dan bagi peneliti

setelah saya yang ingin membuat laporan dengan judul yang sama:

1. Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi diharapkan untuk terus

mempertahankan serta meningkatkan upaya pemungutan Pajak Air

Permukaan sehingga penerimaan Pajak setiap tahunnya dapat terus

mencapai target realisasi yang ditentukan.

2. Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi dapat melakukan penyuluhan

mengenai mekanisme pemungutan Pajak Air Permukaan ke daerah-

daerah di Provinsi Jambi serta mengawasi dan melakukan razia secara

berkala pada setiap Wajib Pajak orang pribadi ataupun perusahaan.

3. Bagi Masyarakat terkhusus Wajib Pajak yang sudah terdaftar untuk

lebih meningkatkan kesadaran dalam membayar pajak demi membantu

pemerintah dalam pembangunan daerah yang lebih baik lagi.

4. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin menggunakan judul ini diharapkan

menambahkan data-data penting dan detail sehingga hasil yang

didapatkan lebih lengkap dan akurat dari laporan ini.


DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, D. D. (2017). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pertama). UB Pres.

Halim, A., Bawono, I. R., & Dara, A. (2020). Abdul Halim.Pdf (B. Hernalyk
(Ed.); Ketiga). Salemba Empat.

Harjo, D. (2019). Perpajakan Indonesia (Supriyadi (Ed.); Kedua). Mitra Wacana


Media.

Mardiasmo. (2018). Perpajakan (Maya (Ed.); Terbaru). CV Andi Offset.

PERATURAN. (2009). UU NO 28 TAHUN 2009. 2009(75), 31–47.

PERATURAN. (2016). Peraturan Gubernur Jambi Nomor 61 Tahun 2016


Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi, Serta Tata
Kerja Badan Keuangan Daerah Provinsi Jambi. 1–16.

PERATURAN UNDANG - UNDANG NO 34 TAHUN 2000. (2000).

Rahayu, P. (2019). Perpajakan: Disesuaikan dengan Peraturan Perpajakan


Terbaru (J. Susyanti (Ed.); Pertama). Inodonesia Pustaka.

Rahayu, S. K. (2017). Perpajakan Konsep dan Aspek Formal.

Resmi, S. (2017). Perpajakan: Teori dan Kasus (M. Masykur (Ed.); Sepuluh).
Salemba Empat.

Samudra, A. A. (2016). Perpajakan di Indonesia: Keuangan, Pajak dan Retribusi


Daerah. (Pertama). Rajawali Pers.

Sari, D. (2016). Konsep Dasar Perpajakan (A. Gunarsa (Ed.); Pertama). PT


Refika Aditama.

Siahaan, M. P. (2013). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Revisi). Rajawali


Pers.

Suhartono, R., & Ilyas, W. B. (2010). Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) (E. S. Suharsi (Ed.); Pertama). Salemba Empat.

Sumardiyanti, V. S., & Suryo, A. (2006). Perpajakan Indonesia (Kedua). (UPP)


AMP YKPN.

Sutedi, A. (2019). Hukum Pajak (Tarmizi (Ed.); Cetakan Ke). Sinar Grafika.

62
63

Waluyo. (2017). Perpajakan Indonesia (Rosidah (Ed.); Ke 12). Salemba Empat.

Wulandari, P. A., & Iryanie, E. (2018). Pajak Daerah dalam Pendapatan Asli
Daerah (Pertama). Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai