Demam Tifoid
1. Latar Belakang
Demam tifoid adalah infeksi akut saluran cerna yang disebabkan oleh Salmonella typhi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi demam tifoid antara lain : usia, status gizi, dan jenis kelamin.
Patogenesis demam tifoid melalui kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui
makanan yang terkontaminasi. Kuman dapat menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi di
hati, limpa, dan sumsum tulang (Nelwan, 2012). Gejala demam tifoid sangat bervariasi yaitu
demam, nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut, radang tenggorokan,
diare dan opstipasi (Sumarno ed. et al 2008 : 341). Kuman Salmonella typhi (S.typhi) dapat
dideteksi dengan uji widal, uji typhidot dan uji IgM dipstick (Widodo et al 2014:551).
2. Pengertian
Demam tifoid adalah infeksi akut saluran cerna yang disebabkan oleh Salmonella typhi.
Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh Salmonella Paratyphi A,B,dan
C. Gejala dan tanda penyakit tersebut hampir sama, nanum manifestasi paratifoid lebih ringan
(Widoyono, 2008).
3. Penularan
Cara penularan tifoid adalah melalui melalui fecal-oral. Bakteri Salmonella typhi menular
ke manusia melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi yang telah tercemar oleh komponen
feses atau urin dari pengidap tifoid (Kemenkes RI, 2006). Bakteri Salmonella typhi bersama
makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut melewati lambung dengan suasana
asam banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat
pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan
multiplikasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak
pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode
inkubasi, Salmonella typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi
sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patch dari ileum
terminal. Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan
melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal, dan
mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal
ataupun sel hati
dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid (Ardiaria, 2019).
Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan pada penularan demam tifoid adalah
(Kemenkes RI, 2006) :
1. Personal hygiene yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak
terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh
anak.
Faktor ini paling berperan pada penularan demam tifoid. Banyak sekali
contoh untuk ini diantaranya: makanan yang dicuci dengan air yang
sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak masak, dan sebagainya.
6. Pasien atau karier demam tifoid yang tidak diobati secara sempurna.
4. Gejala Klinis
terjadi pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu
Demam tinggi lebih dari 40oC, nadi lemah bersifat dikrotik, denyut nadi 80- 100 per menit.
b) Minggu Kedua
c) Minggu Ketiga
d) Minggu Keempat
penyembuhan.
1 meter dari sumur, lantai tidak retak atau bocor, SPAL harus
air, bukan pada saluran air yang berasal dari mata air tersebut
meter dari sumber pencemar atap dan bangunan rapat air serta
(Waluyo, 2011).
untuk buang air besar, berupa jamban. Jamban adalah suatu ruangan yang
tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa yang dilengkapi
2. Tidak berbau.
6. Upaya Pencegahan
c. Pemberantasan lalat.
c. Imunisasi
vaksin hidup diberikan secara lisan dalam bentuk tiga kapsul diambil pada
hari 1, 3 dan 5, dengan dosis booster setelah lebih 3 tahun. Tidak harus
paling tidak sama efektifnya dengan (dan dalam beberapa kasus lebih
Daftar Pustaka
Yatnita Parama Cita. Bakteri Salmonella Thypi dan Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol 6. 2011