Anda di halaman 1dari 89

PENGARUH VITAMIN C TERHADAP IMUNITAS PADA

KEJADIAN COVID-19 DAN TINJAUANNYA MENURUT


PANDANGAN ISLAM

PROPOSAL RISET

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Kedokteran

ANDI HAKIM
NPM : 1102017022

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA, 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO sebagai organisasi kesehatan Internasional telah mengumumkan
bahwa telah terjadi pandemi di kota Wuhan, Tiongkok pada akhir tahun
2019. Pandemi tersebut diduga berasal dari virus corona yang kemudian
dikenal dengan nama SARS-Cov 2. Genom dari SARS-Cov 2, menampilkan
urutan yang serupa dengan SARS-CoV dan MERSCov. Metode transmisi
paling banyak adalah melalui inhalasi dari aerosol infeksius pada periode
berlangsungnya inkubasi di hari 3-14. (Kannan, 2020).
Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah
menyebar secara luas di China dan lebih dari 190 negara dan teritori
lainnya. Pada 12 Maret 2020, WHO mengumumkan Covid-19 sebagai
pandemik. Berdasarkan data pada tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835
kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia
sudah ditetapkan 1.528 kasus positif Covid-19 dan 136 kasus kematian
(WHO, 2020).
Corona virus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm.
Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah
kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah Covid-19, ada 6 jenis corona
virus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacorona virus 229E, alpha
coronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe
Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV) dan Middle East
Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) yang termasuk dalam
genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus
ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang
menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada
2002-2004 silam yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2
(Gorbalenya, 2020)
Virus menggunakan beberapa strategi untuk memanipulasi sel inang
untuk keuntungan mereka. Diantaranya dengan cara menimbulkan
ketidakseimbangan intraseluler redoks yang disebabkan oleh virus, dapat
memainkan peran penting dalam memodulasi aktivitas jalur pensinyalan.
Ketidakseimbangan oksidatif yang disebabkan oleh infeksi virus,
terbentuknya ikatan reseptor-ligan atau terbentuknya badai sitokin dapat
menyebabkan oksidasi lokal residu reaktif dari protein sensitif redoks.
Peningkatan oksidatif stres menyebabkan respon inflamasi sistemik karena
meningkatnya produksi sitokin yang berkontribusi pada ARDS(Acute
Respiratorry Distress Syndrome). Hal ini merupakan patologi kunci
penyebab kematian yang tinggi pada infeksi virus pernapasan akut.
Gejala Covid-19 terbagi menjadi gejala spesifik dan non-spesifik.
Gejala spesifik berupa pneumonia sedangkan gejala non-spesifik dapat
berupa demam, batuk, mialgia, dispnea dengan atau tanpa diare. Penyakit
ini memiliki progresivitas yang sangat tinggi sehingga bisa memicu
hipoksemia. Infeksi Corona virus telah dikaitkan dengan manifestasi
neurologis, seperti kejang demam, perubahan status mental, dan ensefalitis.
Kemampuan neurotropik dan neuroinvasif dari corona virus pada manusia
sudah banyak dipublikasikan. Dalam perjalanannya, setelah menginfeksi
hidung, corona virus mulai memasuki sistem syaraf pusat melalui bulbus
olfaktorius dan menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan dapat
mengakibatkan terjadinya robekan selubung myelin pada neuron (Kannan,
2020).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penularan Covid-
19. Langkah pencegahan penularan Covid 19 ini menjadi sangat penting,
karena penyakit yang disebabkan oleh virus biasanya bersifat self-limiting
atau penyakit yang bisa sembuh sendiri dan belum ditemukan obat yang
spesifik untuk penanganannya. Dengan kata lain kesembuhan seseorang
sangat dipengaruhi oleh imunitas yang bersangkutan, sehingga langkah
pencegahan akan menjadi determinan yang lebih murah dan mudah
dilakukan daripada pengobatan (Asadi-pooya, 2020).
Pada langkah pencegahan terapi Covid-19, sering dihubungkan
dengan pemberian nutrisi berupa asam askorbat. Asam askorbat (AA), juga
dikenal sebagai vitamin C dapat mendukung fungsi penghalang epitel
terhadap patogen dan mempromosikan aktivitas pemulungan oksidan kulit,
sehingga berpotensi melindunginya dari stres oksidatif lingkungan. Vitamin
C terakumulasi dalam sel fagosit, seperti neutrofil, dan dapat meningkatkan
kemotaksis, fagositosis, generasi spesies oksigen reaktif, dan akhirnya
membunuh mikroba. Inilah sebabnya, mengapa pemberian vitamin C
menjadi penting dalam kasus Covid-19. Vitamin C juga dapat membuang
radikal bebas yang kuat dalam plasma, melindungi sel terhadap kerusakan
oksidatif yang disebabkan oleh ROS (reactive oxygen species) (Makmun,
2020).
Vitamin C bermanfaat untuk mengatasi beberapa komplikasi seperti
pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), kegagalan multi organ,
badai sitokin dan kerusakan sel yang disebabkan SARS-CoV-2, serta infeksi
virus lainnya. Vitamin C bertindak sebagai antioksidan kuat dan membantu
dalam regenerasi sel yang rusak.
Vitamin esensial ini memiliki peran besar dalam aktivitas antivirus
dan peningkatan imunitas tubuh. Telah terbukti bahwa vitamin C adalah
faktor penting dalam produksi interferon tipe I selama proses respon imun
terhadap antivirus. Vitamin C telah terbukti meningkatkan regulasi sel
natural killer (NK) dan aktivitas sitotoksik dari limfosit T, baik secara in
vitro maupun in vivo. Vitamin C juga terbukti dapat mendetoksifikasi
produk virus yang menyebabkan nyeri dan peradangan (Zarubaev, 2017).
Penggunaan vitamin C sebagai penatalaksanaan pada Covid-19
sangat dibutuhkan, karena pemberian vitamin C dapat mempercepat
perbaikan sistem imunitas tubuh pada kasus Covid-19. Vitamin ini bekerja
pada plasma dan netrofil. Selain itu vitamin C dapat menangkal radikal
bebas dan mencegah stres oksidatif oleh Corona virus.
Suplementasi vitamin C sebagai terapi suportif dapat digunakan oleh
tenaga medis apabila sudah tidak ada respon terhadap terapi farmakologi.
Terapi suportif dapat digunakan sebagai upaya preventif pada Covid-19.
Dalam tubuh, vitamin berfungsi membantu proses metabolisme, membantu
proses pertumbuhan, pengaturan dan perbaikan jaringan. Vitamin yang
dihasilkan oleh sumber energi yaitu karbohidrat dan protein menghasilkan 4
kalori/gram sedangkan yang berasal dari lemak menghasilkan 9
kalori/gram) (Francis, 2020).
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, karena dengan kondisi yang sehat manusia dapat beraktifitas,
beribadah, dan melakukan berbagai hal lainnya. Berkaitan dengan
kesehatan, terdapat kasus yang kini sedang menggemparkan dunia yaitu
wabah Covid-19. Covid-19 dapat dicegah dengan menjaga kesehatan dan
kebersihan. Sebagaimana hadits Nabi yang mengatakan :

‫ َج َوا ٌد‬, ‫ َك ِري ٌم ي ُِحبُّ ْال َك َر َم‬, َ‫يف ي ُِحبُّ النَّظَافَة‬ َ ‫ِإ َّن هَّللا َ طَيِّبٌ ي ُِحبُّ الطَّي‬
ٌ ‫ نَ ِظ‬, ‫ِّب‬
‫وا َأ ْفنِيَتَ ُكم‬
ْ ُ‫ فَنَظِّف‬, ‫يُ ِحبُّ ْالجُو َد‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik dan mencintai kebaikan,
Bersih (suci) dan mencintai kebersihan, Mulia dan mencintai kemuliaan,
bagus dan mencintai kebagusan, bersihkanlah rumahmu….” (H.R.Tirmidzi
dari Saad).
Umat Islam wajiblah melihat kasus ini sesuai dengan pandangan
hidup Islam, terutama yaitu sebagaimana Islam menanggapi wabah penyakit
yang kini sedang menjangkiti dunia yang juga pernah dialami pada masa
Nabi Muhammad SAW.
Untuk melaksanakan kewajiban dalam menjalankan syariat Islam,
maka sebagai seorang muslim harus menerapkan maqashidusyar’iyyah
yaitu salah satunya adalah hifzhun nafs (menjaga jiwa). Islam melarang
berbagai tindakan yang membahayakan fisik/badan atas nama pendekatan
keagamaan sekalipun sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT,

ُّ‫يل هَّللا ِ َواَل ُت ْلقُوا ِبَأ ْيدِي ُك ْم ِإ َلى ال َّت ْهلُ َك ِة ۛ َوَأحْ سِ ُنوا ۛ ِإنَّ هَّللا َ ُيحِب‬
ِ ‫َوَأ ْنفِقُوا فِي َس ِب‬
‫ْالمُحْ سِ نِي‬
Artinya : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik”(QS. Al-Baqarah: 195)

1.2 Rumusan Masalah


Pandemi Covid 19 telah dilaporkan banyak menimbulkan korban
jiwa. Berbagai laporan terkini menyatakan tingginya persentase jumlah
penderita dan angka kematian akibat Covid-19. Untuk itu perlu dilakukan
berbagai upaya, termasuk salah satu diantaranya adalah upaya suportif
berupa suplementasi Vitamin C.
Studi ini adalah merupakan kajian untuk mempelajari bagaimana
pengaruh vitamin C terhadap respon imunitas pada kejadian Covid 19.
Untuk itu dilakukan studi literatur agar didapatkan informasi dan data yang
dapat membuktikan hal tersebut.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Apakah suplementasi vitamin C berpengaruh terhadap imunitas tubuh
pada kejadian Covid 19 ?
2. Apakah usia berpengaruh terhadap imunitas tubuh akibat suplementasi
vitamin C pada kejadian Covid-19 ?
3. Apakah berat badan berpengaruh terhadap imunitas tubuh akibat
suplementasi vitamin C pada kejadian Covid-19 ?
4. Apakah status gizi berpengaruh terhadap imunitas tubuh akibat
suplementasi vitamin C pada kejadian Covid-19 ?
5. Bagaimana mekanisme vitamin C dalam meningkatkan imunitas tubuh
pada kejadian Covid 19.
6. Bagaimana pandangan islam tentang pengaruh vitamin C terhadap
kejadian Covid-19 ?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh vitamin C terhadap daya tubuh pada
kejadian Covid-19 dan tinjaunnya menurut pandangan agama islam.
2. Tujuan Khusus
1. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C terhadap imunitas
tubuh pada kejadian Covid 19 ?
2. Menganalisis pengaruh usia terhadap imunitas tubuh akibat
suplementasi vitamin C pada kejadian Covid-19 ?
3. Menganalisis pengaruh berat badan terhadap imunitas tubuh akibat
suplementasi vitamin C pada kejadian Covid-19 ?
4. Menganalisis pengaruh status gizi terhadap imunitas tubuh akibat
suplementasi vitamin C pada kejadian Covid-19 ?
5. Mempelajari bagaimana mekanisme Vitamin C dalam meningkatkan
imunitas tubuh pada kejadian Covid 19 ?
6. Menpelajari bagaimana pandangan islam tentang pengaruh vitamin C
terhadap kejadian Covid-19 ?

1.5 Manfaat penelitian


a. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai pengaruh
vitamin C terhadap daya tahan tubuh pada kejadian Covid-19.
b. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan memberikan
informasi mengenai pengaruh vitamin C terhadap daya tahan tubuh pada
kejadian Covid-19.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Covid-19
2.1.1 Pengertian

SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung genom


single-stranded RNA yang positif. Morfologi virus corona mempunyai
proyeksi permukaan (spikes) glikoprotein yang menunjukkan gambaran
seperti menggunakan mahkota dan berukuran 80-160 nM dengan
polaritas positif 27-32 kb. Struktur protein utama SARS-CoV-2 adalah
protein nukleokapsid (N), protein matriks (M), glikoprotein spike (S),
protein envelope (E) selubung, dan protein aksesoris lainnya (Guo,
2020).
Penyakit corona virus 2019 (coronavirus disease 2019, disingkat
Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-
2, salah satu jenis coronavirus. Covid-19 merupakan nama penyakit
yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Nama ini diberikan oleh
WHO (World Health Organzation) sebagi nama resmi penyakit ini.
Covid-19 sendiri merupakan singkatan dari Corona Virus Disease 2019.
Covid-19 itu penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang
menyerang saluran pernafasan sehingga menyebabkan demam tinggi,
batuk, flu, sesak nafas serta nyeri tenggorokan (Guo, 2020).
2.1.2 Etiologi
Etiologi coronavirus disease 2019 (Covid-19) adalah virus
dengan nama spesies severe acute respiratory syndrome virus corona 2,
yang disingkat SARS-CoV-2. Coronavirus memiliki kapsul, partikel
berbentuk bulat atau elips, sering pleimorfik dengan diameter sekitar
50-200m. Semua virus ordo Nidovirales memiliki kapsul, tidak
bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom RNA sangat
panjang. Struktur coronavirus membentuk struktur seperti kubus
dengan glikoprotein spike berlokasi di permukaan virus. Glikoprotein
spike merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan
struktur utama untuk penulisan gen. Glikoprotein spike ini berperan
dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi
glikoprotein spike dengan reseptornya di sel inang) (Guo, 2020).
SARS-CoV-2 bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif
dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid
dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat,
detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform.
Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus. Masa inkubasi
SARS-CoV-2 belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan timbul
gejala setelah 2-14 hari setelah masuk virus kedalam tubuh. Transmisi
SARS-CoV-2 ini berawal dari hewan ke hewan namun jarang sekali
virus ini berevolusi dan menginfeksi manusia. Kasus di Wuhan kini
menjadi bukti nyata virus ini menyebar dari hewan ke manusia dan
dapat menular dari manusia ke manusia (Hoffmann, 2020).
2.1.3 Patogenesis
Kebanyakan SARS-Cov-2 menginfeksi hewan dan bersirkulasi
di hewan. SARS-CoV-2 menyebabkan sejumlah besar penyakit pada
hewan dan kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan
seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam. SARS-CoV-2 disebut dengan
virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan ke manusia.
Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai
vektor untuk penyakit menular tertentu. Kelelawar, tikus bambu, unta
dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk SARS-CoV-
2. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk
kejadian severe acute respiratorysyndrome (SARS) dan Middle East
respiratory syndrome (MERS). Coronavirus hanya bisa memperbanyak
diri melalui sel host-nya. Virus tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut
siklus dari Coronavirus setelah menemukan sel host sesuai tropismenya.
Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai oleh
Protein S yang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam
menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya. (Guo, 2020).
Pada studi SARS-CoV glikoprotein spike berikatan dengan
reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensinconverting enzyme
2).ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring,
paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang,
limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus,
sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk
selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya
replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi
dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah
perakitan dan rilis virus. Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke
saluran napas atas kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas
(melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas
bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan
virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel gastrointestinal
setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit
sekitar 3-7 hari (Hoffmann, 2020).
2.1.4 Faktor Risiko
Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi
dan diabetes melitus, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif
merupakan faktor risiko dari infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis
kelamin yang lebih banyak pada laki-laki diduga terkait dengan
prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada perokok, hipertensi dan
diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor ACE2 (Fang
L, 2020).
Lansia dapat mengalami perubahan fisik dan perubahan
psikologis karena proses degeneratif. Menua adalah suatu proses
kehilangan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normal
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus
menerus (berlanjut) secara alamiah. Sejauh ini, virus Corona terlihat
lebih sering menyebabkan infeksi berat dan kematian pada orang lanjut
usia (lansia) disbanding dengan orang dewasa atau anak. Jumlah
penderita dan kasus kematian akibat infeksi virus Corona pada lansia
setiap harinya terus meningkat akibat imunitas lansia berkurang
(Adisasmito, 2020).
Hubungan infeksi SARS-CoV-2 dengan hipersensitivitas dan
penyakit autoimun juga belum dilaporkan. Belum ada studi yang
menghubungkan riwayat penyakit asma dengan kemungkinan terinfeksi
SARS-CoV-2. Namun, studi meta-analisis yang dilakukan oleh (Yang
J, 2020) menunjukkan bahwa pasien Covid-19 dengan riwayat penyakit
sistem respirasi akan cenderung memiliki manifestasi klinis yang lebih
parah (Conforti C,2020).
Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk
tinggal satu rumah dengan pasien Covid-19 dan riwayat perjalanan ke
area terjangkit. Berada dalam satu lingkungan namun tidak kontak
dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai risiko rendah. Tenaga
medis merupakan salah satu populasi yang berisiko tinggi tertular. Di
Italia, sekitar 9% kasus Covid-19 adalah tenaga medis. Di China, lebih
dari 3.300 tenaga medis juga terinfeksi, dengan mortalitas sebesar 0,6%
(Wang, 2020).
2.1.5 Diagnosis Infeksi Coronavirus
Dalam mendiagnosis infeksi corona, petugas kesehatan
mengawali anamnesis atau wawancara, kemudian petugas akan
menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan gejala serta keluhan
yang dialami pasien. Selain itu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium dalam menegakkan diagnosis. Dokter mungkin juga akan
melakukan tes sapuan tenggorokan atau spesimen pernafasan. Untuk
kasus yang diduga infeksi Covid-19 akan dilakukan tes swab
tenggorokan, DPL, fungsi hati, fungsi ginjal, dan CRP (US National
Library of Medicine National Institutes of Health, 2020).
Menurut Yulianto, (2020) setelah melakukan anamnesis dan
mendiagnosa pasien, dokter akan melakukan beberapa langkah
pemeriksaan yaitu :
a. Rapid Test atau Test Cepat
Rapid Test ini dilakukan dengan cara mengambil sampel
darah penderita di bagian ujung jari kemudian diteteskan pada alat
uji. Cairan tersebut kemudian akan diteteskan di tempat yang sama
untuk menandai antibodi. Hasil dari pemeriksaan ini sekitar 10-15
menit setelah munculnya berupa garis. Tes rapid ini hanya
diperuntukkan bagi orang yang berisiko, yaitu mereka yang pernah
kontak langsung dengan penderita Covid-19 atau pernah tinggal di
negara/wilayah yang memiliki kasus Covid-19. Selain itu, tes rapid
ini bisa dilakukan pada orang dengan gejala seperti demam,
gangguan sistem pernapasan, sakit tenggorokan, dan batuk.
b. Swab Test atau PCR (Polymerase Chain Reaction)
Selain uji rapid test, petugas kesehatan juga menyarankan
melakukan swab test atau PCR kepada orang dengan hasil rapid test
reaktif maupun nonreaktif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
mengambil lendir dari dalam hidung maupun tenggorokan. Proses
pengambilan lendir ini dilakukan dengan metode swab dan memakan
waktu selama 15 detik. Sampel dahak selanjutnya akan diteliti di
laboratorium. Metode swab ini dinilai lebih akurat dibandingkan
dengan rapid test, sebab virus corona setelah masuk ke dalam tubuh
akan menempel pada bagian dalam hidung atau tenggorokan. Hasil
swab ini akan keluar setelah beberapa jam atau beberapa hari.
c. CT Scan atau Rontgen Dada
Pemeriksaan terakhir dalam Covid-19 adalah CT scan atau
rontgen dada yaitu untuk mendeteksi infiltart atau cairan dalam paru-
paru. Hasil CT scan ini dapat memungkinkan dokter untuk melihat
organ dalam dengan format tiga dimensi hingga bisa digunakan
untuk mengidentifikasi pola-pola spesifik dalam paru-paru. Pola
khusus sebagai tanda bahwa virus corona sudah berkembang lebih
dari dua minggu berupa bintik-bintik putih, bercak-bercak pada paru-
paru. Para ahli sebagian besar sepakat bahwa metode swab atau PCR
ini sudah memadai untuk mendeteksi infeksi virus corona, asalkan
sampel dan prosedurnya dilakukan dengan benar.
2.1.6 Pengobatan Infeksi Covid-19
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC),
(2020) Tak ada perawatan khusus dalam mengatasi infeksi virus ini.
Pada umumnya pengidap akan pulih dengan sendirinya. Namun ada
upaya yang dapat mengurangi gejala infeksi seperti :
a. Minum obat yang mengurangi rasa sakit, batuk dan demam. Tidak
disarankan menggunakan aspirin.
b. Gunakan pelembab ruangan atau mandi dengan air hangat dapat
meredakan sakit tenggorokan.
c. Meningkatkan istirahat.
d. Banyak mengkonsumsi asupan cairan tubuh.
e. Jika merasa cemas dengan gejala yang ditimbulkan, segera hubungi
layanan kesehatan terdekat.
Khusus infeksi Covid-19 yang dapat mengakibatkan penyakit
serius seperti SARS, MERS, penanganannya akan disesuaikan dengan
penyakit yang diderita dan kondisi pasien. Bila terinfeksi Covid-19
dokter akan merujuk ke RS rujukan yang telah ditunjuk oleh Dinas
Kesehatan setempat. Apabila tidak dapat dirujuk dengan pertimbangan
beberapa alasan, dokter akan melakukan isolasi, serial photo thorak,
terapi simtomatik, terapi cairan, ventilator mekanik (bila gagal nafas),
dan dapat diberikan antibiotik bila terdapat infeksi bakteri (Hassanein,
2020).

2.2 Vitamin C
2.2.1 Sifat Vitamin C
Vitamin C merupakan hablur atau serbuk; putih atau kuning.
Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam
kering, stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada
suhu lebih kurang 190°C. Kelarutan vitamin C (asam askorbat) mudah
larut dalam air, agak sukar larut dengan etanol, tidak larut dalam
kloroform, dalam eter dan dalam benzen. Penyimpanan tidak boleh
dikeringkan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Tidak
seperti kebanyakan spesies hewan lain, manusia tidak dapat untuk
membuat vitamin C, namun hanya datang dari sumber makanan.
Vitamin C juga dikenal sebagai asam askorbat, mudah larut dalam air.
Ini merupakan kofaktor penting dalam beberapa reaksi enzimatik di
mana fungsi utamanya adalah sebagai reduktor (Mitmesser, 2016).
Hal ini dilakukan dengan menyumbangkan elektron ke molekul
lain, yang kemudian memulai atau memungkinkan proses kimia terjadi.
Untuk tingkat tertentu, vitamin C sebagian dapat didaur ulang, sebagai
glutathione dalam sel dapat mengubah bentuk teroksidasi dari vitamin
C (asam semidehyroascorbic dan dehidroaskorbat asam) untuk
mengurangi bentuk L-enansiomer askorbat acid. 1,2 vitamin C
diperlukan untuk membuat dan memelihara kulit, ligamen, dan
pembuluh darah dan untuk menyembuhkan dan membentuk jaringan
parut. Hal ini juga diperlukan untuk kesehatan dan perbaikan tulang
rawan, tulang, dan gigi (Duerbeck et al., 2016).
2.2.2 Tata Nama dan Struktur Vitamin C
a. Tatanama kimia vitamin C
1) L-Asam askorbat
2) L-Xylo-Asam askorbat
3) L-threo-3-keto-asam heksuronat lakton
4) L-keto-threo-asam heksuronat lakton
5) L-threo-2,3,4,5,6-pentoksi-heksa-2-asam karboksilat lakton.
b. Struktur kimia vitamin C
Asam askorbat (vitamin C) merupakan turunan heksosa dan
diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan
monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-
galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin
C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk
tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi). Asam
askorbat atau vitamin C adalah lakton enam karbon yang secara
struktural mirip dengan glukosa (Duerbeck et al, 2016).

Gambar 2.1. Struktur Kimia (Duerbeck et al, 2016).


2.2.3 Peran Vitamin C Dalam Tubuh
a. Sebagai Antioksidan
Vitamin C bekerja sebagai donor electron, dengan cara
memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu,
vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi
biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu
menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil,
monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi
dengan Fe-ferritin. Diluar sel, vitamin C mampu menghilangkan
senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi,
mentransfer elektron ke dalam tokoferol teroksidasi dan
mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan. Asam askorbat
dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau
tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat
meredam aktivitas dengan cara mengubah tokoferol menjadi bentuk
tereduksi (Diah, 2017).
Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat
dibandingkan dengan komponen lainnya. Askorbat juga melindungi
makromolekul penting dari oksidatif. Reaksi terhadap radikal
hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi Vitamin C bekerja
secara sinergis dengan vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi radikal
bebas dapat beraksi dengan vitamin C kemudian akan berubah
menjadi tokoferol setelah mendapat ion hidrogen dari vitamin C
(Mitmesser et al, 2016).
Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung
bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet
dan lipid peroksida. Sebagai reduktor asam askorbat akan
mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang
tidak bersifat reaktif dan selanjutnya akan mengalami reaksi
disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak
stabil. Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat
dan asam treonat. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai
penghambat radikal bebas, maka perananya sangat penting dalam
menjaga integritas membran sel (Merryana, 2016).
b. Sebagai Kofaktor dalam Pembentukan Kolagen
Vitamin C membantu dalam pembentukan serabut protein
dari jaringan penghubung yang dinamakan dengan kolagen. Kolagen
menjadi sebagai metric dimana tulang dan gigi dibentuk. Ketika
seseorang terluka, perekat kolagen (collagen glues) melekatkan
jaringan yang terpisah agar bersatu, menjadi bentuk yang kita
ketahui sebagai bekas luka. Sel bersatu kebanyakan karena kolagen,
hal ini sangat penting pada dinding arteri, dimana harus membesar
dan berkontraksi sesuai detak jantung, dan dalam dinding kapiler
yang tipis dimana harus bertahan dengan denyutan nadi setiap saat
(Diah, 2017).
c. Sebagai Kofaktor Pada Reaksi Lain
Vitamin C juga berperan sebagai kofaktor dalam sintesis
senyawa lain. Sama seperti dalam pembentukan kolagen. Vitamin C
membantu dalam hidroksilasi dari karnitin, senyawa yang
mentransfer asam lemak rantai panjang kedalam sel dari mitokondria
untuk metabolisme energi. Vitamin C juga membantu dalam
pembuatan hormon, termasuk tiroksin, yang mengatur membantu
dalam pembuatan hormon dan mengatur kecepatan (Diah, 2017).
d. Pada Keadaan Stres
Kelenjar adrenal mengandung lebih banyak vitamin C
daripada vitamin lain dalam tubuh, dan pada keadaan stres kelenjar
ini melepaskan vitamin bersama dengan hormon kedalam darah.
Stres fisik meningkatkan kebutuhan akan vitamin C (Mitmesser et al,
2016).
e. Melindungi Sel-sel Kekebalan Tubuh
Peran utama dari vitamin C dalam sistem imun (kekebalan
tubuh) yaitu melindungi sel-sel kekebalan tubuh terhadap stres
oksidatif yang dihasilkan selama infeksi. Sebagai antioksidan yang
efektif, vitamin C harus dipertahankan dalam tubuh pada tingkat
yang relatif tinggi. Karena vitamin C terbukti dapat menjaga
ketahanan tubuh dari berbagai penyakit (flu, jantung, kanker dan
dapat meningkatkan produksi oksida nitrat dari endothelium,
meningkatkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, mencegah
apoptosis sel-sel otot polos pada pembuluh darah dan membantu
menjaga plak lebih stabil) (Moser and Chun, 2016).
2.2.4 Metabolisme Vitamin C
Vitamin di dalam tubuh manusia akan mengalami proses
absobsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME). Kelenjar
adrenal yang mengandung banyak vitamin C. Tubuh pada umumnya
sedikit menahan vitamin C, kelebihan vitamin C dibuang melalui air
kemih. Mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar (Megadose)
sebagian besar akan dibuang keluar, terutama pada saat mengkonsumsi
vitamin yang bergizi tinggi. Vitamin C akan ditahan oleh jaringan tubuh
apabila keadaan gizi dalam tubuh jelek (Jimm man, 2014).
Kadar vitamin C didalam darah mencapai pucaknya 2-3 jam
kelebihan vitamin C di dalam tubuh akan dibuang melalui urin dan
keringat sehingga kadar vitamin C dalam tubuh menurun. Kadar
vitamin C didalam tubuh agar tetap stabil dapat dipelihara dengan
mengkonsumsi bahan makanan yang dimakan mengandung cukup
vitamin (Jimm man, 2014).
2.2.5 Mekanisme Vitamin C Dalam Meningkatkan Imunitas

Gambar 2.3 Mekanisme Vit C terhadap Imunitas Tubuh

Vitamin C memiliki sejumlah aktivitas yang mungkin dapat


berkontribusi pada modulasi kekebalan tubuh. Ini adalah antioksidan
yang sangat efektif, karena kemampuannya untuk dengan mudah
menyumbangkan elektron, sehingga melindungi biomolekul penting
(protein, lipid, karbohidrat, dan asam nukleat) dari kerusakan oleh
oksidan dihasilkan selama metabolisme sel normal dan melalui paparan
racun dan polutan (misalnya, asap rokok). Vitamin C juga merupakan
kofaktor untuk keluarga biosintetik dan pengatur gen enzim
monooksigenase dan dioksigenase. Vitamin telah lama dikenal sebagai
kofaktoruntuk lisil dan prolil hidroksilase yang diperlukan untuk
stabilisasi struktur tersier kolagen dan merupakan kofaktor untuk dua
hidroksilase yang terlibat dalam biosintesis karnitin, sebuah molekul
yang diperlukan untuk transportasi asam lemak ke dalam mitokondria
untuk menghasilkan energi metabolik (Duerbeck, 2016).
Vitamin C juga merupakan kofaktor untuk enzim hidroksilase
yang terlibat dalam sintesis katekolamin hormon, misalnya,
norepinefrin, dan hormon peptida amidated misalnya, vasopresin, yang
merupakan pusat terhadap respon kardiovaskular terhadap infeksi berat.
Selanjutnya, penelitian selama 15 tahun terakhir atau lebih telah
mengungkap peran baru vitamin C dalam regulasi transkripsi gen dan
pensinyalan sel jalur melalui regulasi aktivitas faktor transkripsi dan
tanda epigenetik (Gambar 2.2) Misalnya, asparagil dan prolil hidroilase
yang diperlukan untuk downregulasi pleiotropic faktor transkripsi
hypoxia-inducible factor-1 (HIF-1) memanfaatkan vitamin C sebagai
kofaktor. Terkini penelitian juga menunjukkan peran penting vitamin C
dalam regulasi DNA dan histon metilasi dengan bertindak sebagai
kofaktor untuk enzim yang menghidroksilasi tanda epigenetik ini.
Ulasan kami mengeksplorasi berbagai peran vitamin C dalam sistem
kekebalan tubuh, termasuk penghalang integritas dan fungsi leukosit,
dan membahas mekanisme aksi potensial (Anitra, 2017)
2.3 Kerangka Teori

VIRUS SARS-COV 2

VITAMIN C BERSUMBER

 Asupan Makanan
ETIOLOGI COV-19
(Buahan dan Sayuran)

MANIFESTASI KLINIS
a. Kesulitan bernapas
b. Demam
FUNGSI c. Batuk kering
a. Sebagai Antioksidan d. Flu
b. Sebagai Kofaktor dalam pembentukan e. Kebingungan
Kolagen f. Masalah pencernaan
c. Sebagai Kofaktor Pada Reaksi Lain g. Mata berwarna merah muda
d. Pada Keadaan Stres h. Kelelahan
e. Melindungi Kekebalan Tubuh i. Kepala terasa pusing
j. Kehilangan sensasi rasa dan bau

DAYA TAHAN TUBUH


TERHADAP KEJADIAN
COVID-19

PENCEGAHAN TATALAKSANA
a. Mencuci tangan a. Isolasi dan Pemantauan
b. Menjaga jarak b. Non Farmakologis
c. Hindari bepergian ke tempat ramai (Pasien,
d. Hindari menyentuh mata, hidung, Lingkungan/Kamar dan
dan mulut Keluarga)
e. Ikuti respiratory hygiene c. Farmakologis
f. Tetap tinggal di rumah dan isolasi
mandiri
g. Mintalah bantuan medis
h. Pakailah masker

Gambar 2.4. Kerangka Teori


2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
diteliti (Sugiyono, 2017).

FAKTOR YANG
BERPERAN : SISTEM IMUN
TUBUH TERHADAP
 USIA KEJADIAN COVID-
 BERAT BADAN 19
 STATUS GIZI
 POLA HIDUP
 MEKANISME VIT C

Gambar 2.5. Kerangka Konsep


Ket :
: Variabel Bebas
: Variabel Terikat
: Penghubung
BAB III

METODE

3.1 Pencarian Literature


3.1.1 Protokol dan Registrasi
Rangkuman menyeluruh dalam bentuk literature review
mengenai pengaruh vitamin C terhadap imunitas pada kejadian covid-
19. Protokol dan evaluasi dari literature review akan menggunakan
PRISMA checklist untuk menentukan penyeleksian studi yang telah
ditemukan dan disesuaikan dengan tujuan dari literature review.
3.1.2 Database Pencarian
Literature review yang merupakan rangkuman menyeluruh
beberapa studi penelitian yang ditentukan berdasarkan tema tertentu.
Pencarian literatur dilakukan pada bulan September – Desember 2021.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi diperoleh dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti – peneliti terdahulu.
Sumber data sekunder yang didapat berupa artikel jurnal bereputasi
baik nasional maupun internasional dengan tema yang sudah
ditentukan. Pencarian literatur dalam literature review ini menggunakan
beberapa database dengan kriteria kualitas tinggi hingga sedang, yaitu
Google Schoolar, Pubmed, dan Scient Direct.
3.1.3 Kata Kunci
Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan
Boolean operator (AND, OR NOT, AND NOT) yang digunakan untuk
memperluas atau menspesifikkan pencarian, sehingga mempermudah
dalam penentuan artikel atau jurnal yang digunakan. Kata kunci dalam
literature review ini disesuaikan dengan Medical Subject Heading
(MeSH) dan terdiri dari sebagai berikut :
Tabel 3.1. Kata Kunci Literature Review
Mechanism Vitamim C Immunity Covid-19
Mekanisme Asam Askorbat Daya tahan tubuh 2019-nCOV
OR OR OR
Ascorbic imunitas Corona virus
Disease 2019
OR
Wuhan Corona
Covid

3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS
framework, yang terdiri dari:
a. Population / Problem yaitu populasi atau masalah yang akan di analisis
sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature review.
b. Intervention yaitu suatu tindakan penatalaksanaan terhadap kasus
perorangan atau masyarakat serta pemaparan tentang penatalaksanaan
studi sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature review.
c. Comparation yaitu intervensi atau penatalaksanaan lain yang digunakan
sebagai pembanding, jika tidak ada bisa menggunakan kelompok kontrol
dalam studi yang terpilih.
d. Outcome yaitu hasil atau luaran yang diperoleh pada studi terdahulu yang
sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature review.
e. Study design yaitu desain penelitian yang digunakan dalam artikel yang
akan direview.
Tabel 3.2. Format PICOS dalam Literature Review
Kriteria Inklusi Ekslusi
Populasi Orang dengan Covid-19. Orang yang tidak
dengan Covid-19
Intervensi Terapi Vitamin C pada Tidak Terapi
sistem kekebalan tubuh Vitamin C pada
sistem kekebalan
tubuh
Perbandingan Tidak ada Pembanding
Hasil Pengaruh vitamin C terhadap Tidak pengaruh
daya tubuh pada kejadian vitamin C
Covid-19 dan tinjaunnya terhadap daya
menurut pandangan agama tubuh pada
islam. kejadian Covid-19
dan tinjaunnya
menurut
pandangan agama
islam.
Desain Study Studi eksperimen kuasi Tidak ada
Control dan ujicoba secara pengecualian
ajak
System tinjauan, kualitatif
Penelitian dan studi cros
sectional
Tahun Publikasi Awal 2016 Akhir 2021
Bahasa Inggris, Indonesia Bahasa selain
bahasa inggris dan
bahasa indonesia

3.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas


3.3.1 Hasil Pencarian dan Seleksi Studi
Berdasarkan hasil pencarian literatur melalui publikasi di tiga
database dan menggunakan kata kunci yang sudah disesuaikan dengan
MeSH, peneliti mendapatkan 75 artikel yang sesuai dengan kata kunci
tersebut. Hasil pencarian yang sudah didapatkan kemudian diperiksa,
ditemukan terdapat 12 artikel yang sama sehingga dikeluarkan dan
tersisa 63 artikel. Peneliti kemudian melakukan skrining berdasarkan
judul (n = 35), abstrak (n = 20), dan full text (n = 15) yang disesuaikan
dengan tema literature review. Assessment yang dilakukan berdasarkan
kelayakan terhadap kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sebanyak 15
artikel yang bisa dipergunakan dalam literature review. Hasil seleksi
artikel studi dapat digambarkan dalam Diagram Flow di bawah ini :

Pencarian dari beberapa database


yaitu google scholar, Pubmed,
dan Scient Direct (n = 75)

Catatan setelah duplikat di hapus


(n = 63)

Identifikasi dan skrining judul Eksklusi (n = 20)


dan abstrak (n = 35) Population: Bukan Pasien Covid-19
Intervention: Tidak adanya daya tahan
tubuh
Comparators: Selain covid-19
Salinan lengkap diambil dan Outcomes: Tidak adanya pengaruh
vitamin C terhadap daya tahan tubuh
dinilai kelayakannya (n = 15)
pasien covid-19

Studi termasuk dalam sintesis (n


= 15)

Gambar 3.1. Diagram Flow Literature Review Berdasarkan PRISMA 2009 (Polit and
Beck, 2013)
3.3.2 Penilaian Kualitas
Analisis kualitas metodologi dalam setiap studi (n = 15) dengan
checklist daftar penilaian dengan beberapa pertanyaan untuk menilai
kualitas dari studi. Penilaian kriteria diberi nilai ‘ya’ dan ‘tidak’ dan
setiap skor kriteria dengan skor ‘ya’ diberi satu poin dan nilai lainnya
adalah nol, setiap skor studi kemudian dihitung dan dijumlahkan.
Critical appraisal untuk menilai studi yang memenuhi syarat seperti
mengetahui pengaruh vitamin C pada Imunitas terhadap pasien covid-
19 yang dilakukan oleh para peneliti. Dalam skrining terakhir, 15 studi
mencapai skor lebih tinggi dan siap untuk melakukan sintesis data dan
artikel yang digunakan dalam literature review terdapat 15 buah.

3.4 Jadwal Penelitian


Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan Tahun 2021 Bulan
Tahun 2022
7 8 9 10 11 12 1
1 Penyusunan
Proposal
2 Ujian & revisi
Proposal
4 Pengumpulan Data
5 Pengolahan Data
6 Penyusunan laporan
skripsi
7 Ujian Skripsi
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik Studi
Sepuluh artikel memenuhi kriteria inklusi pada Tabel 3.2 terbagi
menjadi satu sub pembahasan berdasarkan topik literature review yaitu
pengaruh vitamin C terhadap daya tubuh pada kejadian covid-19 dan
tinjaunnya menurut pandangan agama islam. Sumber data sekunder
yang didapat berupa artikel jurnal bereputasi baik nasional maupun
internasional dengan tema yang sudah ditentukan. Pencarian literatur
dalam literature review ini menggunakan beberapa database dengan
kriteria kualitas tinggi hingga sedang, yaitu Google Schoolar, Pubmed,
dan Scient Direct.
Tabel 4.1 Hasil Penelusuran Studi Literatur Penggunaan Vitamin C pada Kejadian COVID-19

No Nama Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian Kesimpulan


Penulis dan
Tahun
1 Liu, Zhu, Intravenous high- Untuk Para peneliti merancang Hasilnya adalah Peneliti
Zhang, Li et dose vitamin C for mengetahui sebuah multisenter bebas ventilasi memperkirakan
al, 2020 the treatment of pemberian terapi prospektif acak dalam 28 hari bahwa pemberian
severe COVID-19: injeksi intravena terkontrol plasebo pengamatan. Ini terapi injeksi
study protocol for a dosis tinggi percobaan yang adalah salah satu intravena vitamin C
multicentre Vitamin C pada direncanakan untuk uji klinis pertama dosis tinggi dapat
randomised pasien covid-19 merekrut 308 orang yang menerapkan menekan sitokin
controlled trial dewasa yang didiagnosis HIVC pada badai yang
dengan COVID-19 dan mengobati disebabkan oleh
dipindahkan ke COVID-19, dan COVID-19,
perawatan intensif itu akan membantu
satuan. Peserta akan memberikan memperbaiki paru-
secara acak menerima kemanjuran yang paru berfungsi dan
injeksi intravena vitamin kredibel dan data mengurangi risiko
C dosis tinggi diencerkan keamanan. ARDS COVID-19.
dalam air steril atau
plasebo selama 7 hari
setelah terdaftar. Pasien
dengan riwayat alergi
Vitamin C, penyakit paru
stadium akhir penyakit,
keganasan lanjut atau
glukosa-6-fosfat
defisiensi dehidrogenase
akan dikecualikan.
2 Boretti, Intravenous vitamin Untuk Kasus di mana Antioksidan harus Terapi injeksi
Banik, 2020 C for reduction of mengetahui peran pemberian terapi Vit-C memiliki peran intravena Vitamin C
cytokines storm in Vitamin C dosis tinggi telah dalam telah sangat efektif
acute respiratory intravena untuk menunjukkan manfaat. pengelolaan dengan menghambat
distress syndrome mengurangi Dalam beberapa kasus, kondisi tersebut. produksi sitokin
produksi sitokin belum ada manfaatnya. Studi dan laporan badai karena Covid-
pada pasien Pengetahuan baru klinis yang sesuai 19. Pneumonia
covid-19 dan tentang sifat menunjukkan Covid19 adalah
ARDS farmakokinetik Vit-C, bahwa pemberian penyakit yang
dan studi praklinis baru- Vit-C IV dosis berkembang sangat
baru ini, telah tinggi tepat waktu pesat dengan angka
menghidupkan kembali meningkatkan kematian yang
minat dalam hasil efektif untuk tinggi. Patogenesis
pemanfaatan Vit-C dosis mengatasi infeksi utama adalah cedera
tinggi untuk kanker Covid-19. Studi paru akut yang
pengobatan. tambahan yang menyebabkan
merinci ARDS dan
penggunaan terapi kematian.
injeksi IV Vit-C
untuk pengobatan
pneumonia yang
terinfeksi Covid-
19 parah pasti
diatasi.
3 Carr, Rowe, The Emerging Role Untuk Studi observasional awal Penelitian telah pemberian vitamin
2020 of Vitamin C in the mengetahui menunjukkan status mengindikasikan C pada pasien
Prevention pemberian vitamin C dosis rendah bahwa pasien dengan
and Treatment of vitamin C pada pada pasien yang sakit dengan hipovitaminosis C
COVID-19 penderita covid- kritis dengan COVID-19. pneumonia dan dan infeksi saluran
19 Saat ini ada sejumlah uji sepsis memiliki pernapasan berat
coba terkontrol secara status vitamin C menunjukan
acak (RCT) yang yang rendah dan efektivitas yang
terdaftar secara global stres oksidatif lebih besar.
yang menilai monoterapi yang meningkat.
vitamin C intravena pada Pemberian
pasien dengan COVID- vitamin C pada
19. Defisiensi C penderita
tumpang tindih dengan pneumonia dapat
faktor risiko COVID-19, menurunkan
ada kemungkinan uji keparahan dan
coba dilakukan pada durasi penyakit
populasi dengan penyakit. Pasien
hipovitaminosis C kronis sakit kritis dengan
dapat menunjukkan sepsis
efikasi yang lebih besar. memerlukan
pemberian
intravena
sejumlah gram
vitamin untuk
menormalkan
kadar plasma,
intervensi yang
beberapa
penelitian
menyarankan
mengurangi
kematian.
4 Karabulut, The Reactions that Untuk Molekul CO2 harus Hilangnya hasil interaksi
Yilmaz, 2020 Increase and mengetahui mudah dipisahkan dari efektivitas enzim vitamin C dengan
Decrease CO2 reaksi yang tubuh manusia, yaitu CA-9, yang oksidan, dalam
Concentration berperan paru-paru. Virus RNA mengurangi penelitian ini terlihat
During Viral dalam virus secara tidak konsentrasi CO2 bahwa formasi
Infection Like ekskresi CO2 langsung dapat antar sel. Dalam molekul yang baru
Covid-19 Virus : the dari tubuh dan mempengaruhi enzim kasus seperti itu, terbentuk
Effect of Vitamin C untuk melihat karbonat anhidrase-9, molekul askorbat mempengaruhi
efek bekerja pada mono anion, yang reaksi enzim
pemberian transmembran, yang merupakan karbonat anhidrase 9
vitamin C dikenal sebagai enzim molekul produk dan molekul baru ini
yang tidak pengatur pH. Interaksi dalam reaksi memblokir asam
terkontrol vitamin C dengan vitamin C yang amino di mana Zinc,
terhadap paru- oksidan dapat diberikan kepada yang merupakan
paru. menghambat reaksi pasien dengan koenzim enzim,
enzim karbonat oksidan,  telah berikatan.
anhidrase-9 terbukti
menghambat
enzim ini. Ini
adalah kondisi
berbahaya yang
mempercepat
penyebaran virus
antar sel dan
selama proses
pengobatan.
5 Saeidreza, Safety andfefectiven Untuk Uji coba label anfopen, Tidak ada Peneliti tidak
Zarezade, ess offhigh-dose mengetahui secara acak, terkontrol perbedaan yang menemukan hasil
Koolaji, vitamin C infpatients  efektifitas vitamin dilakukan pada pasien signifikan secara yang lebih baik
Meidani, et withf COVID-19: C dosis tinggi dengan infeksi COVID- statistik antara secara signifikan
al, 2021 afrandomized open- pada pasien covd- 19 yang parah. Perlakuan dua kelompok pada kelompok yang
label clinical trial 19 di ruang rawat case dan control sehubungan diobati dengan
inap kelompok pasien terdiri dengan usia dan HDIVC selain
dari 30 pasien. jenis kelamin, rejimen pengobatan
Kelompok case hasil utama saat pulang.
menerima laboratorium,
flopinavir/ritonavir dan dan penyakit
kelompok control yang
menerima mendasarinya.
hydroxychloroquine (6 Suhu tubuh rata-
setiap hari) memudar dari rata secara
rejimen yang sama. signifikan lebih
rendah pada
kelompok kasus
pada hari ke-3
rawat inap (p=
0,001). Saturasi
oksigen kapiler
perifer (SpO2
pada hari ke-3
rawat inap juga
lebih tinggi pada
kelompok kasus
yang menerima
HDIVC (p=
0,014). Rata-rata
lama rawat inap
pada kelompok
kasus secara
signifikan lebih
lama dari
kelompok
kontrol (8,5 hari
vs 6,5 hari) (p=
0,028). Tidak
ada perbedaan
yang signifikan
padaSpO2 tingkat
waktu keluar,
lama perawatan
di unit
perawatan
intensif (ICU),
dan kematian
antara kedua
kelompok.
6 Hiedra, Lo, The use of IV Untuk meninjau Mengidentifikasi Mengidentifikasi Penggunaan vitamin
Gul, Wright vitamin C for kelayakan serangkaian pasien yang total 17 pasien C lewat injeksi
et al, 2020 patients with penggunaan membutuhkan setidaknya yang menerima intravena pada
COVID-19 : a case vitamin C dalam 30% FiO2 atau lebih terapi injeksi pasien dengan
series pengaturan yang menerima terapi vitamin C untuk penyakit COVID-19
COVID-19 dalam injeksi vitamin C sebagai COVID-19. sedang hingga berat
serangkaian bagian dari pengobatan pasien rawat inap dapat dilakukan.
pasien. COVID-19. angka kematian
mengidentifikasi 17 dalam seri ini
pasien yang dikonfirmasi adalah 12%
sebagai gejala dengan tingkat
Sindrom Pernafasan intubasi dan
Akut Coronavirus 2 ventilasi mekanis
(SARS-CoV-2) positif 17,6%. Kami
melalui PCR swab mencatat
nasofaring. penurunan
Menganalisis demografi signifikan dalam
dan klinis mereka penanda
karakteristik. Serta inflamasi,
membandingkan penanda termasuk feritin
inflamasi sebelum dan dan D-dimer, dan
sesudah perawatan kecenderungan
termasuk D-dimer dan untuk penurunan
feritin. kebutuhan FiO2,
setelah pemberian
vitamin C.
7 Zang, Rao, Pilot trial of high- Untuk Uji klinis acak terkontrol Dalam penelitian Uji coba
Li, Zhu et al, dose vitamin C menunjukan ini dilakukan di 3 rumah ini terdiri dari 56 percontohan ini
2021 in critically potensial vitamin sakit di Hubei, Cina. pasien covid-19 menunjukkan bahwa
ill COVID-19 C dosis tinggi Pasien dengan kritis yang HDIVC gagal
patients secara kritis konfirmasi berat akut akhirnya direkrut meningkatkan
pasien COVID-19 Pernafasan sindroma karena kontrol IMVFD28, tetapi
yang sakit virus corona 2 (SARS- awal wabah. Di mungkin
CoV-2) infeksi di ICU sana tidak ada menunjukkan
adalah ditugaskan secara perbedaan dalam manfaat yang
acak di sebagai rasio 1:1 IMVFD28 antara potensial
untuk baik Dosis Tinggi dua kelompok dalam oksigenasi
Intravena Vitamin C (26,0 [9.0–28.0] untuk kritis
(HDIVC). pada HDIVC vs pasien yang sakit
HDIVC kelompok 22,0 [8.50–28.0] dengan COVID-19
diterima 12 gr dari pada kontrol, p meningkatkan
Vitamin C/50 ml setiap = 0,57). HDIVC PaO2/FiO2
12 H untuk 7 hari pada gagal mengurangi bahkan meskipun.
tingkat dari 12 ml/jam, mortalitas 28 hari
dan kelompok plasebo (P = 0,27).
diterima bakteriostatik Selama masa
air untuk di injeksi pengobatan 7
bagian yang sama dalam hari, pasien dalam
48 hari kedatangan kelompok
masuk ruangan ICU. HDIVC memiliki
Hasil bebas dari ventilasi peningkatan yang
mekanis hari dalam 28 stabil pada
hari. Sekunder hasil PaO2/FiO2 (hari
adalah kematian 28 hari, 7: 229 vs. 151
organ kegagalan (Urutan mmHg, 95% CI
Penilaian Kegagalan 33 hingga 122, P
Organ (SOFA) skor) dan = 0,01), yang
perkembangan tidak diamati
peradangan (interleukin- pada Kelompok
6 kontrol. IL-6 pada
kelompok
HDIVC lebih
rendah
dibandingkan
dengan kelompok
kontrol (19,42 vs
158,00; 95% CI -
301,72ke -29,79;
P = 0,04) pada
hari ke 7.
8 Rawat, Roy, Vitamin C and Untuk melihat Meta-analisis uji coba Mortalitas (RR Tidak ada manfaat
Maitra, COVID-19 pengaruh terkontrol secara acak 0,73, 95% CI 0,42 signifikan yang
Gulati et al, treatment: A pemberian (RCT) yang menyelidiki hingga 1,27; I 2 dicatat dengan
2021 systematic review vitamin C pada peran suplementasi ¼ 0%; P ¼ 0,27), pemberian vitamin
and metaanalysis of COVID-19. vitamin C lama rawat di C pada COVID-19.
randomized dalam COVID-19 ICU [SMD 0,29, RCT yang dirancang
controlled trials dilakukan. 95% CI -0,05 dengan baik
hingga 2 0,63; dengan kelompok
Saya ¼ 0%; P ¼ kontrol standar
0,09), lama rawat diperlukan pada
inap di rumah aspek ini.
sakit (SMD -0,23,
95% CI -1,04
hingga 0,58; I
2 ¼ 92%; P
¼ 0,57) dan
kebutuhan akan
ventilasi mekanis
invasif (Rasio
Risiko 0,93, 95%
CI 0,61 hingga
1,44; I 2 ¼ 0%; P
¼ 0,76). Lebih
jauh analisis sub-
kelompok
berdasarkan
keparahan
penyakit (parah
vs tidak parah),
rute pemberian
(IV vs oral) dan
dosis (tinggi vs
rendah) gagal
menunjukkan
manfaat yang
dapat diamati.
9 Pedrosa, Nutritional risk of Untuk Pencarian literatur Ada bukti potensi Temuan dirangkum
Barros, Lais, vitamin D, vitamin memberikan dilakukan di PubMed dan peran protektif dalam ulasan ini
2021 C, zinc, and ringkasan bukti Google Scholar untuk dan terapeutik akan berkontribusi
selenium deficiency tingkat tinggi mendapatkan temuan vitamin C, D, untuk memandu
on risk and clinical pada hasil klinis cross sectional seng, dan intervensi dalam
outcomes of yang terkait dan studi eksperimental selenium pada praktik klinis atau
COVID-19: A dengan risiko gizi pada manusia. Pencarian COVID-19. dalam studi klinis di
narrative review mikronutrien ini menghasilkan total 1212 masa depan.
diamati pada laporan termasuk semua
pasien dengan nutrisi, tetapi hanya 85
COVID-19. yang dimasukkan sesuai
dengan kriteria
kelayakan. Terlepas dari
keragaman studi
dan kurangnya uji klinis
acak dan kohort
prospektif.
10 Arvinte, Serum Levels of Tujuan dari studi Studi percontohan ini Dari 21 pasien Studi percontohan
Singh, Marik, Vitamin C and percontohan ini mencakup semua 21 COVID-19 yang kami menemukan
2020 Vitamin D in a adalah untuk pasien COVID-19 yang sakit kritis (15 kadar serum vitamin
Cohort of Critically mengukur kadar sakit kritis yang dirawat laki-laki dan 6 C dan vitamin D
Ill COVID19 vitamin C dan di rumah sakit pada Mei perempuan, 17 yang rendah di
Patients of a North vitamin D serum 2020 di ICU North Hispanik dan 4 sebagian besar ICU
American dalam kohort Suburban Medical Kaukasia, dengan COVID-19 kami
Community Hospital pasien Center, Thornton, usia rata-rata 61 yang sakit kritis
Intensive Care Unit dengan penyakit Colorado, yang dalam tahun pasien. Usia yang
in kritis COVID-19 perawatannya peneliti tahun, kisaran 20- lebih tua dan tingkat
May 2020: A Pilot di ICU rumah utama (C.A.) terlibat. 94), ada 11 yang vitamin C yang
Study sakit Kami mengukur selamat. rendah muncul
kadar vitamin C dan Kadar vitamin C sebagai faktor risiko
vitamin D serum pasien, dan vitamin D yang saling terkait
dan faktor risiko standar serum rendah untuk kematian.
seperti usia, BMI, pada sebagian Banyak juga yang
HbA1c, dan status besar pasien ICU resisten terhadap
merokok. COVID-19 kami insulin
Variabel dalam yang sakit kritis. atau diabetes,
penelitian ini diukur Usia yang lebih kelebihan berat
menggunakan statistik tua dan tingkat badan atau obesitas,
deskriptif. vitamin C yang yang dikenal sebagai
rendah muncul faktor risiko
sebagai faktor independen untuk
risiko yang saling kadar vitamin C dan
bergantung untuk vitamin D yang
kematian akibat rendah,
COVID-19 dalam dan untuk COVID-
sampel kami. 19.
Resistensi insulin
dan obesitas
lazim terjadi pada
kelompok kecil
kami, tetapi
merokok tidak.

11 Burugu, Activities of Serum Melihat Aktivitas Sebuah studi Sebanyak 50 Aktivitas serum
Kandi, Ferritin and Serum Ferritin observasional prospektif, pasien COVID-19 ferritin meningkat
Kutikuppala, Treatment dan Perawatannya prospektif, tunggal dilibatkan dalam tajam pada pasien
Suvvari, Outcomes Among pada Pasien dilakukan di antara penelitian ini. COVID-19 yang
2020 COVID-19 Patients COVID-19 yang pasien yang terinfeksi Usia rata-rata tidak dapat bertahan
Treated Diobati SARS-CoV-2 dari adalah 41,70 hidup sebagai
With Vitamin C and Dengan Vitamin Juli 2020 hingga Agustus tahun. Tingkat dibandingkan
Dexamethasone: An C dan 2020. Diagnosis pemulihan dengan pasien yang
Uncontrolled Single- Dexamethasone: dikonfirmasi oleh reaksi (94%) sangat akhirnya sembuh
Center Observational An berantai polimerase tinggi dan dari infeksi.
Study waktu nyata (RT-PCR) merupakan
dan computed pertanda baik
tomography (CT) pengobatan
pencitraan paru-paru. COVID 19
Kadar feritin serum dengan vitamin C
dibandingkan dengan dan deksametason
pengobatan sebagai
hasil pasien positif modalitas kunci.
COVID-19 yang diobati Rata-rata kadar
dengan deksametason feritin serum di
dan vitamin C. antara pasien
yang sembuh dan
yang kedaluwarsa
adalah 478,81
ng/ml dan
1410 ng/ml,
masing-masing.
12 Kamel, Evaluation of the Untuk Studi seri kasus yang Hasil penelitian Acak klinis
Abdelseed, Effect of Zinc, mengevaluasi dilakukan pada dua puluh dimana Normal uji coba diperlukan
Albalawi, Quercetin, keamanan dan dua pasien yang Antara semua di itu masa depan ke
Aslsalameen, Bromelain and kemanjuran dari dikonfirmasi terinfeksi Termasuk pasien memastikan itu
et al, 2020 Vitamin C on suplemen SARS-CoV-2 sebelum kemanjuran dari
COVID-19 Patients kombinasi dan terdiagnosis COVID- dan setelah kuersetin,
quercetin, 19. Pasien dalam Memukau bromelain,
bromelain, seng, penelitian ini telah kuersetin, seng dan vitamin C
dan asam menggunakan quercetin bromelain, seng kombinasi.
askorbat pada 800 mg, bromelain 165 dan askorbat
pasien COVID19. mg, zinc acetate 50 mg AC id suplemen
dan asam askorbat 1 g (nilai-P > 0,05.
sekali sehari sebagai kuersetin
suplemen selama 3 800 mg,
sampai 5 hari selama bromelain
infeksi SARS-CoV-2. 165 mg, zeng
asetat
50 mg dan
askorbat
AC id 1 G Sekali
sehari-hari
suplemen
adalah aman
untuk pasien
terjangkit
dengan SARS-
CoV-2 dan boleh
mencegah
miskin prognosa.
13 Tshimwanga, Using Vitamin C as Untuk Kami melakukan Efektivitasnya Saat ini
Tamuzi, Pre-Exposure mengetahui pencarian elektronik di dari vitamin C studi berhasil
Mgori, Prophylaxis and penggunaan pubmed, central dan ke memperbaiki bukan
Kamangu, Treatment to vitamin C sebagai google sarjana dengan respon imun menunjukkan
2020 Strengthen profilaksis dan mesh berikut dan kata antara kemanjuran vitamin
the Immune System perawatan untuk kunci: “vitamin c atau SARS-CoV C dalam
against COVID-19: memperkuat Askorbat atau asam, pasien. Namun, meningkatkan hasil
A Review of Current sistem kekebalan askorbat atau L asam tiga peran SARS lebih khusus
Literature terhadap covid-19 askorbat atau sodium percobaan yang pada tahap SARS
askorbat” dan “sars atau sedang yang parah dan kritis
mers atau Sars-cov atau berlangsung dan tidak ada bukti
mers-cov atau covid-19" boleh menjadi tentang stadium
dan "sistem kekebalan substansial untuk ringan dan sedang.
atau respons imun atau menjelaskan Namun, dua uji
sel penghasil antibodi efeknya vitamin klinis yang sedang
atau pembentukan C di antara berlangsung dapat
antibody Atau imunitas populasi spesifik memperjelas peran
atau Kekebalan, Seluler ini. vitamin C pada
atau Limfosit sistem kekebalan di
Transformasi". antara SARS
Desain, nilai-p pasien. Sementara
Atau 95% ci dan risiko itu, vitamin C masih
bias atau status. dapat diresepkan
untuk pasien karena
merupakan
intervensi yang
hemat biaya dan
dikaitkan dengan
lainnya
manfaat
pencegahan.

14 Zhang, Rao, High-dose vitamin C Untuk Uji klinis acak terkontrol Terdiri dari 54 Penambahan
Li, Zhu, Liu infusion for the mengetahui ini dilakukan di 3 rumah pasien COVID-19 HDIVC dapat
et al, 2020 treatment of pemberian vitam sakit di Hubei, Cina. kritis akhirnya memberikan efek
critically ill COVID- C dosis tinggi Pasien dengan direkrut. Tidak klinis protektif tanpa
19 dalam pengobatan mengkonfirmasi infeksi ada perbedaan efek samping pada
pasien covid sindrom pernafasan akut dalam IMVFD28 penyakit kritis
yang parah coronavirus 2 antara dua pasien dengan
(SARS-CoV-2) di ICU kelompok. COVID-19.
adalah ditugaskan secara Selama masa
acak dalam rasio 1:1 pengobatan 7
untuk vitamin C hari, pasien dalam
(HDIVC) dosis tinggi kelompok
intravena atau plasebo. HDIVC
Kelompok HDIVC mengalami
menerima 12 g vitamin peningkatan yang
C/50 ml setiap 12 jam stabil dalam
selama 7 hari dengan PaO2/FiO2 (hari
kecepatan 12 ml/jam, dan 7: 229 vs. 151
kelompok plasebo mmHg, 95% CI
menerima air 33 hingga 122, P 
bakteriostatik untuk = 0,01). Pasien
injeksi dengan cara yang dengan skor
sama. Hasil utamanya SOFA 3 in
adalah kelompok
hari bebas ventilasi HDIVC
mekanis invasif dalam 28 menunjukkan
hari (IMVFD28). Hasil penurunan yang
sekunder adalah 28 hari signifikan dalam
kematian, kegagalan mortalitas 28 hari
organ, dan (P = 0,05) dalam
perkembangan inflamasi. kelangsungan
hidup univariat
analisis. IL-6
pada kelompok
VC lebih rendah
dibandingkan
dengan kelompok
plasebo (19,42 vs
158,00; 95% CI -
301,72
ke -29,79; P = 
0,04) pada hari ke
7.
15 Zhao, Ling, Beneficial aspects of Untuk Pasien COVID-19 Secara total, dua HDIVC mungkin
Li, Peng et high dose mengetahui dirawat di Pusat Klinik belas pasien yang bermanfaat dalam
al, 2020 intravenous vitamin manfaat dari Kesehatan Masyarakat terdaftar termasuk aspek respon
C on patients vitamin C Shanghai mulai 22 enam parah [usia inflamasi, kekebalan
with COVID-19 intravena dosis Januari 2020 rata-rata, 56; jarak dan organ
pneumonia in severe tinggi pada pasien hingga 11 April 2020 interkuartil fungsi untuk
condition: a dengan digulir secara (IQR), 32-65 memperparah pasien
retrospective pneumonia retrospektif. Pasien yang tahun, 3 pria] dan COVID-19. Uji
case series study COVID-19 terdaftar adalah mereka enam pasien kritis klinis lebih lanjut
dengan diagnosis yang (usia rata-rata, 63; diperlukan.
dikonfirmasi dari IQR, 60-82 tahun,
pneumonia COVID-19 4 pria). Dosis
parah atau kritis, yang vitamin C
menerima HDIVC dalam [median (IQR),
waktu 24 jam setelah mg/kg (berat
penyakit bertambah badan)/hari]
parah. adalah [162,7
Hasil klinis utama (71,1-328,6)]
diperoleh dari 3-5 hari untuk parah dan
(hari 3) dan 7-10 hari [178.6
(hari 7) setelah HDIVC (133.3-350.6)]
dibandingkan untuk pasien
dengan yang sebelum kritis. Dengan
(hari 0) HDIVC. model persamaan
estimasi umum
(GEE), protein C-
reaktif (CRP)
ditemukan
menurun secara
signifikan dari
hari ke 0 sampai 3
dan 7 (parah:
59,01±37,9,
12,36±22,12,
8,95±20.4;
Kritis :
92,5±41,21,
33,9±30,2,
59,56±41,4
mg/L). Jumlah
limfosit dan sel T
CD4+ pada
pasien yang parah
mencapai tingkat
normal sejak hari
ke-3. Tren
peningkatan
serupa diamati
untuk PaO2/FiO2
(parah:
209,3±111,7,
313,4±146,
423,3±140,8;
kritis:
119,9±52,7,
201,8±86,64,
190,5±51,99) dan
organ berurutan
skor penilaian
kegagalan (berat:
2.83±1.72,
1.33±1.63,
0.67±1.03; kritis:
6.67±2.34,
4.17±2.32,
3.83±2.56).
Efek peningkatan
yang lebih baik
diamati pada
pasien yang parah
daripada pasien
kritis setelah
HDIVC.
4.1.2 Analisis Pembahasan Studi
Berdasarkan hasil penelitian yang di laporkan pada jurnal diatas, didapatkan
bahwa pengaruh vitamin C terhadap daya tahan tubuh pada kejadian covid-19
adalah berfungsi sebagai antioksidan dan berperan utama sebagai kofaktor dan
modulator berbagai jalur sistem imun (Rawat et al, 2021). Vitamin C juga
berperan sebagai antiinflamasi, antitrombotik, antivirus, dan imunomodulator
serta berperan dalam kekebalan bawaan dan adaptif (Zhang et al, 2020).
Vitamin C tidak dapat disintesis oleh manusia dan primata lainnya, sehingga
harus diperoleh dari makanan. Makanan atau suplemen secara oral merupakan
rute awal dan jalur yang sehat mendapatkan melalui diet. Penyerapan dan
eliminasi sangat bergantung pada dosis, dan beberapa organ memiliki mekanisme
yang bergantung pada konsentrasi, mempertahankan konsentrasi tinggi tingkat
selama masa pasokan yang tidak memadai dengan mengorbankan lainnya organ.
Homeostasis vitamin C dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk polimorfisme
genetik, lingkungan dan gaya hidup faktor seperti merokok dan diet, serta
penyakit. Peran biologis vitamin C terkait dengan bentuk tereduksinya, askorbat,
dan bertindak dalam sintesis dan metabolisme sel vital senyawa, aktivitas
antioksidan dan fungsi kekebalan tubuh (Erol, 2020).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Vitamin C
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang
larut dalam air (aqueous antioxidant). Vitamin C merupakan bagian dari
sistem pertahan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma
dan sel. Vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13
dan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C mudah teroksidasi secara
reversible membentuk asam dehidro L-asam askorbat dan kehilangan 2
aton hydrogen. Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting
bagi kesehatan manusia. Memberikan perlindungan antioksidan plasma
lipid dan diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh termasuk (leukosit,
fagositosis dan kemotaksis), penekanan replikasi virus dan produksi
interferon (Mitmesser dkk, 2016).
Vitamin C adalah nutrisi penting yang tidak dapat disintesis oleh
manusia. Vitamin C memiliki banyak kontribusi terhadap sistem imun
(imun innate dan adaptif). Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan
yang mampu menyumbangkan elektron, sehingga melindungi
biomolekul penting yang rusak oleh oksidan hasil metabolisme tubuh,
paparan racun dan polutan. Vitamin C juga merupakan kofaktor untuk
biosentesis, gen pengatur dan enzim dioksigenase. Vitamin ini sudah
lama dikenal sebagai kofaktor untuk lisis dan prolyl hidroksilase.
Vitamin C meningkatkan colagen, carnitine, catecholamines, amidated
peptides dan menurunkan hypoxia-inducible factor, dna methylation
dan histone methylation (Cheng, 2020).
a. Farmakologi Vitamin C
Konsentrasi vitamin C dalam plasma dan jaringan dikontrol
oleh tiga mekanisme, yaitu absorpsi, transportasi jaringan dan
reabsoprsi beserta eksresi ginjal. Vitamin C diabsorpsi melalui
saluran cerna. Vitamin C dalam darah sangat mudah dioksidasi
menjadi dehidroaskorbat. Vitamin C menyumbangkan elektron ke
substrat, sementara vitamin C teroksidasi menjadi radikal ascorbyl.
Dua molekul radikal bebas ascorbyl dapat terurai menjadi 1 molekul
askorbat dan 1 molekul asam dehydroascorbic (Lykkesfeldt dkk,
2019).
Vitamin C dibawa oleh sodium vitamin C co-transporter
(SVCT). Vitamin C masuk ke mitokondria dalam bentuk
dehidroaskorbat. Dehidroaskorbat yang diangkut berkurang di
mitokondria. Dehidroaskorbat juga direduksi kembali menjadi
askorbat oleh dehidroaskorbat reduktase dan pengurangan
glutathione. Askorbat keluar dari mitokondria. Langkah-langkah
terakhir sintesis askorbat terjadi di endoplasma retikulum (Erol,
2020).
Vitamin C secara spontan teroksidasi baik intraseluler dan
ekstraseluler menjadi bentuk yang tidak aktif secara biologis.
Distribusi vitamin C keseluruh tubuh sangat baik, dengan kadar
tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot. Jaringan spesifik
mengkontrol penyerapan vitamin C, distribusi jaringan, dan ekskresi
oleh transpor aktif melalui SVCT1 dan SVCT2. SVCT2 berfungsi
sebagai distribusi ke jaringan (Carr AC dan Maggini, 2017).
Akumulasi vitamin C terjadi melalui transportasi askorbat
teroksidasi, asam dehidroaskorbat dan diikuti oleh pengurangan
intraselulernya. SVCT1 memediasi penyerapan vitamin C pada
ginjal. Persediaan tubuh sebagian besar di cotex ginjal. Vitamin C
diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan garam sulfat jika
kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal. Ekskresi
berlangsung sebagai metabolit dehidronya dan sedikit sebagai asam
oksalat (Kemenkes, 2020).
Vitamin C berfungsi sebagai donor elektron untuk berbagai
enzim yang mengkatalisis biosintesis karnitin dan norepinefrin,
peptida hormone amidation, dan metabolisme tirosin. Hidroksilasi
yang dimediasi askorbat dari hipoksia inducible factor 1a (HIF- 1a)
mengatur transkripsi beberapa gen yang mengkode protein yang
terlibat dalam homeostasis besi, angiogenesis dan proliferasi sel.
Vitamin C memodulasi vasorelaksasi dengan meningkatkan sintesis
NO atau bioavailabilitas (Erol, 2020).
Vitamin C terkonsentrasi dalam leukosit, limfosit, dan
makrofag. Vitamin C juga meningkatkan chemotaxis, aktivitas
fagositik neutrofil dan kematian oksidatif. Proliferasi limfosit juga
dipercepat oleh vitamin C. Vitamin C juga mendaur ulang
tetrahydrobiopterin dari bentuknya yang teroksidasi, sehingga
mempertahankan aktivitas enzim, Tetrahydrobiopterin adalah
kofaktor untuk aktivitas Endothelial NO synthase (eNOS). Vitamin
C juga bertindak sebagai kofaktor untuk sejumlah biosintesis dan
gen pengatur gen dan enzim dioksigenase, menunjukkan efek
modulasi kekebalan (Boretti., 2020).
Peran lain vitamin C dalam fungsi vaskular termasuk
memodulasi penghalang sel endotel dan mengatur aktivitas NADPH
oksidase (NOX) yang terlibat dalam respons gen inflamasi. Vitamin
C juga dapat meregenerasi vitamin E (α-tokoferol) dari bentuk
teroksidasi (α-tokoferheril radikal), memungkinkan vitamin C untuk
secara tidak langsung menghambat peroksidasi lipid. Vitamin C
adalah antioksidan yang kuat, sehingga dapat membersihkan radikal
bebas dan mengembalikan antioksidan seluler lainnya.
b. Fungsi Vitamin C
Ada beberapa fungsi vitamin C terdiri dari :
1) Fungsi kekebalan vitamin C dan efek antimikroba
Vitamin C memiliki beberapa fungsi yang membuatnya menjadi
mikromineral penting bagi manusia. Vitamin C mendukung
beberapa fungsi seluler dari sistem imun adaptif dan bawaan dan
berkontribusi pada pertahanan imun. Vitamin C adalah kofaktor
untuk keluarga enzim biosintetik dan pengatur gen. Vitamin C juga
merupakan antioksidan kuat yang mendorong aktivitas pemulungan
kulit dan mendukung fungsi penghalang epitel melawan patogen
dengan melindungi organisme manusia terhadap stres oksidatif.
Vitamin C berkontribusi pada penghancuran mikroba dengan
terakumulasi dalam sel fagositik dan dapat meningkatkan
pembentukan oksigen reaktif spesies, serta kemotaksis dan
fagositosis. (Hemilä, 2017).
Demikian juga, defisiensi vitamin C menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi karena gangguan kekebalan. Di satu sisi,
kebutuhan metabolisme, serta peningkatan peradangan akibat
penyakit, memiliki dampak besar pada kadar Vitamin C. Di sisi lain,
pencegahan dan pengobatan infeksi sistemik dan pernapasan
tampaknya ditingkatkan dengan suplementasi dengan Vitamin C.
Oleh karena itu, untuk pencegahan infeksi dan optimalisasi vitamin
C pada tingkat sel dan jaringan, penting untuk memiliki pola makan
yang cukup vitamin C pemasukan, berarti 100-200 mg/hari.
2) Mengobati SARS dan MERS dengan vitamin C
Pengobatan dengan vitamin C dapat mempercepat pemulihan
pneumonia dan mengubah saluran pernapasan bagian bawah infeksi.
Selain itu, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa proliferasi
limfosit T, fungsi fagosit, ekspresi gen molekul adhesi monosit, dan
produksi interferon dipengaruhi oleh vitamin C. Namun, mekanisme
dimana vitamin C mempengaruhi sistem kekebalan tidak jelas dan
kurang dipahami. Penelitian tambahan harus dilakukan untuk
memperjelas data dalam literatur, mengetahui bahwa vitamin C
adalah antioksidan yang kuat dan efisien dan juga biaya efektif,
ketika pada sekaligus bisa juga berperilaku baik sebagai radikal
pemicu memproduksi berbahaya biokimia dalam hidup organisme.
4.2.2 Pengaruh Usia dengan vitamin C Kejadian Covid-19
Suplemen yang mengandung Vitamin C ini secara usia terlihat
paling banyak pada rentang usia remaja Akhir yaitu usia 17-25 tahun
sebanyak 49,5%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
putu udayana antari tahun 2021 dalam penelitian Korelasi Pemahaman
Covid-19 dan Penggunaan Suplemen yang terlihat sebanyak 92
Responden dengan usia 17-25 tahun (Antari et al, 2020). Serangkaian
kasus pasien berisiko tinggi dengan usia lanjut dan beberapa penyakit
penyerta yang dites positif COVID 19 dan diobati dengan vitamin C
selain pengobatan standar untuk COVID-19. Pasien memiliki
kebutuhan oksigen yang relatif tinggi dengan FiO2 rata-rata 67% ± 25%
sebelum perawatan. Faktanya, hipertensi dikaitkan dengan kebutuhan
ventilasi mekanis sementara usia dan persyaratan FiO2 pasca perawatan
secara signifikan terkait dengan mortalitas rawat inap, yang semuanya
konsisten dengan penelitian terbaru.
Menurut Zunyou, (2020) Sebagian besar pasien kasus berusia 30
hingga 79 tahun (87%), 1% berusia 9 tahun atau lebih muda, 1%
berusia 10 hingga 19 tahun, dan 3% berusia 80 tahun atau lebih.
Sebagian besar kasus didiagnosis di Provinsi Hubei (75%) dan paling
banyak melaporkan paparan terkait Wuhan (86%; yaitu, penduduk atau
pengunjung Wuhan atau kontak dekat dengan penduduk atau
pengunjung Wuhan). Sebagian besar kasus diklasifikasikan sebagai
ringan (81%; yaitu, nonpneumonia dan pneumonia ringan). Namun,
14% parah (yaitu, dispnea, frekuensi pernapasan 30/menit, saturasi
oksigen darah 93%, tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi rasio
oksigen inspirasi <300, dan/atau infiltrat paru >50% dalam 24 hingga
48 jam). ), dan 5% kritis (yaitu, kegagalan pernapasan, syok septik,
dan/atau disfungsi atau kegagalan organ multipel)
Hal ini menjadi sangat wajar bila mengingat usia ini adalah
termasuk kedalam usia produktif dan pada umumnya memiliki daya
ingat dan daya tangkap yang baik serta memiliki kedawasaan dalam
berfikir. Pada kelompok usia ini merupakan kelompok usia produktif
yang memiliki mobilitas tinggi sehingga membutuhkan suplemen
vitamin untuk menunjang aktivitasnya (Wulandari, 2014).
Sementara penggunaan vitamin C IV mungkin aman dan layak
pada pasien dengan COVID-19 dengan penyakit sedang hingga berat,
peneliti menduga bahwa efek pada kematian dan kebutuhan akan
ventilasi mekanis mungkin paling sederhana. Studi acak atau terkontrol
lebih lanjut harus bertujuan untuk mengklarifikasi kemungkinan peran
Vitamin C pada COVID-19 yang parah. 
4.2.3 Pengaruh Berat Badan dengan vitamin C Kejadian Covid-19
Pada penderita covid-19 yang memiliki berat badan tidak
terkontrol juga didapatkan kemungkinan defisiensi vitamin C. Suatu
penelitian menggunakan tikus yang diinfeksi dengan virus H1N1,
pemberian suplemen vitamin C dapat meningkatkan produksi interferon
c (IFN-c) oleh natural killer (NK) cells dan mengurangi infeksi virus.
Hasil pengamatan yang sama didapatkan pada peripheral blood
mononuclear cells (PBMCs) yang distimulasi in vitro dengan H1N1,
dengan adanya peningkatan ekspresi CD 25 dan CD 69. CD 25 adalah
rantai alfa dari interleukin 2 (IL-2) yang berperan penting dalam
perkembangan dan keberadaan Treg. CD69 yang merupakan penanda
awal aktivasi yang dihasilkan oleh (tissue-resident memory) TRM sel T
pada sebagian besar jaringan dan dapat diinduksi oleh pengenalan
antigen atau cytokine signaling (Kim et al, 2016). Karena itu, defisiensi
vitamin C juga dapat menyebabkan gangguan pada sistim pertahanan
tubuh.
Status nutrisi seseorang tidak hanya mempengaruhi respon imun
dan homeostasis, tetapi juga mikrobiota ususnya. Beberapa penelitian
mengungkapkan adanya hubungan antara obesitas dengan gangguan
mikrobiota usus pada anak-anak dan orang dewasa. Ada yang
menyatakan adanya peningkatan mikrobiota Firmicutes dan penurunan
Bacteroidetes pada sampel feses, juga peningkatan produksi short-chain
fatty acid (SCFA) pada anak-anak obese dibandingkan dengan anak-
anak dengan berat badan normal (Riva et al, 2017). Ada juga penelitian
yang menyatakan tidak adanya perbedaan tersebut, namun pada level
genus beberapa bakteri filum Firmicutes (Faecalibacterium,
Phascolarctobacterium, Lachnospira, Megamonas) secara signifikan
lebih banyakpada kelompok anak-anak obese dibandingkan dengan
kelompok ana-anak dengan berat badan normal (Chen et al, 2020).
Perubahan pola makan saat pandemi COVID-19 karena terbatasnya
ketersediaan dan akses terhadap jenis bahan makanan tertentu, dapat
menyebabkan perubahan mikrobiota. Perubahan mikrobiota dapat
mempengaruhi absorbsi nutrisi dan respon imun terhadap infeksi
SARS-CoV-2.
Pengaruh berat badan pasien sangat berpengaruh pada proses
penyumbuhan dimana, Jaringan adiposa yang terakumulasi pada
obesitas, kaya akan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2)
yang berperan sebagai port of entry untuk SARS-CoV-2 ke dalam sel
manusia, sehingga hal ini dapat mengarah pada terjadinya viral load
yang lebih besar dan viremia berkepanjangan. Banyaknya jaringan
adiposa pada organ visceral dapat mengakibatkan efflux dari
proinflammatory cytokines. Hal ini mempengaruhi proses seluler
sistemik dan berkaitan dengan inflamasi yang pada beberapa kasus
menyebabkan “cytokine storm” pada COVID-19. Peningkatan pro-
inflammatory cytokines dan penurunan kadar adiponektin dalam
sirkulasi orang dengan obesitas, dapat mengganggu struktur jaringan
limfoid, merubah komposisi populasi leukosit dan fenotip infalamsi,
dan pada akhirnya mengganggu respon imunologi terhadap infeksi,
termasuk infeksi SARS-CoV-2. Respon imunologi sel B dan sel T juga
terganggu pada orang dengan obesitas, sehingga mengakibatkan
peningkatan kerentanan dan keterlambatan proses penyembuhan infeksi
virus. Kesemua hal ini menurunkan efektivitas vaksin pada orang
dengan obesitas (Dicker et al, 2020).
Kebutuhan energi pasien dapat dinilai dari usia, berat badan dan
tinggi badan pasien. Selain itu, kebutuhan energi pasien bergantung
pada keparahan penyakitnya. Bila tidak dapat menilai total kebutuhan
harian pasien dengan cara yang biasa dilakukan pada orang sehat maka
beberapa poin di bawah dapat menjadi alternatif untuk menghitung
kebutuhan energinya : 27 kkal/kgBB/hari untuk pasien polimorbid
berusia >65 tahun, 30 kkal/kgBB/hari untuk pasien polimorbid yang
severely underweight dan 30 kkal/kgBB/hari untuk pasien lansia
disesuaikan dengan kondisi individu berdasar atas status gizi, tingkat
aktivitas fisik, dan penyakit. Target 30 kkal/kgBB/hari pada pasien
yang sangat kekurangan berat badan dapat dicapai dengan hati-hati dan
perlahan-lahan, karena populasi ini adalah populasi risiko tinggi dalam
sindrom refeeding. Sindrom refeeding adalah gangguan metabolisme
yang terjadi sebagai akibat dari penggantian nutrisi pada orang yang
kelaparan, kurang gizi, atau stres metabolik karena penyakit yang parah
(Laurence et al, 2020).
4.2.4 Pengaruh Status Gizi dengan vitamin C Kejadian Covid-19
Fungsi kekebalan tubuh disarankan memakan maka nan yang
sehat dengan gizi seimbang yang kaya akan buah dan sayuran
berwarna. Saran khusus untuk lansia adalah meningkatkan konsumsi
vitamin C (200 mg--2 g/hari), vitamin E (134--800 mg/hari), Seng (30--
220 mg/hari), dan vitamin D (10--100 µg/hari) untuk mereka yang
memiliki kadar vitamin D rendah. Penelitian pada orang dewasa
ternyata zat gizi ini terbukti meningkatkan kekebalan sel T dan sel B
(antibodi). Belum ada bukti jelas bahwa intervensi diet seperti itu dapat
membantu melindungi diri terhadap infeksi COVID-19, atau bahkan
mengurangi kerusakannya. Walaupun begitu, mempromosikan zat gizi
yang sudah terbukti baik bagi kesehatan dan sistem kekebalan tubuh
sebelum, selama dan setelah infeksi covid-19 tetap diperlukan. (Wang
et al, 2019).
Selain penanganan penderita COVID-19, pencegahan COVID-
19 dari segi gizi perlu diupayakan. Dalam upaya pencegahan ini
diperlukan pertahanan tubuh yang optimal. Pertahanan tubuh yang
optimal ini salah satunya dapat diperoleh dengan memiliki indeks
massa tubuh yang normal, dibanding dengan kekurangan atau kelebihan
berat badan. Indeks massa tubuh yang tinggi (kelebihan berat badan
atau obesitas) dilaporkan memiliki prognosis buruk pada pasien
komorbid COVID-19.
Zat gizi tersebut diperlukan guna mempertahankan sistem
metabolisme tubuh dalam perannya sebagai penghasil tenaga,
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, perkembangan otak serta
produktivitas kerja dan perlu dikonsumsi dalam jumlah cukup sesuai
kebutuhan. Pola makan seimbang berguna untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan. WHO telah memberikan
rekomendasi menu gizi seimbang di tengah pandemi COVID-19 dan
menekankan fokus pada asupan protein untuk membuat pondasi daya
tahan tubuh yang kuat (building block). Salah satu pesan gizi dari WHO
ialah membiasakan konsumsi lauk pauk dengan protein tinggi (Akbar &
Aidha, 2020).
Gizi yang baik bukan hanya menjaga tubuh dengan
meningkatkan imun menghadapi penyakit, tetapi juga mempercepat
proses perawatan atau penyembuhan di rumah sakit.Sudah banyak
penelitan yang dilakukan bahwa pasien yang mendapatkan terapi gizi
selama dirawat memiliki tanda klinis yang bagus, komplikasi lebih
sedikit, angka mortalitas rendah dan mempersingkat waktu rawat inap
sehingga mengurangi biaya rumah sakit. Gambaran umum pasien
COVID-19 adalah demam dan peradangan. Penderita COVID-19
memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi daripada orang normal.
Meskipun begitu, memenuhi kebutuhan energi pasien ini tidak mudah.
Berbagai alasan seperti nafsu makan yang buruk, asupan energi yang
tidak adekuat di rumah sakit, dan gangguan terapeutik adalah hal yang
biasa dialami pasien rawat inap. (Pradelli et al, 2012).
Asupan gizi kurang berkaitan erat dengan terjadinya komplikasi,
waktu rawat inap, dan waktu penggunaan ventilator. Oleh karena itu,
menjaga keseimbangan energi pasien COVID-19 sangat penting. Terapi
gizi dapat memperbaiki kondisi klinis, mendukung pengobatan,
mempersingkat masa tinggal di rumah sakit, dan mengurangi
komplikasi serta kematian. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
perawatan gizi dapat menghemat biaya medis untuk pasien dengan
sepsis, tumor gastrointestinal, infeksi nosokomial, komplikasi bedah,
dan pankreatitis (Tyler et al., 2020).
4.2.5 Pengaruh Vitamin C Terhadap Daya Tahan Tubuh pada Kejadian
Covid-19
Pemberian intravena vitamin C sangat bagus dan diterapkan pada
kasus COVID-19. Kerusakan paru hal yang harus diwaspadai dalam
pemulihan pasien COVID-19, karena membutuhkan respons imun yang
baik, maka dibutuhkan terapi untuk meningkatkan respons imun.11
Vitamin C memiliki aktivitas klinis dalam melawan virus. Vitamin C
sebagai imunomodulasi pada pasien dengan infeksi virus dan
meningkatkan produksi interferon dan mengatur sintesis sitokin
proinflamasi (Boretti et al, 2020).
Vitamin C dalam tubuh menurun dalam kasus COVID-19 yang
disebabkan oleh sitokin inflamasi dan peningkatan konsumsi vitamin C
pada sel somatik (Susilo et al, 2020). Dalam meta-analisis dengan 29
uji coba terkontrol dengan 11.306 peserta yang diberikan asupan
vitamin C 1 gram/hari tidak dapat mencegah Infeksi Saluran Nafas Atas
(ISPA). Namun, dari hasil uji coba yang sama, Vitamin C dapat
memperpendek dan mengurangi ISPA. Pada frekuensi dan gejala ISPA
yang ringan, maka vitamin C memberikan dampak yang sedikit dan
dosis profilaksis vitamin C tidak berguna jika keadaan normal (Liu,
2020).
Pada COVID-19 kerusakan sel terjadi karena peningkatan
oxidative stress dan mengakibatkan kegagalan organ. ARDS merupakan
penyebab utama oxidative stress pada pasien COVID-19, karena
mengakibatkan radikal bebas dan stikon meningkat. Vaksin dan
antivirus yang tepat masih belum ditemukan, maka pemberian obat
suportif dan antioksidan memiliki peran penting dalam kasus COVID-
19.
Di pertahanan imunologis, vitamin C terlibat dalam fungsi
seluler sistem bawaan dan adaptif. Dalam penghalang epitel, yang
pertama garis pertahanan, bertindak dalam integritasnya dan melindungi
dari serangan bebas radikal; berkontribusi pada fungsi leukosit,
terakumulasi dalam sel fagosit (misalnya neutrofil), meningkatkan
kemotaksis, fagositosis, kematian mikroorganisme, apoptosis dan
eliminasi neutrofil di tempat infeksi. Selain itu, vitamin C tampaknya
terlibat dengan fungsi limfosit, melalui peningkatan diferensiasi dan
proliferasi sel B dan T. Juga, vitamin C memiliki efek anti-inflamasi
seperti penghambatan faktor nuklir kappa B (NF-kB) dan mengurangi
mediator pro-inflamasi, serta aktivitas antioksidan, melawan radikal
bebas dan regenerasi lainnya antioksidan (Lykkesfeldt et al, 2019)
Vitamin C (asam askorbat) berfungsi sebagai antioksidan kuat
yang larut dalam air dengan secara langsung menangkap radikal bebas
oksigen dan bertindak sebagai kofaktor esensial untuk produksi
katekolamin, vasopresin, dan kortisol dalam tubuh manusia. Vitamin C
juga ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam leukosit dan terlibat
dalam beberapa respon imun dan fungsi. Bukti yang muncul dalam
studi praklinis menunjukkan bahwa vitamin C memainkan peran
penting dalam memperbaiki efek peradangan dengan menghambat
produksi sitokin proinamasi, membantu imunoregulasi, menetralkan
spesies oksigen reaktif (ROS), dan melindungi sel inang (Koekkoek et
al, 2016). Hipovitaminosis C ada di mana-mana pada pasien yang sakit
kritis, dan sekitar 40% pasien mengalami defisiensi parah, sedangkan
kadar serum vitamin C yang rendah tidak dapat dikoreksi dengan
suplementasi oral karena masalah farmakokinetik. Dengan demikian,
vitamin C intravena dosis tinggi (HDIVC) ditambahkan ke terapi
standar pasien sakit kritis dalam penelitian terbaru, seperti sepsis,
ARDS, operasi jantung dan luka bakar (Li et al, 2018).
Vitamin C juga memiliki fungsi fisiologis pleiotropik yang
relevan terhadap COVID-19, termasuk pencegahan pembentukan
mikrotrombi dan penyumbatan kapiler, pengurangan penanda inflamasi
peningkatan (badai sitokin), pengurangan stres oksidatif dan telah
disarankan memiliki peran dalam interferon sitokin antivirus tingkat.
Beberapa penelitian telah meneliti efek vitamin C pada hasil primer dan
sekunder pasien Covid-19. Sebuah studi percontohan mengukur kadar
vitamin C serum dalam kohort pasien dengan penyakit kritis COVID-19
di unit perawatan intensif (ICU) rumah sakit. Para penulis menemukan
kadar serum vitamin C yang rendah [22,2 mmol/L (SD 18,3)] pada
sebagian besar pasien (Arvinte et al, 2020). Selain itu, kadar vitamin C
serum berkontribusi pada signifikansi usia sebagai prediktor kematian.
Keterbatasan seperti ukuran sampel terkait. Xing dkk. (2021), juga
menemukan kadar vitamin C plasma yang lebih rendah pada pasien
COVID-19 dibandingkan dengan sukarelawan sehat.
Penggunaan vitamin C secara apeutik mungkin masuk akal
untuk pasien pneumonia yang memiliki kadar vitamin C plasma
rendah. Vitamin C juga memiliki fungsi fisiologis pleiotropik yang
relevan dengan Covid-19 termasuk pencegahandan penyumbatan
kapiler, pengurangan elevasi penanda inflamasi (badai sitokin),
pengurangan stres oksidatif dan telah disarankan memiliki peran di
tingkat interferon sitokin antivirus (Horby et al, 2020).
Beberapa penelitian menyajikan serangkaian kasus pasien
berisiko tinggi dengan usia lanjut dan beberapa penyakit penyerta yang
dites positif COVID 19 dan diobati dengan vitamin C IV selain
pengobatan standar untuk COVID-19. Pasien memiliki kebutuhan
oksigen yang relatif tinggi dengan FiO2 rata-rata 67% ± 25% sebelum
perawatan. Faktanya, hipertensi dikaitkan dengan kebutuhan ventilasi
mekanis sementara usia dan persyaratan FiO2 pasca perawatan secara
signifikan terkait dengan mortalitas rawat inap, yang semuanya
konsisten dengan penelitian terbaru (Wu, 2020). Median BMI adalah
32,7, menunjukkan tingginya prevalensi obesitas pada populasi
penelitian kami, yang merupakanrisiko yang muncul faktor untuk
morbiditas dan keparahan penyakit pada Covid-19 (Stefan et al, 2020).
Organ dan sistem organ lain, seperti ginjal, tetap menjadi target
COVID-19, dan banyak jalur telah diusulkan untuk efek berbahaya
langsung dan tidak langsungnya. Vitamin C bersama dengan
kortikosteroid dan tiamin ditemukan terkait dengan penurunan risiko
disfungsi organ progresif, termasuk cedera ginjal akut, dan penurunan
angka kematian pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik.
Namun, bukti tampaknya bertentangan karena uji coba acak yang baru-
baru ini diterbitkan tidak menemukan manfaat klinis yang signifikan
(Fujii dkk, 2020). Sementara itu, literatur yang tersedia menjelaskan
bagaimana kasus Covid-19 yang parah cenderung muncul dengan
sepsis berat, ARDS, dan badai sitokin. Karena gambaran syok septik
dan badai sitokin pada penyakit Covid-19 yang parah, ada kekhawatiran
akan cedera akibat oksidatif atau radikal bebas. Karena pencegahan dan
pengelolaan stres oksidatif berpotensi dicapai melalui antioksidan dosis
besar, pendekatan ini mungkin berlaku untuk Covid-19 dengan
pemberian vitamin C. Meskipun kami tidak mengumpulkan data secara
eksplisit, penelitian lebih lanjut dapat mengklarifikasi dampak
suplementasi vitamin C pada fungsi ginjal dan perkembangan cedera
ginjal (Cheng, 2020).
Peran lain vitamin C dalam fungsi vaskular termasuk
memodulasi penghalang sel endotel dan mengatur aktivitas NADPH
oksidase (NOX) yang terlibat dalam respons gen inflamasi. Vitamin C
juga dapat meregenerasi vitamin E (α-tokoferol) dari bentuk teroksidasi
(α-tokoferheril radikal), memungkinkan vitamin C untuk secara tidak
langsung menghambat peroksidasi lipid. Vitamin C adalah antioksidan
yang kuat, sehingga dapat membersihkan radikal bebas dan
mengembalikan antioksidan seluler lainnya (Gunawan dkk, 2016).
Selain diperoleh dari suplemen, vitamin C juga bisa diperoleh dari buah
dan sayur.22 Dosis yang tepat buat orang dewasa adalah 2 gram/hari.
Suplementasi oral dengan 500 mg/hari dibutuhkan pada kasus yang
lebih ringan, tetapi terapi parenteral mungkin diperlukan pada kasus
yang berat. Asupan vitmain C yang tinggi bisa menyebabkan gagal
ginjal.
Risiko dosis tinggi bisa menyebabkan hemolisis dan batu ginjal.
Angka kecukupan gizi vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningkat
60 mg pada dewasa. Kebutuhan akan vitamin C meningkat 300-500%
pada penyakit infeksi. Efek samping penggunaan dosis tinggi bisa
menyebabkan batu ginjal oksalat dan diare (Carr AC dan Maggini,
2017). Diare disebabkan oleh iritasi pada mukosa usus yang
menyebabkan peningkatan peristaltik, sedangkan batu ginjal disebabkan
karena metabolisme dan ekskresi dalam bentuk oksalat. Dosis diatas
500 mg bisa merusak sel-DNA karena adenosin dirusak oleh
dehidroaskorbat yang bekerja sebaga prooksidan (Kominfo RI, 2020).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa oemberian terapi injeksi
intravena dengan dosis tinggi aman untuk pasien sakit kritis dan secara
signifikan mengurangi dukungan vasopresor, cedera organ terbatas,
memperpendek durasi ventilasi mekanis dan tinggal di ICU dan
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup. Selain itu, vitamin C
memiliki aktivitas antivirus nonspesifik langsung secara in vitro,
meskipun tidak jelas apakah ini memberikan perlindungan kepada
manusia dengan Covid-19 (Hemila et al, 2019).
4.2.6 Mekanisme Vitamin C Terhadap Daya Tahan Tubuh pada
Kejadian Covid-19
Mekanisme jalur intravena dari Vitamin C yang dapat
menginhibisi TNFa, IL-1ß (InterLeukin-1ß), ROS, limfosit, dan
makrofaag. Vitamin C dapat memodulasi fungsi spesifik dari neutrophil
dengan cara menghambat pembentukan Neutrofil Extracellular Trap
(NETosis) dan mengurangi produksi sitokin di alveolar space. Efek
pengurangan badai sitokin ini juga dapat dispekulasikan karena
berkurangnya limfosit dan makrofag. ROS adalah reactive oxygen
species (spesies oksigen reaktif); NFkB adalah nuclear transcription
factor kappa B (factor transkripsi kappa B); tanda ˫ adalah inhibisi;
garis putus-putus adalah pengurangan efek atau produksi; IA=Intravena
Administration=jalur intravena, IL= Inter-leukin (Cerullo, et al, 2020).
Pengobatan vitamin C dosis tinggi bertindak sebagai prooksidan
untuk sel imun, tetapi sebagai antioksidan untuk sel epitel paru.
pengobatan vitamin C dapat melindungi imunitas bawaan melalui
penghambatan sekresi laktat. Pemberian vitamin C dosis tinggi sangat
bagus pada pasien COVID-19, namun efek samping yang mungkin
timbul dalam pengobatan vitamin C dosis tinggi adalah kematian sel
osmotik dari sel imun dan menyebabkan peradangan lokal di alveolar
(Cerullo et al. (2020).
Ketika seseorang yang sudah memiliki potensi sitokin rilis
kemudian terinfeksi dengan virus COVID-19, maka sitokin rilis seolah
diaktifkan, maka terjadi pelepasan sitokin yang tidak terkendali atau
badai sitokin. Badai sitokin menciptakan peradangan yang melemahkan
pembuluh darah di paru dan dan akhirnya menciptakan masalah
sistemik yang dapat mengakibatkan kerusakan pada seluruh organ.
Badai sitokin di paru maka paru akan dipenuhi oleh cairan dan sel-sel
imun seperti makrofag yang pada akhirnya dapat menyebabkan
penyumbatan jalan napas kemudian menimbulkan sesak napas dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Sel kandungan vitamin C
intraseluler dalam imun tergantung pada ketersediaan plasma. Pada
orang dewasasehat kandungan vitamin C dalam leukosit dapat
dijenuhkan dengan asupan vitamin C minimal 100 mg per hari, melalui
makanan, memperoleh konsentrasi masing-masing sekitar 3,5 dan 1,5
mmol/L, dalam limfosit, monosit dan neutrophil (Carr & Maggini,
2017)
Oleh karena itu, pengobatan glukokortikoid intravena harus
ditambahkan untuk mengurangi kemungkinan inflamasi dari
pengobatan vitamin C dosis tinggi. Vitamin C intravena dosis tinggi 50
mg/kilogram berat badan setiap 6 jam selama 4 hari dengan glucose
restriction, lalu hidrokortison 50 mg IV setiap 6 jam selama 7 hari harus
diberikan untuk melawan peradangan yang disebabkan oleh terapi.
(Kashiouris et al, 2020).
Tanpa gejala dan gejala ringan diberikan tablet vitamin C non
acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) atau tablet isap vitamin C
500 mg/12 jam oral (selama 30 hari). Sedangakan Gejala sedang dan
gejala berat diberikan vitamin C 200–400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl
0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama
perawatan. Pemberian intravena lebih baik daripada oral karena kadar
serum yang masuk ke dalam tubuh intravena 25 kali lebih tinggi
daripada oral (Adams et al, 2020).
BAB V
PENGARUH VITAMIN C TERHADAP IMUNITAS
PADA KEJADIAN COVID-19 DAN DITINJAU
DARI KEDOKTERAN DAN ISLAM

5.1 Vitamin
Vitamin secara etimologi bermakna gabungan kata “vital” artinya
“hidup” dan amina (amin) yang mengacu pada suatu gugus organik yang
memiliki atom nitrogen (N). Vitamin pada dasarnya dibutuhkan tubuh dalam
jumlah yang tidak banyak, namun penting untuk mempertahankan kehidupan
dan kesehatan manusia. Tubuh manusia akan terganggu apabila ia
kekurangan vitamin, namun tidak boleh kelebihan vitamin juga. Jadi baik
kekurangan, maupun kelebihan masukan vitamin akan mengganggu
kesehatan badan. Vitamin merupakan nutrien organic yang dibutuhkan dalam
jumlah kecil untuk berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak
disintesis oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. (Tirtawinata,
2006 dalam Andriyani, 2019)
Vitamin yang pertama kali ditemukan adalah vitamin A dan B , dan
ternyata masing-masing larut dalam lemak dan larut dalam air. Kemudian
ditemukan lagi vitamin-vitamin yang lain yang juga bersifat larut dalam
lemak atau larut dalam air. Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air
dipakai sebagai dasar klasifikasi vitamin.Vitamin yang larut dalam air,
seluruhnya diberi symbol anggota B kompleks kecuali (vitamin C ) dan
vitamin larut dalam lemak yang baru ditemukan diberi symbol menurut abjad
(vitamin A,D,E,K).Vitamin yang larut dalam air tidak pernah dalam keadaan
toksisitas di didalam tubuh karena kelebihan vitamin ini akan dikeluarkan
melalui urin. (Triana dan Vivi, 2019)
5.1.1 Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting bagi kesehatan
manusia. Memberikan perlindungan antioksidan plasma lipid dan
diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh termasuk (leukosit, fagositosis dan
kemotaksis), penekanan replikasi virus dan produksi interferon (Duerbeck et
al, 2016). Vitamin C termasuk salah satu vitamin esensial karena manusia
tidak dapat menghasilkan vitamin C di dalam tubuh sendiri, vitamin C harus
diperoleh dari luar tubuh. (Mitmesser et al, 2016).
Dari sudut ilmu gizi, sayuran merupakan sumber mineral dan vitamin.
Dalam AlQur’an secara jelas menganjurkan agar manusia makan sayur-
mayur, sebagaimana tersurat dalam QS Yunus ayat 24: (Tirtawinata, 2006
dalam Andriyani, 2019)

ُ ˆَ‫ٱختَلَ ˆطَ بِ ِهۦ نَب‬


‫ˆات‬ َّ ‫نز ۡل ٰنَˆ هُ ِم َن‬
ۡ َ‫ٱلس ˆ َمٓا ِء ف‬ َ ‫ِإنَّ َمˆˆا َمثَ ˆ ُل ۡٱل َحيَˆ ٰˆو ِة ٱل ˆ ُّد ۡنيَا َك َمˆˆٓا ٍء َأ‬
‫ت ٱَأۡل ۡرضُ ُز ۡخ ُرفَهَˆˆا‬ ِ ‫ض ِم َّما يَ ۡأ ُكˆˆ ُل ٱلنَّاسُ َوٱَأۡل ۡن ٰ َع ُم َحتَّ ٰ ٓى ِإ َذٓا َأ َخˆˆ َذ‬ ِ ‫ٱَأۡل ۡر‬
َ ‫َوٱ َّزيَّنَ ۡت َوظَ َّن َأ ۡهلُهَˆˆٓا َأنَّهُمۡ ٰقَˆ ِدر‬
ٗ ˆَ‫ُون َعلَ ۡيهَˆˆٓا َأتَ ٰىهَˆˆٓا َأمۡ ُرنَˆˆا لَ ۡياًل َأ ۡو نَه‬
‫ˆارا‬
ِ َ‫صˆˆ ُل ٱأۡل ٓ ٰي‬
ۡ َ‫ت لِق‬
‫ˆˆو ٖم‬ ِّ َ‫ك نُف‬ َ ِ‫س َكˆˆ ٰ َذل‬
ِ ۚ ۡ‫صˆˆ ٗيدا َكˆˆ َأن لَّمۡ تَ ۡغ َن بِˆˆٱَأۡلم‬ ِ ‫فَ َج َع ۡل ٰنَهَˆˆا َح‬
َ ‫يَتَفَ َّكر‬
‫ُون‬
Artinya : “Artinya: Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu,
adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah
dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada
yang dimakan manusia dan binatang ternak.” (QS. Yunus (10) : 24)

Dari tumbuh-tumbuhan Allah menciptakan biji-bijian, sayursayuran, dan


buah-buahan sebagai makanan bagi manusia. Allah berfirman dalam QS
Abasa ayat 23-32 :

‫ض‬ َ ‫ص ˆبَ ۡبنَا ۡٱل َمˆˆٓا َء‬


َ ‫ص ˆ ٗبّا ثُ َّم َش ˆقَ ۡقنَا ٱَأۡل ۡر‬ َ ‫فَ ۡليَنظُ ِر ٱِإۡل ن ٰ َس ُن ِإلَ ٰى طَ َعˆˆا ِم ِٓۦه َأنَّا‬
‫ق ُغ ۡلبٗˆ ا‬
َ ‫ونˆ ا َونَ ۡخاٗل َو َحˆ َدٓاِئ‬
ٗ ُ‫ضˆبٗ ا َو َز ۡيت‬ ۡ َ‫َشˆ ٗقّا فََأ ۢنبَ ۡتنَˆˆا فِيهَˆˆا َح ٗبّˆ ا َو ِعنَبٗˆ ا َوق‬
ۡ‫َو ٰفَ ِكهَ ٗة َوَأ ٗبّا َّم ٰتَعٗ ا لَّ ُكمۡ َوَأِل ۡن ٰ َع ِم ُكم‬
Artinya : “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit), kemudian
Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu di sana Kami tumbuhkan biji-
bijian, dan anggur dan sayur-sayuran, dan zaitun dan pohon kurma, dan
kebun-kebun (yang) rindang, dan buah-buahan serta rerumputan. (Semua
itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu” (QS. Abasa
(80) : 24-32)
ِ ۚ ‫ˆر‬
‫ت‬ َ َ‫ˆل َوٱَأۡل ۡع ٰن‬
َ ٰ ˆ‫ب َو ِمن ُكˆˆلِّ ٱلثَّ َم‬ َ ˆ‫ˆون َوٱلنَّ ِخي‬
َ ˆُ‫ت لَ ُكم بِ ِه ٱل َّز ۡر َع َوٱل َّز ۡيت‬ ُ ِ‫ي ُۢنب‬
َ ِ‫ِإ َّن فِي ٰ َذل‬
َ ‫ك أَل ٓيَ ٗة لِّقَ ۡو ٖم يَتَفَ َّكر‬
‫ُون‬
Artinya : “Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanam-
tanaman, zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sungguh,
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang yang berpikir” (QS. An-Nahl (16): 1)

Dua ayat di atas, menunjukkan bahwa Allah telah menyediakan beragam


sumber makanan yang dikenal sebagai sumber nabati. Ajaibnya, tanah atau
sawah yang ditanami sejak zaman dulu sampai sekarang praktis tidak
pernah habis atau kehilangan unsur haranya. (Tirtawinata, 2006; Andriyani,
2019)
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat jelas – jelas menganjurkan
kepada umat manusia agar mereka mengkonsumsi buah – buahan yang
merupakan sumber vitamin salah satunya QS Al- Mu’minun ayat 19:
(Andriyani, 2019)

ٰ ۡ َ ‫فََأ‬
‫ة َو ِم ۡنهَˆˆا‬ٞ ‫ˆير‬ ٖ َ‫يˆل َوَأ ۡع ٰن‬
َ ˆِ‫ب لَّ ُكمۡ فِيهَˆا فَ ٰ َو ِكˆهُ َكث‬ ٖ ‫ت ِّمن نَّ ِخ‬
ٖ َّ‫نشˆأنَا لَ ُكم بِِۦه َجن‬
َ ُ‫تَ ۡأ ُكل‬
‫ون‬

Artinya : “Dengan itu Kami tumbuhkan untuk kamu kebunkebun kurma dan
anggur; di dalamnya kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang
banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan.” (QS. Al-
Mu’minum (23) : 19)

Sumber vitamin C adalah sayuran seperti brokoli, bayam, cabai, dan


buah seperti jambu biji, nanas, jeruk, tomat, mangga, dan kurma. Beberapa
penelitian pun mengungkapkan bahwa kandungan vitamin C yang terdapat
pada kurma cukup tinggi sehingga senyawa antioksidan dan mampu
melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas. Rasa asam disebabkan oleh
asam lain yang terdapat dalam buah bersama dengan vitamin C. Vitamin C
telah diusulkan bermanfaat dalam mencegah dan menyembuhkan flu biasa,
mengurangi kejadian kelahiran prematur dan pre-eklampsia, penurunan
risiko kanker dan penyakit jantung, dan meningkatkan kualitas hidup
dengan menghambat kebutaan dan demensia (Duerbeck dkk, 2016 ;
Mitmesser dkk, 2016).
 Buah-buah yang tumbuh di dunia dalam Al-quran (Sunardi, 2008)
1. Buah Kurma
Kurma berasal dari bahasa Persia dan Punjab.Sedangkan
bahasa Arab kurma adalah tamr, ruthb, ajwah, balh, dan nakhl. Buah
kurma adalah makanan yang mudah dicerna, diserap, dan mudah
melekat pada tubuh. Komposisi buah kurma terdiri atas 70% zat gula,
20% protein, dan 3% lemak. Buah kurma kaya akan zat garam mineral
yang menetralisasi asam, seperti kalsium, potasium (unsur kimia yang
halus dan berwarna putih), dan zat besi. Buah kurma juga
mengandung sejumlah vitamin B dan C (Sunardi, 2008; Syamil, 2013)
Rasulullah SAW pernah bersabda:

‘’Siapa pun yang pagi-pagi makan tujuh buah kurma ajwah, maka
pagi hari itu dia tidak mudah keracunan dan terserang penyakit, ’’
(HR. Muslim ).

2. Anggur
Anggur adalah bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa
India atau Persia, Angur. Sedangkan bahasa Arabnya adalah ‘inab,
karam, dan zabib.Kata ‘inab disebut di Al-Qur’ān. Dalam Al Qur’an,
Allah Subhanahu wa Ta’ala sering menyebutkan buah anggur. Buah
anggur merupakan nikmat Allah yang dianugrahkan kepada hamba
hambaNYA di dunia ini dan di akhirat kelak. Anggur termasuk buah
buahan yang sangat bagus dan banyak manfaatnya. Anggur adalah
salah satu dari tiga buah buahan yang disebut sebagai “ raja buah
buahan” di samping kurma dan tin. (Khasanah, 2011)
3. Delima
Delima berasal dari bahasa serapan bahasa Bengali India,
dalim. Bahasa Arab delima adalah rumman.Bahasa Inggris delima
“pomegranate” berasal dari kata Latin pomum (apel) dan granatus
(berbiji). Hal ini mempengaruhi nama delima dalam berbagai bahasa,
seperti Jerman Granatapfel (apel berbiji) (Sunardi, 2008).
Buah Delima (rumman) dalam Al Quran disebutkan di
beberapa tempat, yaitu dalam Surat Al An’am 99 dan 141, serta Ar
Rahman 68. Bagian bagian Buah Delima, terutama kulit luarnya
mengandung asam tanat (Tannic Acid) yaitu zat pembasmi dan
pembersih bakteri. Sedangkan jika diperas (dibuat jus) selain
mengandung Tannic Acid juga zat gula mentol dan unsur besi dalam
jumlah yang cukup tinggi. Menurut Ilmu Kedokteran, buah delima
mempunyai manfaat antara lain; mengobati diare, ambeien, pelega
nafas, cacingan, radang gusi, radang lambung dan obat mata
(Khasanah, 2011)

5.2 Imunitas Tubuh Menurut Pandangan Islam


Menjaga kualitas makanan dan minuman yang ditetapkan oleh
Alquran berguna untuk menjaga sistem kekebalan tubuh manusia. Sistem
kekebalan tubuh adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk
menjaga keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai keadaan yang ada dalam lingkungan hidupnya.
Tubuh kita telah diciptakan oleh Allah Subhaanahu wata’ala dengan
sempurna. Allah telah membekali tubuh kita dengan sistem pertahanan yang
menjaga tubuh kita dari penyakit. Sistem pertahanan itu dinamakan sistem
imun. Imunitas atau kekebalan merupakan mekanisme perlindungan yang
dilakukan oleh tubuh dalam menghindari kerusakan atau penyakit.
(Rahmawati, 2018)
Sistem kekebalan tubuh adalah semua mekanisme yang digunakan
tubuh untuk menjaga keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya
yang dapat ditimbulkan oleh berbagai keadaan yang ada dalam lingkungan
hidupnya. Secara singkat, sistem kekebalan dapat didefinisikan sebagai
“prajurit yang sangat disiplin, teratur dan pekerja keras yang melindungi
tubuh dari cengkeraman musuh eksternal”. (Rahmawati, 2018)
Dalam peperangan aneka rupa ini, tugas utama dari elemen yang
berperang di garis depan adalah untuk mencegah sel musuh, seperti bakteri
atau virus, memasuki tubuh. Sistem kekebalan tubuh berasal dari sel darah
putih yang mengalami perkembangan dalam sumsum tulang kelenjar timus.
Sebagian sel tersebut mengalir ke peredaran darah atau ke kelenjar timus, dan
sebagian lagi tetap berada jaringan asalnya. Reaksi ketahanan tubuh ini terjadi
jika ada benda asing masuk ke dalam tubuh (Yahya, 2002 dalam Rahmawati,
2018).
Tubuh kita telah diciptakan oleh Allah Subhaanahu wata’ala dengan
sempurna. Allah telah membekali tubuh kita dengan sistem pertahanan yang
menjaga tubuh kita dari penyakit. Sistem pertahanan itu dinamakan sistem
imun. Imunitas atau kekebalan merupakan mekanisme perlindungan yang
dilakukan oleh tubuh dalam menghindari kerusakan atau penyakit. Ada dua
pandangan sistem kekebalan tubuh ditinjau dari Islam yaitu: (Yahya, 2002
dalam Rahmawati, 2018).

5.3 Aspek akidah Islam


Adanya penemuan mengenai mekanisme kerja sistem imunitas tubuh
manusia menunjukkan anugerah yang besar dari Allah Subhaanahu wata’ala
untuk keberlangsungan hidup manusia. Sistem imun yang bekerja dengan
sangat rapi ibarat tentara melawan berbagai musuh-musuh yang berdatangan,
menunjukkan akan kekuasaan Allah Subhaanahu wata’ala. Tidaklah mungkin
semua sistem yang sangat rapi itu bergerak dengan sendirinya, padahal
mereka tidak memiliki akal apalagi mempelajarinya sebelumnya. Tidak lain
dan tidak bukan, Allah Subhaanahu wata’ala lah yang mengaturnya.
Seharusnya dengan adanya cabang baru dari ilmu kedokteran ini membuat
keimanan dan keyakinan kepada Allah Subhaanahu wata’ala semakin
meningkat (Yahya, 2002 dalam Rahmawati, 2018).

َ ِ‫ت لِّ ۡل ُموقِن‬ٞ َ‫ض َءا ٰي‬


‫ين‬ ِ ‫َوفِي ٱَأۡل ۡر‬
‫ُون‬
َ ‫صر‬ ِ ‫َوفِ ٓي َأنفُ ِس ُكمۡۚ َأفَاَل تُ ۡب‬
Artinya : “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka
apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat : 20-21)

Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa membuat kaum


muslimin tergelincir dalam masalah akidah ketika berhadapan dengan
salah satu produk pengembangan imunologi, yaitu vaksin. Keyakinan
yang rawan kaum muslimin tergelincir didalamnya adalah keyakinan
bahwa seseorang yang telah divaksinasi pasti akan kebal dari berbagai
macam penyakit, khususnya penyakit infeksi. Padahal sesungguhnya
Allah-lah yang mempunyai kekuasaan mutlak dalam menolak
mudharat, termasuk menolak datangnya penyakit. Sebaliknya, Dia
pulalah yang mempunyai kekuasaan mutlak dalam mendatangkan
manfaat. (Yahya, 2002 dalam Rahmawati, 2018).
5.4 Aspek Syari’at Islam
Pada dasarnya, upaya penanganan masalah kesehatan merupakan
muamalah yang sifatnya mubah atau boleh untuk dikerjakan selama tidak
bertentangan dengan syari’at. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang telah
digariskan dan diberlakukan bahwa “asal dari semua muamalah adalah
mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Maka hal ini berlaku pula
untuk segala hasil yang diperoleh pada pengembangan imunologi sebagai
sebuah ilmu baru yang sedang marak dikembangkan dalam menangani
masalah kesehatan (Yahya, 2002 dalam Rahmawati, 2018)
5.5 Pencegahan COVID-19 Menurut Pandangan Islam
Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk
tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya jika
berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar. Seperti
diriwayatkan dalam hadits berikut ini : "Jika kamu mendengar wabah di
suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah
di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).
Dikutip dalam buku berjudul 'Rahasia Sehat Ala Rasulullah SAW: Belajar
Hidup Melalui Hadist-hadist Nabi' oleh Nabil Thawil, di zaman Rasulullah
SAW jikalau ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha'un,
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan untuk mengisolasi
atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus, jauh dari
pemukiman penduduk. Jika umat muslim menghadapi hal ini, dalam sebuah
hadits disebutkan janji surga dan pahala yang besar bagi siapa saja yang
bersabar ketika menghadapi wabah penyakit. "Kematian karena wabah
adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya)”. (HR Bukhari)
(Ridho, 2020)
Selain Rasulullah, di zaman khalifah Umar bin Khattab juga ada
wabah penyakit. Dalam sebuah hadist diceritakan, Umar sedang dalam
perjalanan ke Syam lalu ia mendapatkan kabar tentang wabah penyakit.
Hadist yang dinarasikan Abdullah bin 'Amir mengatakan, Umar kemudian
tidak melanjutkan perjalanan. Berikut haditsnya: "Umar sedang dalam
perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu
Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin
Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah
berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah
kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka
jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhori). (Ridho, 2020)
Selain Rasulullah, di zaman khalifah Umar bin Khattab juga ada
wabah penyakit. Dalam sebuah hadist diceritakan, Umar sedang dalam
perjalanan ke Syam lalu ia mendapatkan kabar tentang wabah penyakit.
Hadist yang dinarasikan Abdullah bin 'Amir mengatakan, Umar kemudian
tidak melanjutkan perjalanan. Berikut haditsnya: "Umar sedang dalam
perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu
Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin
Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah
berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah
kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka
jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhori). Dalam hadits yang sama juga
diceritakan Abdullah bin Abbas dan diriwayatkan Imam Malik bin Anas,
keputusan Umar sempat disangsikan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dia adalah
pemimpin rombongan yang dibawa Khalifah Umar. Menurut Abu Ubaidah,
Umar tak seharusnya kembali karena bertentangan dengan perintah Allah
SWT. Umar menjawab dia tidak melarikan diri dari ketentuan Allah SWT,
namun menuju ketentuan-Nya yang lain. Jawaban Abdurrahman bin Auf ikut
menguatkan keputusan khalifah tidak melanjutkan perjalanan karena wabah
penyakit. (Ridho, 2020)
5.5.1 Ikhtiar
Ikhtiar merupakan sebuah usaha yang seharusnya dilakukan
manusia untuk dapat memenuhi segala kebutuhan dalam kehidupannya,
baik secara material, emosional, spiritual, kesehatan, seksual, dan juga
masa depannya agar tujuan hidup untuk dapat sejahtera dunia akhirat
dapat terpenuhi. Ikhtiar disini memang seharusnya dilakukan dengan
sungguh-sungguh, sepenuh hati dan semaksikmal mungkin tapi juga tak
lepas dari seberapa besar kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Seperti halnya firman Allah : (Mu’ammar, 2011)

‫ت ِّم ۢن بَ ۡي ِن يَ َد ۡيˆˆ ِه َو ِم ۡن َخ ۡلفِ ِهۦ يَ ۡحفَظُˆˆونَهۥُ ِم ۡن َأمۡˆˆ ِر ٱهَّلل ۗ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل‬ٞ َ‫لَهۥُ ُم َعقِّ ٰب‬
‫ُوا َمˆˆا بَِأنفُ ِس ˆ ِهمۡۗ َوِإ َذٓا َأ َرا َد ٱهَّلل ُ بِقَˆ ۡˆو ٖم ُس ˆ ٓوءٗ ا فَاَل‬
ْ ‫يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ۡو ٍم َحتَّ ٰى يُ َغيِّر‬

ٍ ‫َم َر َّد لَ ۚۥهُ َو َما لَهُم ِّمن ُدونِ ِهۦ ِمن َو‬
‫ال‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”

Pada pandemi COVID-19 berikhtiar dengan mencintai


kebersihan dan kesehatan. Islam sangat memperhatikan masalah
kesehatan umatnya. Semua sudah diatur dan ditetapkan oleh agama
kita. Maka dari itu, kita sebagai umat islam hendaknya selalu menjaga
kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani kita.
Tubuh yang sehat adalah investasi yang paling utama bagi manusia
untuk beraktivitas. Gaya hidup sehat adalah gaya hidup seseorang yang
mencerminkan perilaku hidup sehat dan selalu menjaga lingkungannya
supaya tetap bersih dan asri, selain itu juga memperhatikan asupan gizi
dari makanan dan suplemen tambahan lainnya. (Hikmah, 2020)
5.5.2 Mejaga Kebersihan
Manusia pada dasarnya diciptakan sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial yang terdiri atas jasmani dan rohani. Secara teori
keduanya dapat dipisahkan, tetapi dalam praktik kehidupan sehari-hari
keduanya menrupakan satu kesatuan yang untuh dan sulit dipidahkan.
Manusia sebagai makhluk berakal diharapkan dapat menggunakan
jasmani dan rohani yang dimiliki secara seimbang (Hidayati, 2019)
Salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkanbagaimana
pola hidup sehat dengan menjaga kebersihan terdapat dalam surat Al-
Baqarah ayat 222 Allah berfirman : (Hidayati, 2019)

‫وا ٱلنِّ َسˆٓا َء فِي‬ ۡ ˆَ‫ˆو َأ ٗذى ف‬


ˆْ ُ‫ˆٱعتَ ِزل‬ َ ˆُ‫يض قُˆ ۡˆل ه‬ ِ ۖ ‫ك َع ِن ۡٱل َم ِح‬ ˆَ َ‫سَٔلُون‬‍ۡ َ‫َوي‬
‫يض َواَل تَ ۡق َربُوهُ َّن َحتَّ ٰى يَ ۡطه ُۡر ۖ َن فَِإ َذا تَطَه َّۡر َن فَ ۡأتُوهُ َّن ِم ۡن‬ ِ ‫ٱل َم ِح‬
ۡ
َ ‫ين َوي ُِحبُّ ۡٱل ُمتَطَه ِِّر‬
‫ين‬ َ ِ‫ث َأ َم َر ُك ُم ٱهَّلل ۚ ُ ِإ َّن ٱهَّلل َ ي ُِحبُّ ٱلتَّ ٰ َّوب‬ُ ‫َح ۡي‬
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: ”Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila
mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu ditempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri”. (QS. Al-Baqarah (2) : 222)

Ayat di atas menerangkan bahwasannya Allah menyuruh


umatnya untuk menjaga kebersihan, karena Allah menyukai orang-
orang yang mensucikan diri. Dengan mensucikan diri dengan menjaga
kebersihan akan menciptakan lingkungan yang sehat dan hidup yang
bersih. Dengan demikian akan mempengaruhi pula pada kehidupan
manusia, yakni terciptanya lingkungan yang bersih serta hidup yang
sehat (Hidayati, 2019).
5.5.3 Physical Distancing
Physical distancing merupakan opsi penanganan pandemi
Covid-19 yang lebih ringan dari lockdown dan tidak lebih ketat. Yaitu
dengan menjaga jarak antar manusia dan menghindari tempat-tempat
keramaian. Lewat tempat-tempat keramaian lah Covid-19 mudah
menular (Razi, 2020)
Hal ini juga didasari dengan ketahanan tubuh setiap orang yang
berbeda-beda. Seseorang dapat terinfeksi tanpa gejala apapun, akan
tetapi tetap dapat menyebar ke orang lain. Physical distancing dapat
mengurangi mata rantai penularan Covid-19 agar pasien yang terinfeksi
dapat ditangani hingga sembuh. Hal ini mengakibatkan sebagian sarana
umum ditutup, seperti sekolah dari jenjang dasar hingga perguruan
tinggi yang menerapkan pembelajaran dengan sistem daring hingga
waktu yang belum ditentukan. Termasuk juga di dalamnya sarana
ibadah seperti masjid, gereja, wihara, dsb. Sekalipun ada sebagian
masjid yang masih dibuka untuk sarana ibadah tetap harus memenuhi
standar physical distancing dengan menerapkan jarak pada setiap orang.
Dua kebijakan pemerintah di atas adalah upaya melawan penyebaran
Covid-19 yang telah disepakati oleh berbagai lembaga formal maupun
non-formal. Pemerintah di Indonesia lebih memilih physical distancing
dibanding lockdown karena kondisi yang kurang memungkinkan.
(Ridho, 2020)
Beberapa wilayah di Indonesia khususnya wilayah yang dinilai
penyebaran Covid-19 cukup tinggi, pemerintah menerapkan kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020. PSBB ini adalah suatu pembatasan kegiatan
masyarakat tertentu dalam suatu wilayah yang diduga kuat terinfeksi
Covid-19 guna mencegah penyebarannya secara luas (Juaningsih, et al.
2020). PSBB dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari.
Apabila ada temuan kasus baru pada masa itu maka dapat diperpanjang
selama 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir (Syafrida, 2020).
Kebijakan PSBB mengakibatkan berbagai sarana umum ditutup,
termasuk di dalamnya sekolah dan saran ibadah yang dalam
pembahasan artikel ini adalah masjid. (Ridho, 2020)
5.5.4 Makanan Halal dan Thayib
Ajaran islam mencakup seluruh aspek kehidupan, takterkecuali
masalah makan. Oleh karena itu bagi kaum muslimin, makanan
disamping berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik, juga berkaitan
dengan ruhani, iman dan ibadah juga dengan identitas diri, bahkan
dengan perilaku. Dalam sebuah ayat al-Qur’an Allah s.w.t berfirman :
(Graha, 2014)

ْ ‫ض َح ٰلَاٗل طَيِّبٗ ا َواَل تَتَّبِع‬


ِ ‫ُوا ُخطُ ٰ َو‬
‫ت‬ ِ ‫وا ِم َّما فِي ٱَأۡل ۡر‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ ُكل‬
ٌ ِ‫ ّو ُّمب‬ٞ ‫ٱل َّش ۡي ٰطَ ۚ ِن ِإنَّ ۥهُ لَ ُكمۡ َع ُد‬
‫ين‬

Artinya : “ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah (1) : 168)

Untuk menjaga keberlangsungan hidupn manusia membutuhkan


makanan sebagai hal yang paling mendasar. Namun tetap masih harus
diperhatikan apakah makanan tersebut bernilai gizi optimal dan
lengkap. Zat gizi lengkap yang diperlukan tubuh antara lain,
karbohidrat, protein baik hewani maupun nabati, lemak serta vitamin
dan mineral. Makanan bernilai gizi dapat diolah menjadi berbagai
macam proses pengolahan yang benar, karena apabila tidak diolah
dengan benar, maka makanan tersebut justru dapat mengganggu
kesehatan. (Andriyani, 2019)

5.6 Tinjauan Islam Mengenai Pengaruh Vitamin C terhadap Imunitas Pada


Kejadian Covid-19
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting bagi kesehatan
manusia. Memberikan perlindungan antioksidan plasma lipid dan diperlukan
untuk fungsi kekebalan tubuh termasuk. Sumber vitamin C adalah sayuran
seperti brokoli, bayam, cabai, dan buah seperti jambu biji, nanas, jeruk,
tomat, mangga, dan kurma. Beberapa penelitian pun mengungkapkan bahwa
kandungan vitamin C yang terdapat pada kurma cukup tinggi sehingga
senyawa antioksidan dan mampu melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas.
Sistem kekebalan tubuh adalah sistem pertahanan tubuh untuk
menjaga keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap benda asing yang
berada di lingkungan sekitar. Tubuh kita telah diciptakan oleh Allah
Subhaanahu wata’ala dengan sempurna. Allah telah membekali tubuh kita
dengan sistem pertahanan yang menjaga tubuh kita dari penyakit. Suatu
keyakinan yang salah mengenai vaksin yaitu jika seseorang sudah divaksin
pasti akan kebal dari berbagai penyakit, padahal sesungguhnya Allah-lah
yang mempunyai kekuasaan mutlak dalam menolak mudharat, termasuk
menolak datangnya penyakit.
COVID-19 merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh virus Corona.  Pada 31 Desember 2019, WHO China
Country Office melaporkan kasus pertama kali pneumonia yang tidak
diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Kemudian
disusul oleh indonesia kasus pertama pada 2 Maret 2020, yang diduga tertular
dari orang asing yang berkunjung ke Indonesia.
Sebagai warga negara dan umat muslim kita harus mencegah
penyebaran virus corona ini. Penanganan pandemi terhadap diri sendiri yaitu
dengan berikhtiar. Bentuk wujud ikhtiar tehadap pandemi ini yaitu menjaga
kesehatan dengan cara mengomsumsi makanan yang memenuhi kebutuhan
gizi makro dan mikro, memenuhi syarat higiene dan halal & thayib guna
untuk menjaga sistem kekebalan tubuh manusia. Sistem kekebalan tubuh
adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk menjaga keutuhan
tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
berbagai keadaan yang ada dalam lingkungan hidupnya. Adanya penemuan
mengenai mekanisme kerja sistem imunitas tubuh manusia menunjukkan
anugerah yang besar dari Allah Subhaanahu wata’ala untuk keberlangsungan
hidup manusia. Sistem imun yang bekerja dengan sangat rapi ibarat tentara
melawan berbagai musuh-musuh yang berdatangan, menunjukkan akan
kekuasaan Allah Subhaanahu wata’ala.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.
6.
6.1. Kesimpulan
Dari hasil kajian analisis sistematis dari jurnal internasional yang
sudah didapatkan kesimpulan bahwa :

1. Penanganan pandemi terhadap diri sendiri yaitu dengan berikhtiar.


Bentuk ikhtiar tehadap pandemi ini yaitu menjaga kesehatan dengan cara
mengomsumsi makanan yang memenuhi kebutuhan gizi makro dan
mikro, memenuhi syarat hygiene, serta halal dan thayib guna menjaga
sistem kekebalan tubuh manusia. Salah satu zat gizi mikro yaitu vitamin
C. Vitamin C membantu sistem kekebalan tubuh bekerja dengan baik
untuk melingdungi tubuh dari penyakit.
2. Dalam rentang umur 26-44 tahun pasien memiliki presentasi yang
menunjukkan presentase pasien Covid-19 didominasi kelompok usia 31-
45 tahun (30,6%). Rentang usia yang produktif memiliki risiko paparan
yang tinggi, hal ini disebabkan banyaknya aktivitas yang dilakukan di
luar rumah. Pemberian Vitamin C pada pasien covid-19 akan efektifi jika
pemberian benar.
3. Berat badan pasien sangat berpengaruh dimana Penurunan aktifitas fisik
dan perubahan kualitas nutrisional pada saat pandemi COVID-19
meningkatkan resiko terjadinya epidemi obesitas. Keadaan obesitas
memperbesar kerentanan dan memperburuk prognosis terhadap serangan
COVID-19.
4. Penggunaan Vitamin C sebagai penatalaksanaan dalam COVID-19
sangat penting, dimana pemberian vitamin C dapat mempercepat
perbaikan pada kasus COVID-19 yang kerjanya pada plasma dan
netrofil, selain itu Vitamin C juga dapat menangkal radikal bebas dan
mencegah stress oksidatif oleh coronavirus yang berikatan di heme.
5. Terapi gizi dapat memperbaiki kondisi klinis, mendukung pengobatan,
mempersingkat masa tinggal di rumah sakit, dan mengurangi komplikasi
serta kematian pada kasus COVID-19 terapi gizi harus diperhatikan.
6. Mekanisme C dalam meningkatkan imunitas pada kejadian covid-19
Pada pasien COVID-19, suplemen vitamin C telah terbukti menurunkan
peningkatan sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan TNF-α, dan pada saat
yang sama, merangsang produksi sitokin anti inflamasi seperti
interleukin. Untuk menjaga Kesehatan hanya dianjurkan mengkonsumsi
100 mg per hari.

6.2. Saran
1. Kepada Peneliti
Peneliti disarankan untuk melakukan studi literatur lebih lanjut
mengenai pengaruh vitamin C terhadap daya tahan tubuh pada kejadian
Covid-19 dan tinjaunnya menurut pandangan agama Islam agar didapatkan
referensi yang lebih lengkap dan komperensif.
2. Kepada Masyarakat
Masyarakat disarankan mengonsumsi vitamin C dengan dosis yang
tepat sebagai upaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh dalam
menghadapi kejadian Covid-19 disamping tetap menjaga kesehatan baik
secara jasmani maupun rohani, dengan mematuhi 3M (Memakai masker,
Menghindari Kerumunan, Mencuci Tangan) berolahraga maupun
mendekatkan diri kepada Allah S.W.T.
DAFTAR PUSTAKA

Anies. (2020). Covid-19: Seluk Beluk Corona Virus Yang Wajib


Dibaca.Yogyakarta: Arruzz Media.

Antari, et al (2020). Korelasi antara Pemahaman Covid-19 dan Penggunaan


Suplemen. Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar, 7(1), 1–6.
https://doi.org/http://doi.org/10.367 33/medicamento.v7i1.1029 e-ISSN : 2356-
4814
Anitra. (2017). Vitamin C and Immune Function. Department of Pathology,
University of Otago, Christchurch, P.O. Box 4345, Christchurch 8140,
New Zealand. Bayer Consumer Care Ltd., Peter-Merian-Strasse 84, 4002
Basel.
Ahnach & Doghmi. (2020). Impact of COVID-19 pandemic on bone marrow
transplantation in Morocco. The Pan African Medical Journal, 35(Supp 2),
5.
Akbar & Aidha . (2020). Perilaku Penerapan Gizi Seimbang Masyarakat Kota
Binjai pada Masa Pandemi COVID-19 Tahun 2020’, Jurnal Menara
Medika, 3(1), pp. 15–21. doi: pISSN 2622-657X, e-ISSN 2723-6862.

Arvinte et al, (2020). Serum levels of vitamin C and vitamin D in a cohort of


critically ill COVID-19 patients of a north American community hospital
intensive care unit in may 2020: a pilot study. Med Drug Discov 2020
Dec;8:100064. https://doi.org/10.1016/j.medidd.2020.100064. 
Armanto. (2020). Pengaruh Vitamin C Terhadap Sistem Imun Tubuh Untuk
Mencegah Dan Terapi Covid-19 .Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Asadi-pooya. (2018).Depression in people with epilepsy : How much do Asian
colleagues acknowledge it? Seizure 57 / 45-49.
Boretti. (2020). Intravenous vitamin C for reduction of cytokines storm in acute
respiratory distress syndrome. Lancet.
Maven L. (2020). Covid-19 had us all fooled , but now we might have finally
found its secret.
Carr dan Maggini. (2017). Vitamin C and immune function. Nutrients ; 9 (11):1–
25.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). Diakses pada 2020.
Frequently Asked Questions About SARS.
Cheng. (2020). Dapatkah vitamin C dosis awal dan tinggi intravena mencegah dan
mengobati penyakit coronavirus 2019 (COVID-19)? Kedokteran dalam
Penemuan Obat ;5:100028.  
Clerkin. (2020). COVID-19 and Cardiovascular Disease. Circulation, 2019, 1648–
1655.
Diah. (2017). Uji Stabilitas Vitamin C Pada Sediaan Minuman Bervitamin
Dengan Metode Potensiometri. Program Studi Farmasi. Fakultas Ilmu
Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Malang
Duerbeck. (2016). Vitamin C: Promises Not Kept. Obstet. Gynecol. Surv. 71,
187–193.
Elidiya. (2021). Vaksin Covid-19 : Tinjauan Pustaka. Bagian Ilmu Kesehatan
Mata . Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Eman. (2019). ”Islam dan Ilmu Pengetahuan”. Jurnal SosHum Insentif Vol. 2 No.
1 April 2019.
Edeas et al. (2020). Innocent bystander or vicious culprit in COVID-19
pathogenesis. Int J Infect Dis. 2020, 97:303-305.
Erol. (2020). High-dose intravenous vitamin C treatment for COVID-19 (a
mechanistic approach. 16.19
Fowler. (2019). Effect of Vitamin C Infusion on Organ Failure and Biomarkers of
Inflammation and Vascular Injury in Patients With Sepsis and Severe
Acute Respiratory Failure The CITRIS-ALI Randomized Clinical Trial.
Journal of Applied Managerial Accounting (JAMA), 322(13), pp.1261-
1270.
Francis. (2013). Antioxidant and structure-ativity relationships (SARs) of some
phenolic and anilines compounds. Annals of agricultural sciences, 58
(2):173-181.
Fujii et al. (2020). Pengaruh vitamin C, hidrokortison, dan tiamin vs hidrokortison
saja pada waktu hidup dan bebas dari dukungan vasopresor di antara
pasien dengan syok septik: uji klinis acak vita menit. jama. 2020 4
Februari ; 323(5):423–431. 
Gorbalenya. (2020). The species Severe acute respiratory syndrome-related
coronavirus: classifying 2019-nCoV and naming it SARS-CoV-2. Nat
Microbiol. published online. March 2. DOI: 10.1038/s41564-020-0695-z.
Gao. (2020). Gao et al - Risk factors influencing the prognosis of elderly patients
infected with COVID-19. 12(13), 12504–12516.
Güner. (2020). Covid-19 : Prevention and control measures in community.
Turkish Journal of Medical Sciences, 50(SI-1), 571–577.
Gülsen. (2020). The Effect of Smoking on COVID-19 Symptom Severity:
Systematic Review and Meta-Analysis. Pulmonary Medicine, 2020.
Gunawan et al. (2016). Farmakologi dan Terapi Edisi 6I. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI

Hemilä. (2017). “Vitamin C and Infections”. Nutrients 9.1

Hemila et al. (2019). Vitamin C Dapat Memperpendek Lama Rawat Inap di ICU:
Meta-Analysis. Nutrisi 11 (4). doi :10.3390/nu11040708.
Hassanein. (2020). COVID-19 and the kidney. Cleveland Clinic Journal of
Medicine, 87(10), 619–631.
Hoffmann. (2020). SARS-CoV-2 cell entry depends on ACE2 and TMPRSS2 and
is blocked by a clinically proven protease inhibitor.
Hemilä H. (2017).Vitamin C and infections. Nutrients ; 9 (4) :1–41.
Horby et al. (2020). Dexamethasone in hospitalized patients with COVID-19:
preliminary report. N Engl J Med. [Epub ahead of print].
Izquierdo. (2020). Early View Original article The Impact of COVID-19 on
Patients with Asthma.
Jimm man. (2014). Essential of Human Nutrition. Jakarta : Buku Kedokteran.
Kannan. (2020). COVID-19 (Novel Coronavirus 2019) –recent trends. Maldives :
European Review for Medical and Pharmacological Sciences, Vol. 24.
Kashiouris et al. (2020). The emerging role of vitamin C as a treatment for sepsis.
Nutrients.
Kementrian kesehatan Republik Indonesia. (Kemenkes) (2020). Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian COVID-19. Pedoman kesiapan menghadapi
COVID-19;0–115.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI).
2020
Koekkoek et al. (2016). Vitamin Antioksidan dan Trace Elements pada Penyakit
Kritis. Praktik Klinik Nutr 31 (4) : 457-474.
Laurence et al. (2020). ISIN Position Statement on Nutrition, Immunity and
COVID-19. ISIN - International Society for Immunonutrition.
http://immunonutrition-isin.org/
Lykkesfeldt et al. (2019). The pharmacokinetics of vitamin C. Nutri ents 2019 Oct
9;11(10):2412. https://doi.org/10.3390/nu11102412.
Li. (2018). Bukti lebih kuat dari yang Anda kira: meta-analisis penggunaan
vitamin C pada pasien dengan sepsis. Crit Care 22 (1):258.
doi:10.1186/s13054-018-2191-x 
Liu. (2020). Intravenous high-dose vitamin C for the treatment of severe COVID-
19: study protocol for a multicentre randomized controlled trial. BMJ
Open
[Internet].
Maulana. (2020). Pengaruh Pemberian Suplemen Vitamin C Sebagai
Imunomodulator Pasien Terinfeksi Covid-19. Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mccaffery. (2020). Coronavirus : it ’ s time to debunk claims that vitamin C could
cure it. Coronavirus it’s time to debunk claims that Vitamin C could cure
I ; 4–9.
Mitmesser. (2016).“Determination of Plasma and Leukocyte Vitamin C
Concentrations in a Randomized, Double-Blind, Placebo-Controlled Trial
with Ester-C®.” SpringerPlus 5(1).
Mousavi. (2019). Immunomodulatory and antimicrobial effects of vitamin C. Eur
J Microbiol Immunol (Bp) ; 9 (3):73–79. [cited 2019 Aug 16].
Murray. (2012). Biokimia Harper Edisi 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Peng. (2020). Vitamin C Infusion for the Treatment of Severe 2019-nCoV
Infected Pneumonia”. U.S. National Library of Medicine.
Pradelli et al (2012). N-3 fatty acid-enriched parenteral nutrition regimens in
elective surgical and ICU patients: a meta-analysis. Critical Care, 16(5),
R184. https://doi.org/10.1186/-cc11668 Rusdin. (2015). Kimia Pangan.
Yogyakarta.

Shereen. (2020). COVID-19 infection: Origin, transmission, and characteristics of


human coronaviruses. Journal of Advanced Research, 24(1), 91–98.
Shi. (2020). Radiological findings from 81 patients with COVID-19 pneumonia in
Wuhan, China: a descriptive study . The Lancet Infectious Diseases.
Stefan et al. (2020). Obesitas dan gangguan kesehatan metabolisme pada pasien
COVID-19. Nat Rev Endokrinol ; 16(7):341–342. . 
Susilo et al. (2020). Coronavirus Disease 2019 : Tinjauan Literatur Terkini
Coronavirus Disease 2019 : Review of Current Literatures. J Penyakit
Dalam Indones.
Team NCPERE. (2020). Vital surveillances: the epidemiological characteristics of
an outbreak of 2019 novel coronavirus diseases (COVID-19) – China.
China CDC Weekly.
UNICEF. (2020). COVID-19 dan Anak-Anak di Indonesia Agenda Tindakan
untuk Mengatasi Tantangan Sosial Ekonomi. Journal of Education,
Pshycology and Counseling, 2(April), 1–12. Retrieved from.
US National Library of Medicine National Institutes of Health (NLMIH). (2020)-
Medlineplus. Coronavirus Infections.
Xu et al. (2020). Effective treatment of severe COVID-19 patients with
tocilizumab. Proc Natl Acad Sci U S A. doi:10.1073/pnas.2005615117 
World Health Organization (WHO). (2020). Infection prevention and control
during health care when novel coronavirus (nCoV) infection is suspected.
Wang. (2020). Knowledge and attitudes of medical staff in Chinese psychiatric
hospitals regarding COVID-19. Brain, Behavior, & Immunity - Health,
100064.
Wang et al. (2019). Effects of different ascorbic acid doses on the mortality of
critically ill patients: a meta-analysis. In Annals of Intensive Care (Vol. 9,
Issue 1, p. 58). Springer Verlag. https://doi.org/10.1186/s13613-019-0532-
9.

Wulandari, A. (2014). Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja Dan


Implikasinya Terhadap Masalah Kesehatan dan Keperawatannya.
Keperawatan Anak, 2,39–43.
Wu. (2020). Karakteristik dan pelajaran penting dari wabah penyakit coronavirus
2019 (COVID-19) di Tiongkok: ringkasan laporan 72.314 kasus dari Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok. 2020 Februari
24;323(13):1239. 
Zarubaev. (2017). Protective Activity of Ascorbic at Influenza Infection.
Infektsiia Immunitet, Issue 7, pp. 319326.
Zhang et al. (2020). High-dose vitamin C infusion for the treatment of critically
ill COVID-19. Wuhan University Zhongnan Hospital.
Andriyani. 2019. Kajian Literatur pada Makanan dalam Prespektif Islam dan
Kesehatan. Jakarta : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol. 15, No, 2.
Graha, Gunawan. 2014. Pengertian Makanan dan Gizi menurut Pandangan Islam.
Hidayat, peni nur. 2019. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Sesuai Ajaran
Islam Siswa Kelas V Mi Maarif Dukuh. Salatiga. Vol. 7 No. 1.
Hikmah, asabah nurul. 2020. Ikhtiar Jasmani dan Rohani Seorang Muslim
Mengahadapi Wabah Covid-19. Tarbawy : Jurnal Pendidikan Islam. Hal :
88-98.
Khasanah, Nur. 2011. Kandungan Buah-Buahan dalam Al-Quran : Buah Tin,
Zaitun, Delima, Anggur, dan Kurma untuk Kesehatan. Semarang : Jurnal
Phenomenon.
Mu’ammar. 2011. Kajian Hadis Tentang Konsep Ikhtiar dan Takdir Dalam
Pemikiran Muhammad Al-Ghozali dan Nurcholis Madjid. Jakarta : Study
Komparasi Pemikiran
Rahmawati, sindi. 2018. Sistem Kekebalan Tubuh Ditinjau dari Pandangan Islam
dan Sains. Prosiding Keferensi Integrasi Interkoneksi Islam dan Sains. Vol.
1, hal 189-192.
Razi, Fakhrur, et al. (2020). Covid-19: Buku Kesehatan Mandiri untuk Sahabat.
Ridho, M.R. 2020. Wabah Penyakit Menular dalam Sejarah Islam dan
Relevansinya dengan Covid-19. JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam),
4(1), 24-33.
Syamsil, ahmad. 2013. Keistimewaan Kurma Dalam Al-Quran Ditijau dari
Perspektif Ilmu Kesehatan. Riau : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim
Sunardi. 2008. Nabi Saja Suka Buah. Solo : Aqwamedika
Tirtawinata TC. 2006. Makanan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Ilmu Gizi.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 349
Triana, Vivi. 2006. Macam-Macam Vitamin dan Fungsinya dalam Tubuh
Manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat. FK UNAND
Yahya, Harun. 2002. Sistem Kekebalan Tubuh dan Keajaiban di Dalamnya.
Bandung: Dzikra
Chen et al. (2020). Alteration of the gut microbiota associated with childhood
obesity by 16S rRNA gene sequencing. PeerJ.
https://doi.org/10.7717/peerj.8317
Dicker et al. (2020). Obesity and COVID-19: The Two Sides of the Coin. Obesity
Facts, 13(4), 430–438. https://doi.org/10.1159/000510005
Kim et al .(2016). Red ginseng and Vitamin C increase immune cell activity and
decrease lung inflammation induced by influenza A virus/H1N1 infection.
Journal of Pharmacy and Pharmacology. https://doi.org/10.1111/jphp.12529
Riva et al. (2017). Pediatric obesity is associated with an altered gut microbiota
and discordant shifts in Firmicutes populations. Environmental
Microbiology. https://doi.org/10.1111/1462-2920.13463

Cerullo et al. (2020). The Long History of Vitamin C: From Prevention of the
Common Cold to Potential Aid in the Treatment of COVID-19. Italy:
University of Pavia. Doi 10.3389/fimmu.2020.574029

Adams et al. (2020). Myth Busters: Dietary Supplements and COVID-19. Annals
of Pharmacotherapy.
BIODATA PENELITI

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Kedokteran Umum

Alamat Rumah : Jl. Bungsan No 1 RT 01/16, Bedahan Baru,


Sawangan, Kota Depok

Riwayat Pendidikan : SDN Sawangan 04 Lulus Tahun 2011

SMP Ar-Rahman Lulus Tahun 2014

SMA Negri 6 Depok Lulus Tahun 2017

Alamat e-mail : andibiru9131@gmail.com

Nama Lengkap : Andi Hakim


Nomor Pokok Mahasiswa : 1102017022
Tempat, Tanggal Lahir : Depok, 17 November 1998
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Fakultas/Program Studi : Fakultas Kedokteran/Kedokteran Umum
Alamat Rumah : Jl. Bungsan No 1 RT 01/16, Bedahan Baru,
Sawangan, Kota Depok
Alamat E-mail : andibiru9131@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
 SDN Sawangan 04 Lulus Tahun 2011
 SMP Ar-Rahman Lulus Tahun 2014
 SMA Negri 6 Depok Lulus Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai