Revisi Lagi Gaes
Revisi Lagi Gaes
PROPOSAL RISET
ANDI HAKIM
NPM : 1102017022
PENDAHULUAN
َج َوا ٌد, َك ِري ٌم ي ُِحبُّ ْال َك َر َم, َيف ي ُِحبُّ النَّظَافَة َ ِإ َّن هَّللا َ طَيِّبٌ ي ُِحبُّ الطَّي
ٌ نَ ِظ, ِّب
وا َأ ْفنِيَتَ ُكم
ْ ُ فَنَظِّف, يُ ِحبُّ ْالجُو َد
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik dan mencintai kebaikan,
Bersih (suci) dan mencintai kebersihan, Mulia dan mencintai kemuliaan,
bagus dan mencintai kebagusan, bersihkanlah rumahmu….” (H.R.Tirmidzi
dari Saad).
Umat Islam wajiblah melihat kasus ini sesuai dengan pandangan
hidup Islam, terutama yaitu sebagaimana Islam menanggapi wabah penyakit
yang kini sedang menjangkiti dunia yang juga pernah dialami pada masa
Nabi Muhammad SAW.
Untuk melaksanakan kewajiban dalam menjalankan syariat Islam,
maka sebagai seorang muslim harus menerapkan maqashidusyar’iyyah
yaitu salah satunya adalah hifzhun nafs (menjaga jiwa). Islam melarang
berbagai tindakan yang membahayakan fisik/badan atas nama pendekatan
keagamaan sekalipun sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT,
ُّيل هَّللا ِ َواَل ُت ْلقُوا ِبَأ ْيدِي ُك ْم ِإ َلى ال َّت ْهلُ َك ِة ۛ َوَأحْ سِ ُنوا ۛ ِإنَّ هَّللا َ ُيحِب
ِ َوَأ ْنفِقُوا فِي َس ِب
ْالمُحْ سِ نِي
Artinya : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik”(QS. Al-Baqarah: 195)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Covid-19
2.1.1 Pengertian
2.2 Vitamin C
2.2.1 Sifat Vitamin C
Vitamin C merupakan hablur atau serbuk; putih atau kuning.
Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam
kering, stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada
suhu lebih kurang 190°C. Kelarutan vitamin C (asam askorbat) mudah
larut dalam air, agak sukar larut dengan etanol, tidak larut dalam
kloroform, dalam eter dan dalam benzen. Penyimpanan tidak boleh
dikeringkan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Tidak
seperti kebanyakan spesies hewan lain, manusia tidak dapat untuk
membuat vitamin C, namun hanya datang dari sumber makanan.
Vitamin C juga dikenal sebagai asam askorbat, mudah larut dalam air.
Ini merupakan kofaktor penting dalam beberapa reaksi enzimatik di
mana fungsi utamanya adalah sebagai reduktor (Mitmesser, 2016).
Hal ini dilakukan dengan menyumbangkan elektron ke molekul
lain, yang kemudian memulai atau memungkinkan proses kimia terjadi.
Untuk tingkat tertentu, vitamin C sebagian dapat didaur ulang, sebagai
glutathione dalam sel dapat mengubah bentuk teroksidasi dari vitamin
C (asam semidehyroascorbic dan dehidroaskorbat asam) untuk
mengurangi bentuk L-enansiomer askorbat acid. 1,2 vitamin C
diperlukan untuk membuat dan memelihara kulit, ligamen, dan
pembuluh darah dan untuk menyembuhkan dan membentuk jaringan
parut. Hal ini juga diperlukan untuk kesehatan dan perbaikan tulang
rawan, tulang, dan gigi (Duerbeck et al., 2016).
2.2.2 Tata Nama dan Struktur Vitamin C
a. Tatanama kimia vitamin C
1) L-Asam askorbat
2) L-Xylo-Asam askorbat
3) L-threo-3-keto-asam heksuronat lakton
4) L-keto-threo-asam heksuronat lakton
5) L-threo-2,3,4,5,6-pentoksi-heksa-2-asam karboksilat lakton.
b. Struktur kimia vitamin C
Asam askorbat (vitamin C) merupakan turunan heksosa dan
diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan
monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-
galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin
C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk
tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi). Asam
askorbat atau vitamin C adalah lakton enam karbon yang secara
struktural mirip dengan glukosa (Duerbeck et al, 2016).
VIRUS SARS-COV 2
VITAMIN C BERSUMBER
Asupan Makanan
ETIOLOGI COV-19
(Buahan dan Sayuran)
MANIFESTASI KLINIS
a. Kesulitan bernapas
b. Demam
FUNGSI c. Batuk kering
a. Sebagai Antioksidan d. Flu
b. Sebagai Kofaktor dalam pembentukan e. Kebingungan
Kolagen f. Masalah pencernaan
c. Sebagai Kofaktor Pada Reaksi Lain g. Mata berwarna merah muda
d. Pada Keadaan Stres h. Kelelahan
e. Melindungi Kekebalan Tubuh i. Kepala terasa pusing
j. Kehilangan sensasi rasa dan bau
PENCEGAHAN TATALAKSANA
a. Mencuci tangan a. Isolasi dan Pemantauan
b. Menjaga jarak b. Non Farmakologis
c. Hindari bepergian ke tempat ramai (Pasien,
d. Hindari menyentuh mata, hidung, Lingkungan/Kamar dan
dan mulut Keluarga)
e. Ikuti respiratory hygiene c. Farmakologis
f. Tetap tinggal di rumah dan isolasi
mandiri
g. Mintalah bantuan medis
h. Pakailah masker
FAKTOR YANG
BERPERAN : SISTEM IMUN
TUBUH TERHADAP
USIA KEJADIAN COVID-
BERAT BADAN 19
STATUS GIZI
POLA HIDUP
MEKANISME VIT C
METODE
Gambar 3.1. Diagram Flow Literature Review Berdasarkan PRISMA 2009 (Polit and
Beck, 2013)
3.3.2 Penilaian Kualitas
Analisis kualitas metodologi dalam setiap studi (n = 15) dengan
checklist daftar penilaian dengan beberapa pertanyaan untuk menilai
kualitas dari studi. Penilaian kriteria diberi nilai ‘ya’ dan ‘tidak’ dan
setiap skor kriteria dengan skor ‘ya’ diberi satu poin dan nilai lainnya
adalah nol, setiap skor studi kemudian dihitung dan dijumlahkan.
Critical appraisal untuk menilai studi yang memenuhi syarat seperti
mengetahui pengaruh vitamin C pada Imunitas terhadap pasien covid-
19 yang dilakukan oleh para peneliti. Dalam skrining terakhir, 15 studi
mencapai skor lebih tinggi dan siap untuk melakukan sintesis data dan
artikel yang digunakan dalam literature review terdapat 15 buah.
4.1 Hasil
4.1.1 Karakteristik Studi
Sepuluh artikel memenuhi kriteria inklusi pada Tabel 3.2 terbagi
menjadi satu sub pembahasan berdasarkan topik literature review yaitu
pengaruh vitamin C terhadap daya tubuh pada kejadian covid-19 dan
tinjaunnya menurut pandangan agama islam. Sumber data sekunder
yang didapat berupa artikel jurnal bereputasi baik nasional maupun
internasional dengan tema yang sudah ditentukan. Pencarian literatur
dalam literature review ini menggunakan beberapa database dengan
kriteria kualitas tinggi hingga sedang, yaitu Google Schoolar, Pubmed,
dan Scient Direct.
Tabel 4.1 Hasil Penelusuran Studi Literatur Penggunaan Vitamin C pada Kejadian COVID-19
11 Burugu, Activities of Serum Melihat Aktivitas Sebuah studi Sebanyak 50 Aktivitas serum
Kandi, Ferritin and Serum Ferritin observasional prospektif, pasien COVID-19 ferritin meningkat
Kutikuppala, Treatment dan Perawatannya prospektif, tunggal dilibatkan dalam tajam pada pasien
Suvvari, Outcomes Among pada Pasien dilakukan di antara penelitian ini. COVID-19 yang
2020 COVID-19 Patients COVID-19 yang pasien yang terinfeksi Usia rata-rata tidak dapat bertahan
Treated Diobati SARS-CoV-2 dari adalah 41,70 hidup sebagai
With Vitamin C and Dengan Vitamin Juli 2020 hingga Agustus tahun. Tingkat dibandingkan
Dexamethasone: An C dan 2020. Diagnosis pemulihan dengan pasien yang
Uncontrolled Single- Dexamethasone: dikonfirmasi oleh reaksi (94%) sangat akhirnya sembuh
Center Observational An berantai polimerase tinggi dan dari infeksi.
Study waktu nyata (RT-PCR) merupakan
dan computed pertanda baik
tomography (CT) pengobatan
pencitraan paru-paru. COVID 19
Kadar feritin serum dengan vitamin C
dibandingkan dengan dan deksametason
pengobatan sebagai
hasil pasien positif modalitas kunci.
COVID-19 yang diobati Rata-rata kadar
dengan deksametason feritin serum di
dan vitamin C. antara pasien
yang sembuh dan
yang kedaluwarsa
adalah 478,81
ng/ml dan
1410 ng/ml,
masing-masing.
12 Kamel, Evaluation of the Untuk Studi seri kasus yang Hasil penelitian Acak klinis
Abdelseed, Effect of Zinc, mengevaluasi dilakukan pada dua puluh dimana Normal uji coba diperlukan
Albalawi, Quercetin, keamanan dan dua pasien yang Antara semua di itu masa depan ke
Aslsalameen, Bromelain and kemanjuran dari dikonfirmasi terinfeksi Termasuk pasien memastikan itu
et al, 2020 Vitamin C on suplemen SARS-CoV-2 sebelum kemanjuran dari
COVID-19 Patients kombinasi dan terdiagnosis COVID- dan setelah kuersetin,
quercetin, 19. Pasien dalam Memukau bromelain,
bromelain, seng, penelitian ini telah kuersetin, seng dan vitamin C
dan asam menggunakan quercetin bromelain, seng kombinasi.
askorbat pada 800 mg, bromelain 165 dan askorbat
pasien COVID19. mg, zinc acetate 50 mg AC id suplemen
dan asam askorbat 1 g (nilai-P > 0,05.
sekali sehari sebagai kuersetin
suplemen selama 3 800 mg,
sampai 5 hari selama bromelain
infeksi SARS-CoV-2. 165 mg, zeng
asetat
50 mg dan
askorbat
AC id 1 G Sekali
sehari-hari
suplemen
adalah aman
untuk pasien
terjangkit
dengan SARS-
CoV-2 dan boleh
mencegah
miskin prognosa.
13 Tshimwanga, Using Vitamin C as Untuk Kami melakukan Efektivitasnya Saat ini
Tamuzi, Pre-Exposure mengetahui pencarian elektronik di dari vitamin C studi berhasil
Mgori, Prophylaxis and penggunaan pubmed, central dan ke memperbaiki bukan
Kamangu, Treatment to vitamin C sebagai google sarjana dengan respon imun menunjukkan
2020 Strengthen profilaksis dan mesh berikut dan kata antara kemanjuran vitamin
the Immune System perawatan untuk kunci: “vitamin c atau SARS-CoV C dalam
against COVID-19: memperkuat Askorbat atau asam, pasien. Namun, meningkatkan hasil
A Review of Current sistem kekebalan askorbat atau L asam tiga peran SARS lebih khusus
Literature terhadap covid-19 askorbat atau sodium percobaan yang pada tahap SARS
askorbat” dan “sars atau sedang yang parah dan kritis
mers atau Sars-cov atau berlangsung dan tidak ada bukti
mers-cov atau covid-19" boleh menjadi tentang stadium
dan "sistem kekebalan substansial untuk ringan dan sedang.
atau respons imun atau menjelaskan Namun, dua uji
sel penghasil antibodi efeknya vitamin klinis yang sedang
atau pembentukan C di antara berlangsung dapat
antibody Atau imunitas populasi spesifik memperjelas peran
atau Kekebalan, Seluler ini. vitamin C pada
atau Limfosit sistem kekebalan di
Transformasi". antara SARS
Desain, nilai-p pasien. Sementara
Atau 95% ci dan risiko itu, vitamin C masih
bias atau status. dapat diresepkan
untuk pasien karena
merupakan
intervensi yang
hemat biaya dan
dikaitkan dengan
lainnya
manfaat
pencegahan.
14 Zhang, Rao, High-dose vitamin C Untuk Uji klinis acak terkontrol Terdiri dari 54 Penambahan
Li, Zhu, Liu infusion for the mengetahui ini dilakukan di 3 rumah pasien COVID-19 HDIVC dapat
et al, 2020 treatment of pemberian vitam sakit di Hubei, Cina. kritis akhirnya memberikan efek
critically ill COVID- C dosis tinggi Pasien dengan direkrut. Tidak klinis protektif tanpa
19 dalam pengobatan mengkonfirmasi infeksi ada perbedaan efek samping pada
pasien covid sindrom pernafasan akut dalam IMVFD28 penyakit kritis
yang parah coronavirus 2 antara dua pasien dengan
(SARS-CoV-2) di ICU kelompok. COVID-19.
adalah ditugaskan secara Selama masa
acak dalam rasio 1:1 pengobatan 7
untuk vitamin C hari, pasien dalam
(HDIVC) dosis tinggi kelompok
intravena atau plasebo. HDIVC
Kelompok HDIVC mengalami
menerima 12 g vitamin peningkatan yang
C/50 ml setiap 12 jam stabil dalam
selama 7 hari dengan PaO2/FiO2 (hari
kecepatan 12 ml/jam, dan 7: 229 vs. 151
kelompok plasebo mmHg, 95% CI
menerima air 33 hingga 122, P
bakteriostatik untuk = 0,01). Pasien
injeksi dengan cara yang dengan skor
sama. Hasil utamanya SOFA 3 in
adalah kelompok
hari bebas ventilasi HDIVC
mekanis invasif dalam 28 menunjukkan
hari (IMVFD28). Hasil penurunan yang
sekunder adalah 28 hari signifikan dalam
kematian, kegagalan mortalitas 28 hari
organ, dan (P = 0,05) dalam
perkembangan inflamasi. kelangsungan
hidup univariat
analisis. IL-6
pada kelompok
VC lebih rendah
dibandingkan
dengan kelompok
plasebo (19,42 vs
158,00; 95% CI -
301,72
ke -29,79; P =
0,04) pada hari ke
7.
15 Zhao, Ling, Beneficial aspects of Untuk Pasien COVID-19 Secara total, dua HDIVC mungkin
Li, Peng et high dose mengetahui dirawat di Pusat Klinik belas pasien yang bermanfaat dalam
al, 2020 intravenous vitamin manfaat dari Kesehatan Masyarakat terdaftar termasuk aspek respon
C on patients vitamin C Shanghai mulai 22 enam parah [usia inflamasi, kekebalan
with COVID-19 intravena dosis Januari 2020 rata-rata, 56; jarak dan organ
pneumonia in severe tinggi pada pasien hingga 11 April 2020 interkuartil fungsi untuk
condition: a dengan digulir secara (IQR), 32-65 memperparah pasien
retrospective pneumonia retrospektif. Pasien yang tahun, 3 pria] dan COVID-19. Uji
case series study COVID-19 terdaftar adalah mereka enam pasien kritis klinis lebih lanjut
dengan diagnosis yang (usia rata-rata, 63; diperlukan.
dikonfirmasi dari IQR, 60-82 tahun,
pneumonia COVID-19 4 pria). Dosis
parah atau kritis, yang vitamin C
menerima HDIVC dalam [median (IQR),
waktu 24 jam setelah mg/kg (berat
penyakit bertambah badan)/hari]
parah. adalah [162,7
Hasil klinis utama (71,1-328,6)]
diperoleh dari 3-5 hari untuk parah dan
(hari 3) dan 7-10 hari [178.6
(hari 7) setelah HDIVC (133.3-350.6)]
dibandingkan untuk pasien
dengan yang sebelum kritis. Dengan
(hari 0) HDIVC. model persamaan
estimasi umum
(GEE), protein C-
reaktif (CRP)
ditemukan
menurun secara
signifikan dari
hari ke 0 sampai 3
dan 7 (parah:
59,01±37,9,
12,36±22,12,
8,95±20.4;
Kritis :
92,5±41,21,
33,9±30,2,
59,56±41,4
mg/L). Jumlah
limfosit dan sel T
CD4+ pada
pasien yang parah
mencapai tingkat
normal sejak hari
ke-3. Tren
peningkatan
serupa diamati
untuk PaO2/FiO2
(parah:
209,3±111,7,
313,4±146,
423,3±140,8;
kritis:
119,9±52,7,
201,8±86,64,
190,5±51,99) dan
organ berurutan
skor penilaian
kegagalan (berat:
2.83±1.72,
1.33±1.63,
0.67±1.03; kritis:
6.67±2.34,
4.17±2.32,
3.83±2.56).
Efek peningkatan
yang lebih baik
diamati pada
pasien yang parah
daripada pasien
kritis setelah
HDIVC.
4.1.2 Analisis Pembahasan Studi
Berdasarkan hasil penelitian yang di laporkan pada jurnal diatas, didapatkan
bahwa pengaruh vitamin C terhadap daya tahan tubuh pada kejadian covid-19
adalah berfungsi sebagai antioksidan dan berperan utama sebagai kofaktor dan
modulator berbagai jalur sistem imun (Rawat et al, 2021). Vitamin C juga
berperan sebagai antiinflamasi, antitrombotik, antivirus, dan imunomodulator
serta berperan dalam kekebalan bawaan dan adaptif (Zhang et al, 2020).
Vitamin C tidak dapat disintesis oleh manusia dan primata lainnya, sehingga
harus diperoleh dari makanan. Makanan atau suplemen secara oral merupakan
rute awal dan jalur yang sehat mendapatkan melalui diet. Penyerapan dan
eliminasi sangat bergantung pada dosis, dan beberapa organ memiliki mekanisme
yang bergantung pada konsentrasi, mempertahankan konsentrasi tinggi tingkat
selama masa pasokan yang tidak memadai dengan mengorbankan lainnya organ.
Homeostasis vitamin C dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk polimorfisme
genetik, lingkungan dan gaya hidup faktor seperti merokok dan diet, serta
penyakit. Peran biologis vitamin C terkait dengan bentuk tereduksinya, askorbat,
dan bertindak dalam sintesis dan metabolisme sel vital senyawa, aktivitas
antioksidan dan fungsi kekebalan tubuh (Erol, 2020).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Vitamin C
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang
larut dalam air (aqueous antioxidant). Vitamin C merupakan bagian dari
sistem pertahan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma
dan sel. Vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13
dan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C mudah teroksidasi secara
reversible membentuk asam dehidro L-asam askorbat dan kehilangan 2
aton hydrogen. Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting
bagi kesehatan manusia. Memberikan perlindungan antioksidan plasma
lipid dan diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh termasuk (leukosit,
fagositosis dan kemotaksis), penekanan replikasi virus dan produksi
interferon (Mitmesser dkk, 2016).
Vitamin C adalah nutrisi penting yang tidak dapat disintesis oleh
manusia. Vitamin C memiliki banyak kontribusi terhadap sistem imun
(imun innate dan adaptif). Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan
yang mampu menyumbangkan elektron, sehingga melindungi
biomolekul penting yang rusak oleh oksidan hasil metabolisme tubuh,
paparan racun dan polutan. Vitamin C juga merupakan kofaktor untuk
biosentesis, gen pengatur dan enzim dioksigenase. Vitamin ini sudah
lama dikenal sebagai kofaktor untuk lisis dan prolyl hidroksilase.
Vitamin C meningkatkan colagen, carnitine, catecholamines, amidated
peptides dan menurunkan hypoxia-inducible factor, dna methylation
dan histone methylation (Cheng, 2020).
a. Farmakologi Vitamin C
Konsentrasi vitamin C dalam plasma dan jaringan dikontrol
oleh tiga mekanisme, yaitu absorpsi, transportasi jaringan dan
reabsoprsi beserta eksresi ginjal. Vitamin C diabsorpsi melalui
saluran cerna. Vitamin C dalam darah sangat mudah dioksidasi
menjadi dehidroaskorbat. Vitamin C menyumbangkan elektron ke
substrat, sementara vitamin C teroksidasi menjadi radikal ascorbyl.
Dua molekul radikal bebas ascorbyl dapat terurai menjadi 1 molekul
askorbat dan 1 molekul asam dehydroascorbic (Lykkesfeldt dkk,
2019).
Vitamin C dibawa oleh sodium vitamin C co-transporter
(SVCT). Vitamin C masuk ke mitokondria dalam bentuk
dehidroaskorbat. Dehidroaskorbat yang diangkut berkurang di
mitokondria. Dehidroaskorbat juga direduksi kembali menjadi
askorbat oleh dehidroaskorbat reduktase dan pengurangan
glutathione. Askorbat keluar dari mitokondria. Langkah-langkah
terakhir sintesis askorbat terjadi di endoplasma retikulum (Erol,
2020).
Vitamin C secara spontan teroksidasi baik intraseluler dan
ekstraseluler menjadi bentuk yang tidak aktif secara biologis.
Distribusi vitamin C keseluruh tubuh sangat baik, dengan kadar
tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot. Jaringan spesifik
mengkontrol penyerapan vitamin C, distribusi jaringan, dan ekskresi
oleh transpor aktif melalui SVCT1 dan SVCT2. SVCT2 berfungsi
sebagai distribusi ke jaringan (Carr AC dan Maggini, 2017).
Akumulasi vitamin C terjadi melalui transportasi askorbat
teroksidasi, asam dehidroaskorbat dan diikuti oleh pengurangan
intraselulernya. SVCT1 memediasi penyerapan vitamin C pada
ginjal. Persediaan tubuh sebagian besar di cotex ginjal. Vitamin C
diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan garam sulfat jika
kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal. Ekskresi
berlangsung sebagai metabolit dehidronya dan sedikit sebagai asam
oksalat (Kemenkes, 2020).
Vitamin C berfungsi sebagai donor elektron untuk berbagai
enzim yang mengkatalisis biosintesis karnitin dan norepinefrin,
peptida hormone amidation, dan metabolisme tirosin. Hidroksilasi
yang dimediasi askorbat dari hipoksia inducible factor 1a (HIF- 1a)
mengatur transkripsi beberapa gen yang mengkode protein yang
terlibat dalam homeostasis besi, angiogenesis dan proliferasi sel.
Vitamin C memodulasi vasorelaksasi dengan meningkatkan sintesis
NO atau bioavailabilitas (Erol, 2020).
Vitamin C terkonsentrasi dalam leukosit, limfosit, dan
makrofag. Vitamin C juga meningkatkan chemotaxis, aktivitas
fagositik neutrofil dan kematian oksidatif. Proliferasi limfosit juga
dipercepat oleh vitamin C. Vitamin C juga mendaur ulang
tetrahydrobiopterin dari bentuknya yang teroksidasi, sehingga
mempertahankan aktivitas enzim, Tetrahydrobiopterin adalah
kofaktor untuk aktivitas Endothelial NO synthase (eNOS). Vitamin
C juga bertindak sebagai kofaktor untuk sejumlah biosintesis dan
gen pengatur gen dan enzim dioksigenase, menunjukkan efek
modulasi kekebalan (Boretti., 2020).
Peran lain vitamin C dalam fungsi vaskular termasuk
memodulasi penghalang sel endotel dan mengatur aktivitas NADPH
oksidase (NOX) yang terlibat dalam respons gen inflamasi. Vitamin
C juga dapat meregenerasi vitamin E (α-tokoferol) dari bentuk
teroksidasi (α-tokoferheril radikal), memungkinkan vitamin C untuk
secara tidak langsung menghambat peroksidasi lipid. Vitamin C
adalah antioksidan yang kuat, sehingga dapat membersihkan radikal
bebas dan mengembalikan antioksidan seluler lainnya.
b. Fungsi Vitamin C
Ada beberapa fungsi vitamin C terdiri dari :
1) Fungsi kekebalan vitamin C dan efek antimikroba
Vitamin C memiliki beberapa fungsi yang membuatnya menjadi
mikromineral penting bagi manusia. Vitamin C mendukung
beberapa fungsi seluler dari sistem imun adaptif dan bawaan dan
berkontribusi pada pertahanan imun. Vitamin C adalah kofaktor
untuk keluarga enzim biosintetik dan pengatur gen. Vitamin C juga
merupakan antioksidan kuat yang mendorong aktivitas pemulungan
kulit dan mendukung fungsi penghalang epitel melawan patogen
dengan melindungi organisme manusia terhadap stres oksidatif.
Vitamin C berkontribusi pada penghancuran mikroba dengan
terakumulasi dalam sel fagositik dan dapat meningkatkan
pembentukan oksigen reaktif spesies, serta kemotaksis dan
fagositosis. (Hemilä, 2017).
Demikian juga, defisiensi vitamin C menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi karena gangguan kekebalan. Di satu sisi,
kebutuhan metabolisme, serta peningkatan peradangan akibat
penyakit, memiliki dampak besar pada kadar Vitamin C. Di sisi lain,
pencegahan dan pengobatan infeksi sistemik dan pernapasan
tampaknya ditingkatkan dengan suplementasi dengan Vitamin C.
Oleh karena itu, untuk pencegahan infeksi dan optimalisasi vitamin
C pada tingkat sel dan jaringan, penting untuk memiliki pola makan
yang cukup vitamin C pemasukan, berarti 100-200 mg/hari.
2) Mengobati SARS dan MERS dengan vitamin C
Pengobatan dengan vitamin C dapat mempercepat pemulihan
pneumonia dan mengubah saluran pernapasan bagian bawah infeksi.
Selain itu, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa proliferasi
limfosit T, fungsi fagosit, ekspresi gen molekul adhesi monosit, dan
produksi interferon dipengaruhi oleh vitamin C. Namun, mekanisme
dimana vitamin C mempengaruhi sistem kekebalan tidak jelas dan
kurang dipahami. Penelitian tambahan harus dilakukan untuk
memperjelas data dalam literatur, mengetahui bahwa vitamin C
adalah antioksidan yang kuat dan efisien dan juga biaya efektif,
ketika pada sekaligus bisa juga berperilaku baik sebagai radikal
pemicu memproduksi berbahaya biokimia dalam hidup organisme.
4.2.2 Pengaruh Usia dengan vitamin C Kejadian Covid-19
Suplemen yang mengandung Vitamin C ini secara usia terlihat
paling banyak pada rentang usia remaja Akhir yaitu usia 17-25 tahun
sebanyak 49,5%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
putu udayana antari tahun 2021 dalam penelitian Korelasi Pemahaman
Covid-19 dan Penggunaan Suplemen yang terlihat sebanyak 92
Responden dengan usia 17-25 tahun (Antari et al, 2020). Serangkaian
kasus pasien berisiko tinggi dengan usia lanjut dan beberapa penyakit
penyerta yang dites positif COVID 19 dan diobati dengan vitamin C
selain pengobatan standar untuk COVID-19. Pasien memiliki
kebutuhan oksigen yang relatif tinggi dengan FiO2 rata-rata 67% ± 25%
sebelum perawatan. Faktanya, hipertensi dikaitkan dengan kebutuhan
ventilasi mekanis sementara usia dan persyaratan FiO2 pasca perawatan
secara signifikan terkait dengan mortalitas rawat inap, yang semuanya
konsisten dengan penelitian terbaru.
Menurut Zunyou, (2020) Sebagian besar pasien kasus berusia 30
hingga 79 tahun (87%), 1% berusia 9 tahun atau lebih muda, 1%
berusia 10 hingga 19 tahun, dan 3% berusia 80 tahun atau lebih.
Sebagian besar kasus didiagnosis di Provinsi Hubei (75%) dan paling
banyak melaporkan paparan terkait Wuhan (86%; yaitu, penduduk atau
pengunjung Wuhan atau kontak dekat dengan penduduk atau
pengunjung Wuhan). Sebagian besar kasus diklasifikasikan sebagai
ringan (81%; yaitu, nonpneumonia dan pneumonia ringan). Namun,
14% parah (yaitu, dispnea, frekuensi pernapasan 30/menit, saturasi
oksigen darah 93%, tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi rasio
oksigen inspirasi <300, dan/atau infiltrat paru >50% dalam 24 hingga
48 jam). ), dan 5% kritis (yaitu, kegagalan pernapasan, syok septik,
dan/atau disfungsi atau kegagalan organ multipel)
Hal ini menjadi sangat wajar bila mengingat usia ini adalah
termasuk kedalam usia produktif dan pada umumnya memiliki daya
ingat dan daya tangkap yang baik serta memiliki kedawasaan dalam
berfikir. Pada kelompok usia ini merupakan kelompok usia produktif
yang memiliki mobilitas tinggi sehingga membutuhkan suplemen
vitamin untuk menunjang aktivitasnya (Wulandari, 2014).
Sementara penggunaan vitamin C IV mungkin aman dan layak
pada pasien dengan COVID-19 dengan penyakit sedang hingga berat,
peneliti menduga bahwa efek pada kematian dan kebutuhan akan
ventilasi mekanis mungkin paling sederhana. Studi acak atau terkontrol
lebih lanjut harus bertujuan untuk mengklarifikasi kemungkinan peran
Vitamin C pada COVID-19 yang parah.
4.2.3 Pengaruh Berat Badan dengan vitamin C Kejadian Covid-19
Pada penderita covid-19 yang memiliki berat badan tidak
terkontrol juga didapatkan kemungkinan defisiensi vitamin C. Suatu
penelitian menggunakan tikus yang diinfeksi dengan virus H1N1,
pemberian suplemen vitamin C dapat meningkatkan produksi interferon
c (IFN-c) oleh natural killer (NK) cells dan mengurangi infeksi virus.
Hasil pengamatan yang sama didapatkan pada peripheral blood
mononuclear cells (PBMCs) yang distimulasi in vitro dengan H1N1,
dengan adanya peningkatan ekspresi CD 25 dan CD 69. CD 25 adalah
rantai alfa dari interleukin 2 (IL-2) yang berperan penting dalam
perkembangan dan keberadaan Treg. CD69 yang merupakan penanda
awal aktivasi yang dihasilkan oleh (tissue-resident memory) TRM sel T
pada sebagian besar jaringan dan dapat diinduksi oleh pengenalan
antigen atau cytokine signaling (Kim et al, 2016). Karena itu, defisiensi
vitamin C juga dapat menyebabkan gangguan pada sistim pertahanan
tubuh.
Status nutrisi seseorang tidak hanya mempengaruhi respon imun
dan homeostasis, tetapi juga mikrobiota ususnya. Beberapa penelitian
mengungkapkan adanya hubungan antara obesitas dengan gangguan
mikrobiota usus pada anak-anak dan orang dewasa. Ada yang
menyatakan adanya peningkatan mikrobiota Firmicutes dan penurunan
Bacteroidetes pada sampel feses, juga peningkatan produksi short-chain
fatty acid (SCFA) pada anak-anak obese dibandingkan dengan anak-
anak dengan berat badan normal (Riva et al, 2017). Ada juga penelitian
yang menyatakan tidak adanya perbedaan tersebut, namun pada level
genus beberapa bakteri filum Firmicutes (Faecalibacterium,
Phascolarctobacterium, Lachnospira, Megamonas) secara signifikan
lebih banyakpada kelompok anak-anak obese dibandingkan dengan
kelompok ana-anak dengan berat badan normal (Chen et al, 2020).
Perubahan pola makan saat pandemi COVID-19 karena terbatasnya
ketersediaan dan akses terhadap jenis bahan makanan tertentu, dapat
menyebabkan perubahan mikrobiota. Perubahan mikrobiota dapat
mempengaruhi absorbsi nutrisi dan respon imun terhadap infeksi
SARS-CoV-2.
Pengaruh berat badan pasien sangat berpengaruh pada proses
penyumbuhan dimana, Jaringan adiposa yang terakumulasi pada
obesitas, kaya akan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2)
yang berperan sebagai port of entry untuk SARS-CoV-2 ke dalam sel
manusia, sehingga hal ini dapat mengarah pada terjadinya viral load
yang lebih besar dan viremia berkepanjangan. Banyaknya jaringan
adiposa pada organ visceral dapat mengakibatkan efflux dari
proinflammatory cytokines. Hal ini mempengaruhi proses seluler
sistemik dan berkaitan dengan inflamasi yang pada beberapa kasus
menyebabkan “cytokine storm” pada COVID-19. Peningkatan pro-
inflammatory cytokines dan penurunan kadar adiponektin dalam
sirkulasi orang dengan obesitas, dapat mengganggu struktur jaringan
limfoid, merubah komposisi populasi leukosit dan fenotip infalamsi,
dan pada akhirnya mengganggu respon imunologi terhadap infeksi,
termasuk infeksi SARS-CoV-2. Respon imunologi sel B dan sel T juga
terganggu pada orang dengan obesitas, sehingga mengakibatkan
peningkatan kerentanan dan keterlambatan proses penyembuhan infeksi
virus. Kesemua hal ini menurunkan efektivitas vaksin pada orang
dengan obesitas (Dicker et al, 2020).
Kebutuhan energi pasien dapat dinilai dari usia, berat badan dan
tinggi badan pasien. Selain itu, kebutuhan energi pasien bergantung
pada keparahan penyakitnya. Bila tidak dapat menilai total kebutuhan
harian pasien dengan cara yang biasa dilakukan pada orang sehat maka
beberapa poin di bawah dapat menjadi alternatif untuk menghitung
kebutuhan energinya : 27 kkal/kgBB/hari untuk pasien polimorbid
berusia >65 tahun, 30 kkal/kgBB/hari untuk pasien polimorbid yang
severely underweight dan 30 kkal/kgBB/hari untuk pasien lansia
disesuaikan dengan kondisi individu berdasar atas status gizi, tingkat
aktivitas fisik, dan penyakit. Target 30 kkal/kgBB/hari pada pasien
yang sangat kekurangan berat badan dapat dicapai dengan hati-hati dan
perlahan-lahan, karena populasi ini adalah populasi risiko tinggi dalam
sindrom refeeding. Sindrom refeeding adalah gangguan metabolisme
yang terjadi sebagai akibat dari penggantian nutrisi pada orang yang
kelaparan, kurang gizi, atau stres metabolik karena penyakit yang parah
(Laurence et al, 2020).
4.2.4 Pengaruh Status Gizi dengan vitamin C Kejadian Covid-19
Fungsi kekebalan tubuh disarankan memakan maka nan yang
sehat dengan gizi seimbang yang kaya akan buah dan sayuran
berwarna. Saran khusus untuk lansia adalah meningkatkan konsumsi
vitamin C (200 mg--2 g/hari), vitamin E (134--800 mg/hari), Seng (30--
220 mg/hari), dan vitamin D (10--100 µg/hari) untuk mereka yang
memiliki kadar vitamin D rendah. Penelitian pada orang dewasa
ternyata zat gizi ini terbukti meningkatkan kekebalan sel T dan sel B
(antibodi). Belum ada bukti jelas bahwa intervensi diet seperti itu dapat
membantu melindungi diri terhadap infeksi COVID-19, atau bahkan
mengurangi kerusakannya. Walaupun begitu, mempromosikan zat gizi
yang sudah terbukti baik bagi kesehatan dan sistem kekebalan tubuh
sebelum, selama dan setelah infeksi covid-19 tetap diperlukan. (Wang
et al, 2019).
Selain penanganan penderita COVID-19, pencegahan COVID-
19 dari segi gizi perlu diupayakan. Dalam upaya pencegahan ini
diperlukan pertahanan tubuh yang optimal. Pertahanan tubuh yang
optimal ini salah satunya dapat diperoleh dengan memiliki indeks
massa tubuh yang normal, dibanding dengan kekurangan atau kelebihan
berat badan. Indeks massa tubuh yang tinggi (kelebihan berat badan
atau obesitas) dilaporkan memiliki prognosis buruk pada pasien
komorbid COVID-19.
Zat gizi tersebut diperlukan guna mempertahankan sistem
metabolisme tubuh dalam perannya sebagai penghasil tenaga,
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, perkembangan otak serta
produktivitas kerja dan perlu dikonsumsi dalam jumlah cukup sesuai
kebutuhan. Pola makan seimbang berguna untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan. WHO telah memberikan
rekomendasi menu gizi seimbang di tengah pandemi COVID-19 dan
menekankan fokus pada asupan protein untuk membuat pondasi daya
tahan tubuh yang kuat (building block). Salah satu pesan gizi dari WHO
ialah membiasakan konsumsi lauk pauk dengan protein tinggi (Akbar &
Aidha, 2020).
Gizi yang baik bukan hanya menjaga tubuh dengan
meningkatkan imun menghadapi penyakit, tetapi juga mempercepat
proses perawatan atau penyembuhan di rumah sakit.Sudah banyak
penelitan yang dilakukan bahwa pasien yang mendapatkan terapi gizi
selama dirawat memiliki tanda klinis yang bagus, komplikasi lebih
sedikit, angka mortalitas rendah dan mempersingkat waktu rawat inap
sehingga mengurangi biaya rumah sakit. Gambaran umum pasien
COVID-19 adalah demam dan peradangan. Penderita COVID-19
memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi daripada orang normal.
Meskipun begitu, memenuhi kebutuhan energi pasien ini tidak mudah.
Berbagai alasan seperti nafsu makan yang buruk, asupan energi yang
tidak adekuat di rumah sakit, dan gangguan terapeutik adalah hal yang
biasa dialami pasien rawat inap. (Pradelli et al, 2012).
Asupan gizi kurang berkaitan erat dengan terjadinya komplikasi,
waktu rawat inap, dan waktu penggunaan ventilator. Oleh karena itu,
menjaga keseimbangan energi pasien COVID-19 sangat penting. Terapi
gizi dapat memperbaiki kondisi klinis, mendukung pengobatan,
mempersingkat masa tinggal di rumah sakit, dan mengurangi
komplikasi serta kematian. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
perawatan gizi dapat menghemat biaya medis untuk pasien dengan
sepsis, tumor gastrointestinal, infeksi nosokomial, komplikasi bedah,
dan pankreatitis (Tyler et al., 2020).
4.2.5 Pengaruh Vitamin C Terhadap Daya Tahan Tubuh pada Kejadian
Covid-19
Pemberian intravena vitamin C sangat bagus dan diterapkan pada
kasus COVID-19. Kerusakan paru hal yang harus diwaspadai dalam
pemulihan pasien COVID-19, karena membutuhkan respons imun yang
baik, maka dibutuhkan terapi untuk meningkatkan respons imun.11
Vitamin C memiliki aktivitas klinis dalam melawan virus. Vitamin C
sebagai imunomodulasi pada pasien dengan infeksi virus dan
meningkatkan produksi interferon dan mengatur sintesis sitokin
proinflamasi (Boretti et al, 2020).
Vitamin C dalam tubuh menurun dalam kasus COVID-19 yang
disebabkan oleh sitokin inflamasi dan peningkatan konsumsi vitamin C
pada sel somatik (Susilo et al, 2020). Dalam meta-analisis dengan 29
uji coba terkontrol dengan 11.306 peserta yang diberikan asupan
vitamin C 1 gram/hari tidak dapat mencegah Infeksi Saluran Nafas Atas
(ISPA). Namun, dari hasil uji coba yang sama, Vitamin C dapat
memperpendek dan mengurangi ISPA. Pada frekuensi dan gejala ISPA
yang ringan, maka vitamin C memberikan dampak yang sedikit dan
dosis profilaksis vitamin C tidak berguna jika keadaan normal (Liu,
2020).
Pada COVID-19 kerusakan sel terjadi karena peningkatan
oxidative stress dan mengakibatkan kegagalan organ. ARDS merupakan
penyebab utama oxidative stress pada pasien COVID-19, karena
mengakibatkan radikal bebas dan stikon meningkat. Vaksin dan
antivirus yang tepat masih belum ditemukan, maka pemberian obat
suportif dan antioksidan memiliki peran penting dalam kasus COVID-
19.
Di pertahanan imunologis, vitamin C terlibat dalam fungsi
seluler sistem bawaan dan adaptif. Dalam penghalang epitel, yang
pertama garis pertahanan, bertindak dalam integritasnya dan melindungi
dari serangan bebas radikal; berkontribusi pada fungsi leukosit,
terakumulasi dalam sel fagosit (misalnya neutrofil), meningkatkan
kemotaksis, fagositosis, kematian mikroorganisme, apoptosis dan
eliminasi neutrofil di tempat infeksi. Selain itu, vitamin C tampaknya
terlibat dengan fungsi limfosit, melalui peningkatan diferensiasi dan
proliferasi sel B dan T. Juga, vitamin C memiliki efek anti-inflamasi
seperti penghambatan faktor nuklir kappa B (NF-kB) dan mengurangi
mediator pro-inflamasi, serta aktivitas antioksidan, melawan radikal
bebas dan regenerasi lainnya antioksidan (Lykkesfeldt et al, 2019)
Vitamin C (asam askorbat) berfungsi sebagai antioksidan kuat
yang larut dalam air dengan secara langsung menangkap radikal bebas
oksigen dan bertindak sebagai kofaktor esensial untuk produksi
katekolamin, vasopresin, dan kortisol dalam tubuh manusia. Vitamin C
juga ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam leukosit dan terlibat
dalam beberapa respon imun dan fungsi. Bukti yang muncul dalam
studi praklinis menunjukkan bahwa vitamin C memainkan peran
penting dalam memperbaiki efek peradangan dengan menghambat
produksi sitokin proinamasi, membantu imunoregulasi, menetralkan
spesies oksigen reaktif (ROS), dan melindungi sel inang (Koekkoek et
al, 2016). Hipovitaminosis C ada di mana-mana pada pasien yang sakit
kritis, dan sekitar 40% pasien mengalami defisiensi parah, sedangkan
kadar serum vitamin C yang rendah tidak dapat dikoreksi dengan
suplementasi oral karena masalah farmakokinetik. Dengan demikian,
vitamin C intravena dosis tinggi (HDIVC) ditambahkan ke terapi
standar pasien sakit kritis dalam penelitian terbaru, seperti sepsis,
ARDS, operasi jantung dan luka bakar (Li et al, 2018).
Vitamin C juga memiliki fungsi fisiologis pleiotropik yang
relevan terhadap COVID-19, termasuk pencegahan pembentukan
mikrotrombi dan penyumbatan kapiler, pengurangan penanda inflamasi
peningkatan (badai sitokin), pengurangan stres oksidatif dan telah
disarankan memiliki peran dalam interferon sitokin antivirus tingkat.
Beberapa penelitian telah meneliti efek vitamin C pada hasil primer dan
sekunder pasien Covid-19. Sebuah studi percontohan mengukur kadar
vitamin C serum dalam kohort pasien dengan penyakit kritis COVID-19
di unit perawatan intensif (ICU) rumah sakit. Para penulis menemukan
kadar serum vitamin C yang rendah [22,2 mmol/L (SD 18,3)] pada
sebagian besar pasien (Arvinte et al, 2020). Selain itu, kadar vitamin C
serum berkontribusi pada signifikansi usia sebagai prediktor kematian.
Keterbatasan seperti ukuran sampel terkait. Xing dkk. (2021), juga
menemukan kadar vitamin C plasma yang lebih rendah pada pasien
COVID-19 dibandingkan dengan sukarelawan sehat.
Penggunaan vitamin C secara apeutik mungkin masuk akal
untuk pasien pneumonia yang memiliki kadar vitamin C plasma
rendah. Vitamin C juga memiliki fungsi fisiologis pleiotropik yang
relevan dengan Covid-19 termasuk pencegahandan penyumbatan
kapiler, pengurangan elevasi penanda inflamasi (badai sitokin),
pengurangan stres oksidatif dan telah disarankan memiliki peran di
tingkat interferon sitokin antivirus (Horby et al, 2020).
Beberapa penelitian menyajikan serangkaian kasus pasien
berisiko tinggi dengan usia lanjut dan beberapa penyakit penyerta yang
dites positif COVID 19 dan diobati dengan vitamin C IV selain
pengobatan standar untuk COVID-19. Pasien memiliki kebutuhan
oksigen yang relatif tinggi dengan FiO2 rata-rata 67% ± 25% sebelum
perawatan. Faktanya, hipertensi dikaitkan dengan kebutuhan ventilasi
mekanis sementara usia dan persyaratan FiO2 pasca perawatan secara
signifikan terkait dengan mortalitas rawat inap, yang semuanya
konsisten dengan penelitian terbaru (Wu, 2020). Median BMI adalah
32,7, menunjukkan tingginya prevalensi obesitas pada populasi
penelitian kami, yang merupakanrisiko yang muncul faktor untuk
morbiditas dan keparahan penyakit pada Covid-19 (Stefan et al, 2020).
Organ dan sistem organ lain, seperti ginjal, tetap menjadi target
COVID-19, dan banyak jalur telah diusulkan untuk efek berbahaya
langsung dan tidak langsungnya. Vitamin C bersama dengan
kortikosteroid dan tiamin ditemukan terkait dengan penurunan risiko
disfungsi organ progresif, termasuk cedera ginjal akut, dan penurunan
angka kematian pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik.
Namun, bukti tampaknya bertentangan karena uji coba acak yang baru-
baru ini diterbitkan tidak menemukan manfaat klinis yang signifikan
(Fujii dkk, 2020). Sementara itu, literatur yang tersedia menjelaskan
bagaimana kasus Covid-19 yang parah cenderung muncul dengan
sepsis berat, ARDS, dan badai sitokin. Karena gambaran syok septik
dan badai sitokin pada penyakit Covid-19 yang parah, ada kekhawatiran
akan cedera akibat oksidatif atau radikal bebas. Karena pencegahan dan
pengelolaan stres oksidatif berpotensi dicapai melalui antioksidan dosis
besar, pendekatan ini mungkin berlaku untuk Covid-19 dengan
pemberian vitamin C. Meskipun kami tidak mengumpulkan data secara
eksplisit, penelitian lebih lanjut dapat mengklarifikasi dampak
suplementasi vitamin C pada fungsi ginjal dan perkembangan cedera
ginjal (Cheng, 2020).
Peran lain vitamin C dalam fungsi vaskular termasuk
memodulasi penghalang sel endotel dan mengatur aktivitas NADPH
oksidase (NOX) yang terlibat dalam respons gen inflamasi. Vitamin C
juga dapat meregenerasi vitamin E (α-tokoferol) dari bentuk teroksidasi
(α-tokoferheril radikal), memungkinkan vitamin C untuk secara tidak
langsung menghambat peroksidasi lipid. Vitamin C adalah antioksidan
yang kuat, sehingga dapat membersihkan radikal bebas dan
mengembalikan antioksidan seluler lainnya (Gunawan dkk, 2016).
Selain diperoleh dari suplemen, vitamin C juga bisa diperoleh dari buah
dan sayur.22 Dosis yang tepat buat orang dewasa adalah 2 gram/hari.
Suplementasi oral dengan 500 mg/hari dibutuhkan pada kasus yang
lebih ringan, tetapi terapi parenteral mungkin diperlukan pada kasus
yang berat. Asupan vitmain C yang tinggi bisa menyebabkan gagal
ginjal.
Risiko dosis tinggi bisa menyebabkan hemolisis dan batu ginjal.
Angka kecukupan gizi vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningkat
60 mg pada dewasa. Kebutuhan akan vitamin C meningkat 300-500%
pada penyakit infeksi. Efek samping penggunaan dosis tinggi bisa
menyebabkan batu ginjal oksalat dan diare (Carr AC dan Maggini,
2017). Diare disebabkan oleh iritasi pada mukosa usus yang
menyebabkan peningkatan peristaltik, sedangkan batu ginjal disebabkan
karena metabolisme dan ekskresi dalam bentuk oksalat. Dosis diatas
500 mg bisa merusak sel-DNA karena adenosin dirusak oleh
dehidroaskorbat yang bekerja sebaga prooksidan (Kominfo RI, 2020).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa oemberian terapi injeksi
intravena dengan dosis tinggi aman untuk pasien sakit kritis dan secara
signifikan mengurangi dukungan vasopresor, cedera organ terbatas,
memperpendek durasi ventilasi mekanis dan tinggal di ICU dan
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup. Selain itu, vitamin C
memiliki aktivitas antivirus nonspesifik langsung secara in vitro,
meskipun tidak jelas apakah ini memberikan perlindungan kepada
manusia dengan Covid-19 (Hemila et al, 2019).
4.2.6 Mekanisme Vitamin C Terhadap Daya Tahan Tubuh pada
Kejadian Covid-19
Mekanisme jalur intravena dari Vitamin C yang dapat
menginhibisi TNFa, IL-1ß (InterLeukin-1ß), ROS, limfosit, dan
makrofaag. Vitamin C dapat memodulasi fungsi spesifik dari neutrophil
dengan cara menghambat pembentukan Neutrofil Extracellular Trap
(NETosis) dan mengurangi produksi sitokin di alveolar space. Efek
pengurangan badai sitokin ini juga dapat dispekulasikan karena
berkurangnya limfosit dan makrofag. ROS adalah reactive oxygen
species (spesies oksigen reaktif); NFkB adalah nuclear transcription
factor kappa B (factor transkripsi kappa B); tanda ˫ adalah inhibisi;
garis putus-putus adalah pengurangan efek atau produksi; IA=Intravena
Administration=jalur intravena, IL= Inter-leukin (Cerullo, et al, 2020).
Pengobatan vitamin C dosis tinggi bertindak sebagai prooksidan
untuk sel imun, tetapi sebagai antioksidan untuk sel epitel paru.
pengobatan vitamin C dapat melindungi imunitas bawaan melalui
penghambatan sekresi laktat. Pemberian vitamin C dosis tinggi sangat
bagus pada pasien COVID-19, namun efek samping yang mungkin
timbul dalam pengobatan vitamin C dosis tinggi adalah kematian sel
osmotik dari sel imun dan menyebabkan peradangan lokal di alveolar
(Cerullo et al. (2020).
Ketika seseorang yang sudah memiliki potensi sitokin rilis
kemudian terinfeksi dengan virus COVID-19, maka sitokin rilis seolah
diaktifkan, maka terjadi pelepasan sitokin yang tidak terkendali atau
badai sitokin. Badai sitokin menciptakan peradangan yang melemahkan
pembuluh darah di paru dan dan akhirnya menciptakan masalah
sistemik yang dapat mengakibatkan kerusakan pada seluruh organ.
Badai sitokin di paru maka paru akan dipenuhi oleh cairan dan sel-sel
imun seperti makrofag yang pada akhirnya dapat menyebabkan
penyumbatan jalan napas kemudian menimbulkan sesak napas dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Sel kandungan vitamin C
intraseluler dalam imun tergantung pada ketersediaan plasma. Pada
orang dewasasehat kandungan vitamin C dalam leukosit dapat
dijenuhkan dengan asupan vitamin C minimal 100 mg per hari, melalui
makanan, memperoleh konsentrasi masing-masing sekitar 3,5 dan 1,5
mmol/L, dalam limfosit, monosit dan neutrophil (Carr & Maggini,
2017)
Oleh karena itu, pengobatan glukokortikoid intravena harus
ditambahkan untuk mengurangi kemungkinan inflamasi dari
pengobatan vitamin C dosis tinggi. Vitamin C intravena dosis tinggi 50
mg/kilogram berat badan setiap 6 jam selama 4 hari dengan glucose
restriction, lalu hidrokortison 50 mg IV setiap 6 jam selama 7 hari harus
diberikan untuk melawan peradangan yang disebabkan oleh terapi.
(Kashiouris et al, 2020).
Tanpa gejala dan gejala ringan diberikan tablet vitamin C non
acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) atau tablet isap vitamin C
500 mg/12 jam oral (selama 30 hari). Sedangakan Gejala sedang dan
gejala berat diberikan vitamin C 200–400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl
0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drips Intravena (IV) selama
perawatan. Pemberian intravena lebih baik daripada oral karena kadar
serum yang masuk ke dalam tubuh intravena 25 kali lebih tinggi
daripada oral (Adams et al, 2020).
BAB V
PENGARUH VITAMIN C TERHADAP IMUNITAS
PADA KEJADIAN COVID-19 DAN DITINJAU
DARI KEDOKTERAN DAN ISLAM
5.1 Vitamin
Vitamin secara etimologi bermakna gabungan kata “vital” artinya
“hidup” dan amina (amin) yang mengacu pada suatu gugus organik yang
memiliki atom nitrogen (N). Vitamin pada dasarnya dibutuhkan tubuh dalam
jumlah yang tidak banyak, namun penting untuk mempertahankan kehidupan
dan kesehatan manusia. Tubuh manusia akan terganggu apabila ia
kekurangan vitamin, namun tidak boleh kelebihan vitamin juga. Jadi baik
kekurangan, maupun kelebihan masukan vitamin akan mengganggu
kesehatan badan. Vitamin merupakan nutrien organic yang dibutuhkan dalam
jumlah kecil untuk berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak
disintesis oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. (Tirtawinata,
2006 dalam Andriyani, 2019)
Vitamin yang pertama kali ditemukan adalah vitamin A dan B , dan
ternyata masing-masing larut dalam lemak dan larut dalam air. Kemudian
ditemukan lagi vitamin-vitamin yang lain yang juga bersifat larut dalam
lemak atau larut dalam air. Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air
dipakai sebagai dasar klasifikasi vitamin.Vitamin yang larut dalam air,
seluruhnya diberi symbol anggota B kompleks kecuali (vitamin C ) dan
vitamin larut dalam lemak yang baru ditemukan diberi symbol menurut abjad
(vitamin A,D,E,K).Vitamin yang larut dalam air tidak pernah dalam keadaan
toksisitas di didalam tubuh karena kelebihan vitamin ini akan dikeluarkan
melalui urin. (Triana dan Vivi, 2019)
5.1.1 Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting bagi kesehatan
manusia. Memberikan perlindungan antioksidan plasma lipid dan
diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh termasuk (leukosit, fagositosis dan
kemotaksis), penekanan replikasi virus dan produksi interferon (Duerbeck et
al, 2016). Vitamin C termasuk salah satu vitamin esensial karena manusia
tidak dapat menghasilkan vitamin C di dalam tubuh sendiri, vitamin C harus
diperoleh dari luar tubuh. (Mitmesser et al, 2016).
Dari sudut ilmu gizi, sayuran merupakan sumber mineral dan vitamin.
Dalam AlQur’an secara jelas menganjurkan agar manusia makan sayur-
mayur, sebagaimana tersurat dalam QS Yunus ayat 24: (Tirtawinata, 2006
dalam Andriyani, 2019)
ٰ ۡ َ فََأ
ة َو ِم ۡنهَˆˆاٞ ˆير ٖ َيˆل َوَأ ۡع ٰن
َ ˆِب لَّ ُكمۡ فِيهَˆا فَ ٰ َو ِكˆهُ َكث ٖ ت ِّمن نَّ ِخ
ٖ َّنشˆأنَا لَ ُكم بِِۦه َجن
َ ُتَ ۡأ ُكل
ون
Artinya : “Dengan itu Kami tumbuhkan untuk kamu kebunkebun kurma dan
anggur; di dalamnya kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang
banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan.” (QS. Al-
Mu’minum (23) : 19)
‘’Siapa pun yang pagi-pagi makan tujuh buah kurma ajwah, maka
pagi hari itu dia tidak mudah keracunan dan terserang penyakit, ’’
(HR. Muslim ).
2. Anggur
Anggur adalah bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa
India atau Persia, Angur. Sedangkan bahasa Arabnya adalah ‘inab,
karam, dan zabib.Kata ‘inab disebut di Al-Qur’ān. Dalam Al Qur’an,
Allah Subhanahu wa Ta’ala sering menyebutkan buah anggur. Buah
anggur merupakan nikmat Allah yang dianugrahkan kepada hamba
hambaNYA di dunia ini dan di akhirat kelak. Anggur termasuk buah
buahan yang sangat bagus dan banyak manfaatnya. Anggur adalah
salah satu dari tiga buah buahan yang disebut sebagai “ raja buah
buahan” di samping kurma dan tin. (Khasanah, 2011)
3. Delima
Delima berasal dari bahasa serapan bahasa Bengali India,
dalim. Bahasa Arab delima adalah rumman.Bahasa Inggris delima
“pomegranate” berasal dari kata Latin pomum (apel) dan granatus
(berbiji). Hal ini mempengaruhi nama delima dalam berbagai bahasa,
seperti Jerman Granatapfel (apel berbiji) (Sunardi, 2008).
Buah Delima (rumman) dalam Al Quran disebutkan di
beberapa tempat, yaitu dalam Surat Al An’am 99 dan 141, serta Ar
Rahman 68. Bagian bagian Buah Delima, terutama kulit luarnya
mengandung asam tanat (Tannic Acid) yaitu zat pembasmi dan
pembersih bakteri. Sedangkan jika diperas (dibuat jus) selain
mengandung Tannic Acid juga zat gula mentol dan unsur besi dalam
jumlah yang cukup tinggi. Menurut Ilmu Kedokteran, buah delima
mempunyai manfaat antara lain; mengobati diare, ambeien, pelega
nafas, cacingan, radang gusi, radang lambung dan obat mata
(Khasanah, 2011)
ت ِّم ۢن بَ ۡي ِن يَ َد ۡيˆˆ ِه َو ِم ۡن َخ ۡلفِ ِهۦ يَ ۡحفَظُˆˆونَهۥُ ِم ۡن َأمۡˆˆ ِر ٱهَّلل ۗ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَلٞ َلَهۥُ ُم َعقِّ ٰب
ُوا َمˆˆا بَِأنفُ ِس ˆ ِهمۡۗ َوِإ َذٓا َأ َرا َد ٱهَّلل ُ بِقَˆ ۡˆو ٖم ُس ˆ ٓوءٗ ا فَاَل
ْ يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ۡو ٍم َحتَّ ٰى يُ َغيِّر
ٍ َم َر َّد لَ ۚۥهُ َو َما لَهُم ِّمن ُدونِ ِهۦ ِمن َو
ال
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”
Artinya : “ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah (1) : 168)
5.
6.
6.1. Kesimpulan
Dari hasil kajian analisis sistematis dari jurnal internasional yang
sudah didapatkan kesimpulan bahwa :
6.2. Saran
1. Kepada Peneliti
Peneliti disarankan untuk melakukan studi literatur lebih lanjut
mengenai pengaruh vitamin C terhadap daya tahan tubuh pada kejadian
Covid-19 dan tinjaunnya menurut pandangan agama Islam agar didapatkan
referensi yang lebih lengkap dan komperensif.
2. Kepada Masyarakat
Masyarakat disarankan mengonsumsi vitamin C dengan dosis yang
tepat sebagai upaya untuk meningkatkan daya tahan tubuh dalam
menghadapi kejadian Covid-19 disamping tetap menjaga kesehatan baik
secara jasmani maupun rohani, dengan mematuhi 3M (Memakai masker,
Menghindari Kerumunan, Mencuci Tangan) berolahraga maupun
mendekatkan diri kepada Allah S.W.T.
DAFTAR PUSTAKA
Hemila et al. (2019). Vitamin C Dapat Memperpendek Lama Rawat Inap di ICU:
Meta-Analysis. Nutrisi 11 (4). doi :10.3390/nu11040708.
Hassanein. (2020). COVID-19 and the kidney. Cleveland Clinic Journal of
Medicine, 87(10), 619–631.
Hoffmann. (2020). SARS-CoV-2 cell entry depends on ACE2 and TMPRSS2 and
is blocked by a clinically proven protease inhibitor.
Hemilä H. (2017).Vitamin C and infections. Nutrients ; 9 (4) :1–41.
Horby et al. (2020). Dexamethasone in hospitalized patients with COVID-19:
preliminary report. N Engl J Med. [Epub ahead of print].
Izquierdo. (2020). Early View Original article The Impact of COVID-19 on
Patients with Asthma.
Jimm man. (2014). Essential of Human Nutrition. Jakarta : Buku Kedokteran.
Kannan. (2020). COVID-19 (Novel Coronavirus 2019) –recent trends. Maldives :
European Review for Medical and Pharmacological Sciences, Vol. 24.
Kashiouris et al. (2020). The emerging role of vitamin C as a treatment for sepsis.
Nutrients.
Kementrian kesehatan Republik Indonesia. (Kemenkes) (2020). Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian COVID-19. Pedoman kesiapan menghadapi
COVID-19;0–115.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI).
2020
Koekkoek et al. (2016). Vitamin Antioksidan dan Trace Elements pada Penyakit
Kritis. Praktik Klinik Nutr 31 (4) : 457-474.
Laurence et al. (2020). ISIN Position Statement on Nutrition, Immunity and
COVID-19. ISIN - International Society for Immunonutrition.
http://immunonutrition-isin.org/
Lykkesfeldt et al. (2019). The pharmacokinetics of vitamin C. Nutri ents 2019 Oct
9;11(10):2412. https://doi.org/10.3390/nu11102412.
Li. (2018). Bukti lebih kuat dari yang Anda kira: meta-analisis penggunaan
vitamin C pada pasien dengan sepsis. Crit Care 22 (1):258.
doi:10.1186/s13054-018-2191-x
Liu. (2020). Intravenous high-dose vitamin C for the treatment of severe COVID-
19: study protocol for a multicentre randomized controlled trial. BMJ
Open
[Internet].
Maulana. (2020). Pengaruh Pemberian Suplemen Vitamin C Sebagai
Imunomodulator Pasien Terinfeksi Covid-19. Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Mccaffery. (2020). Coronavirus : it ’ s time to debunk claims that vitamin C could
cure it. Coronavirus it’s time to debunk claims that Vitamin C could cure
I ; 4–9.
Mitmesser. (2016).“Determination of Plasma and Leukocyte Vitamin C
Concentrations in a Randomized, Double-Blind, Placebo-Controlled Trial
with Ester-C®.” SpringerPlus 5(1).
Mousavi. (2019). Immunomodulatory and antimicrobial effects of vitamin C. Eur
J Microbiol Immunol (Bp) ; 9 (3):73–79. [cited 2019 Aug 16].
Murray. (2012). Biokimia Harper Edisi 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Peng. (2020). Vitamin C Infusion for the Treatment of Severe 2019-nCoV
Infected Pneumonia”. U.S. National Library of Medicine.
Pradelli et al (2012). N-3 fatty acid-enriched parenteral nutrition regimens in
elective surgical and ICU patients: a meta-analysis. Critical Care, 16(5),
R184. https://doi.org/10.1186/-cc11668 Rusdin. (2015). Kimia Pangan.
Yogyakarta.
Cerullo et al. (2020). The Long History of Vitamin C: From Prevention of the
Common Cold to Potential Aid in the Treatment of COVID-19. Italy:
University of Pavia. Doi 10.3389/fimmu.2020.574029
Adams et al. (2020). Myth Busters: Dietary Supplements and COVID-19. Annals
of Pharmacotherapy.
BIODATA PENELITI