Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan
setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan makanan
diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap
melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari
pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang
sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di
Indonesia adalah World Health Organization – National Centre for Health
Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi
menjadi empat :
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished.
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat,
PCM (Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi
Malnutrisi ( PEM ) atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein.
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-
kwasiorkor dan kwasiorkor.
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
b. Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi
nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan
anak prasekolah (balita).
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara
marasmus dan kwashiorkor.
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat
badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP
berat).
3. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
4. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor
(MEP berat).
B. Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori
dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan
perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam
amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan
metabolisme. Selama diet mengandung cukup karbohidrat, maka produksi
insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang
jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin
berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati
terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport
lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan
lemak di hati.
C. Etiologi
1. Agen
a. Makanan tidak seimbang
b. Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak.
c. Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga
d. Pola pengasuhan anak yang tidak memadai
e. Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih
f. Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memad
2. Host
a. Berat Badan Lahir Anak Balita
b. Status Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian
anak balita yang disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit,
artinya anak balita yang telah memperoleh imunisasi yang
lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah memiliki
kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang
masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk
antibodi terhadap kuman tersebut.  
c. Status ASI Eksklusif
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk
kekebalan tubuh bayi. Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan
dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap.
Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang
diberikan secara dini kepada bayi. Susu formula sangat susah
diserap usus bayi sehingga dapat menyebabkan susah buang air
besar pada bayi. Proses pembuatan susu formula yang tidak
steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan
menjadi pemicu terjadinya kurnag gizi pada anak.
d. Pemberian Kolostrum
e. Tingkat pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah
satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi
karena dengan tingkat pendidkan yang lebih tingggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi
lebih baik.
f. Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat
mengatasi masalah yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita
khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap
konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki
pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal
maupun informal.
g. Pekerjaan Ibu
Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi
waktu untuk tugas-tugas pemeliharaan anak, kurang pemberian
ASI.
h. Jumlah Anak dalam Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang
gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan
keluarga terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah
memenuhi makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya
sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin
adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh
anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling
terpengaruh oleh kekurangan pangan.
i. Penyakit Infeksi
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan
berhubungan dengan tingginya prevalensi dan beratnya penyakit
infeksi. Penyakit infeksi pada anak-anak yaitu Kwashiorkor atau
Marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat berat.
Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan
makanan melalui muntah-muntah dan diare.
3. Environment (Lingkungan)
a. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih
dan kebersihan lingkungan.
b. Tidak cukupnya persediaan pangan di keluarga (household food
insecurity).
D. Klasifikasi Gizi Buruk
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Marasmus
Marasmus terjadi disebabkan asupan kalori yang tidak cukup.
Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Pada
kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajah seperti
orangtua, kulit keriput, cengeng dan rewel meskipun setelah makan,
perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas
dan pantat kendur dan keriput (baggy pant).
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang
berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi
namun asupan protein yang inadekuat.
Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah: rambut berubah
menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis dan mudah rontok,
apabila rambut keriting menjadi lurus, kulit tampak pucat dan
biasanya disertai anemia, terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya
cadangan energi atau protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi
akan tampak pucat, Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit),
terjadi pembengkakan, terutama pada kaki dan tungkai bawah
sehingga balita terlihat gemuk. Pembengkakan yang terjadi
disebabkan oleh akumulasi cairan yang berlebihan. Balita memiliki
selera yang berubah-ubah dan mudah terkena gangguan pencernaan.
3. Marasmus-Kwashiorkor
Memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan
kwashiorkor. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan energi untuk pertumbuhan normal. Pada penderita berat badan
dibawah 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor
seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit serta kelainan biokimia.
E. Manifestasi Klinis
1. Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah
terangsang. Pada tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
2. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan
tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana
BB ini tidak mencolok atau mungkin tersamar bila dijumpai edema
anasarka.
3. Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan
maupun berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat
dalam, kemudian muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada
stadium lanjut mungkin edema anasarka.
4. Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan
subkutan tipis dan lembek.
5. Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare.
Diare terdapat pada sebagian besar penderita, yang selain
infeksipenyebabnya mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas,
atau usus (atrofi). Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.
6. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah
dicabut. Pada taho lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus,
dan berwarna pucat atau putih, juga dikenal signo de bandero.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama
jenis normositik normokrom karena adanya gangguan sistem
eritropoesis akibat hipoplasia kronis sumsum tulang di samping
karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati
dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin
serum yang menurun
2. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan
untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
3. Tes mantoux
4. EKG
G. Penatalaksaan
Terdapat 10 langkah penatalaksanaan anak dengan gizi buruk yang
diterapkan di Indonesia, yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
5. Atasi/cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
7. Memulai pemberian makan
8. Mengupayakan tumbuh-kejar
9. Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut pascaperbaikan
H. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat malnutrisi energi
protein (kwashiorkor dan marasmus), yaitu:
1. Hipotermia (penurunan suhu tubuh)
2. Anemia dan hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
3. Ensefalopati (kerusakan jaringan otak)
4. Hipoalbuminemia (kekurangan protein albumin darah)
5. Gangguan fungsi organ, seperti gagal ginjal dan penyakit jantung
6. Gagal tumbuh atau stunting pada anak
7. Gangguan belajar
8. Koma
I.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang
kurang, anak kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada
keluhan anak kurang/tidak mau makan, sering menderita sakit yang
berulang atau timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai
seluruh tubuh
2. Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien
dan lain-lain.
3. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang
meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area
kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Kwashiorkor adalah :
a. Keadaan Umum
Pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis
dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face
dari akibat terjadinya edema. Penampilan anak kwashiorkor
seperti anak gemuk (sugar baby).
b. Tumbuh Kembang
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain
berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan
anak sehat.
c. Keadaan Psikologis
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan
rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya
juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif. Perubahan mental
bisa menjadi tanda anak mengalami dehidrasi. Gizi buruk dapat
mempengaruhi perkembangan mental anak. Terdapat dua
hipotesis yang menjelaskan hal tersebut: karakteristik perilaku
anak yang gizinya kurang menyebabkan penurunan interaksi
dengan lingkungannya dan keadaan ini selanjutnya akan
menimbulkan outcome perkembangan yang buruk, hipotesis lain
mengatakan bahwa keadaan gizi buruk mengakibatkan
perubahan struktural dan fungsional pada otak.
d. Status cairan dan elektrolit
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik
ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi
bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler,
dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
e. Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai
bangunnya (texture), maupun warnanya. Sangat khas untuk
penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut
tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan
tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi
putih. Sering bulu mata menjadi panjang. Rambut yang mudah
dicabut di daerah temporal (Signo de la bandera) terjadi karena
kurangnya protein menyebabkan degenerasi pada rambut dan
kutikula rambut yang rusak. Rambut terdiri dari keratin
(senyawa protein) sehingga kurangnya protein akan
menyebabkan kelainan pada rambut. Warna rambut yang merah
(seperti jagung) dapat diakibatkan karena kekurangan vitamin
A, C, E.
f. Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan
garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering
ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit karena habisnya
cadangan energi maupun protein. Pada sebagian besar penderita
dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit
kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan
bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam
ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan.
Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai
kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong,
fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya.
Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil
merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk
menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan
bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh
tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi. Kurangnya
nicotinamide dan tryptophan menyebabkan gampang terjadi
radang pada kulit.
g. Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan
dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering
juga ditemukan caries pada gigi penderita.
h. Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga
ditemukan biopsi hati yang hampir semua sela hati mengandung
vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis,
nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi
akibat defisiensi faktor lipotropik.
i. Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi
parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai
anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien
yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin
B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah
dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan
defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga
menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem
komplimen. Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan
fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.
j. Pankreas
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis,
lakrimal, saliva dan usus halus terjadi perlemakan. Pada
pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan produksi
enzim pankreas terutama lipase.
k. Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting.
Anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala
pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan
dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar
penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa
infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi
lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase.
Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu,
konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa
usus halus. Pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi defisiensi
enzim disakaridase.
l. Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein
juga dibakar untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
m. Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi
atrofi glomerulus sehingga GFR menurun.
B. Diagnosa
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare.
2. Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan kehilangan akibat diare.
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare.
Tujuan : Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
a. Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi
yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu
dan pengolahan makanan sehat seimbang.
b. Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat
mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai
program dietetik.
INTERVENSI RASIONAL
 Jelaskan kepada keluarga  Meningkatkan pemahaman
tentang penyebab malnutrisi, keluarga tentang penyebab dan
kebutuhan nutrisi pemulihan, kebutuhan nutrisi untuk
susunan menu dan pengolahan pemulihan klien sehingga dapat
makanan sehat seimbang, meneruskan upaya terapi
tunjukkan contoh jenis sumber dietetik yang telah diberikan
makanan ekonomis sesuai selama hospitalisasi.
status sosial ekonomi klien
 Tunjukkan cara pemberian  Meningkatkan partisipasi
makanan per sonde, beri keluarga dalam pemenuhan
kesempatan keluarga untuk kebutuhan nutrisi klien,
melakukannya sendiri. mempertegas peran keluarga
dalam upaya pemulihan status
nutrisi klien.
 Laksanakan pemberian  Roborans meningkatkan nafsu
roborans sesuai program terapi. makan, proses absorbsi dan
memenuhi defisit yang
 Timbang berat badan, ukur menyertai keadaan malnutrisi.
lingkar lengan atas dan tebal  Menilai perkembangan masalah
lipatan kulit setiap pagi. klien.

2. Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan


peningkatan kehilangan akibat diare.
Tujuan : Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat
Kriteria:
a. Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang
terjadi.
b. Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas
normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi
padat/semi padat).
INTERVENSI RASIONAL
 Lakukan/observasi pemberian  Upaya rehidrasi perlu
cairan per infus/sonde/oral sesuai dilakukan untuk mengatasi
program rehidrasi. masalah kekurangan volume
cairan.
 Jelaskan kepada keluarga tentang  Meningkatkan pemahaman
upaya rehidrasi dan partisipasi keluarga tentang upaya
yang diharapkan dari keluarga rehidrasi dan peran keluarga
dalam pemeliharan patensi dalam pelaksanaan terpi
pemberian infus/selang sonde. rehidrasi.

 Menilai perkembangan masalah


 Kaji perkembangan keadaan klien
dehidarasi klien.
 Penting untuk menetapkan
 Hitung balans cairan. program rehidrasi selanjutnya.

3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan


protein yang tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai
standar usia.
Kriteria:
a. Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
b. Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial
sesuai standar usia.
INTERVENSI RASIONAL
 Ajarkan kepada orang tua tentang  Meningkatkan pengetahuan
standar pertumbuhan fisik dan keluarga tentang keterlambatan
tugas-tugas perkembangan sesuai pertumbuhan dan perkembangan
usia anak. anak.
 Lakukan pemberian makanan/  Diet khusus untuk pemulihan
minuman sesuai program terapi diet malnutrisi diprogramkan secara
pemulihan. bertahap sesuai dengan kebutuhan
anak dan kemampuan toleransi
sistem pencernaan.
 Menilai perkembangan masalah
 Lakukan pengukuran antropo- klien.
metrik secara berkala.
 Stimulasi diperlukan untuk
 Lakukan stimulasi tingkat mengejar keterlambatan
perkembangan sesuai dengan usia perkembangan anak dalam aspek
klien. motorik, bahasa dan personal/sosial.
 5. Mempertahankan kesinambungan
program stimulasi pertumbuhan dan
 Lakukan rujukan ke lembaga perkembangan anak dengan
pendukung stimulasi pertumbuhan memberdayakan sistem pendukung
dan perkembangan yang ada.
(Puskesmas/Posyandu)
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1.


Jakarta:EGC

Johnson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby

Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita.


http://www.cerminduniakedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008

Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media


Aescullapius.

Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby

NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi &


Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai