Anda di halaman 1dari 6

PR JOURNAL READING

ASSOCIATION OF INSOMNIA DISORDER WITH SOCIODEMOGHRAPIC


FACTORS AND POOR MENTAL HEALTH IN COVID-19 IN PATIENTS IN CHINA

Dosen Pembimbing :

dr. M. Hermansyah A, Sp. KJ

Disusun oleh :

Nisnaini Khusnul Amalia (2017730087)


Fauziah Zahara Salsabila P. (2017730048)

BLUD RSUD R. SYAMSUDIN SH


KEPANITRAAN KLINIK PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 24 JANUARI - 27 FEBRUARI 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, hidayat dan
karunia-lah sehingga dapat menyelesaikan tugas journal reading stase psikiatri dengan baik dan
tepat waktu. Tugas ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan
Kepaniteraan Klinis Departemen Anak RSUD R. Syamsudin SH.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. M. Hermansyah A, Sp.
KJ sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada keluarga dan rekan-rekan sejawat yang telah memberikan dukungan,
saran, dan kritik yang membangun. Keberhasilan penyusunan ini tidak akan tercapai tanpa
adanya bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak tersebut.

Sukabumi, Februari 2022

Penulis
PR JOURNAL READING INSOMNIA

1. DEFINISI INSOMNIA?
Insomnia adalah keluhan yang sering muncul berupa kendala-kendala seperti
kesulitan tidur, tidur tidak tenang, kesulitan menahan tidur atau untuk tetap tidur, seringnya
terbangun di pertengahan malam, dan seringnya terbangun lebih awal pada diri seseorang.
Rafknowledge (2004: 57-60).
Menurut PPDGJ-III pedoman diagnostik untuk insomnia adalah:
a. Keluhan adanya kesulitan untuk masuk tidur atau mempertahankan tidur atau kualitas
tidur yang buruk.
b. Gangguan yang terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu bulan.
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang berlebihan
terhadap akibat yang ditimbulkan pada malam hari dan sepanjang siang hari.
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.
e. Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, kecemasan, atau obsesi tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
f. Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya gangguan.

2. KLASIFIKASI INSOMNIA
• Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang dibutuhkan adalah
bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas.
• Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke
proses tidur selanjutnya) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase
Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi.
• Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah
menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat
“Sleep Maintining Anti- Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting).
3. TATALAKSANA INSOMNIA?
Terapi farmakologis pengobatan insomnia yaitu, Jangan menggunakan obat
hipnotik sebagai satu-satunya terapi, pengobatan harus dikombinasikan non farmakologi,
pemberian obat golongan hipnotik dimulai dengan dosis yang rendah, selanjutnya dinaikan
perlahan-lahan sesuai kebutuhan, khususnya pada orang tua, hindari penggunaan
benzodiazepin jangka panjang, hati-hati penggunaan obat golongan hipnotik khususnya
benzodiazepin pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan atau ketergantungan obat,
monitor pasien untuk melihat apakah ada toleransi obat, ketergantungan obat atau
penghentian penggunaan obat, memberikan edukasi kepada pasien efek penggunaan obat
hipnotik yaitu mual dan kecelakaan saat mengemudi atau bekerja, khususnya golongan
obat jangka panjang, melakukan tapering obat secara perlahan untuk menghindari
penghentian obat dan terjadi rebound fenomena. Terapi pengobatan insomnia
diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a) Benzodiazepin
Dalam penggunaannya, efek benzodiazepin yang diinginkan adalah efek hipnotik-
sedatif. Sifat yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-sedatif antara lain adalah
perbaikan anxietas, euporia dan kemudahan tidur sehingga obat ini sebagai utama
pilihan untuk insomnia, jika keadaan ini terjadi terus menerus, maka pola
penggunaanya akan menjadi kompulsif maka pola penggunaanya sehingga terjadi
ketergantungan fisik.
Hampir semua golongan obat-obatan hipnotik-sedatif dapat menyebabkan
ketergantungan. Efek ketergantungan ini tergantung pada besar dosis yang digunakan
tepat sebelum penghentian penggunaan dan waktu paruh serta golongan obat yang
digunakan. Obat-obatan hipnotik-sedatif dengan waktu paruh lama akan dieliminasi
lama untuk mencapai penghentian obat bertahap sedikit demi sedikit. Sedangkan pada
obat dengan waktu paruh singkat akan dieliminasi dengan cepat sehingga sisa
metabolitnya tidak cukup adekuat untuk memberikan efek hipnotik yang lama. Oleh
karena itu, penggunaan obat dengan waktu paruh singkat sangat bergantung dari dosis
obat yang digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan.
Gejala gejala abstinensi dapat terjadi pada penggunaan berbagai golongan obat
hipnotik- sedatif. Gejala-gejala ini dapat berupa lebih sukar tidur dibanding sebelum
penggunaan obat obatan hipnotik-sedatif. Jika gejala ini terjadi, ada kecenderungan
untuk menggunakannya lagi karena mungkin dari sisi psikologis, pemakai akan
merasakan rasa nyaman karena sifat obat tersebut sehingga terjadilah ketergantungan
fisik. Di beberapa Negara maju dan berkembang seperti di Belanda dan Indonesia,
benzodiazepin digolongkan ke dalam golongan psikotropika, sehingga
penggunaannya dibatasi karena penyalahgunaan dalam jangka panjang dapat
menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis.
b) Non-benzodiazepin Hipnotik
Nonbenzodiazepin hipnotik adalah sebuah alternatif yang baik dari penggunaan
benzodiazepin tradisional, selain itu obat ini menawarkan efikasi yang sebanding serta
rendahnya insiden amnesia, tidur sepanjang hari, depresi respirasi, ortostatik hipotensi
dan terjatuh pada lansia. Obat golongan non-benzodiazepin juga efektif untuk terapi
jangka pendek insomnia.
Obat-obatan ini relatif memiliki waktu paruh yang singkat sehingga lebih kecil
potensinya untuk menimbulkan rasa mengantuk pada siang hari; selain itu penampilan
psikomotor dan daya ingat nampaknya lebih tidak terganggu dan umumnya lebih
sedikit mengganggu tidur normal dibandingkan obat golongan benzodiazepin.
DAFTAR PUSTAKA

Elvira,D, Sylvia. Hadisukanto, Gitayanti., Buku Ajar Psikiatri Edisi Ketiga. Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2017.

Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa dari PPDGJ-III, DSM-5, ICD-11. Jakarta:

FK. Unika Atma Jaya.

Maslim, Rusdi. (2001). Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropika (Psychotropic

Medication). Jakarta: FK. Unika Atma Jaya.

Sadock., Benjamin J., Sadock, Virginia A. 2004. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis

Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai