Anda di halaman 1dari 101

PEDOMAN PELAYANAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RUMAH SAKIT ISLAM AT-TIN HUSADA

JALAN RAYA NGAWI – SOLO KM 4 WATUALANG


NGAWI

TAHUN 2015

1
DAFTAR ISI

Surat Keputusan Direktur Tentang PPI …………………………… 3


BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………... 6
A. Latar Belakang …………………………………………….. 6
B. Tujuan…………………………………………………….. 8
C. Ruang Lingkup ……………………………………………. 8
D. Batasan Operasional ……………………………………….. 9
E. Jenis Penyakit Menular ……………………………………. 12
1. AIDS ……………………………………………. 12
2. SARS …………………………………………… 14
3. TBC …………………………………………….. 17
4. MRSA ………………………………………….. 19
F. Kegiatan Pelayanan PPIRS ………………………………. 22
1. Surveilens ……………………………………… 22
2. Kebersihan Tangan ……………....……………... 41
3. APD …………………………………………… 45
4. Sterilisasi………………………………………. 52
5. Dekontaminasi …………………………………. 61
6. Kwaspadaan standart dan berdasarkan transmisi… 61
7. Management RISK PPI …………………………… 63
8. Kohorting ……………………………………… 66
9. Pengelolaan Kebersihan lingk ……………........... 71
10. Pengelolaan linen ……………………………. 75
11. Antibiogram …………………………………. 79
12. Upaya kesehatan karyawan ……………………. 79
13. Pemeriksaan swab dan kultur ………………….. 70
BAB II STANDART KETENAGAAN ……………………… 92
A. Kualifikasi Ketenagaan ………………………………… 92
B. Uraian Tugas ………………………………………………. 93
C. Distribusi Ketenagaan ……………………………………. 98
BAB III STANDART FASILITAS ………………………………. 99
A. Fasilitas bagi Petugas …………………………………. 99
B. Fasilitas bagi Pelayanan ……………………………… 107

2
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ……………………… 108
BAB V LOGISTIK ……………………………………………….. 109
BAB VI KESELAMATAN KERJA ……………………………… 112
BAB VII KESELAMATAN PASIEN ……………………………. 113
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU …………………………… 115
BAB IX PENUTUP ……………………………………………… 122
Lampiran – lampiran
Lamp 1. Gambar penanganan tumpahan darah
Lamp 2. Tabel desinfeksi
Lamp 3. Tabel cara membuat larutan clorin
Lamp 4. Tabel ASA score
Lamp 5. Tabel Daftar tilik penyakit menular
Lamp 6. Tabel daftar tilik penggunaan APD

3
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAHSAKIT ISLAM AT-TIN HUSADA
NOMOR: ......................
Tentang
PEDOMAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RUMAH SAKIT ISLAM AT-TIN HUSADA

DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM AT-TIN HUSDA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit


Islam At-tin Husada maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap gugus tugas / unit
pelayanan yang ada
b. Bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
merupakan salah satu gugus tugas / unit pelayanan di Rumah
Sakit Islam At-tin Husada yang harus mendukung pelayanan
rumah sakit secara keseluruhan maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan pengendalian
infeksi yang bermutu tinggi.
c. Bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan
Direktur tentang Kebijakan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi Rumah Sakit Islam At-tin Husada sebagai
landasan bagi penyelenggaraan pelayanan.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
a, b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur
Rumah Sakit Islam At-tin Husada

Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


2. SK Direktur RSI At-tin Husada Ngawi ..................... No.
Tentang Kebijakan Pelayanan RSI At-tin Husada

4
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM AT-TIN
HUSADA Tentang PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT ISLAM
AT-TIN HUSADA
Kedua : Pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah
Sakit Islam At-tin Husada sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan oleh Direktur
Rumah Sakit Islam At-tin Husada
Keempat : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini,
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Ngawi tanggal ........


Rumah Sakit Islam At-tin Husada

Dr. Herbi Purwadianto


Direktur

BAB I

5
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan
pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial masih banyak dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator
bagi pengukuran tentang seberapa jauh rumah sakit tersebut telah berupaya
mengendalikan infeksi nosokomial.
Pengendalian infeksi nosokomial dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis,
Lister dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik.
Tantangan dalam pengendalian infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering
disebut disiplin epidemiologi rumah sakit.
Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang
besar, khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan
obat-obat lain serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif
berkurang, kebjiakan penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta
sentralisasi sterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat.
Tekanan-tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi nosokomial dan
pergeseran resiko ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya
yang sistematik dalam penggunaan infeksi nosokomial, dengan adanya Komite
Pengendalian Infeksi dan profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan program
pengumpulan data, pendidikan, konsultasi dan langkah-langkah pengendalian infeksi
yang terpadu. Keberhasilan program pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh
efektivitas proses komunikasi untuk menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian
infeksi tersebut kepada seluruh karyawan rumah sakit baik tenaga medis maupun non
medis, para penderita yang dirawat maupun berobat jalan serta para pengunjung Rumah
Sakit Islam At-tin Husada Ngawi.
Upaya pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Islam At-tin Husada Ngawi
bersifat multidisiplin, hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk
mematuhi prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain.
2. Defence mechanisme: melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang
rendah supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi.

6
3. Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kejadian infeksi supaya lebih bijaksana
4. Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain berpengaruh terhadap resiko
penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik yang
dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup memadai.
5. Device: peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya
pakaian pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain.

B. Tujuan
1. Tujuan umum .
Meningkatkan mutu pelayanan Rumah sakit Panti Rahayu melalui pencegahan dan
pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen /unit dengan
meliputi kualitas pelayanan, management resiko, clinical governce, serta kesehatan
dan keselamatan kerja .
2. Tujuan Khusus
 Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam melaksanakan
tugas,wewenang dan tanggung jawab secara jelas.
 Menggerakan segala sumber daya yang ada dirumah sakit dan fasilitas kesehatan
lain secara efektif dan efisien.
 Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna.
 Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPIRS At-tin Husada
Ngawi

C. Ruang lingkup
Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :
 Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi
 Pelayanan surveilens PPI
 Hand Higiene sebagai bariier protection.
 Penggunaan APD
 Pelayanan CSSD
 Pelayanan Linen
 Pelayanan Kesehatan karyawan
 Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf, pengunjung dan pasien
 Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan
IPSRS.
 Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan
 Pelayanan management resiko PPI
 Antibiogram dan pola kuman RS At-tin Husada
 Penggunaan bahan single use yang di re-use

7
D. Batasan operasional.
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi kegiatan sbb :
Konsep dasar penyakit
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk
indonesia, ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari (Community acquaired
infection) atau berasal dari (Hospital Acquired infektion). Karena seringkali tidak bisa
secara pasif ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital Acqured
infeksi) diganti (HAIs) yaitu healthcare –assosiated infections dengan arti lebih luas
tidak hanya terjadi dirumah sakit juga bisa terjadi fasilitas kesehatan yang lain juga
tidak terbatas pada pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas yang didapat
saat melakukan tindakan medis atau perawatan . Batasan
a. Kolonisasi :
merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme
tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, namun tanpa disertai adanya respon imun
atau gejala klinis. Pada kolonisasi tubuh pejamu tidak dalam keadaan suspectibel pasien
dan petugas dapat mengalami kolonisasi dengan dengan kuman patogen tanpa
mengalami rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang lain (sebagai carrier).
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme dimana
terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang
disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain
secara langsung maupun tidak langsung.
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang ditandai adanya dolor, kalor,
rubor, tumor dan fungsiolesa.
f. SIRS (Sistem Inflamtory Respon Syndroma).
Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan
respon tubuh (imflamasi) yang bersefat sitemik. kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau
lebih keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermia, (2) takikardia sesuai usia, (3)
takipneu sesuai usia, (4) leukositosis atau leukopenia atau pada hitung jenis leukosit

8
jumlah sel muda (batang ) lebih dari 10 %. SIRS dapat terjadi karena infeksi atau non
infeksi seperti luka bakar, pankreatitis, atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan
oleh infeksi disebut sepsis.
Rantai penularan .
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan, apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka infeksi dapat
dicegah atau dihentikan.
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada
manusia, dapat berupa bakteri, virus, riketsia, jamur, dan parasit. ada 3 faktor yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : virulensi, patogenesis, jumlah dosis obat.
b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan pada orang lain, reservoir yang paling umum
adalah manusia, binatang, tumbuhan, tanah, air dan bahan bahan organik. pada
manusia sehat permukaan kulit, selaput lendir saluran napas, pencernaan dan vagina
meripakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir, pintu
keluar meliputi saluran napas, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit,
membran mukosa, trasplacenta dan darah serta cairan tubuh lainnya.
d. Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi (1) kontak; langsung
dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) Vehicle; makan, minuman, darah,
(5) vektor biasanya bnatang pengerat dan serangga.
e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh pejamu (yang
supectibel) dapat melalui saluran pernapsan, pencernaan, perkemihan atau luka.
f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak memiliki daya
tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi, faktor yang mempengaruhi
umur, usia, status gisi, ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier (kateter,
implantasi ), dilakukan tindakan operasi.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.
a. Peningkatan daya tahan pejamu.
Dengan pemberian imunisasi(vaksin Hepatitis B), promosi kesehatan nutrisi yang
adekuat.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi.

9
Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh fisik dengan pasteurisasi atau
sterilisasi ataupun memasak makanan hingga matang. kalau kimia dengan pemberian
clorin pada air dan desinfeksi .
c. Memutus rantai penularan.
Dengan menerapkan tindakan pencegahan dengan menerapkan kewaspadaan isolasi dan
kewaspadaan transmisi
d. Tindakan pencegahan paska pajanan.
Hal ini berkaitan dengan pecegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan
cairan tubuh lain yang dikarenakan tertusuk jarum bekas pakai utamanya hepatitis B,C
dan HIV.

E. Penyakit Menular.
1. AIDS

Pengertian

Adalah Penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat karena terinfeksi
HIV( human Imunodefisiency Virus).

Penyebab

Virus HIV tergolong retrovirus yang terdiri atas 2 tipe ,tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-
2)

KLASIFIKASI INFEKSI AIDS

1. Infeksi Akut.
a. Hampir 30-50 % pasien sudah terinfeksi HIV.

b. pasien sudah terjadi pemaparan virus dan dapat berlangsung 6 minggu setelah
kontak.

c. patogenesis kurang jelas tetapi sangat mungkin terjadi reaksi imunitas terhadap
masuknya HIV.Saat ini pemeriksaaan terhadap antibodi terhadap virus HIV masih
( - ) tetapi pemeriksaan Ag p24 sudah (+) sangat infeksius.

2. Infeksi Kronik Asimtomatik


a. Lamanya dapat bertahun tahun .

10
b. Tanpa gejala ,kemungkinan tubuh masih dapat mengkompensasi

3. PGL( Persistren Generalized Lymphadenopathy)


Terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang semetris.sering terjadi pembesaran
limpa di leher posterior dan anterior. Kelompok ini berkembang menjadi AIDS kira2
10-30 % dalam jangka waktu 24- 60 bulan.

a. Cara Penularan HIV.

1. Penularan melalui hubungan seksual

2. Penularan melalui darah.

3. Penularan secara perinatal.

Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV yaitu;

 Cairan vagina.
 ASI.
 Air mata.
 Air liur.
 Air seni.
 Air ketuban.
 Dan cairan cerebrospinal..
b. Gejala dan tanda

Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam
waktu 5 sampai 10 tahun, Setelah terjadi penurunan sel CD 4 secara bermakna baru
AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala – gejala spt :

 Diare yang berkelanjutan .


 Penuunan berat badan secara drastic.
 Pembesaran kelenjar limfe leher dan atau ketiak.
 Batuk terus menerus.
2. Flu burung.

Dibagi menjadi 4 sbb :

a) Seseorang dalam penyelidikan


11
b) Kasus suspek.
c) Kasus probabel
d) Kasus konfirmasi
1. Seseorang dalam penyelidikan

Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk dilakukanpenyelidikan epidemiologi


kemungkinan terinfeksi H5N1,mis orang sehat namun kontak erat dengan kasus atau
penduduk sehat namun tinggal didaerah flu burung, adapun gejala yang ditimbulkan :

 Batuk
 Sakit tenggorokan
 Pilek
 Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini :
1. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita(suspek,probabelatau konfirm) seperti merawat,berbicara atau bersentuhan
dengan pasien dalam jarak  1 meter.

2. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti memasak, menyembelih atau
membersihkan bulu ).

3. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti membersihkan kotoran, bahan atau
produk lain.

4. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita (suspek, probabel atau konfirm) mengkonsumsi produk unggas mentah
atau yang tidak dimasak dengan sempurna.

5. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita (suspek, probabe atau konfirm) memegang atau menangani sampel hewan
atau manusia yang dicurigai mengandung H5N1.

6. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan
penderita (suspek, probabel atau konfirm) atau binatang selain unggas yang terinfeksi
(babi atau kucing.)

12
7. Ditemukan leukopeni.

8. Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan


eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influensa A tanpa subtipe.

9. Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial
foto.

 Infeksi selaput mata


 Diare atau gangguan pencernaan.
 Fatigue
Kasus probabel flu burung.

Dengan kriteria. :

1. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4 x dengan pemeriksaan uji HI


menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.
2. Hasil lab terbatas untuk influenza H5 (terdeteksi antibodi spesifik H5dalam
spesimen serum tunggal )menggunakan uji netralisasi(dikirim kelab rujukan
Kasus Flu burung terkonfirmasi.

Dengan kriteria :

1. Isolasi virus H5N1 positif


2. Hasil PCR H5N1 positif.
3. Peningkatan  4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen.
4. Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil  7 hari setelah awitan
gejala penyakit) dan titer antibodi metralisasi konvalesen harus pula  1/80 .
5. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1  1/80 pada spesimen serum yang diambil
pada hari ke  stelah awitan disertai hasil positif uji serologi lain,mis titer HI sel
darah merah kuda  1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
Pencegahan :

1. Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi, atau burung terinfeksi.


2. Menghindari peternakan unggas.
3. Hati hati ketika menangani unggas.
4. Memasak dengan suhu 60C selama 30 menit, atau 80C selama 1 menit)

13
5. Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan :
 Setelah memgang unggas.
 Setelah memegang daging unggas.
 Setelah memasak.
 Sebelum memasak
Pengobatan.

Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi gejala dan
komplikasi yang terinfeksi.

Macam obat :

1. Amantadine.
2. Rimatadine
3. Oseltamivir(tamiflu)
4. Zanavir(relenza)

3. Tuberkulosis (TBC)

Penyebab

TBC disebabkan oleh kuman / basil tahan asam (BTA) yakni micobactpi derium
tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung,tetapi dapat
bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis
micobakterium lain juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia (matipik). Hampir
semua oirgan tubuh dapat terserang bakteri ini seperti kulit, otak, ginjal, tulang dan
paling sering paru.

Epidemiologi

Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah India dan
Cina, diperkirakan penduduk dunia terinfeksi Tb secara laten. Di indonesia diperkirakan
terdapat 583 000 kasus baru dengan 140 000 kematian setiap tahun.

Faktor resiko TB ; HIV,DM,Gisi kurang,kebiasaan merokok.

Cara penularan.

14
Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak.

Masa Inkubasi

Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes tuberculosis
positif memerlukan waktu antara 2 -10 minggu .Resiko menjadi TB paru dan TB
ekstrapulmuner progresif infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan
kedua.Infeksi laten bisa terjadi seumur hidup.Pada pasien dengan imun defisiensi
seperti HIV masa inkubasi bisa lebih pendek.

Masa penularan

Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung BTA,
penularan berkurang apabila pasien menjalani pengobatan adekuat selama min 2
minggu, sebaliknya pasien yang tidak diobati secara adekuat dan pasien dengan
persisten AFB positif dapat menjadi sumber penularan sampai waktu lama.

Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan,virulensi kuman,


terjadinya aerosolisasi waktu batuk / bersin, dan tindakan medis beresiko tinggi seperti
intubasi dan bronkoskopi

Gejala klinis :

 Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu /lebih.


 Batuk berdahak
 sesak napas
 nyeri dada
 Sering demam
 nafsu makan menurun.
 penurunan berat badan .
 BTA (+)
Pengobatan :

Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT) dengan metoda
DOTS (directly observed treatment shourtcore ) diawasi poleh pengawas minum obat.

15
Untuk pasien baru TB BTA (+) ,WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat setiap
hari selama 2 bulan berturut terdiri rif ,inh,pza,dan etambutol diikuti inh dan rif 3 kali
seminggu selama 4 bulan.

Pencegahan.

 Penemuan dan pengobatan TB


 Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi.
 Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial ekonomi.

4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcuc Aereus)

Adalah salah satu tipe bakteri stayloccus yang ditemukan pada kulit dan hidung dan
kebal terhadap antibiotika.jumlah kematian MRSA lebih banyak dibandingkan AIDS

Saat ini ada 2 tipe :

1. Health care asosiated (HA –MRSA)


Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah sakit..

2. Community asosiated (CA-MRSA)


Yang baru ini ditemukan ditempat – tempat umum, fitness, loker-loker, sekolah dan
perabotan rumah tangga.

Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak yang daya tahan tubuhnya lemah, jika daya
tahan tubuh baik tidak akan menimbulkan gejala. Bakteri yang dibawa sipasien
menyebar dan berpindah pada orang lain dengan cara kontak kulit dan menyentuh
barang yang terkontaminasi. Stapylococcus menimbulkan gejala seperti infeksi kulit,
jerawat, bisul, abses atau gigitan serangga, ini biasa menyebabkan bengkak, merah dan
nyeri. bakteri ini dapat menembus kulit sampai dengan menimbulkan infeksi ditulang,
sendi, aliran darah, jantung dan paru yang bias mengancam jiwa.

Penyebaran MRSA.

1. Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA
2. Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah tangga yang
MRSA
3. Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih

16
4. Menyentuh hidung dari penderita MRSA
Tanda dan gejala :

1. Infeksi luka
2. Bisul
3. Folikel rambut yang terinfeksi
4. Impetigo
5. Kulit yang sakit seperti digigit serangga
Diagnose :

Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke laborat dan dikultur untuk
S aureus. Juka S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring pantry) bakteri tersebut
kemudian terkena antibiatikyang berbeda termasuk Meticilin dan S aureus tumbuh
dengan baik di Meticilindalam kultur yang disebut MRSA. Prosedur yang sama juga
dilakukan untuk menentukan apakah seseorang merupakan pembawa MRSA (Screning
untuk carrier) tetapi sample kulit atauselaput lender hanya diswab tidak dibiopsi

Pengobatan MRSA :

Minor infeksi MRSA kadang kadang dapat mengalami komplikasi serius seperti
menyebar infeksi kejaringan sekitar darah, tulang dan jantung. Karena MRSA yang
tahan terhadap antibiotic banyak akan sulit untuk mengobati namun beberapa antibiotic
berhasil mengendalikan infeksi tapi jarang.

Tindakan pencegahan :

1. Kebersihan tangansesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung anda.


2. Bila batuk terapkan etika batuk
3. Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan ditutup kain
kasa, ganti ferban sesering mungkin terutama jika basah.
4. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juda melalui feces dan urine
5. Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita MRSA.
6. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang lainnya.
7. Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengansabun dan clorin
0,5%.

F. Kegiatan pelayanan PPIRS

17
1. Surveilens

Pengertian Surveilens adalah Suatu pengamatan yang sistematis, efektif dan terus
menerus terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta
terhadap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya
resiko terjadinya penyebaran penyakit :

1. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda – tanda tidak dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
2. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien dirawat dirumah sakit apabila tanda-
tanda infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat ,maka perlu
diteliti masa inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang
berbeda dari mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme
penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah
sakit.

Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.

1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah
ada pada waktu masuk rumah sakit.
2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis,
sifilis) dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran .

Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :

1. Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,selaput lender,luka


terbuka )yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis.
2. Imflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau rangsangan zat
non infeksi seperti zat kimia.

Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain:

1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit,sehingga jumlah dan


jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.
3. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling
sederhana seperti pemasangan infuse sampai tindakan operasi.
4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat
penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
5. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan yang
dapat menularkan kuman pathogen.
6. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman.

Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari :

1. Petugas rumah sakit.


2. Pengunjung pasien.
3. Antar pasien itu sendiri.
18
4. Peralatan yang dipakai dirumah sakit.

Lingkungan.

1. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan.


2. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien.
3. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa.
4. Melindungi petugas.
5. Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi pasien dan petugas .

1. HAP (hospital aquared pneumonia) dan VAP (Ventilator associated pneumonia).

HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien
dirawat dirumah sakit setelah 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak
menderita penyakit infeksi saluran napas bawah.HAP dapat diakibatkan karena tirah
baring yang lama (koma ,tidak sadar tracheostomi,refluk gaster).

2. VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pemakaian ventilasi mekanik lebih dari 48 jam dan sebelumnnya tidak ditemukan
tanda – tanda infeksi saluran napas.

Kriteri pneumonia :

1. Bunyi pernapasan yang menurun /pekak,ronchi basah pada daerah paru.


2. Produksi sputum banyak dan purulen.
3. Hasil X – ray adanya densitas paru (infiltrate).
4. Demam >38  C dan batuk.
5. Pemeriksaan cedían sputum ditemukan peningkatan lekosit (>25/LPK)
Pada orang dewasa dan anak >12 bulan didapatkan :

1. Bunyi napas menurun pekak,ronkhi basah pada daerah paru.


 Sputum purulens baru dan perubahan warna sputum.
 Biakan kuman dan biakan darah ()
 Isolasi kuman patogen atau aspirasi trakea.
2. Hasil X – Ray ada infiltrasi paru, konsolidasi, cavitasi, efusi pleura baru secara
progrsif ditambah salah satu ini:

- Sputum purulen dan perubahan dan perubahan sputum.

19
- Isolasi kuman dan biakan darah (+).

- Isolasi kuman patogen aspirasi tracea ,sikatan brokus atau biopsy (+).

- Titer IgM atau IGG spesifik meningkat

- Isolasi antigen virus (+) sekresi saluran pernapasan .

Pada umur kurang dari 12 tahun.:

- Didapatkan 2 atau = apneu, takipneu bradikardia,wheesing, ronchi basah, batuk


ditambah satu diantaranya sbb:

1. produksi sputum atau sekresi pernapasan meningkat dan purulen.


2. Isolasi kuman dan biakan kuman (+).
3. Isolasi kuman aspirasi tracea /brokus/biopsi (+).
4. Isolasi/antigen virus (+) dalam sekresi saluran pernapasan.
5. Titer IgM dan IgG spesifik meningkat 4x .
6. Tanda pneumonia pada pemeriksaan hispatologi.

Faktor penyebab :

1. Lingkungan .

- legionella, klebsiella, Paerogenesa, Amuba baumi.

- Makanan; Muntahan.

2. Peralatan .

- NGT

- ET

- Suktion kateter.

Peralatan bronchospi

- Peralatan pernapasan.

3. Manusia.

20
- Haemofilus influenza.

- Stapilococus Aereus

- Stapilococcus pnemonia.

- MDR stains.

Faktor-faktor resiko :

1. Kondisi pasien sendiri.

- Usia > 70 tahun.

- Pembedahan (thorakotomi,abdomen)

- penyakit kronis.

- Penyakit jantung kongestif.

- Penyakit paru obstruksi kronis.

- Perokok.

- koma.

- CVD.

2. Faktor pengobatan .

- Sedasi.

-Anestesi umum.

- intubasi tracea.

- Pemakaian ventilator mekanik yang lama.

- Penggunaan antibiotika .

- penggunaan imunosupresif dan citostatika.

Prinsip dasar pencegahan :

 Bila memungkinkan obati penyakit parunya baru melakukan tindakan operasi.

21
 Tinggikan posisi kepala 30- 45 .
 Bila tidak diperlukan hindari pembersihan jalan napas menggunakan suction
kateter.
 Lakukan oral higiene menggunakan chlorhexidine 0,2 % setiap ganti shif.
 Ajarkan latihan batuk efektif dan napas dalam sebelum dan sesudah operasi.
 Lakukan perkusi dan postural drainage untuk merangsang batuk dan
mengeluarkan lendir .
 Mobilisasi dini setelah operasi..
2. Peralatan ventilator.

 Bersihkan permukaan alat secara rutine dengan menggunakan detergent netral.


 Penggunaan close suction diganti setiap 7 hari atau jika kotor.
 Breathing sirkuit,humidifier dan bakterial filter diganti 7 hari sekali atau jika
kotor.
 Termovent hepafilter diganti setiap hari.
Populasi beresiko HAP .

1. Semua pasien tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit.


2. Numerator adalah jumlah kasus HAP perbulan.
3. Denominator adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring perbulan.
Infeksi rate HAP =

Numerator x 1000=.....%

Denominator

 kasus HAP perbulan x 1000=.......%

 Hari rawat tirah baring perbulan.

Populasi beresiko VAP :

1. Terfokus spesifik diruang ICU,NICU,PICU.


2. Semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik.
3. Numerator adalah jumlah kasus yang terpasang ventilasi mekanik perbulan.
4. Denominator adalah jumlah hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.

22
Clinical Pulmonari Infection score ( CPIS)

Indikator Score

1 2 3

Sekresi trakea sedikit sedang banyak

Infiltrat Tidak ada Difus Terlokalisir

Suhu >36.5 & <38.4 >38.5 & 8.9 >39 &<36

Lekosit /mm >4000 <4000 atau 11.000 -


&<11.000

Pa O2 /FiO2 >240 /ARDS - <240 & bukan


ARDS

Infeksi rate VAP =

Numerator x 1000= .....%

Denominator

 kasus VAP perbulan x 1000 =........%

 Hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.

3. ILI (Infeksi Luka Infus)

1. Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria sbb :


a) Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi.
b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau
berdasarkan bukti hispatologik.
c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa ditemukan
penyebab lainnya :
 Demam (>38° C) ,nyeri,eritema,atau panas pada vaskular yang terlihat.
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15
koloni mikriba.

23
 Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
d) Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat.
e) Untuk pasien ≤ 1 tahun,minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa
ditemukan penyebab lain :
 Demam (>38°C rektal), hipotermia (<37 °C), apneu, bradikardia,
letargia, atau nyeri, atau panan pada vaskular yang terlibat dan
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15
koloni mikroba
 Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif
Petunjuk pelaporan ILI :
 ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari
ujung kateter,tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah
maka dilaporkan sebagai ILI bukan sebagai IADP.
 Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila tidak
ditemukan infeksi lain dari bagian tubuh.
 Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif dilaporkan sebagai
IADP
 Penggantian IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap 3 (tiga) hari sekali,
sedangkan IV LINE untuk bayi dan anak-anak setiap 5 (lima) hari sekali.
A. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
B. Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
C. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah
responden terpenuhi.
D. Golden standart penegakan kasus infeksi adalah melalui kultur darah , setiap 3
bulan sekali dilakukan kultur 3 responden setiap ruangan.
Cara menghitung ILI
Numerator x 1000 = ..........%
Denominator
Jumlah kasus ILI x 1000 = ........ %
Jumlah hari pemakaian alat

Populasi beresiko ILI :


1) Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu 2x24 jam.

24
2) Lama penggunaan kateter ,lama hari rawat ,pasien dengan
immunocompromise,malnutrisi,luka bakar atau lukaoperasi tertentu.

Pencegahan ILI :
1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan tindakan.
2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan.
3) Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali diperlukan
(lembab atau kotor )
Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral sesegera mungkin
jika tidak diperlukan lagi.

4. ISK (Infeksi Saluran kemih)


Pengertian

Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi saluran kemih yang pada pasien masuk
rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu dirawat
atau sesudah dirawat.

Kebijakan

. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.


. Jika pasien terpasang Kateter urine dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden
terpenuhi.
Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :
a. Endogen : - perubahan flora normal.
b. Eksogen : - prosedur yang tidak bersih / steril
- tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur.

2.1. Infeksi Saluran Kemih Simtomatik.


Dengan salah satu kriteria dibawah ini :
* Salah satu gejala ini :
- Demam > 380C
- Disuria
- Nikuria ( urgency )
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik.

Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari dua jenis
mikroorganisme :

25
* Dua dari gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik

* dan salah satu tanda :


- Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit.
- Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus.
- Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus.
- Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah >
100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.
- Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000
kuman/ml dan pasien diberi antibiotic yang sesuai.
- Diagnosis oleh dokter.
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

2.2. Infeksi saluran kemih asimtomatik


Dengan salah satu criteria dibawah ini :
* memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri suprapubik

Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis
kuman.

* tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil
biakan > 100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis
dan tak ada gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik

2.3. Infeksi Saluran Kemih lain.


( dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperito neal atau rongga
perinefrik ) dengan salah satu criteria dibawah ini :
• Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai.
• Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara

26
hispatologis.
• Dua dari gejala :
- Demam 380C
- Nyeri local pada daerah yang dicurigai.
- Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.
• Dan salah satu dari tanda :
- Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
• Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu gejala :
- Demam 380C
- Hipotermia
- Apneu
- Bradikardi
- Disuria
- Letargi
- Muntah
• Dan salah satu dari tanda :
- Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
- Biakan darah positif
- Radiologi terdapat tanda infeksi
- Diagnosis dokter
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

2.4. Infeksi Saluran Kemih pada neonatus


- Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah, hipertermi/ hipotermi, gagal tumbuh ( gejala
sama dengan sepsis ).
- Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis.
- Laboratorium : pemeriksaan mikroskopik dan biakan urin dari punksi suprapubik.
Biakan urin positif kalau ditemukan kuman lebih dari 100.000/ml urin.

2.5. Infeksi Saluran Kemih pada Anak


- Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin tidak khas.
- Gejala : panas, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, kadang – kadang
diare atau kencing yang sangat berbau.
- Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah, panas, sering kencing
dan ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala spesifik makin jelas seperti ngompol,
sering kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang.
- Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik, kateterisasi buli – buli.
- Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat diperiksa berbeda.
- Diagnosis : Klinik dan laboratorik.
- Laboratorik : hasil biakan urin yang diambil melalui suprapubik dikatakan positif

27
apabila jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui urin
pancaran tengah atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman dalam urin
100.000 atau lebih/ml urin.
- Pemeriksaan lainnya : sediment urin terdapat piuria.

3. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )


3.1. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer
Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ
atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Criteria infeksi aliran darah
primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratories dengan gejala / tanda berikut :

3.1.1. Klinis
1). Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :
- Suhu > 380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika.
- Hipotesi, sistolik < 90 mmHg.
Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc/kbBB/jam
Dan
Semua gejala / tanda yang disebut dibawah ini :
- Tidak ada tanda – tanda infeksi di tempat lain.
- Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.

CATATAN :
- Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan diulang setiap 3 jam,
- Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur secara oral atau rectal.

2). Untuk bayi umur 12 bulan. Ditemukan salah satu gejala / tanda berikut tanpa
penyebab lain :
- Demam > 380C
- Hipotermi < 370C
- Apnea
- Bradikardi < 100x/mnt
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
- Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

3) Untuk Neonatus
Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara
enam gejala berikut :
- Keadaan umum menurun antara lain : malas minum, hipotermi (< 370C) hipertermi
( 380C ) dan sklerema.
- Sistem kardiovaskuler antara lain :
tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer

28
buruk.
- Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali.
- Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea.
- Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi.
- Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan perdarahan.
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
- Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan kuman.
- Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

3.1.2. Laboratorik
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan.
Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut :
1). Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya
dengan infeksi ditempat lain.
2). Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
- Demam > 380C.
- Menggigil
- Hipotensi
- Oliguri
Dan
Satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan ) lain.
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat
intravascular ( kateter intravena ) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai
dengan sepsis.

Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejalaberikut :


- Demam > 380C
- Hipotermi < 370C
- Apnea
- Bradikardi < 100/mnt
Dan
Satu diantara tanda berikut :
- Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan lain )
- Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat
intravaskuler ( kateter intravena ) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai
dengan infeksi

CATATAN :
Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :

29
1. Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari.
2. Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman.
3. Pintu masuk kuman jelas misalnya luka infuse.

Cara penghitungan :

Numerator x 1000 = ..........%

Denominator

Jumlah kasus ISK x 1000 = ........ %

Jumlah hari pemakaian alat kateter urine

5. ILO (Infeksi Luka Operasi)

Pengertian SSI
a. ILO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan
)
b. ILO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fasia dan
lapisan otot)
c. ILO organ bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam tubuh.
Kategori operasi :
1) Operasi bersih,adalah operasi dilakukan pada daerah /kulit yang pada kondisi pra
bedah tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus
respiratorius,gastroinestinal,orofaring,urinarius,atau traktus biliaris atau operasi
terencana dengan penutupan kulit primer atau tanpa pemakaian drain tertutup.
Kebijakan
a. Kriteria ILO superfisial :
- Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi.
- mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)-
- Terjadi hal 2 sbb:
 Drainase bahan purulen dari insisi superficial
 Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil
secara aseptic dari tempat insisi superficial.
 Sekurang kurangnya terdapat :

30
- satu tanda atau gejala infeksi sbb: rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir,
kemerahan, atau hangat pada perabaan.
- insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr bedah dan hasil biakan positif
atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi kriteria
ini.
 Diagnosi ILO superficial oleh dokter bedah atau dokter yang menanggani
pasien tersebut.
b. Faktor Risiko ILO
- Kondisi pasien sendiri, misal usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier
MRSA,
lama rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.
- Prosedur operasi : Cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan, antibiotik
profilaksis,
lama operasi, tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi darah, mandi
sebelum
infeksi luka operasi.
c. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
d. Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
e. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah
responden terpenuhi.

Kategori resiko :
1. Jenis luka
 Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0
 Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1
Keterangan :
- luka bersih : nontrauma ,operasi luka tidak infeksi,tidak membuka saluran
pernapasan dan genitourinari.
- Bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan
genitourinari .
- Kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka .
- kotor dan infeksi : trauma terbuka,kontaminasi fecal.
2. Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit.

31
Setiap jenis operasi berbeda lama opearasinya
 Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan. Skor 0
 Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1.
3. ASA score .
 ASA 1-2,skor :0
 ASA 3-5, skor :1
= X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu.
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

Pencegahan ILO :
1. Pra bedah..
a. Persiapan pasien sebelum operasi.
 Jika ditemukan tanda -tanda sembuhkan dulu infeksinya sebelum hari
operasielektif dan jika perlu ditunda sampai tidak ada infeksi.
 Jangan mencukur rambut , pencukuran hanya dilakukan bila daerah sekitar
operasi terdapat rambut yang dapat mengganggu jalannya operasi (pencukuran
dilakukan 1 jam sebelum operasi dengan menggunakan alat cukur elektric.
 Kendalikan kadar gula darah pada pasn diabetes dan hindari kadar gula darah
yang terlalu rendah sebelum operasi.
 Sarankan pasien untuk berhenti merokok min 30 hari sebelum hari elektif
operasi.
 Mandikan pasien dengan cairan sabun yang mengandung chlorhexidine 2 % min
1 jam sebelum operasi.
b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah :
 Kuku harus pendek dan jangan menggunakan kuku palsu.
 Lakukan kebersihan tangan bedah dengan chlorhexidine 4 % setelah kebersihan
tangan tangan harus tetap mengarah ke atas dan dijauhkan dari tubuh agar air
mengalir dari ujung jari menuju siku,keringkan tangan dengan handuk
steril ,pakai saung tangan dan gaun steril.
c. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi.
 Anjurkan agar melapor jika terdapat tanda infeksi agar mendapatkan
pengobatan.

32
d. Profilaksis anti mikroba .
 Pemberian anti mikroba hanya bila diindikasikan dan pilihlah yang paling
efektif terhadap patogen yang umum yang menyebabkan ILO pada operasi jenis
tersebut yang direkomendasikan.
 Berikan dosis profilaksi awal melalui intravena 1 jam sebelum operasi sehingga
sat dioperasi konsentrasi bakterisida pada serum dan jaringan maximal.

2. Intra Bedah.
a. Ventilasi .
 Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah .
 Jangan menggunakan fogging dan sinar UV dikamar operasiuntuk mencegah
ILO.
 Pintu kamar bedah harus selalu tertutup kecuali diperlukan untuk lewatnya
peralatan bedah.
 Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah.
b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan.
 Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5 % dan biarkan 10
menit kemudian bersihkan cairan tadi .
 Tidak perlu pembersihan khusus /penutupan kamar bedah setelah selesai operasi
kotor.
 Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan menggunakan detergennt normal.
c. Sterilisasi instrumen bedah.
 Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk.
 Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus digunakan segera
seperti instrumen jatuh saat operasi.
d. Pakaian bedah /drapes .
 Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila memasuki kamar bedah
saat operasi berjalan .
 Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala.
 Jangan menggunakan caver shoes untuk mencegah ILO Ganti gaun bila tampak
kotor dan terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.
 Gunakan gaun dan drape yang kedap air.
e. Teknik aseptik dan bedah.

33
 Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan CVP,kateter anestesi spinal
/ epidural/ dan bila menyiapkan obat- obatan steril.
 Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat sebelum digunakan.
 Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan homeostasis yang
efektif,minimalkan jaringanyang mati atau ruang kosong (dead space) pada
lokasi operasi.
 Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap tertutup,letakan drain pd
lokasi tubuh yang terpisahdari insisi tubuh,lepas drain sesegera mingkin bila
sudah tidahk dibutuhkan.
3. Paska Bedah;
 Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah operasi segera laukakan
penggantian verban.
 Lakukan mobilisasi sedini mungkin.
 Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan
bergizi.

2. Kebersihan tangan.

Pedoman menkebersihan tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan


bagaimana melakukan kebersihan tangan atau menggosok tangan untuk
pembedahan, telah mengalami perubahan secara cepat pada masa 15 tahun terakhir,
dengan munculnya AIDS pada tahun 1980 an.

Kebersihan tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan kebersihan
tangan memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990).

Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang
kepatuhan tenaga kesehatan dalam menkebersihan tangan, bahwa ada 4 alasan
mengapa kepatuhan menkebersihan tangan masih kurang, yaitu:

 Skin irritation
 Inaccessible handwashing supplies
 Being too bussy
 No thinking abut it

Kepatuhan menkebersihan tangan di ICU (Spraot, I,J, 1994) kurang dari 50%,
sedangkan Galleger 1999 melaporkan bahwa kepatuhan menkebersihan tangan
tersebut :
34
Individu Patuh % Tidak Patuh %
Dokter 33 67
Perawat 36 64
Tenaga kesehatan 43 57
lainya
Mahasiswa perawat 0 100

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap
sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran
mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting
terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada
lapisan kulit terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak.

Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak
dapat dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora
tetap, berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan
dalam tangan dan kuku jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi
dengan organisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti : s.Auresus, Basili
Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara, ditularkan melalui kontak
dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau permukaan yang terkontaminasi.
Organisme ini hidup pula pada permukaan atas kulit dan sebagian besar dapat
dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa dan air. Organisme inilah
yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO, 2004).

 Kebersihan tangan adalah Proses membuang kotoran dan debris secara


mekanis dari kulit kedua belah tangan dan mereduksi jumlah mikroorganisme
transient dengan menggunakan bahan tertentu.
 Flora transien dan flora residen pada kulit .
Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak dengan pasien ,petugas
lain,atau permukaan lingkungan (meja,tensi,stetoskop atau toilet),organisme ini
tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat saat kebersihan tangan.Flora residen
tinggal dilapisan kulit yang lebih dalam serta didalam folikel rambut dan tidak
hilang seluruhnya saat dilakukan pencucian dan pembilasan keras dengan sabun
dan air mengalirUntungnya pada sebagian kasus ,flora residen kemungkinan kecil
terkait dengan penyakit infeksi menular melalui udara seperti flu burung .Tangan
atau kuku petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme
yang menyebabkan infeksi seperti S .Aureus,batang gram negatif.
 Sabun

35
Produk pembersih yang bergua untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga
membantu melepaskan kotoran,debris dan mikroorganisme yang meempel
sementara di tangan.sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan
mikroorganisme secara mekanik,sementara sabun anti septik disamping
membersihkan juga dapat membunuh kuman
 Agen antiseptik
Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme
baik yang transien atau residen.
 Emolient
Cairan organik seperti gliserol,propilen glikol atau sorbitol yang ditambahkan pada
handrub berguna sebagai melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan
kulit.
 Air mengalir
Air yang secara alami atau kimia yang digunakan untuk kebersihan tangan
merupakan air bersih bebas mikroorganisme ,memiliki turbiditas rendah
(jernih ,tidak berbau )

Tujuan.

1. Membersihkan kedua tangan dari kotoran ,

2. Mereduksi jumlah microorganisme transient


 Jenis kebersihan tangan ada 4 macam;
1. Kebersihan tangan surgical.
2. Kebersihan tangan Aseptik
3. Kebersihan tangan sosial
4. Kebersihan tangan handrub
 5 moment kebersihan tangan :
1. Sebelum menyentuh pasien.
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.
3. Setelah tersentuh cairan tubuh pasien.
4. Setelah menyentuh pasien.
5. Setelah menyentuh lingkungan disekitar pasien

36
 Menggunakan 6 langkah kebersihan tangan
1. Petugas menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya.sebanyak 4x
2. Petugas menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari sebanyak 4x.
3. Jari –jari sisi dalam dari kedua tangan petugas saling mengunci sebanyak 4x
4. Petugas menggosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya sebanyak 4x
5. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya sebanyak 4x
6. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya sebanyak

Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan:


1. Kuku harus seujung jari tangan.
2. Cat kuku tidak diperkenankan
3. Bila tangan luka atau tidak intak ,harus diobati dan dibalut dengan balutan yang
kedap air.
4. Jam tangan dan cicncin tidak diperkenankan dipakai

3. ALAT PELINDUNG DIRI

Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-
tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada staf yang bekerja
pada suatu unit perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini, adanya AIDS dan HCV dan resurgence
tuberkulosis di banyak negara, memicu penggunaan APD menjadi sangat penting untuk
melindungi staf .

Termasuk Alat pelindung Diri a.l: sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata (perisai muka,
kacamata), kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap, masker, gaun dan tirai
terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, bagaimanapun, terbuat dari kain yang
diolah atau bahan sintetik yang menahan air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh)
menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini, bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena
mahal. Di banyak negara, kain katun yang enteng (dengan hitungan benang 140/in²) adalah bahan
yang sering dipakai untuk pakaian bedah (masker, kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya, katun
enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena cairan dapat menembusnya dengan mudah,
yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat
untuk ditembus uap (yaitu, sulit disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk
dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi
dapat terlihat.

Macam APD :

1. Masker

37
2. Sarung tangan

3. Kaca mata,

4. Topi

5. Apron/celemek

6. Pelindung kaki

7. Gaun pelindung
8. Helm

1. Sarung tangan.

Tujuan memakai sarung tangan adalah Melindungi tangan dari kontak dengan
darah,cairan tubuh,secret,eksekreta,mukosa,kulit yang utuh dan benda-benda yang
terkontaminasi.

Jenis sarung tangan :

a) Sarung tangan steril:

 Digunakan di IKO, poli gigi atau poli bedah

 Digunakan saat pembedahan atau prosedur invasif

 Penggunaanya sekali pakai.

b) Sarung tangan tidak steril

 Digunakan di rawat inap, IPSRS, kebersihan

 Digunakan saat akan bersentuhan dangan cairan atau mukosa tubuh atau bahan
berbahaya

c) Sarung tangan rumah tangga

 Digunakan di linen, gizi, IPAL

 Digunakan untuk menyentuh bahan bahan yang memerlukan perlakuan khusus


(piring yg licin, mencuci linen yang tebal, dll)

3 saat petugas menggunakan sarung tangan :

1) Sebagai barieer protekif dan mencegah kontaminasi yang berat (saat akan
menyentuh cairan tubuh, sekresi, ekskresi, mukosa membran dan kulit yang tidak
utuh.

38
2) Untuk menghindari transmisi mikroba ditangan petugas ke pada pasien (saat akan
melakukan tindakan aseptik atau menangani benda – benda yang terkontaminasi .

3) Untuk mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien lain(saat


penggunaan sarung tangan yang benar,krn sarung tangan belum tentu tidak
berlubang walaupun kecil)

Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan;

- Kebersihan tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.

- Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien .

- Hindari jamahan pada benda-benda lain.

- Teknik menggunakan dan melepas sarung tangan harus dipahami.

2. Pelindung wajah.

- Tujuan : melindungi selaput lendir ,hidung,mulut,dan mata .

Jenis alat :

- Masker.

- Kaca mata.

- Face sheild.

3. Masker

Jenis masker:

a. Masker bedah

 Masker yang digunakan saat pembedahan di kamar operasi, poli gigi, poli bedah,
VK

 Di ganti bila basah atau selesai pembedahan

 Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut
muka

 Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu bekerja ,bicara,
batuk atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang
terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut.

b. Masker khusus

 Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien yang
mendapatkan imunosupresan atau petugas atau pasien yang sakit batuk.

39
 Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC di ruang isolasi.

 Karena saat ini rumah sakit belum memiliki masker N95 maka untuk penggunakan
diruang isolasi TBC menggunakan masker bedah rangkap 2.

c. Masker biasa.

 Digunakan dalam keiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkan bau (saat
pengelolaan sampah,kamar mandi,ipal dll)

 Digunakan saat menderita batuk pilek..

 Dugunakan saat timdakan perawatan yang menimbulkan bau (personal


higiene,Membantu Bab,Bak,perawatan luka)

4. Gogless (kacamata)

 Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang
terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yang jernih, kacamata
pengaman, pelindung muka dan visor.

 Digunakan untuk prosedur bedah dan kemoterapi,mengosongkan drinage.

5. Apron (Clemek)

 Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi
cipratan atau kontak dengan cairan tubuh pasien.

 Digunakan untuk melindungi dari cairan atau bahan kimia di ruang linen , dapur,
IPAL, Laboratorium, VK.

 Saat menangani pencucian peralatan bekas digunakan pasien


(instrumen,urinal,pispot,bemgkok dll)

6. Gaun.

Tujuan :

Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh
lainnya yang dapat mencemari baju.

Jenis Gaun :

- Gaun pelindung tidak kedap air.

- Gaun pelindung kedap air.

- Gaun steril.

- Gaun non steril.

40
Indikasi penggunaan gaun :

Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran /kontaminasi pada


pakaian petugas seperti :

 Seperti membersihkan luka bakar.

 Tindakan drainage.

 Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau


Toilet.

 Menangani pasien perdarahan masif.

 Tindakan bedah.

 Perawatan gigi.

- gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh pasien.

6. Pelindung kaki

Tujuan :

- Melindungi kaki petugas dari tumpahan / percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan
mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhann alkes.

- Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan

Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan untuk
melindungi kaki dari:

a. Cairan atau bahan kimia yang berbahaya

b. Bahan atau peralatan yang tajam

7. Topi (penutup kepala)

 Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh atau bahan
berbahaya.

 Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat-alat di daerah steril dan juga sebaliknya melindingi kepala petugas dari
bahan – bahan berbahaya dari pasien.

 Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril yang luas
(operasi,pemasangan kateter vena sentral.)

8. Helm

 Terbuat dari plastik

41
 Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang berhubungan
dengan bangunan.

9. Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung
dilakukan ?

No Kegiatan Cuci Sarung Jubah/ Masker


. tanga tangan Celeme /
n Steril bias k Google
a
Perawatan umum

1. Tanpa luka
 Memandikan / √ √
bedding
 Reposisi √ √
2. Luka terbuka
 Memandikan / √ √ K/P
bedding
 Reposisi √ √ K/P
3. Perawatan perianal √ √ √
4. Perawatan mulut √ √ K/P K/P
5. Pemeriksaan fisik √ K/P
6. Penggantian balutan
 Luka operasi √ √ K/P K/P
 Luka decubitus √ √ K/P K/P
 Central line √ √ K/P K/P
 Arteri line √ √ K/P K/P
 Cateter intravena √ √ K/P K/P
Tindakan Khusus.

7. Pasang cateter urine √ √ K/P K/P


8. Ganti bag urine / ostomil √ √ K/P K/P
9. Pembilasan lambung √ √ K/P K/P
10. Pasang NGT √ √ √ K/P
11. Mengukur suhu axilia √ K/P
12. Mengukur suhu rectal √ √
13. Kismia √ √ K/P K/P
14. Memandikan jenazah √ √ K/P K/P
Perawatan saluran nafas

15. Tubbing ventilator √ √ K/P


16. Suction √ √ K/P √ K/P
17. Mengganti plaster ETT √ √ K/P √ K/P
18. Perawatan TT √ K/P √√
19. PF dengan stethoscope √ K/P
20. Resusitasi √ √ √ √√
21. Airway management √ √ √
Perawatan Vasculer

42
22. Pemasangan infuse √ Lebi √ K/P K/P
h
baik
23. Pengambilan darah vena √ Lebi √ K/P K/P
h
baik
24. Punksi arteri √ Lebi √ K/P K/P
h
baik
25. Penyuntikan IM / IV / SC √ √
26. Penggantian botol infuse √
27. Pelesapan dan penggantian √ √
selang infuse
28. Percikan darah / cairan tubuh √ √ √
29. Membuang sampah medis √ √ √
30. Penanganan alat tenun. √ √ √ K/P

4. Sterilisasi

Adalah membunuh semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial.

Adalah Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan suatu otoklaf atau dry heat
dengan menggunakan oven adalah metode yang paling tersedia saat ini yang digunakan
untuk proses sterilisasi.
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang paling murah dan efektif,
tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum
2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk mensterilisasi
instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan
kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi dengan
sebuah sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan
bakar lainnya sebagai sumber panas.

Kondisi Standar Sterilisasi Panas

Sterilisasi uap (Gravitas): Suhu harus berada pada 121ºC; tekanan harus berada pada
106 kPa; 20 menit untuk alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau
pada suhu yang lebih tinggi pada 132ºC, tekanan harus berada pada 30 lbs/in²; 15 menit
untuk alat terbungkus.
Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in²) dapat agak berbeda bergantung pada
sterilisator yang digunakan. Bila mungkin, ikuti anjuran pabrik.

43
Panas kering:

 170ºC selama 1 jam (total cycle time-meletakkan instrumen-instrumen di oven,


pemanasan hingga 170ºC, selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5
jam), atau
 160ºC selama 2 jam (total cycle time dari 3-3.5 jam).
Ingat:

 Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator telah mencapai target


 Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini lebih
pendek, hanya butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk
alat-alat individual.
Kegiatan di unit CSSD :
1. Unit CSSD berada diinstalasi kamar operasi
2. Jam penerimaan bahan yang akan disteril lagi dari ruangan
 Pagi pukul 07.00-08.00 WIB
 Siang pukul 14.00 -15.00 WIB
3. Ruangan CSD terdiri dari 4 area, seperti yang terlihat pada. Area ini adalah:

a. area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor”,

Di area ini, peralatan kotor diterima, dibongkar dicuci, dibilas dan dikeringkan.

Area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor” harus memiliki:

 sebuah konter penerimaan;1

 dua sinks bila mungkin (satu untuk membersihkan dan satu untuk membilas)
dengan suplai air bersih; dan

 sebuah konter peralatan yang bersih untuk pengeringan

b. area kerja “bersih”

Di area kerja bersih, peralatan bersih:


 diperiksa barangkali ada catat atau kerusakan;

 dipak (bila terindikasi), baik disterilisasi maupun DTT; dan

 dikirim untuk disimpan seperti dalam bentuk dipak atau diangin-anginkan


untuk dikeringkan dan dimasukkan dalam wadah steril atau DTT.

44
Area kerja bersih harus mempunyai:

 meja besar;

 rak-rak penyimpanan peralatan bersih dan yang sudah dipak; dan

sterilisator uap tekanan tinggi, oven panas tinggi, steamer, atau boiler.

c. area penyimpanan peralatan bersih, dan

Simpanlah peralatan bersih di area ini. Staf CSD juga harus memasuki CSD
melalui area ini. Lengkapi peralatan area ini dengan:

 rak-rak (lebih baik tertutup) untuk menyimpan peralatan bersih, dan ruangan
tersendiri.

d. area penyimpanan steril atau DTT.

Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau
DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat.

 Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di


kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih
baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari debu dan
debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses terbatas
dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.)

 Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain
tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.

 Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan
dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan
15-20 cm dari dinding luar.

 Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus


melepaskan debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)

 Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai peringatan
bahwa paket itu rentan atas proses kontaminasi dan menghemat ruang
penyimpanan, tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.

45
 Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.

 Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga dibuka.

 Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan

Sistem Shelf Life:


 Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan
terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan
efektivtas pak tersebut.

 Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas pak


mencakup berbagai penanganan, berkurangnya integritas pak, penetrasi
kelembaban, dan kontaminasi udara.

 Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah basah,


terjatuh di lantai, berdebu atau tidak tersegel.

 Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan,
kondisi selama penyimpanan dan pengangkutan, dan jumlah penanganan
sebelum digunakan.

 Menyegel pak-pak steril di kantong-kantong plastik dapat mencegah


kerusakan dan kontaminasi.

 Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait dengan penanganan


pak secara berlebihan atau kurang tepat. Idealnya sebuah peralatan harus
ditangani tiga kali: (1) ketika mengeluarkan dari sterilizer cart dan
menempatkan di rak penyimpanan, (2) ketika mengangkutnya ke tempat
peralatan itu akan digunakan, dan (3) ketika memilihnya dibuka untuk
digunakan.

Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau


membahayakan efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak
adalah:

 Bakteri di udara

 Debu

46
 Kelembaban

 Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya

 Terbukanya pak tersebut.

Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak tersebut


untuk memastikannya tidak terkontaminasi.

Penanganan dan Pengangkutan Instrumen dan Peralatan Lainnya


 Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan DTT dari
peralatan kotor dan peralatan yang harus dibuang. Jangan memindahkan atau
menyimpan peralatan ini bersama-sama.

 Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke prosedur
atau ruang operasi dengan kereta tertutup atau wadah dengan penutup untuk
mencegah kontaminasi.

 Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum membawa
suplai ini ke dalam ruang prosedur, ruang operasi, atau area kerja CSD yang
bersih. (Shipping boxes mengeluarkan debu dan menjadi tempat bersarang
serangga yang dapat mengontaminasi area ini.)

 Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan/pembersihan di


CSD dengan tong sampah tertutup dan antibocor.

 Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan dengan tong


sampah tertutup dan antibocor.

4. CSSD menggunakan buku ekspedisi serah terima barang sterilisasi


5. Monitoring mutu hasil sterilisasi dilakukan dengan 3 indikator ( mekanik, kimia,
biologi )
6. Sebelum dilakukan sterilisasi, dilakukan bowiedick tes pada alat sterilisasi
7. Kalibrasi eksternal autoclave dilakukan 1 tahun sekali
8. Perawatan autoclave dilakukan setiap bulan

47
Pemeriksaan indikator mutu sterilisasi :

1. Indikator mekanik

2. Indikator Kimia

3. Indikator biologi

4. Indikator mikrobiologi

Sumber : Perkins 1983

5. Dekontaminasi
merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang telah
tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan benda
lain yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat harus
direndam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat menginaktivasi
HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat
tersebut (AORN 1990; ASHCSP 1986).

Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat


kontaminasi oleh kuman pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh
Nyström (1981) menemukan kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang
tadinya tercemar dan dari 100 mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan
dan didekontaminasi. Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat dan
benda-benda lain yang dibersihkan dengan tangan, didekontaminasi terlebih dulu untuk
meminimalkan risiko infeksi .

Proses desinfeksi barang use yang di reuse

Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi :

Tingka Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


t resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad dijaga : digunakan
dalam jaringan atau DDT -bungkusan alat untuk
steril,rongga,aliran harus kering. tindakan
darah -kemasan tidak invasif.
robek
-Bungkusan
harus dibuat
dengan
menghambat

48
bioefektif
selama
penyimpanan.
.simpan alat
steril pada area
steril guna
melindungi dari
kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai

Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang


kritis dengan selaput steam/termal daerah bersih berhubungan
lendir dan dengan dan kering guna dengan
cairan melindungi dari respiratori :
desinfektan kontaminasi -LM
tingkat tinggi lingkungan laringeal
mask.
-Vaginal
speculum.
-endotrakeal
non kinkin.
-probe
invasif
ultrasonic
(trans vaginal
probe).
-Fleksible
*colonoscope
- Breast
pump
Non Alat yang kontak Bersihkan Simpan dalam -alatnon
kritis dengan kulit alat dengan keadaan bersih invasif
menggunakan ditempat yang equipment:
detergent dan kering * Bedpan dan
air .jika urinal.
menggunakan * Manset
desinfektan tekanan
gunakan yang darah.
compatibel * bed
*
Termometer.
* Tourniket
* Tensi meter

B. Desinfeksi lingkungan rumah sakit

49
- Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly
didesinfeksi dengan detergen netral
- Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan
desinfeksi tingkat menengah

6. Kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi

Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi hal-hal
sebagai berikut.namun yang terbaru menyatukan universal precaution dab body
substance isolasi (BSI) menjadi kewaspadaan isolasi dengan komponen sbb :

 Pencegahan /kewaspadaan standar, diterapkan pada semua klien dan pasien


yang mengunjungi fasilitas layanan kesehatan, meliputi :

- Kebersihan tangan.

- Penggunaan APD (alat pelindung diri )

- Peralatan perawatan pasien.

- Pengendalian lingkungan.

- Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.

- Kesehatan karyawanan /perlindungan petugas kesehatan.

- Penempatan pasien.

- Higiene respirasi/etika batuk.

- Praktek menyuntik yang aman.

- Praktek untuk lumbal punksi.

KOMPONEN UTAMA DAN PENGGUNAANNYA

Komponen utama Pencegahan Baku dan penggunaannya terdapat dalam Tabel 2-1.
Penggunaan pelindung (barier) fisik, mekanik, atau kimiawi di antara mikroorganisme
dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap atau petugas
layanan kesehatan, merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan
infeksi (barier membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit). Contohnya,
tindakan berikut memberikan perlindungan bagi pencegahan infeksi pada klien, pasien
dan petugas layanan kesehatan serta menyediakan sarana bagi pelaksanaan Pencegahan
Baku yang baru:

50
 Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan) sangat berpotensi menularkan
infeksi.
 Kebersihan tangan—prosedur yang paling penting dalam pencegahan kontaminasi
silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).
 Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka,
selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang kotor dan
sampah yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.

7. Management Resiko PPI

Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek permasalahan ,memerlukan


perhatian dan tindakan yang baik .Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang
merupakan acuan mutu rumah sakit,sehingga memerlukan tindakan yang baik. Oleh
sebab itu kita harus tahu dulu :

1. Resiko adalah :

 Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan
(AS/NZS 4360:2004)
 Efek ketidak pastian tujuan (ISO 3100:2009)
2. Management Resiko adalah :

 Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang –peluang
sambil mengelola efek yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)
 Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan
dengan resiko (ISO 3100:2009)

II. Identifikasi Resiko

Adalah proses mengenal ,menemukan dan mendiskripsikan resiko. Hal pertama yang
dilakukan untuk mengelola resiko adalah mengidentifikasi, identifikasi ini juga dibagi 2
secara Proaktif dan Reaktif.

a. Identifikasi secara proaktif.adalan kegiatan identifikasi yang dikakukan proaktif


mencari resiko yang menghalangi rumah sakit mencapai tujuan. Jika faktor resikonya
belum muncul dan bermanifestasi metoda yang dapat dilakukan dengan cara, audit,
brainstorming, pendapat ahli, FMEA, analisa swot.

51
b. Identifikasi secara Reaktif adalah kegiatan identifikasi setelah resiko muncul dan
bermanifestasi dalam bentuk insiden dan gangguan .Metoda yang digunakan adalah
pelaporan insiden. tentu saja kita akan melaksanakan prinsip identifiksi proaktif
karena belum menimbulkan kerugian.

III. Analisa Resiko .

Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan peringkat resiko,
analisa dilakukan dengan cara menilai :

1. seberapa sering peluang resiko muncul,


2. berat ringannya dampak yang ditimbulkan
tabel

Descripsi 1 2 3 4

Jarang Intermediate Sering Selalu terjadi

Frekuensi

Probability

Dampak

occurence

Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi dikalikan tujuannya mendapatkan


peringkat sehingga dapat menentukan skala prioritas penangannnya Tabel.

Peringkat Resiko .

1. Ekstrim ( 15-25)

2. Tinggi (8-12)

3. Sedang (4-6)

4. Resiko rendah (1-3)

52
IV. Evaluasi Resiko.

Adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria resiko untuk
menentukan apakah resiko dan /besarnya dapat diterima atau ditolelir.Sedangkan
kriteria resiko adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnyaresiko
dievaluasi .Dengan evaluasi resiko ini setiap resiko dilelola oleh orang yang
bertanggung jawab sesuai denga resiko,dengan demikian tidak ada resiko yang terlewat.

V. Penanganan Resiko

Adalah proses memodifikasi Resiko :

1. Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan


aktivitas yang menimbulkan resiko.
2. Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapatkan peluang(lebih baik,baik)
3. Mengubah kemungkinan.
4. Menghilangkan sumber infeksi.
5. Mengubah konsekuensi.
6. Berbagi resiko dengan pihak lain.
7. Mempertahankan resiko dengan informasi pilihan

8. Ruang Isolasi (kohorting)


A. Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit
Isolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian
infeksi nosokomial

Tujuan

Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme


pathogen dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau
sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai
infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat diperlukan.

1. Airborne Precaution

a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai
berikut:

 Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.


 Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.

53
 Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang
efisien sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.
 Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar
 Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan
pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan
secara kohort.
 Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.

b. Respiratory Protection
 Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki
rungan pasien yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis
 Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui
atau diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus
memakai respiratory protection (N 95) respirator.
 Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu
memakai perlindungan pernafasan.
c. Patient Transport
 Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan
yang penting saja.
 Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

2. Droplet Precaution

a. Penempatan Pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara
kohart
 Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan
pasien lainya
b. Masker
 Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft
 Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan
c. Pemindahan pasien
 Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk
tujuan yang perlu
 Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien
dianjurkan pakai masker

3. Contact Precaution

a. Penempatan pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
b. Sarung tangan dan kebersihan tangan.
 Gunakan sarung tangan sesuai prosedur
 Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi
dengan mikroorganisme
 Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan

54
 Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub
 Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa
tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin
terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien
atau lingkungan lain.
c. Gaun
 Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi
bahwa pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau
peratalan pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia,
diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka
 Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
 Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan
permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke
pasien atau lingkungan lain
d. Transportasi pasien
 Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk
tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari
kamarnya, pastikan bahwa tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah
dan meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau
permukaan lingkungan dan peralatan.

Peralatan Perawatan Pasien

 Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau
secara kohort
 Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau
desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain.

Recommendation Isolation Precaution

“administrative Controls”

1. Pendidikan
Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien,
petugas, dan pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan
bertanggung jawab dalam menjalankanya.

Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan)

2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya


perbaikan langsung.

55
Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara penularannya :

1. Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri.


2. Saat ini rumah sakit Panti Rahayu belum memiliki ruang isolasi
tersendiri,kedepannya akan direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien
menular yang sesuai ketentuan ,untuk merawat pasien ,RS Panti Rahayu
menggunakan cara Pengelompokan (Kohorting ) pasien menular TBC,diare
berat,varicella perdarahan tak terkontrol,luka lebar dengan cairan keluar.
3. Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2) atau masker
N 95(bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan tersebut. Ganti masker
setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien tidak boleh
membuang ludah atau dahak di lantai – gunakan penampung dahak/ludah tertutup
sekali pakai (disposable)
4. Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan dengan hati-hati
dan masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag yang
berlabel ISOLASI. Tempat tersebut diletakkan di dekat pintu keluar ruang isolasi.
Setelah itu petugas harus kebersihan tangan di dalam ruang isolasi.
5. Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:
 Termometer
 Stetoskop
 Tensimeter
 Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)
 Tempat pembuangan limbah infeksius:
o Jas
o Instrumen
o Sampah termasuk sisa makanan, alat makan
 Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting
 Barrier atau penghalang .
 APD yang sesuai.

9. Pengelolaan kebersihan lingkungan Rumah Sakit

Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum rumah sakit dan klinik, yang
meliputi lantai, dinding, alat-alat, meja, dan permukaan lain. Maksud pengelolaan
rumah tangga adalah :
 mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien, tamu, staf, dan
masyarakat sekitar,
 mengurangi risiko kecelakaan, dan
 mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk pasien dan staf
Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu dan kantor
administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan air.
Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan darah atau duh tubuh lain,
tergolong risiko tinggi memerlukan disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang
ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan selain

56
sabun dan air dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih,
dan ruang perawatan intensif.

Peralatan yang single use yang di Re-use

Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient safety,maka peralatan yang


digunakan baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keselamatan
pasien.Hal ini terkait kontaminasi yang ditimbulkan jika digunakan kembali , oleh sebab
itu dilakukan aturan peralatan yang use dan re-use sbb;

1. Peralatan yang use (sekali pakai)

 Berupa benda tajam

 Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien

 Yang penggunaannya dilakukan secara septic.

 Dibagi menjadi peralatan kritikal,semi kritikal dan non kritikal.

Kategori Alat-alat medis :

Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad dijaga : digunakan
dalam jaringan atau DDT -bungkusan alat untuk tindakan
steril,rongga,alira harus kering. invasif.
n darah -kemasan tidak -endoskopidan
robek assesoris yang
-Bungkusan dipakai dlm
harus dibuat tindakan
dengan invasif:
menghambat - alat ERCP
bioefektif -Laparoskopi
selama - Broncoskopi
penyimpanan. - instrument
.simpan alat bedah/operasi
steril pada area
steril guna
melindungi dari
kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai
57
Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang
kritis dengan selaput steam/termal daerah bersih berhubungan
lendir atau dengan dan kering guna dengan
cairan melindungi dari respiratori :
desinfektan kontaminasi -LM laringeal
chlorine 0,5 lingkungan mask.
% -Vaginal
speculum.
-endotrakeal
non kinkin.
-probe invasif
ultrasonic (trans
vaginal probe).
-Fleksible
endocopes:
*colonoscope
*sigmoideskope
- Breast pump
Non Alat yang kontak Bersihkan Simpan dalam -alatnon invasif
kritis dengan kulit alat dengan keadaan bersih equipment:
menggunakan ditempat yang * Bedpan dan
detergent dan kering urinal.
air .jika * Manset
menggunakan tekanan darah.
desinfektan * bed
gunakan yang * Termometer.
compatibel * Tourniket
* Tensi meter
* Pot obat
pasien.
* kontainer
darah

2. Batas penggunaan alat medis

Alat medis Frekuensi Dengan Proses kontrol


penggunaan melihat
ulang&proses
Laringeal 40x 1. Catat jumlah re-use pada kartu
mask steam pemeliharaan .
2. Setelah 40x alat langsung dibuang.
3. Bila alat rusak sebelum waktunya
segera dibuang
Nasal 5x 4. Catat jumlah re-use pada kartu
spray steam pemeliharaan .
5. Setelah 40x alat langsung dibuang.
6. Bila alat rusak sebelum waktunya
segera dibuang

58
Endotracea 40x 7. Catat jumlah re-use pada kartu
tube non steam pemeliharaan .
kinkin 8. Setelah 40x alat langsung dibuang.
9. Bila alat rusak sebelum waktunya
segera dibuang
Respirator 30x 10.Catat jumlah re-use pada kartu
y valve steam pemeliharaan .
11.Setelah 30x alat langsung dibuang.
12.Bila alat rusak sebelum waktunya
segera dibuang
Beast
pump

3. hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi

1. Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah :


a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah keutuhan,
fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis.
b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis kotoran
biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan bebas dari zat
Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik
c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia dengan
pelarut atau zat pembersih
d. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan bersertifikat
yang merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan diabsahkan untuk pemastian
kesterilan, uji-uji untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan pengendalian
prosedur dengan pencatatan pemakaian alat tersebut
2. Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau sekali
pakai saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI(ICN) RSPB untuk
memungkinkan pengembangan protokol langkah demi langkah untuk proses ulang
3. Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk
menangani alat-alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke HICMR
sesuai dengan kondisi

10. Pengelolaan linen

Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan,
membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu (mencuci,
mengeringkan, melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan dan
mendistribusikannya. Memroses linen secara aman dari berbagai sumber adalah suatu
proses yang rumit. Prinsip-prinsip dan langkah-langkah utamanya tercantum dalam Staf
yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa dan memilih linen kotor harus sangat
berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan rumah tangga
untuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk pecahan

59
gelas . Staf yang bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus memakai
sarung tangan utiliti, alat pelindung mata, dan apron plastik atau karet.

Pengelolaan Lingkungan dan bangunan

Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk dapat
mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS
dengan cara :

 Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari


lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana
kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah dengan mempertimbangkan
cost efektif
 Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman
 Mencegah terjadinya kecelakaan kerja

Ruang lingkup pengelolaan lingkungan :

1. KONSTRUKSI BANGUNAN
2. UDARA
3. AIR
4. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
5. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN DI R.GIZI
6. PEMBERSIHAN DI RUANG LAUNDRY

Konstruksi dan renovasi bangunan harus memperhatikan .

1.Pengertian
Cara melakukan perubahan bentuk, penambahan ruangan pada lokasi tertentu
yang meliputi design interior, eksterior, civil dan medical.

Definisi dari kegiatan konstruksi :


Tipe kegiatan renovasi ada 4 type :
a.Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum.
Termasuk namun tidak terbatas pada: penghapusan ubin langit-langit untuk
inspeksi visual (terbatas pada 1genteng per 5 m2), lukisan (tetapi tidak
pengamplasan); mencakup instalasi dinding; kerja trim listrik; pipa kecil; setiap
kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan pemotongan dinding atau
akses ke langit-langit selain untuk inspeksi visual.
b.Tipe b skala kecil dan jangka pendek,yang menghasilkan debu sedikit.
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, instalasi pemasangan kabel telepon dan
komputer, akses ke ruang chase,memotong dinding atau langit-langit di mana
migrasi debu dapat dikendalikan.
c. Tipe c kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat tinggi.Termasuk,
tetapi tidak terbatas pada, pembongkaran atau penghapusan komponen
bangunan built-in atau rakitan, pengamplasan dinding untuk lukisan atau
mencakup dinding, meliputi penghapusan lantai / wallpaper, ubin dan casework
langit-langit, konstruksi dindingbaru, ductwork kecil atau pekerjaan listrik di atas
60
langit- langit, kegiatan pemasangan kabel utama.
d. Tipe d penghancuran besar dan proyek konstruksi
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penghancuran berat, penghapusan sistem
plafon yang lengkap, dan konstruksi baru.

2. Tujuan.
Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan
renovasi bangunan.

3. Kebijakan
a. Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan.

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4


Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
 Area kantor  Perawatan  UGD
 Tanpa pasien dan tidak  Radiology  Area klinis
pasien/ area tercakup dalam  Recovery  Kamar Operasi
resiko rendah Grup 3 atau 4 Rooms  Kamar prosedur
yang tidak  Laundry  Ruang invasif pasien
terdaftar  Kantin Maternitas / rawat jalan
dimanapun  Manajemen VK  Area Anastessi &
Material  Kamar bayi pompa jantung
 Penerimaan/  Lab  Semua Intensive
Pemulangan Microbiologi Care Unit
 Laboratorium  Farmasi (kecuali yang
tidak spesifik tertulis di Grup 4)
seperti Grup
3Koridor Umum
(yang dilewati
pasien, suplai,
dan linen)

b. Pedoman kontrol infeksi.


Kelas I - Jalankan pekerjaan dengan metode untuk meminimalkan
peningkatan debu dari operasi konstruksi
- Mengganti genteng langit-langit untuk inspeksi visual
secepatnya
Kelas II - Penyediaan aktif berarti untuk mencegah debu udara
menyebaran ke atmosfir
- Segel pintu yang tidak digunakan dengan lakban.
- Konstruksi yang mengandung limbah sebelum ditransportasi
harus dalam wadah tertutup rapat.
- Pel basah / atau vakum dengan vakum HEPA ber-filiter.
- Tempatkan lap kaki di pintu masuk dan keluar dari area kerja
dan mengganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi proses
kerja.
- Isolasi sistem HVACdi daerah mana pekerjaan yang sedang
dilakukan/kohort dengan tekanan negatif
- Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek selesai.
Kelas III  Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan
tengah dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari
sistem saluran.
 Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum

61
konstruksi dimulai.
 Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja
menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau metode
lain untuk mempertahankan tekanan negatif.
Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara
 Jangan menghilangkan barriers dari area kerja sampai
proyek lengkap dibersihkan.
 Pel basah atau vakum dua kali per 8 jam periode
kegiatan konstruksi atau sesuai yang diperlukan dalam
rangka untuk meminimalkan jejak.
 Singkirkan bahan penghalang dengan hati-hati untuk
meminimalkan penyebaran kotoran dan puing-puing
yang terkait dengan konstruksi. Bahan barrier harus
diusap basa, Vakum dengan menggunakan HEPA atau
berikan kabut air agar lembab sebelum disingkirkan.
 Tempatkan limbah konstruksi dalam wadah tertutup
rapat sebelum ditransportasi.
 Tempatkan keset kaki di pintu masuk dan keluar dari
area kerja dan diganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi
aktifitas kerja
 Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek
telah selesai.

Kelas IV - Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan tengah


dilakukan untuk mencegah kontaminasi system saluran.
- Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum konstruksi
dimulai.
- Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan
unit ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk
mempertahankan tekanan negatif. Keselamatan umum akan
memonitor tekanan udara
- Beri segel pada luban, pipa, saluran dan tusukan untuk
mencegah migrasi debu.
- Bangun anteroom dan mengharuskan semua personil
melewati ruangan. Pel basah atau vakum HEPA anteroom tiap
hari.
- Selama pembongkaran, kerja yang menghasilkan debu atau
bekerja di langit-langit, sepatu sekali pakai dan baju harus
dipakai dan dibuang di anteroom ketika meninggalkan area
kerja.
- Jangan menghilangkan barriers dari area kerja hingga selesai
proyek dibersihkan
- Singkirkan bahan penghalang hati-hati untuk meminimalkan
penyebaran kotoran dan puing-puing yang terkait dengan
konstruksi.

11. Antibiogram
Dengan pemeriksaan kultur akan didapatkan hasil resistensi kuman terhadap
antibiotika yang digunakan untuk menentukan pola kuman rumah sakit

12. Pengelolaan bahan atau obat kadaluwarsa

Bekerja sama dengan farmasi dalam melakukan pengawasan obat atau bahan yang telah
kadaluwarsa

13. Upaya pencegahan dan kesehatan karyawan

62
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat kerja,juga dapat
menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan lain.

Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah
terinfeksi apa saja dan status imunisasinya, imunisasi yang dianjurkan hepatitisB, bila
memungkinkan haemophilus influenza, campak, tetanus, difteri, rubella, mantoux test.
Alur pasca pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk HIV,HBV,HCV.

Pedoman ini merupakan strategi preventif terhadap infeksi yang didapatkan dari rumah
sakit.meliputi :

1. Monitoring dan suppprt kesehatan petugas.


2. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit tentang PPIRS
3. Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan .
4. Menyediakan antivirus profilaksis.
5. surveilens ILI mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut dari
manusia ke manuasia.
6. terapi dan follow up
7. Rencanakan pertugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila terkena
infeksi.
8. upayakan support psikososial.

Tujuan:

1. Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit.


2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan.
3. Mencegah KLB.

Unsur yang dibutuhkan .

1. petugas yang berdedikasi.


2. SPO yang jelas dan tersosialisi dengan baik.
3. Koordinasi yang baik antar unit.
4. Penanganan pasca pajanan infeksius.
5. Pelayanan konseling dan privasi.

Pelaksanaan :

a. Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi hepatitis B, iminisasi


masal dan diulang tiap 5 tahun pasca imunisasi .
b. Management pasca pajanan.
- tes pada pasien sebagai sumber pajanan.

- tes HBS Ag dan Anti HBs petugas.

- Pemberian immunoglobulin hepatitis B pasca pajanan sebelum 48 jam

Evaluasi

1. dilakukan sebelum dan sesudah pajanan.

63
2. Status imunisasi .
3. Riwayat kesehtan yang lalu.
4. Terapi saat ini.
5. Pemeriksaan fisik.
6. Pemerisaan lab dan radiologi.
7. Edukasi :
 SPO PPI
 Kewaspdaan isolasi
 Kewaspadaan transmisi
8. Pelaporan yang meliputi :
 Informasi resiko ekspos.
 Alur mangemen dan tindak lanjut.
 Penyimpanan data
Pajanan dan tindakan :

1. Virus H5N1

Bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir 2x 75 mg selama 5 hari.

2. Virus HIV.

Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % per injuri.Profilaksis diberikan dalam waktu 4 jam pasca
pajanan dengan pemberian ARV,AZT,3TC dan Indinavir sesuai pedoman.pasca
pajana harus dilakukan pemeriksaan HIV seroologidan dicatat sampai jadwal
pemeriksaan monitoring lanjutan nya.

3. Virus Hepatitis B.

Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per pajanan,segera pasca pajanan dilakukan


pemeriksaan ,dapat terinfeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg.

64
Berikut tata laksana penyakit menular dan pencegahannya :

Penyakit Masa Menular Cara transmisi Kewasp Masa petugas Tindakan


inkubasi selama/ adaan diliburkan/
virus yang tindakan
shedding perlu
dijalank
an
Abses Selama luka kontak Kontak konserfatif
mengeluarka
n cairan
tubuh
Acinetoba Luka bakar Flora N kulit Standar
cter yang di manusia, mukus dan
baumanii hydroterapi menbran dan tanah. kontak
Bertahan di tempat
lembab dan kering
sampai berbulan,
menular melalui
peralatan rawat
respirasi, tangan
petugas,
humidifier,
stetoscop,
termometer,
matras, bantal,
prmk TT, mop,
gorden, tempat
mandi luka terbuka
Adenoviru 6-9 hari Sekret Droplet, Konserfatif
s type 1-7 saluran nafas kontak
Aspergilos Infeksi jar Inhalasi stadium Kontak
is luas dengan airbone, conidia dan
cairan airbone
berlebihan
candidiasi Standar,
s kontak
Chlamidia Standar,
C kontak,
trachomati termasuk
s seksual
Congenital Sampai umur Kontak dengan Standar, Restriksi 7 hari
rubella 1 tahun bahan nasofaring kontak
dan urin
Conjungti 5- 12 14 hari stl Kontak dengan Kontak Sampai mata Pengobatan
vitis hari onset tangan, alat standar tidak kluar
*adenovir terkontaminasi kotoran
us type 8
Campak 5-21 hari 3-4 hr stl Droplet yang besar Transmis Restriksi 7 hari Pengobatan
bercak timbul (kontak dekat) & i udara setelah bercak simtomatik

65
mel udara merah timbul
nasofaring (yg imun) 5hr
stl ekspos- 21
hr stl ekspos
Campiloba Standar
cter
Closrtidiu kontak
m difficile
Cytomegal Tidak Tahan di Kontak dg sekresi Standar Tidak perlu
o virus diketahui lingkungan &eksresi : saliva hand
dlm wkt dan urin hygiene
pendek
Difteria Sekresi dr mulut Droplet, Sampai terapi Pengobatan
mengandung c kontak antibiotika simtomatik dan
difteriae telah lengkap virus.
dan sampai 2 Minum
kultur berjarak eritromicin 3x 1
24 jam tb sampai 7 hari
dinyatakan
negatif, perlu
imunisasi tiap
10 tahun
Gastroente Kontak px, Standar Tidak
ritis konsumsi atau mengolah
*salmonell makanan/ air kontak makanan sp 2x
a terkontaminasi jarak 24jam
*shingella kultur feses
*yenteroc negatif
olitica
Glardia Feses Kontak
lambilia

Hepatitis 15- 50 2 minggu, Fekal oral melalui Standar Libur di area Vaksinasi
A hari kadang2 sp 6 feses perawatan/ hepatitis a
bulan pengolahanma
(prematur) kanan,i
minggu setelah
sakit kuning
imunisasi
paksa ekspos
Hepatitis B:6- Akut atau Perkutaneus Standar Tidak perlu -segera periksa
B,D 24mgg kronik dg mukosa, kulit yg dibatasi smp HbsAg atau
D: 3-7 HbsAg tdk utuh kontak HbeAg negatif. HbeAg,tidak
mgg positif dgn darah, semen, perlu divaksin
cairan vagina, bila petugas telah
cairan tubuh yg mengandung Anti
lain HBs ≥ 10 mliu/ml
Hepatitis Perkutaneus Standar Restriksi
C,F,G mukosa kulit yg sampai kondisi
tdk utuh kontak membaik

66
gdn darah, semen, / sampai
cairan vagina, HceAg negatif
cairan tubuh yg
lain
Herpes 2-14 hr Asiptomatik Kontak dgn ludah Standar, Retriksi tidak
simplex dpt karier mengandung kontak perlu, tp
mengeluarka virus langsung/ lwt tangan dibatasi kontak
n virus sekresi luka dgn px
aberasi/ cairan
vesikel
HIV Perkutaneus Standar Kurang dari 4 jam
mukosa, kulit yg paska pajanan
tdk utuh kontak
dgn darah, semen, -diberikan arv,azt
cairan vagina, dan 3 tc.
cairan yubuh yg -dilakukan
lain pemeriksaan
HIVserologi dan
menitor setelah 3
bln,9bln,11 bln
Helicobact Standar
er pylori
MDRO Kontak luka Kontak
(MRSA,
VRE,
VISA,
ESBL,
Srep
pneumoni
a
Influensa 1-5hr Infeksius pd Airbone, kontak kontak Vaksinasi pd
3hr pertama langsung/ droplet petugas yg
sakit.Virus dgn sekresi saluran rentan.
dpt napas Amantadin
dikeluarkan untuk kontak
sblm gejala dgn influensa
timbul smp A
7hr stlh
dimulai sakit,
lebih panjang
pd anak dan
orang
Hemophil Standar
us droplet
Influenzae
Dewasa
Anak

Batuk non Droplet sekret Kontak


Human produktif, respirasi Droplet

67
Metapneu kongesti
mo virus nasal
(HMPV) whezing,
bronkhiolitis,
pneumonia
pada anak
+ 11,5 tahun
Novirus 12-48 Diare, KLB Makanan, air Kontak,
jam terkontamibasi makanan
feses , air
N 2-10 hr Kontak dgn sekret Trasmisi Libur spm -perlu profilaksis
meningitis saluran napas mel 24jam stlh dgn Rif2x600 mg
droplet terapi paska selama 2 hari ,dan
ekspos. dosis tunggal
Rifampin2x60 cipro1x1,atau
0mg, 2hr; ceftriaxone 250
ciprofloxacin1 mg IM
x500mg atau
ceftriaxon250
mg IM
Parotitis, 16-18hr Community Kontak dengan Trasmisi Vaksinasi
Mumps (12- acquired, droplet atau droplet efektif, MMR
25hr) virus berada langsung dgn Restriksi sp
dlm saliva 6- sekret sal napas, yi 9hr stlh onset
7hr sbl saliva, hidung dan parotitis.
parotitis sp mulut Petugas renyan
9hr stl onset : 12hr paska
Px ekspos
immunokom pertama sp 25
promls hr stlh ekspos
terakhir
Parvovirus 6-10hr Menular sblm Kontak dgn droplet Transmis Tidak perlu
/B19 bercak merah besar, muntahan i drolpet restriksi
sp 7hr stlh
onset
Pertusis 7-10 hr F catarrhal Kontak dgn sekresi Transmis Vaksin
sangat sal napas, droplet i droplet direkomen
menular besar kontak dekat sp 5 hr umur 11-64 th
menerim petugas dgn
a pertusis:
antibioti restriksi fase
k catarrhal sp mg
3 stl onst / 5 hr
stlh tx
antibiotik
kontak saja
tidak perlu
retriksi
Pollomyeli Nonparal Sal napas Kontak cairan sal Transmis Imunisasi
tis itik: 3- 1mgg stlh napas, benda i kontak direkomendasi

68
6hr; gejala terkontaminasi fese kan
paralitik muncul, dlm
7-12hr feses bbrp
mgg-bulan
stlh gejala
muncul
Rubella 12-23hr, Sangat Kontak dgn droplet Transmis 5hr stlh bintik
bintik menular saat nasofaring px i droplet keluar :
merah bintik merah dan petugas rentan
timbul keluar, virus kontak 7hr stl ekspos
14-16hr lepas 1mgg dgn pertama sp
stlh sblm smp 5- cairan sal 21hr stl ekspos
ekspos 7hr stl onset, napas terakhir
congenital
rubella bisa
melepas virus
berbulan-
bertahun2
RSV 2-8hr Orang sakit Tangan Transmis Batasi kontak
(infeksi (terserin dapat terkontaminasi saat i kontak dgn pasien
virus g mengeluarka merawat pasien erat dhn rawat dan
respiratori 4-6hr) n virus atau menyentuh droplrt lingkungan
k) selama 3-8hr. benda mati, atau bila ada KLB
Tp pd bisa transmisi RSV bila aerosol RSV Restriksi
anak 3-4mgg menyentuh mata partikel sampai gejala
atau hidung kecil akut hilang
MRSA Kontak Strandar Retriksi
dengan transmisi perawatan
petugas, kontak, pasien dan
mungkn dapat pengolahan
karier nares airbone makanan bila
anterior, petugas
tangan, dengan lesi
axilla, kulit basah
perineum, tidak perlu
nasofaring, retriksi bila
orofaring kolonisasi
Streptococ Kontak sisi Kulit, faring Standar Retriksi
A terinfeksi & rektum, vagina berdasar perawatan
mensekresi transmisi pasien &
pengolahan
makanan sp 24
jam stl
mendapat
antibiotik
Tidak perlu
retriksi petugas
dg kolonisasi
Salmonell Orang- orang lewat
a, fekal oral air/

69
Shingella makanan
terkontaminasi
Sypilis Kontak langsung Kontak
dg lesi primer atau
sekunder sypilis
Tuberkolo Sp 1 bl Inhalasi droplet Airbone, Sampai -petugas yg
sis minum OAT nuklei kontak terbukti non terexpose perlu
(mengelu infeksius tes mantoux bila
arkan c indurasinya> 10
tubuh mm perlu
infeksius profilaksis INH
) sesuai
rekomendasi
lokal
Varicella Sp lesi kering Airbone, 8 hari pasca Vaksinasi
& berkusta kontak, kontak sp 21 varicella
standar hari paska
kontak, beri
imuno globulin
IV paska
kontak,
imunisasi
petugas paska
pajanan dalam
4 hari
Vibrio Kontak feces
kolera

Zoster Tutupi lesi, Retriksi


*lokal jangan sampai lesi
kontak dg mengering dan
pasien rawat mengelupas
* Jangan Retriksi
menyeluru kontak dg sampai semua
h atau pasien lesi kering dan
orang mengelupas
immuno
komproma
is
* paska Jangan Dari hr ke 10
pajanan kontak dg paska pajanan
(person pasien rawat pertama sp hari
yang ke 21 atau hr
rentan) 28 bila di beri
lagi atau
sampailesi
kering dan
mengelupas

70
A. Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh.

1. Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.


2. Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.
3. Pada Mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit
4. Lapor ke komite PPI atau K3RS atau dokter karyawan

B. Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis B dari jarum bekas

Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sumber HbsAg (-) Sumber tidak diketahui
Tidak divaccin HIBG 1x dan Beri vaksinHB Bila sumber merupakan
diberikan vaksin HB resiko tinggi,dapat
diperlakukan sebagai sumber
HBsAg
Pernah diberi vaksin Tes untuk HBs: Tidak ada Tidak ada pengobatan
tapi tidak diketahui 1.jika titernya cukup pengobatan
serokonversinya tidak perlu perlu
terapi.
2.jika tidak cukup
titernya beri boosster
HB dalam waktu 7
hari.
Diketahui non HBIG 1x(dalam Tidak ada Jika sumbermerupakan
serokonversinya waktu 72 jam)+ 1x pengobatan resiko tinggi dapat
dosis vaksin diperlakukan sebagai sumber
HB(dalam waktu 7 HbsAg (+)
hari)
Tidak diketahui Tes untuk HBs : Tidak ada Tes untuk anti HBs :
serokonversinya 1.jika (-) obat seperti pengobatan 1.jika (-) ,obati seperti non
non serokonversi. serokonversi.
2.jika titer tidak 2.jika titer tidak cukup
cukup HBIG 1x + booster vaksin HB.
booster vaksin HB 3.jika tter cukup tidak perlu
dan ulangi diobati.
pemeriksaan setelah
4 minggu.
3.Jika titer
cukup,tidak perlu
diobati
-HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit.
-Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml

C. Pengobatan jika sumber positif HIV sbb :

Orang yang terkena Sumber positif HIV Sumber Sumber tidak diketahui
negatif
HIV
HIV(-) Rujuk ke dokter Tidak ada Konsultasi dengan spesilais
internis aagar pengobatan mikrobiologi /internist mungkin
mendapatkan diobati seperti pasien HIV (+),jika

71
nasehat. resiko tinggi.
Setelah kejadian
diketahui dari pasien
HIV (+) staf harus
dirujuk kefasilitas
post exposur
propilaksis(PEP)
dalam waktu 2 jam
setelah pajanan.
Tes ulang saat itu 6
minggu,3,6dan 12
bulan .

Saran :
Lakukan pencegahan
penularan .

Tunda proses
kehamilan selama 3
bulan.

Jangan memberikan
donor darah .

Suntikan zidovudine
selama 4 minggu
(250 mg 3x/hari)
atau 150 mg
2x/hari(untuk tablet)

Tidak perlu
pemberian
pengobatan
propilaksis

HIV (+) Tidak


perlu
diobati

D. Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C


Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sumber Sumber tidak diketahui
HbsAg (-)
Hepatitis C negatif Berikan nasehat Tidak Tidak perlu diobati konsul dokter
untuk melakukan perlu internist jika perlu.
pemeriksaan 0,3,6,12 diobati
bln pemeriksaan

72
HVC dengan PCR
dan diperiksa LVT
untuk mengetahui
status infeksinya

Sarankan untuk
meminalkan
penularan

Tidak ada
chemopropilaksis
tersdia ,rujuk pada
dokter penyakit
menular

E. . Petunjuk penggunaan ARV

1. ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.


2. Termasuk didalamnya pajanan tehadap darah,cairan
serebrospinal,semen,vagina,amnion dari pasien dengan positif HIV.
3. Tes HIV diulang setelah 6 minggu ,3 bulan dan 6 bulan.

F. . Status HIV pasien.

Pajanan Tidak diketahui Positif Positif Resiko Rejimen


tinggi
Kulit utuh Tidak perlu PPP Tidak perlu Tidak perlu -
PPP PPP
Mukosa/kulit Pertimbangkan Berikan Berikan AZT
tidak utuh rejimen 2 obat rejimen 2 obat rejimen 2 obat 300mg/12 jam
x 28 hari,3TC
150 mg/12 jam
28 hari
- Tusukan benda Berikan rejimen Berikan Berikan AZT
tajam solid 2 obat. rejimen 2 rejimen 3 obat 300mg/12 jam
obat. x 28 hari,3TC
150 mg/12 jam
- Tusukan benda Berikan rejimen Berikan 28 hari,Lop/r
tajam berongga 2 obat Berikan rejimen 3 obat 400/100mg/12
rejimen 3 obat jam x28 hari.

14. Pemeriksaan swab dan kultur

73
Merupakan saran pemeriksaan swab kuman pada

a. lantai,dinding dan ,AC

b. Tangan petugas gizi dan perawat ruang rawat inap.

c. Kultur darah pada surveilens ILI

BAB II

STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Ketenagaan.
Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No .32 Tahun 1996
tentang tenaga kesehatan

74
No Jenis tenaga Pendidikan formal sertipikat Jumlah
1 Dokter spesialis Anestesi PPI lanjut 1
2 ICN D-3 PPI dasar 1/150 TT
3 Perawat D-3 cssd 1
4 Sanitasi linen D-3 Management 1
linen
5 Sanitasi gizi D-3 Management 1
Gizi
6 farmasi D-3 1
7 Laborat D-3

Kualifikasi ketenagaan PPI

1. Karyawan yang berminat dalam bidang PPI.


2. Minimal pendidikan D3
3. Mempunyai sertipikat PPI (basic maupun advand)
4. Bekerja purna waktu

B. Uraian Tugas :

B.1. Direktur.

 Membentuk Komite dan TIM PPIRS dengan surat keputusan


 Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upya PPI
 Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
 Menentukan kebijakan PPI
 Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS
 Dapat menutup suatu unit perawatan /instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.
 Mengesahkan SPO untuk PPIRS.

B.2. IPCO ketua komite PPI

B.2.1 Kriteria IPCO ;

- Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI

75
- mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.

- memiliki kemampuan leadership.

Tugas IPCO sbb;

 Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.


 Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.
 Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi
antibiotika.
 Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan
deteksi dini KLB.
 Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
 Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien.

B.2 IPCN

B.2.1Kriteria IPCN :

- Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI

- Memiliki komitmen di bidang PPI

- Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara.

- Memiliki kemampuan leadership,inovatif dan confident

- Bekerja purna waktu.

B.2.2 Uraian tugas :

 Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang


terjadi diruang perawatan.
 Memonitor pelaksanaan PPI,penerapan SPO,kepatuhan petugas dalam
menjalankan kewaspaan isolasi.
 Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.
 Melaksanakan pelatihan PPIRS.

76
 Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI
memperbaiki kesalahan.
 Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas .
 Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan konsultasi
PPI
 audit. PPI termasuk pentalaksanaan limbah,laundry,Gizi dengan
menggunakan daftar tilik.
 Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiótica yang rasional.
 Membuat laboran surveilens.
 Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.
 Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman penggunaannya.
 Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.
 Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM PPIRS.
 Menerima laporan dari TIM PPIdan membuat laporan kepada direktur.
 Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
 Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
 Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
 Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
 Membuat SPO PPI
 Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.

B.4 . IPCLN

B.4.1 Kriteria IPCLN :

- Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.

- Memiliki komitmen di bidang PPI

- Memiliki kemampuan leadership

77
B.4.1.1 Tugas IPCLN :

 Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang


perawatan kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.
 Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.
 Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi
 Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
 Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
 Bekerja sama dengan TIM PPI dalam melakukan investigasi masalah KLB
(HAIs).
 Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.
 Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit .

B.5.Tugas Anggota laboratorium

 Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi materi yang


berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial kepada petugas laborat.
 Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien
 Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO
 Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi nosokomial.
B.6. Tugas Anggota linen:

 Memisahkan linen infeksius dan non infeksius


 Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.
 Memantau kegiatan hand higiene diruang linen.
B.6. Tugas Anggota gisi :

 Memantau kegiatan hand higiene diruang gizi.


 Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas gisi.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi.
B.7. Tugas Anggota IPSRS :

 Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.

78
 Memantau penggunaan bahan desinfektan.
 Membantu mempersiapkan uji air bersih,limbah dan kuman diruang tertentu.
 Memantau proses pembakaran incenerator.
 Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium

C. Distribusi Tenaga.

Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara


komprehensif dari setiap unit pelayanan di rumah sakit ;
 QMR,IGD,Poli rawat jalan,Unit Rawat inap,
Sekretariat,akuntansi,IPSRS,Gisi,lien,farmasi,SMF,laborat,Iko,
 ICU,House keeping (CS).

BAB III

STANDART FASILITAS

79
A. Fasilitas bagi petugas.
1. Denah
Ruangan PPIRS terintegrasi dengan ruangan perkantoran dengan komite lain
Rumah sakit
Digedung IKO lantai 3 .

2. Standart Fasilitas.

No Fasilitas Jumlah
A Fisik /bangunan
Gedung perkantoran lantai 3 1

B Peralatan
Meja 1
Kursi 3
Komputer 1
Line internet 1
Almari kaca 1
Peralatan tulis 2
Buku perpustakaan PPI 10

B. Fasilitas pelayanan .

1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan ,petugas


laboratorium,relawan dan pihak lain.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan-
tindakan keamanan biologis (APD)
3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa
fasilitas tersebut telah ditetapkan .
4. Memastikan bahwa pelacakan kontak ,pembatasan dan karantina jika diperlukan
misalnya:
 Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi
 Pastikan peyanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan
psikologi
 Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut
(rumah sakit /kamar jenazah)

5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan
dipatuhi (cmplience kebersihan tangan )

6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit


menular,dengan menyediakan lokasi diluar ugd,sebagai tempat pemeriksaan

80
awal ,identifikasi sebagai pengobatan darirat,pasien yang perlu dirujuk untuk
penatalaksaanselanjutnya.

BAB IV

81
TATA LAKSANA PELAYANAN

Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di


masing – masing unit kerja sbb :

1. Tata laksana pelayanan unit surveilens


a. Penanggung jawab
- ICN
- IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens
- Petugas laborat
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form survei harian PPI
- Form survei bulanan PPI
- Form PPI
c. Tata laksana pelayanan
- ICN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens
- ICN membagikan form survei harian ,bulanan dan form SPO
- IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan.
- ICN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei ,dan divalidasi
oleh dokter penaggungjawab pasien.
- ICN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.
- ICN melaporkan hasil survei kepada Komite PPI.
- Komite PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur tembusan ke
QMR
- Dan dilaporkan kepada DKK setempat
2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur.
a. Penanggungjawab.
- ICN
- Petugas Laborat.
- Petugas yang dilakukan survei (swab tanga petugas)
- Petugas IPSRS
b. Perangkat kerja
- Status medis
- Form permintaan swab
- Ruangan perawatan
- AC
- Pasien
c. Tata laksana pelayanan
- ICN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung
jawab pasien, kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada
petugas laborat.

82
- ICN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan
dilakukan swab / kultur.
- Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur.
- Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada komite PPI.
3. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan
a. Penanggung jawab
- ICN, IPCLN
- Petugas kebersihan (SSC)
b. Perangkat kerja
- Buku pedoman pembersihan
- Daftar bahan-bahan desinfeksi
c. Tatalaksana pembersihan
- ICN dan SSC melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi
kinerja staf SSC
- Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah
lingkungan
- Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan
tubuh
- Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan
- Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
pasien.
- Memberikan pengarahan penggunaan APD
4. Tatalaksana Pelayanan CSSD
a. Penanggung jawab
- ICN, petugas ruangan
- Petugas CSSD
- Administrasi CSSD
- Petugas OK
b. Perangkat kerja
- Kalibrasi autoclave
- Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD
- Kertas indikator bouwie dict tes
- Indikator mekanik
- Kertas indikator kimia `
- Tabung mikro biologi
c. Tatalaksana pelayanan CSSD
- Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi dibuku expedisi
diruangan yang bersangkutan dan buku expedisi di OK
- Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau instrumen sesuai
ruangan yang mensterilkan

83
- Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD melalukan bouwie
dict tes pada mesin autoclav terlebih dahulu (untuk mengetahui kesiapan
mesin autoclave .
- Jika hasil bouwdict tes baik petugas CSSD memberikan indikator kimia
pada setiap peralatan yang akan disterilkan
- Petugas CSSD melakukan penyetirilan sesuai SPO
- Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika hasil baik
lakukan penyimpanan peralatan yang sudah steril dialmari
- Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokan dengan
buku expedisi ruangan dan CSSD
- Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikro biologi terhadap hasil
sterilisasi

5. Tatalaksana Linen
a. Penanggung jawab
- Petugas linen
- Petugas ruangan
b. Perangkat kerja
- Linen
- Buku penyerahan linen kotor
- Buku penyerahan linen bersih
c. Tatalaksana linen
- Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi
- Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan
ditulis pada buku penyerahan linen kotor
- Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius
- Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin
0,5% dan deterjen selama 10 menit
- Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
- Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
- Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
- Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
- Swab linen bersih
6. Tatalaksana formularium antibiogram
a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- Komite farmasi
- SMF
- Petugas laborat
b. Perangkat kerja
- Pasien yang akan dilakukan kultur

84
- Form surveilens PPI
c. Tata laksana
- Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap 6 bulan .
- ICN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang
diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter
penaggung jawab
- Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien.
- Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya
sesuai SPO kultur
- Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat memberikan hasil kepada
ruangan yang mempunyai pasien(dokter penanggung jawab ) dan kpian
kepada ICN
- ICN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing kegiatan.
- Hasil dibahas dikomite PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur
dan SMF

7 . Pelayanan kesehatan karyawan.

a. Penanggung jawab
- Komite PPI
- HRD
b. Perangkat kerja
- Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di HRD
- Data kesehatan karyawan.
c. Tata laksana
- HRD mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan kesehatan setiap hari
ulang tahun.
- Komite PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan
kesehatan
Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3
bulan sekali
Ruang iko dan icu : petugas dilakukan pemeriskasaan TB,Hepatitis
B setiap tahun
Sekali.
Unit Gisi : pemeriksaan tipoid tiap 1 tahun sekali
- Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan.
- Hasil diidentifikasi
- Bersama HRD melakukan analisa dan pencatatan kesehatan.
- Komite PPI dan HRD melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan
karyawan kepada direktur dan SMF.
7. Pelayanan renovasi bangunan
a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI

85
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan
- Pemeriksaan swab lantai
- Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)
- Papan/ alat penghalang renovasi.
c. Tata laksana
- Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan IPSRS bahwa akan
dilakukan renovasi bangunan.
- Bersama mengidentifikasi dampak :
 kebisingan,debu.
 Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)
 renovasi
- Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan
renovasi,alat penghalang disekeliling area renovasi
- Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti.
- Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk
mengetes kesiapan bangunan ,selama didiamkan dilakukan tes swab
lantai dan didinding ruangan,jika hasil baik setelah periode 1 bulan
ruangan boleh digunakan

Selesai renovasi

Diamkan selama 1
bln dan uji swab

Hasil baik Hasil tak baik

Ruangan siap
Desinfeksi dinding
digunakan
dan lantai dengan
larutan chlorine 0,5 %

Lakukan swab ulang

Hasil baik ruangan siap


86 digunakan
8. Pelayanan pembuatan ruang kohort
a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
- IPSRS
b. Perangkat kerja
- Ruangan bertekanan negatif ( exhaust fan dan ventilasi)
- APD ( terutama masker bedah rangkap 3)
c. Tata laksana
- Komite PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur.
- Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS)
- Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif
- Syarat dan denah terlampir

9. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL


10. Kebersihan tangan
a. Penanggung jawab
- Ketua komite PPI
b. Perangkat kerja
- Alkohol handrub
- Air mengalir
- Wastafel
- Towel
- Sabun
- Clorhexidine 2% dan 4 %
c. Tata laksana
- Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan
- Edukasi pada seluruh staf rumah sakit
- Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala ruang,dokter,baru
staf pelaksana
- Laporan audit kebersihan tangan

87
BAB V

LOGISTIK

Tata cara logistik PPIRS

1. Perencanaan barang.
a. Barang rutine :
- Kertas HVS,tinta printer,bolpoint,form survei harian,form survei
bulanan,form SPO surveilens,buku tulis.
- Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutine :
- Proposal pemeriksaan kultur dan swab
- Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan,etika batuk,pencegahan
dan pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit.
b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk
dimintakan persetujuan.
3. Penditribusian

88
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi :


a. Pencegahan dan Pengendalian PPI
b. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas
B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai Melakukan pemeriksaan kesehatan
meliputi ;
a. Pemeriksaan kesehatan prakerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko :
 csd,iko,icu,laboratorium,Radiologi,sanitasi gizi,linen
d. Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas).
e. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja
f. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya
g. Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas
h. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi
C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya
a. Monitoring kerjasama pengendalian hama.
b. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya.
c. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3
D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan :
a. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit
b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
c. Penyehatan air
d. Pengelolaan limbah
e. Pengelolaan tempat pencucian
f. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu
g. Disinfeksi dan sterilisasi
h. Kawasan Tanpa Rokok
E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan ;
89
a. Penatalaksanaan Ergonomi
b. Pencahayaan
c. Pengawaan dan pengaturan udara
d. Suhu dan kelembaban
e. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
f. Penyehatan air
g. Penyehatan tempat pencucian
F. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan Melakukan pemantauan
terhadap ;
a. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis
b. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis
G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas
a. Limbah padat yang meliputi
i. Limbah medis/klinis
ii. Limbah domestik/sampah non medis
iii. Limbah infeksius
b. Limbah cair
c. Limbah gas

H. Pendidikan dan pelatihan PPI


a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi :
- Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
- Pelatihan penanggulangan bencana.
- Simulasi penanggulangan bencana
- Pelatihan penggunaan APD
- Pelatihan surveilens
- Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
- Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
- Pelatihan bagi regu pemadam
- Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran
- Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
- Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.

90
b. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau
Intansi lain bagi personil K3.
c. Upaya promotif dan edukasi
 Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.
 Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya
 Surveilens
- ILI
- ILO
- ISK
- VAP
- HAP
- Kepatuhan kebersihan tangan.
 Upaya promotif PPI :
- Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau
wastafel
- Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
- Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .
- Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
- Pemasangan gambar etika batuk
 Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi .
- Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
- Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
 Pembuatan ruang kohort :
- Kohort kontak infeksi
- Kohort droplet infeksi
- Kohort air borne infeksi
- Kohort imunosupresif
 Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.

I. Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan


Meliputi :

a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI


b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk.
c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI
d. Mendokumentasikan setiap kegiatan.
e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direksi baik diminta
atau tidak.

91
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah :


1. Ketepatan identifikasi pasien
1.1 Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
2.1 Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
2.1.1 Komunikasi antar perawat
2.1.2 Komunikasi perawat dengan dokter
2.1.3 Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di
Rumah Sakit Panti Rahayu.
2.2 Menggunakan komunikasi SBAR :
2.2.1 Saat pergantian shift jaga.
2.2.2 Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
2.2.3 Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
2.2.4 Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan
atau pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter
yang merawat.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai


3.1 Melaksanakan SPO Independent Double chek,Obat kewaspadaan tinggi
pada obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM.
3.2 Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
5.1 Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
5.1.1 Infeksi luka infus
5.1.2 Infeksi saluran kencing
5.1.3 Infeksi luka operasi superfisial
5.1.4 VAP ( Ventilator aquired pneumonia)
5.1.5 HAP (Hospital aquired pneumonia)
5.1.6 Kepatuhan kebersihan tangan.
5.2 Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.
5.3 Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.

92
5.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
5.5 Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
6.1 Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan
tindak lanjut kepada pasien yang dirawat .
6.2 Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
6.3 Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di
masing-masing unit pelayanan.
6.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

93
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

A. SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN

a. Penerapan system pencatatan dan pelaporan di RS Panti Rahayu mempunyai


tujuan:
 Mendapatkan data untuk memetakan masalah – masalah yang
berkaitan dengan keselamatan pasien
 Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun langkah-langkah agar KTD
yang serupa tidak terulang kembali
 Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu sistem asuhan
pelayanan pasien menjadi lebih aman
 Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien (KTD dan KNC)
 Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
b. RS Panti Rahayu mewajibkan agar setiap insiden keselamatan pasien
dilaporkan kepada komite keselamatan pasien rumah sakit
c. Laporan insiden keselamatan pasien di RS Panti Rahayu bersifat :
- Non punitive (tidak menghukum)
- Rahasia
- Independen
- Tepat waktu
- Berorientasi pada sistem
d. Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan lembar Laporan Insiden
Keselamatan Pasien yang berlaku di RS Panti Rahayu dan diserahkan kepada
Komite Keselamatan Pasien RS Panti Rahayu. Bagian/unit mencatat kejadian
IKP di buku pencatatan IKP masing-masing.
e. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan
kepada komite keselamatan pasien dalam waktu :

94
- 1 x 24 jam untuk kejadian yang merupakan sentinel events (berdampak
kematian atau kehilangan fungsi mayor secara permanen). Apabila
pelaporan secara tertulis belum siap, pelaporan KTD dapat disampaikan
secara lisan terlebih dahulu.

- 2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak


klinis/konsekuensi/keparahan tidak signifikan, minor, dan moderat.
f. Tindak lanjut dari pelaporan :
- Tingkat risiko rendah dan moderat : investigasi sederhana oleh
bagian/unit yang terkait insiden(5W:what,who,where,when,why).
- Tingkat risiko tinggi dan ekstrim : Root Cause Analysis (RCA) yang
dikoordinasi oleh komite keselamatan pasien.
a. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko
merah (ekstrim) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian
tersebut kepada direksi RS Panti Rahayu dan Yayasan(kantor YAKKUM).
b. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko
kuning (tinggi) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian
tersebut kepada Direksi RS Panti Rahayu.
c. Komite keselamatan pasien RS Panti Rahayu melakukan rekapitulasi
laporan insiden keselamatan pasien dan analisisnya setiap tiga bulan kepada
direksi RS Panti Rahayu

B. PENERAPAN INDICATOR KESELAMATAN PASIEN.

a. Komite Keselamatan Pasien RS Panti Rahayu menetapkan indicator


keselamatan berdasarkan atas pertimbangan high risk, high impact, high
volume, prone problem.
b. Komite Keselamatan Pasien RS Panti Rahayu menjelaskan definisi
operasional, frekuensi pengumpulan data, periode analisis, cara perhitungan,
sumber data, target dan penanggung jawab.
c. Komite Keselamatan Pasien RS Panti Rahayu bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan dan kesinambungan penerapan indicator keselamatan
pasien
d. Komite Keselamatan Pasien RS Panti Rahayu bertanggung jawab dalam

95
proses pengumpulan data, analisis dan memberikan masukan kepada Direksi
berdasarkan pengkajian tersebut.
e. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan. Setiap tiga bulan
indicator dianalisis dan di feed back kan kepada unit terkait.
f. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali

C. ANALISIS AKAR MASALAH


a. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, RS Panti Rahayu
menerapkan metode root cause analysis (RCA) atau analisa akar masalah, yaitu
suatu kegiatan investigasi terstruktur yang bertujuan untuk melakukan
identifikasi penyebab masalah dasar dan untuk menentukan tindakan agar
kejadian yang sama tidak terulang kembali.
b. RCA dilakukan pada insiden medis kejadian nyaris cedera dan KTD yang
sering terjadi di RS Panti Rahayu.

c. RCA dilakukan pada setiap kejadian sentinel events.


d. Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level tinggi dan ekstrim
diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuhkan tindakan
segera yang melibatkan Direksi.
e. Agar penemuan akar masalah dan pemecahan masalah mengarah pada
sesuatu yang benar, maka perlu dibentuk tim RCA yang berunsurkan : dokter
yang mempunyai kemampuan dalam melakukan RCA, unsur keperawatan, dan
SDM lain yang terkait dengan jenis insiden keselamatan pasien yang terjadi.
f. Dalam melakukan RCA langkah langkah yang diambil adalah membentuk
tim RCA, observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka,
melakukan asesmen dan diskusi untuk menentukan faktor kontribusi dan akar
masalah.
g. Hasil temuan dari RCA ditindaklanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar
kejadian yang sama tidak terulang kembali
STANDAR DAN INDIKATOR MUTU KINERJA KLINIK

1. Standar Mutu Klinik: RSPR harus mampu memberikan pelayanan yang

terbukti aman bagi semua orang yang berada didalamnya baik pasien

96
maupun karyawan dari segala bentuk kejadian yang dapat timbul karena

proses pelayanan.

2. Indikator Mutu Klinik:

1). Indikator Non Bedah

a). Angka dekubitus

b). Angka kejadian infeksi jarum infus

c). Angka kejadian infeksi karena transfusi darah.

d). Target surveilens angka kejadian infeksi <1,5%

e). Tersedianya Bahan- bahan desinfeksi yang sesuai rekomendasi dan

aman bagi lingkungan.

f). Dilakukannya kegiatan pemantauan

g). Hasil swab : tangan,dinding dan lantai,AC yang memenuhi

standart (SPM)

h). Hasil kultur : Pus,darah dan ujung kateter

2) Unit CSSD :

a). - indikator bouwie dict tes,kimia dan mikrobiologi dilaksanakan dan

hasilnya baik

b). - maintence autoclave .

c). Kalibrasi Autoclave external baik

d). Indikator mekanik,kimia,biologi

3) Upaya kesehatan :

a). Kebersihan tangan menjadi isu dan tindakan yang menjadi kebutuhan

petugas.

b). Terlaksananya pemasangan leaflet kebersihan tangan disetiap

ruangan ,wastafel dan ruangan publik.

97
c). Edukasi PPI pada calon karyawan .

d). Edukasi PPI pada karyawan .

e). Edukasi pada mahasiswa praktek

f). Hasil survei menjadi informasi disetiap unit pelayanan melalui sistem

informasi rumah sakit

g). Pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala

h). Terlaksananya ruangan kohort dimarkisa 1 atau durian .

i). Tersediannya APD yang diperlukan

j). Terlaksananya survei complience kebersihan tangan tangan pada

perawat senior

k). Penyehatan lingkungan

l). Ruangan dan lingkungan yang bersih

m). Sampah dibuang sesuai jenisnya

n). Incenerator berfungsi dengan baik (semua sampah yang dibakar

menjadi abu)

o). Terlaksananya formularium antibiotika.

3. Indikator mutu lingkungan

1). Hasil uji baku mutu air dan limbah yang dihasilkan sesuai dengan

perundangan yang berlaku (UU Lingkungan, PP, PMK, Perprop, Perda)

2). Ketersediaan instalasi pengolah limbah baik padat maupun cair.

3). Ketersediaan pengolahan limbah infeksius

4). Pelaksanaan UKL dan UPL dari Rencana Pengelolaan Lingkungan

Penurunan Angka Kuman di area pelayanan khusus

B. Formulasi dari indikator-indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut

a) Kelompok Pelayanan Non-Bedah

98
1) Angka infeksi karena Jarum Infus

Angka Kejadian Infeksi Kulit karena Jarum Infus per Bulan


x 100 %
Jumla h hari dirawat pasien yang terpasangiv line dalambulan itu

2) Angka infeksi luka operasi x 100 %

Total penderita yang dioperasi dalam satu bulan

3) Angka infeksi pneumonia krn terpasang ventilator x 100%

Total Pasien yang terpasang ventilator dalam satu bulan

4) Angka i saluran kemih x 100%

Total pasien terpasang DC pada bulan tersebut.

5) Angka pneumonia karena tirah baring (HAP) x 100 %

Total pasien tirah baring dalam satu bulan

99
BAB IX

PENUTUP

Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan


dan pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja.
Namun juga tanggung jawab semua pihak yang berada di Rumah Sakit Islam At-tin
Husada Ngawi.
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian
infeksi adalah upaya-upaya edukasi PPI kepada staf, pasien dan pengunjung Rumah
sakit.,sehingga dapat merubah perilaku yang sehat,penyaiapan sarana dan prasarana PPI
.upaya pencegahan dan pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang
besar sehingga memerlukan dukungan penuh dari management rumah sakit.
Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah
Sakit Islam At-tin Husada Ngawi, lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Ngawi,............................

Direktur

Dr. Herbi Purwadianto

100
XVI. Landasan Hukum

1. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009tentang Rumah sakit.

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor.129/MenKes/SK/2008 tentang standart


minimal pelayana Rumah Sakit.

3. Surat Edaran direktur jendral Bina Pelayanan Medik nomor HK.03.01/II/3744/ 08


tentang Pembentukan komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi di rumah
Sakit.

4. Undang undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

5. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1995 tentang tenaga kesehatan.

6. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang standart pelayanan Rumah sakit.

7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575/Menkes/2005 tentang Organisasi dan tata


kerja Departemen Kesehatan.

101

Anda mungkin juga menyukai