Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia pers termasuk pertelevisian memasuki era baru pada era

reformasi yang bermula tahun 1998. Pertama, izin mendirikan televisi

dipermudah. Kedua, semua stasiun televisi bebas memproduksi berita. Izin

mendirikan stasiun televisi dipermudah dengan muncul banyaknya stasiun

televisi tidak hanya di pusat, tetapi juga di daerah. Stasiun televisi di pusat atau

stasiun televisi swasta nasional, yaitu ANTV, Global TV, Indosiar, Metro TV,

MNCTV, RCTI, SCTV, Trans TV, Trans7, TVONE, Kompas TV, NET TV, iNews

TV, dan satu stasiun televisi lembaga penyiaran publik Televisi Republik

Indonesia (TVRI). Stasiun pusat penyiaran TVRI berada di ibu kota negara

Republik Indonesia.

Kemunculan stasiun televisi swasta bukan hanya di pusat, melainkan

juga di daerah-daerah seperti di Bali ada empat stasiun televisi swasta lokal Bali

yang berizin, yaitu Bali TV, Dewata TV, ATV, dan BMC TV, yang berdiri

setelah reformasi. Di samping itu, terdapat satu lembaga penyiaran publik jasa

penyiaran televisi, yaitu TVRI Bali, yang berdiri sebelum reformasi (KPID Bali,

2012).

Kemunculan stasiun televisi di pusat dan di daerah dengan program

menjadi “luar biasa” karena terkait dengan pemilihan tema peliputan dan teknik

pengemasan yang berbeda dibandingkan dengan TVRI. Realitas-realitas yang

sebelumnya tidak dijamah program-program berita TVRI justru menjadi agenda

setting televisi swasta. Saat itu khalayak pun seakan dibangunkan dari tidurnya
2

untuk menyaksikan wacana dan petanda-petanda lain yang disuguhkan televisi

RCTI dan SCTV sebelum reformasi. Bukan hanya tema peliputan dan teknik

pengemasan, melainkan juga gaya news presenter.

Kebebasan memproduksi berita stasiun televisi terkadang meninggalkan

objektivitas. Pada zaman orde baru (orba) hanya ada TVRI yang boleh

memproduksi dan menyiarkan berita walaupun RCTI (Seputar Indonesia) dan

SCTV (Liputan 6), sebagai stasiun televisi swasta nasional juga memproduksi

berita sebelum tonggak reformasi. Namun, tidak sebebas setting produksi

berita-berita televisi setelah reformasi.

Kini stasiun televisi swasta nasional dan lokal menjadikan berita sebagai

salah satu acara unggulan untuk meningkatkan rating atau menonjolkan jati

dirinya. Televisi-televisi lokal, seperti Bali TV dan Dewata TV mengutamakan

berita daerah dan mengungkap liputan sosial, politik, dan budaya untuk

memperkuat jati dirinya sebagai media informasi bagi khalayak Bali. Dalam

hubungan berita tentang pembubaran desa pakraman menjadi menarik dan

kontroversial untuk diteliti.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wacana berita “pembubaran

desa pakraman” dalam liputan Bali TV pascabentrok Kemoning-Budaga,

Klungkung, Bali. Berikut adalah alasan mengapa wacana pembubaran desa

pakraman menarik dan dipilih. Pertama, karena wacana pembubaran desa

pakraman dianggap oleh Bali Post mencederai Ajeg Bali, sebuah gerakan moral

yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan Bali termasuk desa pakraman.

Kedua, karena wacana pembubaran desa pakraman dianggap oleh Mangku

Pastika berita yang tidak objektif dan kurang profesional. Tuntutan hukum
3

Gubernur Bali kepada Bali Post yang selama ini jarang terjadi menjadi menarik

perhatian khalayak. Karena Bali Post dan Bali TV berada dalam satu grup usaha

media dan karena pemirsa Bali TV jangkauannya luas ke desa-desa, maka

menarik diteliti bagaimana Bali TV membangun wacana pembubaran desa

pakraman.

Berita yang di-setting merupakan rencana agenda media apa dan siapa

saat ini yang akan ditampilkan kepada publik melalui penonjolan isu-isu

tertentu. Agar dapat menonjol, maka isu-isu tersebut dikemas dan dibingkai (di-

framing) untuk menarik sisi manusiawi atau dapat menimbulkan empati yang

pada akhirnya akan mendorong pembentukan opini melalui wacana.

Pembentukan opini merupakan hal lazim yang dilakukan oleh sebuah media

sesuai dengan ideologi dan kepentingan pemberitaannya.

Wacana di sini perlu dikaji tidaklah dipahami sebagai serangkaian kata

atau proposisi dalam teks, tetapi mengikuti Foucault, yaitu sesuatu yang

memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep, atau efek). Publik tidak

dikontrol lewat kekuasaan yang sifatnya fisik, tetapi dikontrol, diatur, dan

didisiplinkan lewat wacana. Kontrol pemberitaan Bali TV melalui wacana

pembubaran desa pakraman yang diproduksi, direproduksi, dan didistribusikan

sesuai dengan ideologi yang melandasinya. Ideologi Kelompok Media Bali Post

(KMB) adalah Ajeg Bali yang diluncurkan melalui kampanye pada 2002 oleh

ABG Satria Naradha (pemilik Bali Post). Ajeg Bali bermaksud melindungi dan

memperkuat kebudayaan Bali.

Wacana pembubaran desa pakraman dianggap mencederai ideologi Ajeg

Bali oleh Kelompok Media Bali Post. Walaupun dalam tingkat wacana, baik
4

pejabat maupun tokoh masyarakat menjadikan Ajeg Bali sebagai kampanye dari

ruang privat sampai ke ruang publik. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat

Bali sensitif terhadap pemakaian kata Ajeg Bali. Sensitif terutama ketika

pernyataan yang dianggap berseberangan dengan Ajeg Bali seperti wacana

pembubaran desa pakraman dapat menjadi permasalahan dan konflik hukum.

Artinya, pernyataan pembubaran desa pakraman bertentangan dengan wacana

Ajeg Bali. Pemberitaan pembubaran desa pakraman menyebabkan gugatan

Gubernur Bali sebagai konsumen kepada Bali Post sebagai media massa yang

selama ini jarang terjadi menjadi menarik perhatian khalayak untuk disimak.

Gugatan ini dilakukan Gubernur Made Mangku Pastika di samping berupaya

memperoleh keadilan juga bermaksud memberikan pembelajaran kepada

masyarakat tentang jalur hukum yang elegan. Jalur ini semestinya ditempuh

ketika merasakan ketidakadilan akibat sajian produk informasi pers, khususnya

dalam bentuk berita (Wahidin, 2012: 133).

Pers memiliki kedudukan hukum yang sama dengan masyarakat lainnya.

Ketika sajian produk pers dianggap merugikan masyarakat sebagai pemirsanya

dapat mempermasalahkan ke jalur hukum. Peristiwa tuntutan masyarakat

kepada pers di Indonesia pernah terjadi ketika kasus pemimpin redaksi majalah

Tempo Bambang Harimurti divonis satu tahun penjara oleh Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kasus pencemaran nama baik pengusaha

Tommy Winata.1 Kasus yang sama gugatan pengusaha Italia Giovani Ardizzon

1
Lihat Kasus Majalah Tempo Kriminalisasi terhadap Pers,http://m.indosiar.com/focus/kasus-majalah
tempo-kriminalsasi-terhadap pers_28759.html, diakses 8 Mei 2015.
5

terhadap harian Suara NTB. Namun, putusan Pengadilan Tinggi Mataram pada

1 September 2014 memenangkan Suara NTB.2

Bali Post dan Bali TV merupakan salah satu wadah wacana yang

memiliki kekuatan dalam membentuk opini untuk menyebarkan ideologi Ajeg

Bali melalui wacana. Ideologi Ajeg Bali adalah wacana tunggal yang

dikampanyekan melalui KMB. Tujuannya adalah sebagai gerakan kultural

untuk menyelamatkan kebudayan Bali. Berita diproduksi sebagai wacana

media, yang direproduksi dan didistribusi melalui berbagai simbol yang

bermakna bagi kehidupan masyarakat. Kajian tentang media adalah kajian

tentang isi media secara kritis, distribusi, dan penerimaan konten dalam wilayah

yang luas. Salah satu kerja wacana media adalah memediasi domain sosial yang

berbeda. Domain-domain sosial memiliki kepentingan ekonomi, politik, dan

ideologi yang berbeda dimediasi dalam wacana berita (Thwaites, Davis, Mules,

2002: 213).

Berita pada industri televisi era demokrasi pers tahun 90-an memiliki

jangkauan pasar yang luas dengan konten ekonomi (iklan) dan politik di

dalamnya. Konten berita media televisi merupakan sebuah proses dari rencana

produksi (agenda setting), framing hasil dari peliputan dipengaruhi oleh faktor

ekonomi, politik dan ideologi. Faktor ekonomi merupakan faktor yang dominan

memengaruhi media massa pada era industri. Artinya, masyarakat yang

memiliki kekuatan ekonomi dengan mudah membeli ruang dan waktu dalam

bentuk berita dan iklan di media massa. Contoh saat kampanye Pilpres 2014

televisi secara jelas mendukung calon masing-masing dengan segala setting dan
2
Lihat Digugat WNA Harian Suara NTB Menang di Pengadilan, http://www.tempo.co /read/news/2014
/10/30/058618362, diakses 8 Mei 2015.
6

framing pemberitaan dan iklan. Di samping itu, pada tingkat lokal media

memberikan ruang wacana dan beriklan kepada mereka yang memiliki

kemampuan ekonomi, ideologi, dan kepentingan yang sama dengan pemilik

media.

Wacana berita Bali TV diproduksi melalui beberapa acara news and

carrent affairs, seperti Seputar Bali Pagi, Seputar Bali Petang, Seputar Bali,

dan Giliran Anda. Program berita Seputar Bali merupakan program yang

banyak disaksikan oleh khalayak. Program ini juga merupakan program

unggulan Bali TV untuk menarik iklan sebagai sarana promosi untuk

mendapatkan keuntungan.

Berita tentang pembubaran desa pakraman pascabentrok Kemoning-

Budaga juga acara lainnya ditayangkan melalui beberapa acara news dan

current affair, seperti program Seputar Bali, Seputar Bali Siang dan Giliran

Anda. Berita yang diproduksi dan didistribusi selanjutnya dikonsumsi tersebut

secara mendasar telah didasari teknik pencarian, pengumpulan, penulisan, dan

pelaporan berita bersifat objektif, faktual, dan profesional. Namun, oleh

Gubernur Made Mangku Pastika sebagai sumber berita merasa dipelintir.

Wacana Bali TV itu masih dianggap belum memenuhi kriteria jurnalistik yang

profesional. Bali Post dan Bali TV dinilai menyampaikan informasi tidak

sebagaimana mestinya. Dalam arti diindikasikan melanggar kode etik dan

melanggar hukum (Wahiddin, 2012: 3). Gubernur menganggap belum

profesional karena dalam produksi berita Bali TV dengan wacana pembubaran

desa pakraman tidak bekerja sesuai dengan standar profesinya. Begitu juga

produk berita Bali Post diindikasikan bermasalah. Sebaliknya dipihak Bali Post
7

menegaskan bahwa produksi berita pembubaran desa pakraman telah bekerja

secara profesional dengan sumber yang kredibel Tjok Gede Agung.

Kajian budaya (cultural studies) telah lama bertautan dan memiliki

hubungan yang erat dengan kajian media (media studies). Hubungan yang erat

antara kajian budaya dan media terjadi terutama di media televisi. Televisi

merupakan media informasi utama di sebagian besar masyarakat barat dan

menjadi pokok perhatian kajian media selama kurun waktu yang cukup lama.

Tidak ada media lain yang dapat menandingi televisi dalam hal volume teks

budaya pop yang diproduksi dan banyaknya penonton (Barker, 2004: 271).

Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, seperti

kehadiran internet, televisi sebagai media utama telah tersaingi, misalnya

kehadiran Youtube. Dewasa ini Youtube merupakan sarana teknologi informasi

global yang memberikan kemudahan pengguna internet mengunggah video.

Beberapa berita Bali TV bentrok Kemoning-Budaga dan wacana tanding

Gubernur Bali Mangku Pastika juga diunggah melalui Youtube, seperti berita

“Gubernur Kunjungi Korban Bentrok dan Bubarkan Desa Pakraman Gubernur

Minta Maaf”.3 Di samping itu, juga wacana tanding Gubernur Bali berita

Youtube “Klarifikasi Gubernur Bali terkait Pembubaran Desa Pakraman.4

Berita yang ditonton mengandung informasi, pengetahuan populer dan

wacana. Seperti pada liputan Bali TV berita Seputar Bali terdapat informasi,

wacana, dan makna (ideologi) yang diproduksi oleh produser (pemilik modal).

3
Lihat Bubarkan Desa Pakraman Gubernur Minta Maaf – Seputar Bali - BaliTV
http://www.youtube.com/watch?v=XI7XiJknxVU, diakses 21 Juni 2013
4
Lihat Klarifikasi Gubernur Bali terkait Pembubaran Desa Pakraman,http//www.youtube.com,
diakses 1 Februari 2014.
8

Informasi yang terkandung dalam berita tersebut merupakan hasil proses

produksi. Setiap produksi berita televisi pada umumnya telah memiliki sebuah

desain produksi sesuai dengan target audensi dan target market yang telah

dirancang oleh tim kreatif.

Tujuan mempelajari televisi sebagai objek studi adalah untuk

memperbandingkan area-area penting, seperti industri, audiens, dan

representasi. Kajian media televisi digunakan untuk membandingkan pelbagai

konsep kunci, seperti ideologi dan wacana pada saat yang bersamaan. Ketika

konsep ideologi, wacana media, dan kekuasaan dibandingkan memiliki

kepentingan yang tarik-menarik. Wacana ideologi berita Bali TV dan

kekuasaan (power) pemerintah Provinsi Bali merupakan fenomena tekstual

pertarungan teks, audiens, dan makna berupa pertarungan wacana, kekuasaan,

politik, dan ideologi sehingga muncul wacana tanding.

Kajian televisi menurut John Hartley (1992), terkait dengan teks,

audiens dan makna merupakan suatu fenomena tekstual cultural dan praktik-

praktik audiens agar pembacaan dan pemahaman televisi dapat tersampaikan

dengan lebih baik. Fenomena tekstual dalam media televisi ini adalah berita

berupa teks (gambar) yang ditonton oleh masyarakat dan makna yang

menyertainya. Berita Bali TV merupakan teks dan gambar yang ditonton oleh

audiens dan dimaknai dengan latar belakang budaya audiens yang berbeda.

Ditegaskan kembali oleh Burton (2000: 3) bahwa televisi juga terkait dengan

teks, audiens, dan makna suatu fenomena tekstual cultural.

Burton menyatakan bahwa informasi utama yang disajikan televisi

adalah berita televisi yang bukan refleksi atas realitas. Berita televisi bukan
9

merupakan jendela dunia tanpa perantara, melainkan suatu representasi selektif

dan dikonstruksi untuk membangun realitas (Burton, 2011: 272). Bali TV dalam

liputannya memilih secara selektif narasumber yang secara ideologi mendukung

agenda liputannya dan mem-framing hasil liputannya sesuai dengan

kepentingan kekuasaan dan ideologi media yang melandasinya. Piliang

menegaskan bahwa media memiliki dua kepentingan utama, yaitu kepentingan

ekonomi dan kepentingan kekuasaan yang membentuk isi media, informasi

yang disajikan, dan makna yang ditawarkan (Piliang, 2005: 213).

Kepentingan ekonomi dan kekuasaan media televisi tahun 1990-an

dirasakan mendominasi dibandingkan dengan zaman orba. Hal ini dibuktikan

dengan maraknya iklan pada media massa. Bersamaan dengan kepentingan

ekonomi dan kekuasaan persoalan ideologis pada media muncul ketika apa

yang disampaikan media (dunia representasi) dikaitkan dengan kenyataan sosial

(dunia nyata) memunculkan berbagai problematik ideologis dalam kehidupan

sosial dan budaya. Media pun dikendalikan oleh berbagai kepentingan ideologis

di baliknya, maka daripada menjadi ’cermin realitas’ media sering dituduh

sebagai ’perumus realitas’ sesuai dengan ideologi yang melandasinya (Piliang,

2005: 219).

Lebih lanjut Piliang menjabarkan beroperasinya ideologi di balik media

tidak dapat dipisahkan dari mekanisme ketersembunyian dan ketidaksadaran

yang merupakan kondisi dari keberhasilan sebuah ideologi. Artinya, ideologi

menyusup dan menanamkan pengaruhnya lewat media secara tersembunyi

(tidak terlihat dan halus) dan mengubah pandangan setiap orang secara tidak

sadar.
10

Ada ketimpangan antara berita yang direpresentasikan dan kejadian atau

peristiwa yang dialami oleh masyarakat yang sekaligus sebagai penonton

produk berita tersebut. Terkadang media menyusup dan memengaruhi tidak

secara halus, tetapi secara jelas dengan mem-framing berita secara sepihak.

Berita seperti ini yang di-setting sejak awal dapat dikatakan bahwa media

memiliki kepentingan, baik ekonomi, politik, maupun ideologi.

Media televisi juga membentuk dan dibentuk oleh berbagai identitas

budaya. Televisi sebagai media merupakan sumber bagi konstruksi identitas

budaya sebagaimana penonton menjalankan identitas budaya dan kompetensi

budaya untuk men-decode program dengan cara tertentu (Barker, 2004: 286).

Selama dua puluh tujuh tahun (1962--1989) identitas budaya masyarakat

Indonesia dibentuk dengan hanya menyaksikan siaran TVRI dan orba melalui

wacana tunggal media penyiaran TVRI. Selanjutnya mulai tahun 1989

pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk

membuka stasiun televisi, yaitu RCTI. RCTI merupakan stasiun televisi swasta

pertama di Indonesia, disusul kemudian oleh SCTV, TPI (sekarang menjadi

MNCTV), ANTV, Indosiar, Metro TV, TV7 (sekarang menjadi Trans7), Trans

TV, Latief TV (Lativi) sekarang menjadi TVOne, Global TV, Kompas TV, NET

TV, dan iNews TV merupakan sejarah perkembangan stasiun televisi swasta

nasional di Indonesia. Siarannya memberikan tayangan pendidikan, hiburan,

dan informasi kepada masyarakat Indonesia (Subiakto, 2012).

Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga

semakin bertambah. Televisi memberikan hiburan, pendidikan, dan informasi,

seperti pemberitaan mengenai kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi


11

Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, juga berbagai kritik melalui teks-teks

media yang bebas dan terbuka mengungkap fakta kekisruhan dan pergolakan

politik ke dalam ruang publik atau public sphere (Ibrahim, 2011: 258).

Fakta kekisruhan politik dan hukum ke ruang publik yang terjadi pada

televisi swasta nasional juga terjadi pada televisi lokal. Seperti pada televisi

lokal Dewata TV dan Bali TV memproduksi berita di bidang politik dan hukum

sebagai sumber liputan. Bali TV bagian dari Kelompok Media Bali Post

(KMB) menampilkan perubahan orientasi dari ideologis kebangsaan menjadi

kedaerahan (Nordholt, 2010: 68).

Stasiun televisi nasional dan lokal memiliki kekuatan opini publik dan

selalu ada tarik-menarik kepentingan ideologi dengan kekuasaan. Terkait

dengan hal itu, media bahkan dapat berfungsi, baik sebagai relasi maupun

oposisi kekuasaan pemerintah. Bali TV sebagai media penyiaran televisi swasta

lokal pertama di Bali walaupun sebelumnya sudah ada siaran TVRI Denpasar

dengan muatan berita lokal dan features. Sejak itu masyarakat Bali dapat

menyaksikan siaran Bali TV dengan muatan lokal yang mengusung budaya Bali

sebagai ikonnya. Bali TV dalam KMB di bawah kepemimpinan ABG Satria

Naradha, anak pendiri Bali Post K. Nadha (1944--2001) mewacanakan ”Ajeg

Bali”, sebagai wacana tunggal kelompok media massa. Menurut Nordholt,

setelah kepemimpinan Satria Naradha Bali Post menjadi perusahaan media

yang kuat di Provinsi Bali (Nordholt, 2010: 68).

Dalam konteks inilah pimpinan baru KMB, Satria Naradha, bersamaan

dengan lahirnya Bali TV meluncurkan kampanye “Ajeg Bali” pada tahun 2002.

Satria Naradha yang oleh Nordholt disebut sebagai ’pemimpin swakarsa’ suatu
12

gerakan moral kelas menengah yang bermaksud melindungi dan memperkuat

kebudayaan Bali. “Ajeg Bali” diluncurkan pada peresmian Bali TV pada 26 Mei

2002 ketika Gubernur Bali, I Dewa Made Beratha. Melalui pidato peresmian itu

pemirsa didorong untuk mengajegkan adat dan budaya Bali. Kata “ajeg”

mengandung makna kuat, tegak, dan dalam arti tertentu, sebuah versi yang

lebih kuat digunakan dengan cara serupa (Nordholt, 2010: 68--69).

Tayangan program Bali TV menurut Nordholt, menyiarkan topik

kebudayaan Bali yang ditampilkan sebagai ‘eksklusif Hindu’ walaupun

beberapa program acara yang ditampilkan diisi dengan muatan agama lain

(Nordholt, 2010: 70). Warta berita dan Dharma Wacana (rekaman ceramah

agama yang disampaikan oleh narasumber ahli agama Hindu) merupakan acara

paling populer yang ditayangkan kepada masyarakat Bali setiap hari.

Acara populer “Seputar Bali” sebagai ikon Bali TV merupakan siaran

berita yang banyak memberitakan peristiwa politik, budaya, dan tokoh-tokoh

masyarakat Bali. Hubungan Bali TV dengan Made Mangku Pastika (Ketua Tim

Gabungan Investigasi Bom Bali 2003--2005, Kapolda Bali 2005--2008)

sesungguhnya baik. Hubungan baik Made Mangku Pastika dengan Bali Post

dibuktikan dengan peristiwa 5 Januari 2004, Made Mangku Pastika menerima

Anugerah Pers K. Nadha Nugraha di antara sepuluh penerima, yaitu Anak

Agung Ngurah Oka Ratmadi, S.H. (Bupati Badung), Ir. Tjokorda Raka

Sukawati, Haji Bambang.5 Anugerah Pers K. Nadha Nugraha ini adalah hasil

seleksi dari Bali Post terhadap dedikasi prestasi tokoh-tokoh segala lapisan

5
Lihat Sepuluh Penerima Anugerah Pers Ketut Nadha Nugraha 2004, dari Kapolda, Bupati sampai Petani,
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/1/5/b14.htm,diakses 20 Mei 2013
13

masyarakat Bali yang berperan memajukan (atau mengajegkan) Bali versi Bali

Post. Seluruh penerima K. Nadha Nugraha dibuatkan patung diri setengah

badan yang terbuat dari perunggu dan dipajang di kantor Bali TV.

Bali TV melalui berita “Seputar Bali” dan “Giliran Anda” menyiarkan

banyak berita peristiwa aktual, agenda setting pemberitaan, dan berita berbayar

(advertorial). Berita agenda setting Bali TV tersebut tahun 2011 dan 2012 mulai

banyak mengkritisi program pemerintah Provinsi Bali, dengan Bali, Maju,

Aman, Damai, Sejahtera (Mandara). Agenda pemberitaan Bali TV yang

mengkritisi Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, hendak membubarkan desa

pakraman di Bali. Sementara Bali TV dan media lain terutama Bali Post yang

berada dalam naungan KMB terus mengkritisi dan mengembangkan wacana

pembubaran desa pakraman. Made Mangku Pastika tidak bisa menerima

sehingga melakukan somasi, bahkan menuntut Bali Post secara perdata di

Pengadilan Negeri Denpasar (Wahidin, 2012).

Hubungan antara Mangku Pastika dan KMB yang pada awalnya baik

ketika sebagai Kapolda Bali kemudian menjadi konflik yang serius. Masalah

politik yang memicu ketidakharmonisan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika

dengan Bali Post, dimulai saat terjadinya pembahasan penyempurnaan Perda

Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Nomor 16 Tahun 2009 yang

menjadi polemik di masyarakat. Polemik menyebabkan terjadi keresahan di

masyarakat terhadap peninjauan Perda tersebut. Masyarakat menilai bahwa

penyempurnaan tata ruang ini merupakan skenario untuk menghancurkan

kesucian Bali. Dilanjutkan pemberitaan Bali Post (Maret-September 2011)

yang selalu mengkritisi Pastika. Menurut Gandita Rai Anom hal itu merupakan
14

wacana tanding gagalnya pembunuhan karakter oleh Bali Post terhadap

Gubernur Made Mangku Pastika.6 Gandita Rai Anom merupakan mantan

wartawan Bali Post yang menjadi pegawai negeri sipil di Pemerintah Provinsi

Bali dan aktif menulis pada media massa dan media sosial.

Pada produksi berita Bali Post yang menurunkan berita headline

pembubaran desa pakraman disinyalir wartawannya tidak ada di tempat atau

tidak mengikuti kunjungan Gubernur Bali. Wartawan Bali Post yang bertugas

di Klungkung yang bernama Ketut Bali Putra Ariawan mengikuti acara

kunjungan Wakil Gubernur Bali Puspayoga. Berita inilah menjadi masalah

hukum perdata (Wahidin, 2012: 138). Berita tersebut dikatogorikan memiliki

kepentingan politis oleh Gandita Rai Anom.

Menurut IGP Artha, pengamat media dan mantan wartawan Bali Post,

“wartawan Bali Post dapat menulis berita tentang kasus Kemoning-Budaga

tersebut karena mendapat bahan dari wartawan TVOne Ida Bagus Mahendra”.

“Berita tersebut berupa rekaman berita kunjungan Gubernur Bali pascabentrok

Kemoning-Budaga. Fakta ini dikatakan IGP Artha bahwa Bali Post tidak

pernah meliput peristiwa itu secara langsung, tetapi memperoleh bahan berita

dari orang lain”.7 Fakta inilah yang menjadi konflik karena pihak Bali Post

menyatakan meliput Gubernur Bali saat bertemu dengan Wakil Bupati Tjok

Gede Agung sedangkan Gubernur Bali merasa tidak pernah melontarkan

pernyataan pembubaran desa pakraman secara keseluruhan. Made Mangku


6
Lihat Gandita Rai Anom, Gagalnya Pembunuhan Karakter Melalui Bali Post,
http://www.balebengong.net/opini/2012/03/05/gagalnya-pembunuhan-karakter-melalui-bali-
post.html diakses 2 Juni 2013
7
Lihat GubernurBali VSBali Post: Perspektif Hukum dan Etika Pers,
http://metrobali.com/2012/01/23/Gubernur-bali-vs-bali-post-perspektif-hukum-dan-etika-pers/,
diakses 20 Mei 2013
15

Pastika sebagai bagian masyarakat yang pernyataannya dipelintir oleh pers

semakin kritis dan reaktif hal ini merupakan tanda masyarakat Bali pada

umumnya dewasa ini.

Masyarakat Bali pascareformasi 1998 berubah menjadi semakin kritis,

bahkan reaktif pada saat merasa pernyataannya dipelintir oleh media massa.

Misalnya, buku Bali dalam Kuasa Politik, dalam bab “Kritiskah Masyarakat

Bali Menonton Televisi” dinyatakan sebagai berikut.

Putra (2008) menyatakan bahwa pada era reformasi ini, seperti halnya
masyarakat lain di Indonesia masyarakat Bali pun semakin reaktif,
vokal, dan kritis. Sikap ”koh ngomong” (enggan berbicara) yang
melekat pada zaman orba, pada era reformasi ini sudah terkikis
walaupun mungkin belum hilang sama sekali di kalangan sebagian
orang. Kalau dulu banyak yang memilih diam, enggan berbicara, kini
banyak orang yang suka berkomentar, reaktif, berlomba tampil sebagai
opinion maker, pembentuk opini masyarakat (Putra, 2008: 147).

Ekspresi publik tersebut dapat diikuti melalui program interaktif Bali TV

dengan program ”Giliran Anda”, yang menyampaikan berita yang sama dengan

berita ”Seputar Bali” kepada khalayak. Melalui program tersebut masyarakat

sering memberikan komentar tentang masalah politik, sosial, budaya, dan

program-program Pemerintah Provinsi Bali yang banyak diliput dan disiarkan

oleh Bali TV.

Pemberitaan pembubaran desa pakraman di Bali Post dan Bali TV di-

setting dan dikembangkan dengan memobilisasi opini memuat wawancara

dengan masyarakat selanjutnya di-framing untuk mengkritisi Made Mangku

Pastika. Caranya adalah dengan mewawancarai dan memberitakan hasil

wawancara dengan sejumlah tokoh masyarakat yang pada pokoknya

memperolah legitimasi apa yang diberitakan tersebut adalah benar (Wahidin,


16

2012: 138). Misalnya, pemberitaan dengan judul “Bubarkan Desa Pakraman

Gubernur Minta Maaf” wawancara dengan Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali I

Wayan Gunawan dalam sidang paripurna. Pernyataan Gunawan hasil

wawancara sebagai berikut.

“Pak Gubernur secara bagus, lugas, dan baik menyampaikan kronologis,


pembubaran bukan kewenangan Gubernur. Pembubaran Desa
Pakraman, Gubernur mengklarifikasi yang dimaksudkan adalah kasus
Kemoning-Budaga kalau tidak ada jalan ke luar”. Gunawan sangat
menyayangkan pernyataan Gubernur, Gunawan berharap agar hal
tersebut tidak terulang kembali sehingga tidak menimbulkan polemik
berkepanjangan dan konflik di masyarakat, komentar wartawan Bali
TV.8

Permintaan maaf Gubernur Bali tidak ada hubungannya dengan

pemberitaan pembubaran desa pakraman, tetapi permintaan maaf karena belum

atau tidak membaca berita Bali Post tersebut (Wahidin, 2012: 141). Sajian

pemberitaan dengan angle pembubaran desa pakraman menciptakan kondisi

yang tidak kondusif. Hal ini dibuktikan dengan dihubunginya Gubernur Bali

pascaberita pembubaran desa pakraman oleh beberapa tokoh masyarakat Bali,

apakah benar Gubernur Bali akan membubarkan desa pakraman.

Berdasarkan situasi demikian Gubernur Bali tetap berupaya

mendinginkan situasi di masyarakat Bali. Made Mangku Pastika tetap berupaya

keras untuk menahan diri agar situasi masyarakat Bali kondusif. Gubernur

beserta staf, jajaran tokoh masyarakat, dan agamawan berinisiatif mengadakan

pertemuan pada 22 September 2011 di ruang rapat Praja Sabha Kantor

Gubernur Provinsi Bali. Pertemuan diikuti Ketua Dharma Adyaksa Parisada

Hindu Dharma Indonesia Pusat, Shaba Walaka Parisada Hindu Dharma


8
Lihat Bubarkan Desa Pakraman Gubernur Minta Maaf – Seputar Bali - BaliTV
http://www.youtube.com/watch?v=XI7XiJknxVU, diakses 21 Juni 2013
17

Indonesia Pusat, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, Ketua

Sabha Pandita PHDI Provinsi Bali, Parisada Hindu Dharma Indonesia

Kabupaten/Kota se-Bali, Ketua Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi

(MUDP) Bali, dan jajarannya.

Tokoh lain yang hadir, yaitu Ketua Majelis Madya Desa Pakraman

Kabupaten/Kota se-Bali. Acara pertemuan bersama-sama melakukan

pemeriksaan secara cermat terhadap video rekaman dokumentasi pada 21

September 2011. Dibuktikan bahwa wawancara Gubernur Bali pada rekaman

tersebut tidak pernah mengeluarkan atau memberikan pernyataan pembubaran

desa pakraman yang kemudian ditulis sebagai berita oleh Bali Post. Selain itu,

terungkap pula bahwa wartawan Bali Post yang bertugas saat itu, yang

seharusnya bertugas meliput dan menurunkan beritanya, tidak ada di lapangan

mencatat dan merekam secara langsung peristiwa tersebut (Wahidin, 2012: 137-

-138). Menurut Wirata, Bali Post mendapat berita tersebut saat Gubernur

bertemu dengan Wakil Bupati Tjokorda Gede Agung dari wartawannya yang

bertugas di Klungkung.

Hasil pertemuan Gubernur Bali dengan tokoh masyarakat adalah

dikeluarkannya surat edaran oleh Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP)

Kabupaten/Kota se-Bali. Surat edaran tersebut pada pokoknya menyatakan

bahwa pemberitaan akhir-akhir ini mengganggu paiketan, pakilitan, dan

pasikian (persatuan) krama (warga) desa pakraman di Bali tentang pembubaran

desa pakraman; untuk mencegah timbulnya prokontra terhadap eksistensi desa

pakraman di Bali dan lebih meningkatkan suasana kondusif di tengah

masyarakat adat Bali; untuk itu dimohonkan segenap prajuru jajaran MMDP
18

beserta desa se-Bali untuk tidak menyampaikan komentar ke media terkait

dengan pemberitaan tersebut.

Gubernur Made Mangku Pastika terus membantah dengan menyatakan

bahwa berita Bali TV yang baik dan mengkritisi tersebut adalah berita bohong,

tetapi pihak Bali Post tidak menanggapi dan terus mengembangkan, mengkritisi

sehingga menimbulkan kemarahan Gubernur Bali. Kinerja Gubernur Bali

terganggu dan sesuai dengan sistem pers, pada 23 September 2011 dilayangkan

somasi, yang materinya merupakan hak jawab Gubernur Bali. Intinya pihak

Bali Post harus memberhentikan pemberitaan pembubaran desa pakraman

yang menurut Gubernur Bali pemberitaan itu didasari atas sesuatu yang tidak

benar. Somasi itu tidak ditanggapi dan terus dikembangkan dengan

mewawancarai sejumlah tokoh masyarakat yang peduli akan keberadaan dan

eksistensi desa pakraman di Bali. Sikap kritis Bali Post tidak merespons dengan

memberhentikan pemberitaan karena Gubernur Bali tidak mempunyai legal

standing untuk membubarkan desa pakraman. Karena terus dikrtisi oleh

pemberitaan Bali Post, Gubernur Bali Made Mangku Pastika marah dan

menuntut secara hukum perdata.

Dalam somasi yang disusun oleh pembela hukum Ketut Ngastawa dkk,

Pastika menegaskan (1) menghentikan semua pemberitaan bohong yang

tendensius soal pembubaran desa pakraman dengan meminta maaf selama tujuh

hari berturut-turut mulai 24 September 2011 di halaman satu di media Bali Post

dan media lainnya; (2) membayar ganti rugi Rp 100 miliar; dan (3) tidak lagi

memberitakan hal negatif bersifat bohong. Berita ini merupakan isi tuntutan

somasi Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, terhadap berita kritis Bali Post.
19

Pemberitaan kritis Bali Post tersebut dituduh telah dengan sengaja

memuat berita bohong walaupun pihak Bali Post memiliki sumber kredibel

Tjok Gede Agung, Wakil Bupati Klungkung. Berita yang ditulis media massa

Bali Post tentang pembubaran desa pakraman dianggap tidak sesuai dengan

fakta oleh Gubernur sehingga dapat diklasifikasikan sebagai berita bohong.

Buktiknya tidak ada media lain, baik cetak maupun stasiun televisi,

memberitakan bahwa Gubernur Bali menyatakan pernyataan tersebut.

Meskipun demikian, media Bali Post tetap secara kritis dan selektif meneruskan

pemberitaan tentang adanya ungkapan Gubernur Bali terhadap pembubaran

desa pakraman, sedangkan Made Mangku Pastika menyatakan tidak pernah

menyampaikan akan membubarkan desa pakraman. Bali Post dan Bali TV

sebagai media publik yang kritis dianggap oleh Gubernur tidak memikirkan

dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari pemberitaan dimaksud.9

Perspektif angle berita yang dikembangkan oleh Bali TV dengan kritis

dan sumber yang jelas dianggap tidak sesuai dengan fakta oleh Made Mangku

Pastika bahwa dia tidak pernah melontarkan pernyataan tentang pembubaran

desa pakraman. Ada kesan bahwa dengan pengembangan berita yang

bermuatan opini yang tidak tepat, merupakan upaya untuk menciptakan kondisi

yang tidak kondusif, secara politis arahnya merusak hubungan Gubernur Bali

dengan rakyatnya (Wahidin, 2012: 136).

Terkait dengan somasi Gubernur Bali Mangku Pastika terhadap Bali

Post, Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Bali Post I Nyoman Wirata

9
LihatSomasiGubernurBali MangkuPastika http://regional.kompas.com/read/2011/09/23/
16502551/Gubernur. Bali.Soma.Bali.Post.Rp 100. Miliar 20 Mei 2013
20

menyatakan melalui telepon di kantor Bali Post Jl. Kepundung Denpasar bahwa

berita yang disomasi Gubernur Bali merupakan hasil peliputan lapangan saat

Gubernur bertemu dengan Wakil Bupati Klungkung Tjok Gede Agung.

Pihaknya meminta maaf kepada Gubernur bila pemberitaan dirasa tidak sesuai

dengan penegasan Gubernur. “Somasi ini kami teruskan ke Dewan Pers untuk

mendapatkan penyelesaian”.10 Hal itu penting sebab Dewan Pers merupakan

lembaga negara yang diberikan tugas untuk memberikan pertimbangan dan

mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang

berhubungan dengan pemberitaan pers.11

Pers merupakan alat kontrol kekuasaan yang memiliki peran strategis

untuk menyampaikan opini masyarakat secara objektif. Pers juga memerlukan

akses berita untuk memenuhi kepentingan ekonomi, ideologi, dan

jurnalistiknya. Pemerintah memandang pers sebagai alat kontrol pembangunan

demokrasi untuk menyukseskan dan mencapai kesejahteraan masyarakat.

Alasan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, menganalisis

proses pembentukan wacana pembubaran desa pakraman. Kedua, menganalisis

faktor-faktor pendukung wacana pembubaran desa pakraman, dan mengungkap

wacana tanding Gubernur Bali tentang pembubaran desa pakraman sebagai

berita sehingga menjadi kasus hukum perdata. Ketiga, memahami teks televisi

10
Lihat Disomasi Gubernur, Bali Post Bantah Sebarkan Berita Bohong
http://www.tempo.co/read/news/2011/09/24/179357999/Disomasi-Gubernur-Bali-Post-
Bantah-Sebarkan-Berita-Bohong diakses 21 Juni 2013
11
Lihat GubernurBali VSBali Post: Perspektif Hukum dan Etika Pers
http://metrobali.com/2012/01/23/Gubernur-bali-vs-bali-post-perspektif- hukum-dan-etika-
pers/, diakses 20 Mei 2013
21

sebagai entitas perspektif wilayah mikro, sedangkan wilayah meso dan makro

meliputi organisasi media dan lingkungannya.

Benang kusut konstruksi realitas yang dipenuhi ketidakobjektifan dan

ekstasi komunikasi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dicurigai terkait

dengan kekuatan atau kekuasaan yang bersembunyi di balik media. Oleh karena

itu, pemaknaan yang berbeda merupakan arena pertarungan dan diskusi publik

yang saling memengaruhi kelompok sosial (Eriyanto, 2005: 37—38).

Data utama penelitian ini adalah wacana pemberitaan Bali TV tentang

kasus Kemoning-Budaga berupa dokumentasi dari materi yang pernah

ditayangkan. Wacana pemberitaan Bali TV tentang kasus Kemoning-Budaga

yang berupa dokumentasi yang pernah ditayangkan dan diunggah dalam media

on line Youtube. Kurun waktu penayangannya, yaitu sejak September sampai

dengan November 2011 berita-berita pascakonflik Kemoning-Budaga dan

Februari sampai dengan April 2012 berita-berita sidang mediasi gugatan

Gubernur Bali terhadap Bali Post di Pengadilan Negeri Denpasar. Data

penunjang adalah pemberitaan media cetak terkait, wawancara dengan

wartawan dan pimpinan redaksi media massa serta tokoh masyarakat yang ikut

terlibat dalam penanganan kasus Kemoning-Budaga Klungkung, Bali.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Bagaimana proses pembentukan wacana pembubaran desa

pakraman dalam liputan Bali TV pascabentrok Kemoning-Budaga?


22

(2) Faktor-faktor apa yang mendukung proses pembentukan wacana

pembubaran desa pakraman dalam liputan Bali TV pascabentrok

Kemoning-Budaga?

(3) Bagaimana wacana tanding Gubernur Bali Made Mangku Pastika

terhadap berita pembubaran desa pakraman?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wacana, agenda

setting, dan framing pemberitaan Bali TV. Di samping itu, juga untuk

mengetahui tanda-tanda visual dalam liputan Bali TV yang digunakan untuk

menyampaikan wacana tertentu.

1.3.2 Tujuan Khusus

(1) Untuk memahami proses pembentukan wacana atas pembubaran

desa pakraman dalam liputan Bali TV pascabentrok Kemoning-

Budaga.

(2) Untuk mengetahui faktor-faktor pembentukan wacana pembubaran

desa pakraman dalam liputan Bali TV pascabentrok Kemoning-

Budaga.

(3) Untuk mengungkap wacana tanding Gubernur Bali Made Mangku


23

Pastika tentang berita pembubaran desa pakraman.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat,

baik secara teoretis maupun praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

(1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi

penelitian selanjutnya.

(2) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

pengetahuan tentang kepentingan ekonomi dan kekuasaan ideologi

politik media televisi lokal yang berkaitan dengan kepentingan

publik televisi lokal terhadap proses wacana, agenda setting, analisis

framing. Disamping itu, menganalisis tanda-tanda visual dengan

teori semiotika media sebagai pembacaan budaya media massa.

(3) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan kontribusi

terhadap perkembangan budaya postmodern dan kajian media kritis,

terutama yang berkaitan dengan kepentingan publik media televisi

lokal terhadap proses wacana, faktor-faktor wacana yang

mendukung, dan wacana tanding budaya media massa.


24

1.4.2 Manfaat Praktis

(1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pendidikan literasi

media bagi masyarakat khususnya dalam menyimak tayangan-

tayangan media massa televisi.

(2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi inspirasi pada

pengelola media untuk menonjolkan profesionalisme dalam

pengelolaan media khususnya media televisi.

Anda mungkin juga menyukai