Anda di halaman 1dari 62

STRATEGI KOPING LANSIA TERHADAP NYERI

REUMATHOID ARTRITIS DI POSBINDU LANSIA DESA


SINDANG PANON

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Sarjana


Keperawatan

Disusun Oleh :
Maryati
1714201041

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb. puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah

memberikan nikmat iman islam dan sehat yang telah dikaruniakan kepada kita

semua, dan yang lebih utama adala ALLAH SWT telah memberikan manusia akal

untuk berfikir yang membedakan kita dengan makhluknya yang lain.

Dengan mengucap Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan

skripsi keperawatan yang berjudul “Strategi Koping Lansia Terhadap Nyeri

Reumathoid Artritis Di Posbindu Lansia Desa Sindang Panon”. Skripsi ini

merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan tugas akademik S1

Keperawatan. Dalam membuat riset ini peneliti tidak yakin bisa berhasil jika

tanpa bantuan orang lain yaitu pihak yang telah mendukung dan memberikan

motivasi dan kesempatan kepada penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan

banyak terimakasih kepada :

1. Dr. Ahmad Amarullah. S.Pd, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Tangerang (Periode 2019-2021).

2. Dr. Ns. Rita Sekarsari, S,Kp,. MHSM,. CVRN selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan (FIKes) Universitas Muhammadiyah Tangerang beserta jajarannya

yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan untuk belajar.


3. Imas Yoyoh., S.K., M.Kep selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Kesehatan

(FIKes) Universitas Muhammadiyah Tangerang.

4. Fauzan Hakim, SE,MM. selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Kesehatan

(FIKes) Universita Muhammadiyah Tangerang.

5. Kartini, S.Kep., Ns., M.kep., Sp.Kep.,Mat selaku Ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Tangerang.

6. Hera Hastuti, S.Kep., M. Kep., Sp.Kep.Kom selaku Kaprodi Ners Fakultass

Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas Muhammadiyah Tangerang.

7. Popy Irawati, S.Kep., M.Kep selaku Dosen Pebimbing I yang telah

menyediakan waktu, tenaga untuk membimbing saya dengan sabar dan teliti

kepada penulis.

8. Roswita Hasan, S.Kep., M.Kep. selaku Dosen Pebimbing II yang telah

menyediakan waktu, tenaga untuk membimbing saya sabar dan teliti kepada

penulis.

9. Bapak/ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, yang telah memberikan

doa dan ilmu pengetahuan selama penulis mengikuti perkuliahan.

10. Kepada ketua kader Posbindu Lansia Desa Sindang Panon dan ketua RW

yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian.

11. Teristimewa kedua orangtua bapak tersayang Marinan dan mamah Munawati

yang memberikan motivasi, dukungan moral dan materi serta doa yang selalu

di panjatkan kepada ALLAH SWT untuk penulis dan perhatian yang

mendalam serta selalu mengingatkan makan terutama beribadah


12. Kepada adikku tersayang Rizqianawati yang selalu mengingatkan penulis

untuk mengerjakan perbaikan – perbaikan yang diusulkan pebimbing yang

senantiasa mengisi hari – hari penulis

13. Kepada sahabat – sahabat dikampus RiaVinola Anggarani, Adinda Mutiara

Susanti, Verawati dan Annisa Oktavia yang selalu memberikan semangat dan

dorongan selama perkuliahan, keluh kesah selama perkuliahan hingga sampai

saat ini selalu ada.

14. Seluruh teman – teman angkatan tahun 2017 terutama (NURSE A) yang

berjuang untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep).

15. Kepada teman – teman kelompok bimbingan Adhe Tri Putri, Dewi Vatonah,

RiaVinola Anggarani dan Siti Nasiroh yang meluangkan waktu untuk berbagi

ilmu.

Proposal skripsi keperawatan ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu

penulisa mengharapkan saran maupun kritik dari semua pihak untuk arahan,

kritik dan saran yang telah diberikan oleh semua pihak. Semoga Allah

melimpahkan rahmat dan kemudahan kepada kita semua Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmaatullahhi Wabaraakatuh.

Tangerang, Mei 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini penduduk lansia di seluruh dunia mengalami

peningkatan khususnya di Indonesia. Angka Melek Huruf (AMH) lansia

terus mengalami peningkatan dari 76,70 pada tahun 2016 menjadi 81,29

persen pada tahun 2020. Meningkatnya jumlah lansia maka membutuhkan

penanganan yang sangat serius karena secara garis besar lansia mengalami

penurunan baik dari segi fisik, biologi maupun mental. Sehingga

diperlukannya dukungan sosial dalam penanganannya. Adanya penurunan

fungsi terhadap berbagai organ lansia yang menjadi rentan terhadap

penyakit yang bersifat akut maupun kronis contohnya penyakit reumatik

yang bisa menyerang lansia umur 40 tahun ke atas (Purnomo, 2010).

Menurut Rikesda (2018) jumlah penderita rheumatoid arthritis

mencapai 7,30%. Seiring bertambahnya jumlah penderita rheumatoid

arthritis di Indonesia justru tingkat kesadaran dan salah pengertian tentang

penyakit reumatik ini cukup tinggi. Keadaan ini menjelaskan bahwa

kurangnya pengetahuan lansia khususnya penderita untuk mengenal lebih

dalam lagi tentang penyakit rheumatoid arthritis.

Timbulnya nyeri membuat penderita seringkali takut untuk

bergerak sehingga mengganggu aktivitas sehari – hari (Padila, 2012). Oleh

karena itu dengan mengalami nyeri sudah cukup membuat lansia frustasi
dalam menjalani aktivitas sehari – hari sehingga dapat mengganggu

kenyamanan lansia. Dampak dari keadaan ini dapat mengancam jiwa

penderita atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan dan masalah

yang disebabkan oleh reumatik. Tidak hanya berupa keterbatasan yang

tanpak jelas pada mobilitas sehingga terjadinya hal yang paling ditakuti

yaitu seperti kelumpuhan gangguan aktivitas hidup sehari – hari (Silaban,

2016).

Penanganan reumatik ini dapat dilakukan dengan menggunakan

strategi koping yang terdiri dari koping adaptif dan maladaptif. Koping

adaptif merupakan sikap yang lebih efektif dan bermanfaat dalam

mengatasi stress yang dapat mengalami perasaan tertekan dan mampu

untuk mengatasi atau menangani stressor secara efektif/positif. Koping

maladaptif cenderung kurang bermanfaat dan kurang efektif dalam

mengetasi sumber stress dan akan menambah kondisi tertekan serta

menghambat fungsi integrasi. Roger & Rippetor (dalam Rubbyyana, 2012)

Peneliti Miftahul Khoiriyah Siregar (2018) tentang strategi koping

pada lansia reumatik di wilayah binaan Puskesmas Padang Bulan

menunjukkan hasil penelitian bahwa didapatkan strategi koping lansia

pada penderita reumatik dari 38 responden berada dalam kategori adaptif

sebanyak 33 orang (86,8%) dan katagori maladaptif sebanyak 5 orang

(13,2%).
Berdasarkan survei awal di sekitar Posbindu Sindangpanon kepada

60 orang penderita reumatik yang berusia kurang lebih sekitar 50-60

tahun. Jenis kelamin responden wanita dan laki – laki. 20 orang di

antaranya sering mengalami ngilu atau nyeri pada persendian kaki, tangan

dan jari. Kadang susah melakukan aktivitas sehari – hari jika sakitnya

kumat sedangkan di antara ke 20 orang ini ada 5 yang sering mengasuh

cucunya dikarenakan kedua orang tuanya kerja di salah satu pabrik daerah

Pasar Kemis. 15 orang mengatakan sering mengalami nyeri pada

persendian kaki kadang sulit untuk melakukan aktivitas seperti berjalan

dan sulit untuk berdiri dan diantara ke15 responden ini ada 3 yang

memiliki berat badan yang berlebih atau obesitas. 5 orang mengatakan jika

nyerinya kumat disebabkan oleh suhu yang terlalu dingin, terasa nyeri

dibagian persendian tulang kaki sehingga beliau sering menggunakan kaos

kaki pada malam hari dan diantanya tidak mengetahui tanda/gejala serta

cara mengatasi penyakit tersebut. Sedangkan dari 10 responden

mengatakan bahwa meraka memilki riwayat keluarga yang mempunyai

penyakit reumatik. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian

“Strategi Koping Lansia Terhadap Nyeri Rheumathoid Artritis Di

Posbindu Lansia Desa Sindang Panon”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah pada uraian diatas terdapat beberapa

hal yang harus diidentifikasi sebagai berikut:


1. Kurangnya pengetahuan lansia khususnya penderita untuk mengenal

lebih dalam lagi tentang penyakit rheumatoid arthritis.

2. Timbulnya nyeri membuat penderita seringkali takut untuk bergerak

sehingga mengganggu aktivitas sehari.

3. Dengan mengalami nyeri sudah cukup membuat lansia frustasi dalam

menjalani aktivitas sehari – hari sehingga dapat mengganggu

kenyamanan lansia.

4. Bagai mana koping lansia menghadapi nyer akibat penyakit

rheumatoid artritis yang dideritanya.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, Peneliti

membatasi masalah yang ada yaitu :

1. Variabel dependen pada penelitian ini adalah reumatik

2. Variabel independen pada penelitian ini adalah strategi

koping pada lansia

3. Dampak dari keadaan reumatik ini dapat mengancam jiwa, Tidak

hanya berupa keterbatasan yang tanpak jelas pada mobilitas sehingga

terjadinya hal yang paling ditakuti yaitu seperti kelumpuhan

4. Identifikasi peneliti hanya membatasi permasalahan peneliti mengenai

Strategi Koping Lansia Terhadap Nyeri Reumathoid Artritis Di

Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.


D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah yang

sudah ditemukan diatas, maka rumusan masalah penelitian diatas adalah

bagaimana strategi koping lansia terhadap rasa nyeri akibat penyakit

reumathoid artritis yang di deritanya?

E. Tujuan Penelitian

1.Tujuan umum

Mengetahui strategi koping lansia pada penderita reumatik berdasarkan

5 komponen yang dibagi menjadi 2 bagian di antaranya problem

focused coping dan emotion focused coping

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik demografi usia dan jenis kelamin di

Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.

b. Mengetahui pemahaman lansia dengan penyakit reumatik

c. Mengetahui gambaran strategi koping lansia terhadap nyeri

rheumatoid artritis di Posbindu Lansia Desa Sindang Panon.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Manfaat dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan

lebih lanjut, serta refrensi terhadap penelitian sejenisnya dan dapat

menambah pengetahuan serta melatih diri sendiri berfikir secara ilmiah


sesuai ilmu yang didapat dibangku kuliah dan sebagai bahan penelitian

lebih lanjut terutama yang berhubungan dengan strategi koping lansia

terhadap nyeri rheumatoid artritis

2. Bagi Posbindu

Sebagai acuan agar dalam memberikan pelayanan kesehatan pada

lansia untuk meningkatkan pengetahuan mengenai strategi koping

lansia terhadap nyeri reumathoid artritis..

3. Bagi Lansia

Sebagai acuan bagi lansia dengan penyakit reumatik agar dapat

menerapkan strategi koping dengan baik untuk mengurangi rasa nyeri

dan pencegahan terkait factor yang berhubungan dengan reumatik.

4. Bagi Insitusi

Diharapkan dapat menjadikan masukan yang membangun

pengetahuan bagi pengamat ilmiah khususnya pada ilmu kesehatan

dibidang keperawatan serta menjadi pemberian pengetahuan dan

informasi bagi peneliti lainnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Lanjut Usia

a. Definisi Lanjut Usia

Lansia atau disebut juga sebagai lanjut usia adalah suatu

proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua

orang akan mengalami proses menjadi tua. Masa tua adalah

maasa hidup manusia yang paling akhir, dimana seseorang akan

mengalami kemunduran fisik, mental, maupun social secara

bertahap.

Menurut UUD nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan

lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia

adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Dra.Ny.Jos

Masdani ; Nugroho, 2000 (dalam Ma’rifatul Azizah, 2011)

mengemukakan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia

dewasa. Kedewasaan dibagi menjadi 4 yaitu fase pertama

infentus, antara 25 dan 40, fase kedua verilitas, antara 40 dari 50


tahun, fase ketiga prasenium antara 55 dari 65 tahun dan fase ke

empat senium antara 65 hingga tutup usia.

b. Batasan Umur Lansia

Menurut WHO (1999) menggolongkan lansia berdasarkan

kronologis/biologis menjadi 4 kelompok diantaranya usia

pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia

(elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia

75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Menurut Nugroho, 2000 (dalam Ma’rifatul Azizah, 2011)

menyimpulkan pembagian umur berdasarkan para ahli, bahwa

yang disebut lansia merupakan orang yang telah berumur 65 tahun

ke atas.

Menurut Prof. Dr. Koesumanto Setyonegoro, lanjut usia

dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood), 18

atau 25 – 29 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau

maturitas, 25-60 tahun atau 65 tahun, lamjut usia (getriatric age)

lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70 – 75

tahun (young old), 75 – 80 tahun (old), lebih dari 80 tahun (very

old).

1) Tipe Lansia
Menurut Nugroho, 2000 (dalam Maryam, 2008), berikut

beberapa tipe lansia diantaranya:

a) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri

dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap

ramah dan rendah hati.

b) Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan dan bergaul dengan teman.

c) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pribadi pemarah, tidak sabra dan mudah

tersinggung.

d) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

e) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder

dan menyesal.

2) Karakteristik Lansia

Menurut pusat data dan informasi, kementerian kesehatan RI

(2016), karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok

sebagai berikut:
a) Jenis Kelamin

Berdasarkan data Kemenkes RI pada tahun 2016,

ditemukan bahwa lansia lebih didominasi oleh jenis

kelamin perempuan. Artinya menunjukkan harapan hidup

yang sangat tinggi adalah perempuan.

b) Status Perkawinan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI pada tahun 2016,

penduduk lansia dilihat dari status perkawinan sebagian

besar berstatus kawin sebanyak 60% dan cerai mati

sebanyak 37%. Lansia perempuan yang berstatus cerai

mati sekitar 56,04% dari keseluruhan yang cerai mati,

sedangkan lansia laki – laki berstatus kawin ada 82,84%.

Hal ini disebabkan oleh angka harapan hidup perempuan

lebih tinggi dari pada laki – laki.

c) Living Arrangement

Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukkan

perbandingan banyaknya orang tidak produktif (umur < 15

tahun dan > 65 tahun) dengan yang berusia produktif (umur

15-64 tahun)

d) Kondisi Kesehatan

Angka kesehatan menurut Pusat Data dan informasi

Kesehatan RI (2016) merupakan salah satu indicator yang

mengukur kesehatan penduduk. Angka kesehatan bisa


menjadi indicator kesehatan negative. Yang berarti

semakin tinggi angka kesakitan menunjukkan derajat

kesehatan penduduk yang semakin baik.

e) Keadaan Ekonomi

Mengacu pada konsep active aging WHO, lansia sehat dan

berkualitas merupakan proses penuaan yang tepat baik

secara fisik, social dan mental, sehingga dapat menjadi

sejahtera selama hidupnya dan berpartisipasi dalam

meningkatkan kualitas hidup sebagai masyarakat.

c. Masalah dan Penyakit yang sering dihadapi oleh lanjut usia

1. Mudah jatuh

Factor risiko jatuh pada lansia dapat dikelompokkan

menjadi 2 golongan diantaranya sebagai berikut:

1). Faktor interistik (factor dalam tubuh lansia sendiri)

a) Gangguan jantung dan sirkulasi darah.

b) Gangguan system anggota gerak, misalnya

kelemahan otot eksternitas bawah dan kekakuan

sendi.

c) Gangguan system susunan saraf, misalnya

neuropati perifer.

d) Gangguan penglihatan.

e) Gangguan psikologis.

f) Infeksi telinga.
2). Faktor ekterinsik (factor dari luar atau lingkungan)

a) Cahaya ruangan yang kurang terang.

b) Lantai yang licin.

c) Tersandung benda – benda.

d) Alas kaki kurang pas.

e) Tali sepatu.

f) Kursi roda yang tak terkunci.

3) Mudah lelah

Disebabkan karena:

a) Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau

perasaan depresi).

b) Gangguan organis, misalnya anemia,kekurangan

vitamin, perubahan pada tulang, gangguan pencernaan,

kelainan metabolisme, gangguan ginjal, gangguan

system peredaran darah dan jantung.

c) Pengaruh obat – obatan misalnya obat penenang, obat

jantung dan obat yang melelahkan daya kerja otot.

4) Berat badan menurun

Disebabkan karena:

a) Pada dasarnya nafsu makan menurun disebabkan

karena kurang adanya gairah hidup atau kelesuan.

b) Adanya penyakit kronis.


c) Gangguan pada saluran pencernaan sehingga

penyerapan makanan terganggu.

d) Faktor – faktor sosioekonimis (pension)

5) Sukar menahan BAB ( buang air besar)

Disebabkan karena:

a) Obat pencahar perut.

b) Keadaan diare.

c) Kelainan pada usus besar.

d) Kelainan pada ujung pencernaan ( pada rectu anus).

6) Gangguan pada ketajaman penglihatan

Disebabkan karena:

a) Presbiop.

b) Kelainan pada lensa mata (refleksi lensa mata yang

berkurang)

c) Kekeruhan pada lensa (katarak)

d) Tekanan dalam mata yang meninggi ( glaucoma).

e) Radang saraf mata.

d. Penyakit yang sering dijumpai pada lansia

Ada 4 penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses

menua, yaitu:

1) Gangguan pada persendiaan, misalnya rheumatoid

arthritis, osteoarthritis, gout arthritis ataupum penyakit

kolagen lainnya.
2) Gangguan sirkulasi darah, misalnya seperti hipertensi,

kelainan pada pembuluh darah, gangguan pebuluh darah

diotak (coroner) dan ginjal.

3) Gangguan metabolisme hormonal, misalnya seperti

diabetes mellitus, klimakterium dan ketidakseimbangan

tiroid.

4) Berbagai macam neoplasma.

Menurut the national old people’s welfare council di Inggris

mengemukakan bahwa penyakit umum pada lansia ada 12 macam

penyakit diantaranya sebagai berikut:

1) Depresi mental.

2) Gangguan pendengaran.

3) Bronchitis kronis

4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.

5) Gangguan pada koksa/sendi panggul.

6) Anemia.

7) Demensia.

8) Gangguan penglihatan.

9) Ansietas/kecemasan.

10) Dekompensasi koedis.

11) Diabetes mellitus osteomalisia dan hipotiroidisme.

12) Gangguan pada defekasi.

e. Perubahan – perubahan psikososial pada lansia


1. Pensiun

Pensiun sering dikatakan secara salah dengan kepasifan

atau pengasingan. Menurut Budi Darmojo dan Martono, 2004

(dalam Ma’rifatul Azizah, 2011)

1) Kehilangan financial ( besar penghasilan semula)

Pada umumnya, dimanapun pemasukan uang pada

seseorang yang pensiun akan menurun, kecuali pada

orang dengan tabungan yang melimpah.

2) Kehilangan status

Bila terjadi sebelum orang tersebut mempunyai jabatan

dan posisi yang cukup tinggi lengkap dengan

fasilitasnya.

3) Kehilangan teman atau kenalan

Lansia akan jarang bertemu dan berkomunikasi dengan

teman sejawat yang sebelumnya tiap hari sijumpai.

Hubungan sosialnya akan hilang atau berkurang.

4) Kehilangan kegiatan atau perkerjaan

Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang teratur

dilakukan setiap harinya, bahwa rutinitas yang bertahun

– tahun yang telah dikerjakan akan hilang.

2. Reumatik

a. Pengertian
Rheumatoid Artritis adalah gangguan peradangan kronis

autoimun atau respon autoimun, dimana imun seseorangbisa

tergnggu dan turun yang menyebabkan hancurnya organ sendi

dan lapisan pada synovial, terutama pada tangan, kaki dan

lutut (Sakti & Muhlisin, 2019; Masruroh & Muhlisin, 2020).

Reumatik merupakan segala bentuk nyeri yang menyerang

persendian, otot – otot dan jaringan ikut (Andrew, 1992).

Reumatik bukan suatu penyakit, tetapi suatu sindrom dan

golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindrom

reumatik cukup banyak, semuanya menunjukkan adanya

persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli reumatologi,

reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda.

Ada tiga keluhan utama pada pasien raumatik yaitu nyeri,

kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda

utama yaitu pembengkakan sendi, kelemahan otot, gangguan

gerak (Soenarto,1982). Reumatik dapat menyebabkan

perubahan otot sehingga fungsinya dapat menurun apabila otot

pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan

fungsi otot. Reumatik terjadi pada semua umur dari anak –

anak sampai usia lanjut atau sebagai kelanjutan sebelum lanjut

usia. Gangguan reumatik akan meningkat dengan

meningkatnya umur (Wardoyo 1994).

b. Penyebab Reumatik
Penyebab reumatik masih belim diketahui sampai saat ini.

Factor genetic, hormonal, infeksi dan heat shcok protein (HSP)

sangat berpengaruh kuat dalam menentukan mobilitas penyakit

reumatik ini. HSP sendiri merupakan sekelompok protein yang

berukuran sedang (60-90 kDa) yang dibentuk oleh seluruh

spesies sebagai suatu respon terhadap stress. Faktor resiko

reumatik yang telah diketahui antara lain gangguan autoimun,

degenerative, usia tua (diatas 40 tahun), penyakit metabolic

(kencing manis), gangguan metabolisme asam urat (gout),

gerak yang berlebihan (overuse), trauma (benturan) yang

berulang, terdapat endapan Kristal dalam sendi, infeksi bakteri

atau virus, factor keturunan dan obesitas (Broto, 2003).

c. Diagnosa Reumatik

American Rheumatism Asscotiation (Lukman Dan Ningsih,

2011) telah merumuskan cara menegakkan diagnose reumatik

harus didapati 4 atau lebih kriteria seperti kaku pada pagi hari

selama paling sedikit 1 jam dan sudah berlangsung minimal 6

minggu, pembengkakan pergelangan tangan minimal 6

minggu, pembengkakan sendi simetris minimal 6 minggu,

nodul rheumatoid serum dan perubahan gambaran.

Hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu

menegakkan diagnose reumatik (Mansjoer, 2000). Sekitar 85%

penderita reumatik mempunyai auto antibody didalam serum


yang dikenal dengan factor rheumatoid, sedangkan 5% orang

normal meniliki factor rheumatoid yang positif dalam

serumnya namun insiden meningkat dengan bertambahnya

usia sengga 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahu

dapat memiliki factor rheumatoid (Handono, 1996). Laju

endapan darah ( LED) merupakan suatu indeks pandangan

yang bersifat tidak spesifik, pada rheumatoid nilainya dapat

tinggi sekitar (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi) hal ini

menunjukkan bahwa laju endapan darah dapat dipakai untuk

memantau aktivitas penyakit (suddarth, 2002).

d. Penatalaksanaan

Reumatik harus ditangani secara holistic, baik kondisi fisik,

psikis, maupun sosialnya. Penanganan reumatik menjadi

sangat penting karena reumatik tidak dapat sisembuhkan

secara total (Broto 2003). Sedangkan factor utama kepuasan

penderita dalam penanganan atau pengobatan reumatik adalah

efektivitas dan keamanan obat (Handono, 2002).

Langkah penatalaksanaan gangguan reumatik dibagi dalam

3 tahap yaitu: lesi akut, arthritis persisten dan destruksi sendi.

Sedangkan pengobatan yang diberikan meliputi pengobatan

medikamentosa, pengobatan bedah dan program rehabilitas.

Tujuan pengobatan reumatik itu sendiri untuk mengurangi


nyeri sendi, memelihara fungsi sendi dan mencegah terjadinya

cacat ( Isbagio, 1992).

Menurut Suddarth (2002), menyatakan bahwa program

penanganan reumatik melibatkan tim multidispliner termasuk

pasien sendiri adalah dasar dari penatalaksanaan reumatik.

Sifat kronik pada sebagian besar penyakit reumatik ini pasien

harus dapat memahaminya. Terdapat tiga golongan obat yang

digunakan pada penderita reumatik diantanya analgetik obat

non inflamasi non steroid dan obat spesifik untuk penyakit

tertentu. Pada setiap golongan terdapat lagi berbagai jenis obat

yang berbeda (Isbagio, 1992).

Pada penderita nyeri sendi dianjurkan untuk istirahat, bidai,

aspirasi sendi dan suntikan intraartikular, obat dan

pembedahan untuk memelihara fungsi sel dilakukan dengan

cara fisoterapi, hidroterapi, bidai dan untuk pencegahan

disabilitas dianjurkan untuk menggunakan alat bantu (Isbagio,

1992). Pada penanganan fisik, tidak hanya sendi saja yang

harus ditangani tetapi juga factor nutrisi dan kondisi fisik

secara keseluruhan juga peril di perhatikan. Untuk kondisi

psikis ditangani oleh psikiater, disini pasien akan diberikan

pemahaham terkait mekanisme bagaimana hidup dengan

penyakit sendinya (Broto, 2003).


3. Konsep Koping

a. Pengertian

Koping merupakan suatu proses yang dilalui oleh individu

dalam menyelesaikan situasi stressful. Dimana koping ini

mempunyai respon untuk individu terhadap situasi yang

mengancam dirinya sendiri baik fisik maupun psikologi

(Rasmun, 2004). Koping yang efektif menghasilkan adaptasi

yang menetap dimana kebiasaan baru dan perbaikan situasi

yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir

dengan maladaptive yaitu prilaku yang menyimpang dari

kegiatan normative dan dapat merudikan individu itu sendiri

atau lingkungan sekitar (Rasmun, 2004). Koping juga tidak

hanya tergantung dari factor situasional seperti stressor saja

melainkan dari sumber intristik meliputi umur, jenis kelamin,

pekerjaan. Factor ekstrinsik disini meliputi dukungan social,

sehingga untuk mewujudkan koping yang adaptif individu

harus menerapkan prilaku strategi koping, karena dapat

membantu individu beradaptasi terhadap stressor dan kenbali

pada keadaan yang stabil. (Berger dan Williams, 1992).

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa

individu memiliki kombinasi karakteristik yang unik antara

factor individu dan lingkungan, stressor adalah hasil interaksi

dimana seseorang dengan lingkungannya yang menyebabkan


dindividu menilai sumber koping yang tersedia sehingga

individu bisa menggunakan bermacam perilaku koping.

Perilaku koping ini meliputi aspek tindakan kogniif dan emosi

yang saling berkontribusi terhadap munculnya suatu sress atau

masalah sehingga koping merupakan suatu proses dalam

menyelesaikan masalah pada individu.

b. Sumber Koping

Terdapat lima jenis sumber koping yang dikemukakan oleh

Folkman Et Al (1979) bahwa untuk mengurangi efek buruk

dari stress dalam mempengaruhi penyesuaian diri. Sumber

koping yang pertama yaitu keahlian menyelesaikan masalah

dimana orang lebih mengidentifikasi masalah dalam

mengembangkan solusi yang dapat mengatasi stress. Yang

kedua yaitu jaringan kedua yang didefinisikan sebagai

dukungan hubungan yang potensial seperti pasangan, teman,

kelurga yang memfasilitasi adaptasi positif terutama selama

krisis. Yang ketiga yaitu sumber yang bermanfaat termasuk

factor seperti penghasilan, pendidikan, intervensi dari luar dan

pelayanan professional lain. Yang keempat yaitu keyakinan

umum maupun spesifik termasuk self effifacy, control diri dan

spritualitas. Kelima yaitu kesehatan, energy, moral yang

mencerminkan tingkat kesejahteraan fisik dan emosi sebelum

dan selama datangnya stressor.


c. Strategi Koping

Menurut Carver, Scheier dan Weintraub (1989) ada dua

bentuk strategi koping, yaitu koping adaptif dan koping

maladaptif. Dimana strategi koping adaptif mempunyai artian

sebagai sikap yang lebih efektif dan bermanfaat dalam

mengatasi stress yang akan menurunkan kondisi tertekan.

Sedangkan strategi koping maladaptif merupakan

kecenderungan koping yang bermanfaat dan kurang efektif

dalam mengatasi sumber stress dan akan menambah kondisi

tertekan.

Tan (2011), mengatakan bahwa koping adaptif berarti

kemampuasn untuk menangani atau mengatasi stressor secara

efektif atau positif, sedangkan koping maladaptif berarti

mengatasi stressor secara negarif atau tidak efektif. Rogers &

Rippetor (dalam Rubyyana, 2012). Menambahkan koping

adaptif mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan

mencapai tujuan. Sedangkan koping maladaptif menghambat

fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi

serta cendrung menguasai lingkungan. Saptoto (2010)

mengatakan bahwa kemampuab koping adaptif merupakan

kemampuan individu dalam pemilihan cara untuk

menyesuaian diri secara tepat terhadap situasi hidup yang


menekan yang timbul dari hubungan individu dengan

lingkungan.

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) (dalam Gerald

C.Davidson, 2010) bahwa strategi koping dibagi menjadi dua

(2) bagian, diantaranya:

1) Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)

Problem focused koping adalah cara mengatasi stress baik

dengan menatur ataupun mengubah masalah yang dihadapi

dilingkungan sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya

tekanan. Koping ini bertujuan untuk mengurangi stressor atau

meningkatkan sumber daya dalam upaya menghadapi stress.

Seseorang menggunakan bentuk koping ini berdasarkan

keyakinan bahwa stressor atau sumber daya masih bisa diubah.

Seseorang akan menggunakan strategi ini apabila seseorang itu

yakin bisa mengubah situasi, seseorang akan aktif mencari

penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau

situasi yang dapat menimbulkan stress itu sendiri. Adapun

strategi yang digunakan diantaranya yaitu:

a) Koping konfrontasi (confrontative coping)

Usaha dalam mengubah keadaan yang dianggap menekan

dengan cara agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi

dan pengambilan resiko.

b) Dukungan sosial (seeking social support)


Usaha dalam mendapatkan kenyamanan emosional serta

bantuan informasi dari orang lain.

c) Perencanaan penyelesaian masalah (planful problem

solving)

Usaha dalam mengubah keadaan yang dianggap menekan

dengan cara berhati – hati, bertahap dan analitis.

2) Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)

Usaha dalam mengatasi stress dengan mengatur respon

emosional dalam rangka menyesuaikan diri dampak yang akan

ditimbulkan oleh suatu kondisimaupun situasi yang dianggap

penuh tekanan. Emotion focused coping (koping yang

berfokus pada emosi) bertujuan untuk mengontrol respons

emosional terhadap situasi stress. Dimana seseorang dapat

mengatur respons emosionalnya melalui pendekayan prilaku

dan kognitif.

Ada beberapa strategi yang digunakan yaitu:

a) Kontrol diri (self control)

Usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi

yang menekan.

b) Distancing

Usaha yang tidak terlibat dalam permasalahan, misalnya

menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa –

apa atau menciptakan pandangan yang positif.


c) Penilaian positif (positif reappraisal)

Usaha untuk mencari makna yang positif dari permasalahan

dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya

melibatkan hal – hal yang bersifat religious.

d) Menerima tanggung jawab (accepting responsibility)

Usaha dalam menyadari tanggung jawab pada diri sendiri

dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk

menerima atau membuat semuanya menjadi lebih baik.

Strategi ini bisa terlihat baik bila masalah terjadi karena

pikiran dan tindakan sendiri.

e) Pelarian dan penghindaran (Escapec/avoidance)

Usaha yang mengatasi situasi menekan dengan cara lari

dari situasi tersebut atau mengatasi dengan beralih pada hal

lain misalnya makanan, minuman, merokok dan

menggunakan obat – oabatan. Individu biasanya

menggunakan problem ini untuk menghadapi masalah yang

menurut mereka bisa mengontrolnya. Sebaliknya jika

individu cenderung menggunakan strategi koping emotion

focused coping dalam menghadapi masalah yang

menurutnta tidak bisa untuk dikontrol. Terkadang individu

dapat menggunakan kedua strategi ini secara bersamaan,

namun tidak semua strategi koping digunakan oelh

individu.
d. Faktor Strategi Koping

Menurut Muhtadin (2002) factor strategi koping dibagi

menjadi 5 bagian, yaitu:

1) Faktor kesehtan fisik karena dalam mengatasi stress

individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang

cukup besar.

2) Faktor yang kedua yaitu keyakinan atau pandangan

positif dan keterampilan memecahkan masalah.

3) Faktor keterampilan social yaitu kemampuan

berkomunikasi dengan cara yang sesuai pada nilai –

nilai social yang berlaku pada lingkungan atau

masyarakat.

4) Dukungan social yaitu dukungan pemenuhan

kebutuhan informasi dan emosional pada diri sendiri

yang diberikan oleh teman, keluarga saudara dan

lingkungan masyarakat.

5) Faktor kelima yaitu materi dimana materi merupakan

sumber daya berupa uang dan barang.

e. Penggunaan Strategi Koping

Penggunaan strategi koping yaitu suatu kelompok usaha

kognitif dan perilaku yang spesifik untuk menguasai situasi

yang berbahaya, mengancam atau menentang ketika respon

otomatik yang digunakan untuk responden yang tidak


ketersediaan dalam menggunakan strategi koping (Yani,

1997).

Menurut keliat (1998) bahwa mengidentifikasi koping

yang dapat digunakan oleh individu untuk menangani stress

yang di hadapi yaitu kebersamaan dengan cara berkomunikasi

kepada orang lain, konsultasi dengan mengambil tindakan

yang tegas dalam menghadapi masalah, menentukan ulang

dengan fokus pada aspek positif dalam situasi atau keadaan,

supresi mencoba melupakan dengan menjauhkan dari fikiran,

isolasi dengan cara melepas atau menarik diri, mencari

rasional dengan mencari informasi dan bimbingan.

B. Penelitian Yang Relevan

No. NAMA JUDUL METODE HASIL PENELITIAN

PENELITI PENELITIAN PENELITIAN

1. Veni Perilaku Wawancara -Empat responden

Fatmawati koping pada langsung dalam penelitian 1

dan M. Ali lansia yang terhadap 4 diantaranya (25%)

Imron mengalami orang lansia mengalami nyeri dari

penurunan yang ada di pinggang menjalar ke

gerak fungsi desa guwasari kaki, 1 responden (1%)

bantul mengalami gangguan


tidur, 2 responden

(50%) merasa sering

kesemutan pada kaki

dan tangan, 1 responden

(25%) memiliki darah

tinggi, 1responden

(25%) memiliki

kolestrol dan 1

responden (25%)

mengeluh pusing.

-Semua responden

dalam penelitian ini

(100%) atas kondisi

yang mereka alami,

baik sedih karena

adanya penurunan fisik,

munculnya banyak

penyakit dan

ditinggalkan oleh anak

– anaknya. Selaian

adanya perasaan sedi, 3

diantaranya merasakan
kesepian (75%) karena

ditinggalkan oleh anak

– anaknya dan hanya

tinggal dengan

pasangannya.

2. Astuti Yuni Koping lanjut Deskriptif -Sebagian besar

Nursasi, usia terhadap eksploratif responden wanita

Poppy penurunan berupaya untuk

Fitriyani fungsi gerak di melawan kondisi

kelurahan penurunan fungsi gerak:

cipinang 47,83% responden

muara wanita menggunakan

kecamatan koping konfrontasi

jatinegara yaitu upaya yang

Jakarta timur digunakan untuk

mengubah situasi

tertentu dan 36,96%

menggunakan koping

dukungan social yaitu

dengan mencari rasa

aman secara emosional

dan informasi pada

orang lain. Berbeda


dengan responden pria

hanya 21,7 %

responden yang

menggunakan

konfrontasi dan 17,39%

yang menggunakan

dukungan social.

-Penggunaan koping

oleh para responden

juga dapat dilihat

berdasarkan status

pernikahan. Lansia pria

yang hidup tanpa

pasangan (duda), dalam

penelitian ini (3 orang)

hanya memilih koping

konfrontasi, control diri

yang adaptif

pengingkaran yang

maladaptive sebanyak

6,52%. Sementara

itujenis koping yang

lain hanya digunakan


oleh 1 orang lansia.

Responden wanita yang

hidup tanpa pasangan

menunjukkan pilihan

yang signifikan berbeda

dengan lawan jenisnya.

Setiap jenis kping

dalam penelitian

digunakan oleh

responden dan

konfrontasi merupakan

koping yang banyak

dipilih oleh lansia janda

(30,43%). Sebaliknya

penggulangan peristiwa

yang adaptif hanya

dipilih oleh satu orang

lansia.

-Para lansia yang masih

hidup dengan

pasangannya tanpak

lebih optimal

menghadapi keadaan
dirinya yaitu dengan

melakukan berbagai

koping yang adaptif.

kontrol diri yang paling

banyak digunakan yaitu

43,48%, sebaliknya

pensnggulsngsn

peristiwa yang

malaadaptif hanya

dipilih oleh 19,57%

lansia.

3 Susan L. Penyakit Observasi -Penelitian telah

Charette dan rematik pada mendukung hubungan

Bruce A. lansia menilai antara nyeri dan

Ferrell sakit kronis suasana hati yang

tertekan pada populasi

pasien ini. Banyak

pasien dengan nyeri

kronis akan mengalami

gejala depresi atau

kecemasan yang

bersamaan. Penilaian

nyeri awal harus


mencakup evaluasi

fungsi psikologis

termauk suasana hati,

kemanjuran diri,

keterampilan mengatasi

nyeri, ketidakberdayaan

dan ketakutan yang

berhubungan dengan

nyeri. Instrument

tervalidasi lainnya

untuk penilaian depresi

termasuk skala

penilaian depresi

Hamilton dan skala

comel untuk depresi

pada demensia.

Konseling, terapi

kelompok suportif,

biofeedback, atau obat

psikoaktif dapat

diindikasikan untuk

pasien dengan

gangguan mood yang


mendasari dan mereka

harus dirujuk ke

layanan ini.

4 Astuti Yuni Penanganan Kuesioner Hasil penelitian

Nursasi lansia terhadap dikembangkan menunjukkan bahwa

penurunan dengan metode partisipan

fungsi coping menggunakan semua

ototoskeletal di instrument tipe koping, koping ini

kelurahan folkman dan terdiri dari dukungan

cipinang lazarus social, pemecahan

muara masalah yang

kecamatan jati terencana, pengendalian

Negara, diri, jarak, penilaian

Jakarta timur. ulang positif, menerima

tanggung jawab, dan

melarikan

diri/menghindari

sebagian besar

partisipan

menggunakan koping

adaftif, sedangkang

koping maladaptive

digunakan
pengendalian diri

sebesar 30,43%,

13,04% untuk jarak dan

63,04% untuk

diri/menghindari.

Sebaliknya gender

menunjukkan

perbedaanyang signitif.

Perempuan lanjut usia

berusaha keras untuk

mengatasi keterbatasan

keterbatasan mobilitas

merela. Mereka

menggunakan

konfronlatif (47,83%)

dan mencari dukungan

social (36,96%). Laki –

laki lanjut usia hanya

menggunakan

konfrontatif (21,7%)

dan mencari dekungan

social (36,96%).

5. Miftahul Strategi koping Purposive -Didapatkan


Khiriyah lansia pada sampling. karakteristik responden

Siregar penderita Menggunakan berdasarkan kelompok

reumatik data usia paling banyak

diwilayah menggunakan berada pada kelompok

binaan kuesioner. usia paling banyak

puskesmas berada pada kelompok

padang bulan usia 60-65 tahun

sebanyak 28 orang

(73,7%). Karakteristik

responden berdasarkan

jenis kelamin paling

banyak responden

berjenis kelamin

perempuan sebanyak 26

orang (68,4%).

Karakteristik responden

berdasarkan agama

paling banyak

responden beragama

islam sebanyak 35

orang (92.1%).

Karakteristik responden

berdasarkan suku paling


banyak responden

bersuku jawa sebanyak

15 orang (39,5%).

Karakteristik responden

berdasarkan pendidikan

paling banyak

responden

berpendidikan sd

sebanyak 21 responden

(55,3%). Karakteristik

responden responden

berdasarkan status

perkawinan paling

banyak responden

dengan status

perkawinan menikah

sebanyak 26 responden

(68,4%).

-Berdasarkan hasil tiap

pertanyaan dalam

kuesioner, maka

didapatkan strategi

koping pada lansia


penderita reumatik

berada dalam katagori

adaptif sebanyak 32

orang (86,8%).

Tabel 2.1 Penelitian Yang Relevan

C. Kerangka Teori
Keluhan Utama Factor yang
mempengaruhi strategi
1. Nyeri koping:
2. Kekakuan (rasa - Kesehatan fisik
Reumatik kaku)
- Keyakinan
3. Kelelahan
- Keterampilan

- Dukungan Sosial

- Materi Adaptif
Perubahan
Psikologis

1.Pensiun
Strategi Koping
2. Kehilangan
Status

3. kehilangan - problem focused coping


Maladaptif
teman sebaya - Emotion focused coping
4. kehilangan
kegiatan atau
pekerjaan

Skema 2.1 Kerangka Teori


Keterangan:

: Diteliti

: Tidak diteliti

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya antara

variable yang satu dengan yang lain dari masalah yang diteliti.

Strategi Koping lansia


pada penderita reumatik

1. Problem focused 1. Koping Adaptif


coping
2. Emotion focused 2. Koping Maladaptif
coping

Skema 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Sugiono

(2017) metode penelitian kualitatif merupakan motede penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositive digunakan atau interpretif,

digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana

peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data

dilakukan secara triangulasi, data yang diperoleh cendrung data kualitatif,

analisa data bersifat induktif/kulitatif dan hasil penelitian kualitatif bersifat

untuk memahami makna, memahami keunikan, mengkrontruksi fenomena

dan menemukan hipotesis.

B. Metode dan Pendekatan Penelitian


Metode penelitian ini menggunakan metode deskriftif kualitatif.

Menurut Sugiyono (2017) metode deskriptif merupakan penelitian yang

melukiskan, menggambarkan atau memaparkan keadaan objektif yang

diteliti sebagai apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi ketika

penelitian ini dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif adalah mekanisme kerja penelitian yang berpedoman

penilaian subjektif nonstatistik atau nonmatematis, dimana ukuran nilai

yang digunakan dalam penelitian ini bukanlah angka – angka skor,

melainkan kategorisasi nilai atau kualitasnya.

Alasan menggunakan metode ini karena metode kualitatif

bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi seharusnya yang

ada di lapangan terutama dalam kaitannya dengan tema penelitian yang di

ambil.

Periset merupakan bagian integral dari data, artinya periset iku

aktif dalam menentukan jenis data yang digunakan. Dengan demikian,

periset menjadi instrument riset yang harus terjun langsung dilapangan,

karena itupenelitian kualitatif bersifat sebjektif dan hasilnya lebih

konsuistik, bukan untuk digeneralisasikan. Desain riset dapat berubah atau

disesuaikan dengan perkembangan riset.

Secara umum, riset yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut (Kriyantono, 2009: 57-58)

1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan,

priset adalah instrument pokok riset.


2. Perekaman yang sangat hati – hati terhada apa yang terjadi dengan

catatan – catatan dilapangan dan ipe – tipe dari bukti documenter.

3. Analisis data lapangan.

4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes ( kutipan – kutipan)

dan komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap periset mengkreasi realitas

sebagai bagian dari proses risetnya. Realitas dipandang dinamis dan

sebagai produk konstruksi social.

6. Subjektif dan berada hanya dalam referensi periset. Periset sebagai

sarana penggalian interprestasi data.

7. Realitas adalah holistic dan tidak dapat dipilih.

8. Periset memproduksi penjelasan untuk tentang situasi yang terjadi dari

individunya.

9. Lebih kedalam (depth) daripada keluasan (breadth).

10. Prosedur riset: empiris-rasional dan tidak berstruktur.

11. Hubungan antar teori, konsep dan data: data yang memunculkan atau

membentuk teori baru.

C. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian adalah cakupan wilayah yang menjadi basis

penelitian. Dalam penelitian ini lokasi yang diambil di Posbindu Lansia

Desa Sindang Panon, ditentukan secara sengaja (purposive). Lokasi ini

dipilih sebgai obyek penelitian karena masih banyak lansia yang menderita
reumatik belum menerapkan strategi koping pada dirinya sendiri. Maka

dari itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan

pertimbangan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejauh mana lansia yang menderita reumatik

mengetahui strategi koping.

2. Apakah ada dukungan dari ketua kader dan kader tentang strategi

koping terhadap nyeri reumatik.

3. Dan apakah lansia menerapkan strategi koping pada penyelesaian

masalah setelah dilakukannya wawancara oleh ketua kader dan kader

setempat.

D. Kehadiran Peneliti

Sesuai dengan jenis penelitian yang peneliti lakukan, untuk memperoleh

data sebanyak mungkin dan mendalam selama kegiatan penelitian di

lapangan dalam penelitian kualitatif. Penelitian sendiri atau dengan

bantuan orang lain merupakan alat pengumpulam data utama sehingga

kehadiran peneliti sangat diperlukan untuk mengkaji lebih mendalam

tentang rumusan yang dibahas.

Peneliti akan melakukan observasi langsung, melakukan

wawancara dengan lansia yang menderita reumatik di Posbindu Lansia

Desa Sindang Panon tentang strategi koping lansia terhadap nyeri

reumatik. setelah melakukan Tanya jawab peneliti akan mengamati apakah

lansia yang menderita reumatik menerapkan srategi koping pada dirinya


atau tidak. Seperti cara lansia mengatasi stress dengan mengatur atau

mengubah masalah yang dihadapi oleh lingkungan sekitar dan cara lansia

menyesuaikan diri terhadap dampak yang akan ditimbulkan oleh kondisi

maupun situasi yang dianggap menekan lansia sendiri. Dengan demikian

dapat menyimpulkan data dari gabungan wawancara dan pengamatan

secara langsung. Untuk mendukung pengumpulan data dari sumber yang

ada dilingkungan, peneliti memanfaatkan buku tulis dan bolpoin sebagai

pencatatan data.

Peneliti sebagai instrument kunci berusaha memperoleh data

tentang kesiapan, pelaksanaan, kendala, hambatan dan strategi

menghadapi kendala atau hambatan tersebut sesuai dengan kenyataan yang

ada di lapangan, agar informasi yang dikumpulkan benar-benar relevan

dan terjamin keabsahannya. Peran sebagai instrument sebgai pengumpulan

data penulisan realisasikan dengan mendatangi lokasi penelitian untuk

mendapatkan data.

E. Sumber Data

Sumber data menurut Suharsimi Arikunto adalah subjek dari mana data itu

diperoleh. Sumber data meliputi dua jenis : pertama sumber data primer,

yaitu data yang diambil dari sumber pertama yang ada di Puskesmas. Atau

data yang diperoleh langsung dari objek penelitian yang berasal dari

observasi dan juga wawancara, Dan data yang kedua data sekunder, yaitu
data yang diperoleh dari buku-buku dan situs-situs internet atau hasil

literature review.

F. Tehnik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau

metode pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh peneliti. Peneliti

dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode yang ada

tergantung masalah yang dihadapi (Kriyantono, 2009: 93).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,

antara lain:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan

atau perilaku obyek sasaran. Dalam hal ini peneliti melakukan

pengamatan langsung.

2. Wawancara (Interview)

Menurut Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2015:72). Wawancara

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam

suatu topic tertentu.

Dalam wawancara tersebut peneliti wewawancarai narasumber

atau informan yang mempunyai hubungan dan saling keterkaitan


diantaranya ialah: ketua kader Posbindu Lansia Desa Sindang Panon,

kader Posbindu Lansia Desa Sindang Panon dan lansia yang

mempunyai riwayat reumatik.

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi menurut Arikunto

(2006:72) ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-

dokumen. Pada pelaksanaannya data dokumentasi merupakan data

sekunder yaitu data informasi yang terkait dengan masalah penelitian yang

diperoleh dari buku, internet, majalah, surat kabar, dan dokumen-dokumen

yang terkait.

Dokumentasi ini peneliti mengumpulkan data kegiatan yang sudah

dilakukan oleh ketua dan kader Posbindu, baik berupa dokumen dan lain-

lain yang bisa dijadikan bahan untuk diteliti.

G. Teknik Analisa Data

Dalam menganalisis data yang diperoleh dari data, baik primer maupun

sekunder, metode penelitian yang dipergunakan adalah metode analisa

deskriptif kualitatif dengan metode perbandingan tetap atau Constant

Comparative Method, karena dalam analisa data, secara tetap

membandingkan kategori dengan kategori lainnya.

1. Reduksi data

a. Identifikasi satuan (unit). Pada mulanya diidentifikasikan adanya

sesuatu yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang


memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah

penelitian.

b. Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat

koding. Membuat koding berarti memberikan kode pada setiap

“satuan”, agar supaya tetap dapat ditelusuri datanya/satuannya,

berasal dari sumber mana. Perlu diketahui bahwa dalam pembuatan

kode untuk analisis data dengan komputer cara kodingnya lain.

2. Kategorisasi

Kategori tidak lain adalah salah satu tumpukan dari seperangkat

tumpukan yang di susun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, kreteria

tertentu.

a. Mengelompokkan kartu-kartu yang telah dibuat ke dalam bagian-

bagian isi yang secara jelas berkaitan

b. Merumuskan aturan yang menetapkan inklusi setiap kartu pada

kategori dan juga sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan data.

c. Menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan

lainnya mengikuti prinsip taat asas.

3. Sintesisasi

a. Mensintesiskan berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan

kategori lainnya.

b. Kaitan satu kategori dengan kategori lainnya diberi nama/label

lagi.
4. Menyusun Hipotesis

Hal ini dilakukan dengan jalan merumuskan suatu pernyataan yang

proporsional. Hipotesis kerja ini sudah merupakan teori sustantif (yaitu

teori yang berasal dan masih terkait dengan data), dan perlu diingat

bahwa hipotesis kerja itu hendaknya terkait dan sekaligus menjawab

pertanyaan penelitian (Moleong, 2011: 288)

Desain penelitian ini pada tahap pembahasan penelitian, akan

berisi uraian–uraian tentang objek yang menjadi fokus penelitian yang

ditinjau dari sisi–sisi teori yang relevan dengannya dan tidak menutup

kemungkinan bahwa desain penelitian ini akan berubah sesuai dengan

kondisi atau realita yang terjadi di lapangan (Posbindu). Hipotesis

dalam penelitian ini yaitu:

Ha: Lansia menggunakan strategi koping adaptif terhadap nyeri akibat

reumathoid arthritis.

Ho: Lansia menggunakan strategi koping maladaptive terhadap nyeri

akibat reumathoid arthritis.

5. Hipotesis Deskriptif

Dalam merumuskan sebuah hipotesis memiliki beberapa ciri – ciri

yaitu, menentukan variabel, sesuai dengan fakta, berhubungan sesuai

dengan ilmu pengetahuan, dapat diuji, sederhana dan dibatasi serta

dapat menerapkan fakta.


Menurut sugiyono (2013) Hipotesis deskriptif adalah hipotesis yang

menggambarkan atau menjelaskan suatu keadaan pada suatu sampel

atau variabel mandiri tidak dibandingkan dan dihubungkan.

H. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, data yang telah berhasil digali,

dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan

kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu peneliti harus memilih dan

menentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data

yang diperolehnya. Cara pengumpulan data yang beragam tekniknya harus

sesuai dan tepat untuk menggali data yang benar-benar diperlukan bagi

penelitian.

Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria

tertentu. Dalam penelitian ini, validitas dan reabilitas data yang akan

digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan teknik sebagai

berikut:

1. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Lebih spesifik

triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi

sumber. Triangulasi sumber, yakni membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui


waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat

dicapai salah satunya dengan jalan/cara membandingkan hasil

wawancara narasumber atau informan satu dengan

narasumber/informan penelitian yang lain (Moleong, 2007: 330-331).

2. Menggunakan Bahan Refrensi

Bahan referensi di sini adalah adanya bahan pendukung untuk

membuktikan data yang telah kita temukan. Sebagai contoh, data hasil

wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman/transkrip

wawancara, foto-foto atau dokumen autentik unntuk mendukung

kredibilitas data. Selain itu hasil penelitian diperkuat dengan

membandingkan hasil penelitian terdahulu.

I. Rencana Kerja dan Jadwal Penelitian

II. Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1. Pengajuan

judul

2. Bimbingan

Proposal

3. Seminar

proposal
skripsi

4. Bimbingan

dan revisi

hasil

seminar

5. Pembuatan

instrumen

penelitian

6. Pengumpul

an data

7. Pengolahan

dan analisa

data

8. Sidang hasil

9. Revisi

sidang hasil
INFORMASI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Peneliti : Maryati

Nim : 1714201041

Alamat : Kp. Pondok, Rt 03/03, Kel. Sindang Panon,

Kec. Sindang Jaya

Telp. : +6289650991482

Pekerjaan : Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Tangerang
Mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu menjadi partisipan penelitian yang

akan saya lakukan, dengan judul “Strategi Koping Lansia Terhadap

Nyeri Reumathoid Arthritis Di Posbindu Lansia Desa Sindang Panon”.

Bersama ini saya menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan

penelitian akan saya lakukan, yaitu:

1. Partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela tanpa paksaan. Bapak/Ibu

diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang kurang jelas

sehubungan dengan penelitian. Bapak/Ibu mempunyai hak untuk

menolak ikut serta dalam penelitian ini. Bapak/Ibu juga berhak

mengundurkan diri setiap saat tanpa mendapatkan sanksi maupun

kehilangan keuntungan yang menjadi hak Ibu sebelum ikut dalam

penelitian ini;

2. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran terkait strategi

koping terhadap nyeri reumatik pada lansia

3. Manfaat penelitian adalah Bapak/Ibu mampu menerapkan dan

menyelesaikan masalah serta menambahkan pengetahuan akan

menggunakan strategi koping terhadap nyeri reumatik .

4. Penelitian akan melakukan wawancara seputar strategi koping

terhadap nyeri reumatik. Wawancara akan dilakukan satu kali

pertemuan selama 45-60 menit. Peneliti akan merekam semua

informasi yang disampaikan oleh Ibu menggunakan alat perekam

suara menggunakan handphone atau mencatat dengan menggunakan

bolpoin dan buku. Bapak/Ibu dapat menyampaikan informasi sesuai


dengan pertanyaan yang peneliti ajukan berdasarkan kenyataan yang

Bapak/Ibu alami. Jika Bapak/Ibu mengalami ketidaknyamanan

untuk menyampaikan informasi yang sensitif, maka Bapak/Ibu

berhak untuk tidak mengatakan informasi tersebut dan peneliti tidak

akan memaksa Bapak/Ibu untuk menyampaikannya.

5. Peneliti akan menjamin kerahasiaan informasi melalui penggunaan

inisial pada identitas partisipan serta kata sandi (password) pada

pengaksesan data partisipan. Peneliti akan menjamn bahwa transkip

wawancara akan didokumentasikan sendiri oleh peneliti. Data akan

disimpan dalam rentang waktu lima (5) tahun untuk mengantisipasi

jika diperlukan untuk kepentingan pengadilan.

6. Apabila Bapak/Ibu menyetujui untuk mengikuti penelitian ini, maka

Bapak/Ibu silahkan menandatangani lembar persetujuan dan dapat

bekerjasama dalam proses penelitian.

Demikian permohonan ini saya buat, atas kerjasama yang haik saya

ucapkan terimakasih.

Tangerang, ..................2021

Peneliti,

Maryati
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama (inisial) : ........................................

Jenis Kelamin : ........................................

Umur : .................... tahun

Alamat : ....................................................................................

...................................................................................

Nomor Telp. : ........................................


Menyatakan telah mendapatkan informasi lengkap serta telah memahami

tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dengan judul

“Strategi Koping Lansia Terhadap Nyeri Reumathoid Artritis Di Posbindu

Lansia Desa Sindang Panon”. Saya mengerti bahwa penelitian ini

menjunjung tinggi hak saya sebagai partisipan.Saya memahami bahwa

keikutsertaan saya menjadi partisipan dalam penelitian ini akan memberikan

manfaat secara tidak langsung guna pengembangan ilmu pengetahuan dalam

strategi koping terhadap nyeri reumatik. Oleh karena itu saya memutuskan

secara sadar dan sukarela tanpa adanya paksaan dari pihak manapun untuk

menyertakan saya menjadi partisipan dalam penelitian ini. Saya juga

diperbolehkan mengundurkan diri saat proses penelitian apabila terdapat

perasaan kurang nyaman, tanpa pemberian sanksi apapun dari peneliti.

Demikian penyataan ini saya buat untuk dapat digunakan sesuai

kegunaannya.

Tangerang,..........2021

Peneliti, Saksi, Partisipan,

Maryati (.....................................) (.....................................)


PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

(IN-DEPTH INTERVIEW)

Judul Penelitian :

Tempat Wawancara :

Hari/Tanggal :

Pewawancara : Maryati

Saya tertarik tentang strategi koping lansia terhadap nyeri reumatik di posbindu

ini,

1. Apakah Bapak/Ibu mampu mengontrol diri dengsn melalui proses selama

mengalami reumatik

2. Bagaimana pengalaman Bapak/Ibu ketika mengalami kambuh pada

reumatik? Apakah Bapak/Ibu menggunakan cara mengkonfres dengan air

dingin?

3. Jelaskan pengaruh strategi koping terhadap penyelesaian masalah pada

penyakit reumatik? Apa saja perbedaan yang Bapak/Ibu alami setelah

menggunakan strategi koping pada nyeri reumatik ini?

4. Apakah Bapak/Ibu sering mengikuti arahan kader untuk penyembuhan

reumatik? Atau Bapak/Ibu mencari pengobatan alternative lain seperti

mengkonsumsi jahe, atau memakan makanan yang mengandung anti

oksidan seperti buah-buahan dan sayur-sayuran?


5. Apakah Bapak/Ibu selalu berusaha tenang menghadapi reumatik yang

diderita? Dan apakah Bapak/Ibu sering melakukan tarik nafas dalam untuk

membantu mengurangi rasa nyeri?

Anda mungkin juga menyukai