Anda di halaman 1dari 10

AL – WAKALAH

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Matan

Dosen Pengampu :

Dr. A. Halil Thahir, M.H.I

Disusun Oleh:
Arief Albukhari (933809220)
Baiti Abir Magfiroh nim (933802220)
A'la Nur Fadhilah Aulawi (20102047)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2021/2022

BAB I

A. LATAR BELAKANG
Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad-akad dalam
muamalah. Di dalam makalah ini akan kita bahas mengenai akad wakalah
(perwakilan), yang semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Qur’an, Hadist,
maupun dalam kitab-kitab klasik yang telah dibuat oleh ulama terdahulu. Untuk
mengetahui tentang hukum wakalah, sumber-sumber hukum wakalah, dan bagaimana
seharusnya wakalah diaplikasikan dalam kehidupan kita.

Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena


wakalah dapat membantu seesorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat
dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti
layaknya yang telah direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah
dianggap sebagai sikap tolong-menolong antar sesama, selama wakalah tersebut
bertujuan kepada kebaikan.

Terkadang,seseorang tidak mampu melakukan suatu pekerjaan,mungkin


karena tidak memiliki kompetensi,atau keterbatasan waktu dan tenaga untuk
menyelesaikannya.Biasanya,ia akan memberikan mandat atau perwakilan kepada
orang lain guna menyelesaikan pekerjaan dimaksud.Hal ini lazim di sebut dengan
wakalah.

B. RUMUSAN MASALAH

1.Apa yang dimaksud dengan al wakalah?

2.Apa saja dasar hukum al wakalah?

3.Apa saja rukun dan syarat al wakalah?

C. TUJUAN PENULISAN

1.Mengetahui penjelasan wakalah

2.Mengetahui hukum dasar al wakalah

3.Mengetahui rukun dan syarat al wakalah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakalah
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan
wakil.1 Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan
(al-Hifdh).2 Menurut kalangan Syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan atau
penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wakil) supaya
melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu
anniyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan
pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.3
Wakalah dalam arti harfiah adalah menjaga, menahan atau penerapan keahlian
atau perbaikan atas nama orang lain, dari sini kata tawkeel diturunkan yang
berarti menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas suatu hal juga untuk
mendelegasikan tugas apapun ke orang lain. 4 Contoh kalimat “Aku serahkan
urusanku kepada Allah” mewakili istilah tersebut. Pengertian yang sama
menurut al-Hifdhu disebut dalam firman Allah ali imran ayat 173

D‫ ُل‬D‫ ي‬D‫ ِك‬D‫ َو‬D‫ ْل‬D‫ ا‬D‫ َم‬D‫ ْع‬Dِ‫ ن‬D‫و‬Dَ Dُ ‫ هَّللا‬D‫ ا‬Dَ‫ ن‬Dُ‫ ب‬D‫ ْس‬D‫َح‬

“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah


sebaik-baik pelindung”.

Dalam bahasa Arab, wakalah berarti menolong, memelihara,


mendelegasikan, atau menjadi wakil yang bertindak atas nama orang yang
diwakilinya. Secara istilah, wakalah adalah tolong menolong antar-pribadi
dalam suatu persoalan ketika seseorang tidak mampu secara hukum atau
mempunyai halangan untuk melakukannya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (KBBI), wakalah adalah


pemimpin wilayah (tentang organisasi). Dalam hukum Islam, wakalah adalah
pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang
lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan. Objek yang
1
Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, 693.
2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2008), 120-
121.
3
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 20.
4
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), 529.
diwakilkan itu dapat menyangkut masalah harta benda dan masalah pribadi
lainnya, seperti nikah. Istilah wakalah ini penerapannya sebenarnya cukup
umum di masyarakat, namun penyebutannya saja yang mungkin belum terlalu
sering didengar.

Ada beberapa pengertian wakalah menurut ulama fikih, diantaranya:

Menurut Hanafiah, wakalah adalah memosisikan orang lain sebagai


pengganti dirinya untuk menyelesaikan suatu persoalan yang diperbolehkan
secara syar’i dan jelas jenis pekerjaannya (wakil).

Menurut Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabalah wakalah adalah


prosesi pendelegasikan sebuah pekerjaan yang harus dikerjakan, kepada orang
lain sebagai penggantinya guna menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam masa
hidupnya.5

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa wakalah adalah


akad yang memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan suatu
kegiatan dimana yang memberi kuasa tidak dalam posisi melakukan kegiatan
tersebut. Akad wakalah pada hakikatya adalah akad yang digunakan oleh
seseorang apabila dia membutuhkan orang lain atau mengerjakan sesuatu yang
tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta orang lain untuk
melaksanakannya.

B. Dasar Hukum Wakalah


1. Al qur’an
Dari dulu hingga sekarang, masyarakat membutuhkan akad wakalah
untuk menyelesaikan segala persoalan hidup mereka. Hal ini terjadi karena
unsur keterbatasan yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia. Untuk
itu, syariah memberikan legalitas atas akad tersebut.
Dasar hukum Wakalah dari Al-Quran terdapat dalam Q.S. Al-Kahfi
ayat 19, yaitu:

5
Muhammad Syafi’I Antonio, Op. Cit.,
D‫ ْر‬Dُ‫ ظ‬D‫ ْن‬Dَ‫ ي‬D‫ ْل‬Dَ‫ ف‬D‫ ِة‬Dَ‫ن‬D‫ ي‬D‫ ِد‬D‫ َم‬D‫ ْل‬D‫ ا‬D‫ ى‬Dَ‫ ِإ ل‬D‫ ِه‬D‫ ِذ‬Dَ‫ ٰه‬D‫ ْم‬D‫ ُك‬Dِ‫ ق‬D‫ ِر‬D‫و‬Dَ Dِ‫ ب‬D‫ ْم‬D‫ ُك‬D‫ َد‬D‫ح‬Dَ ‫ َأ‬D‫ا‬D‫ و‬Dُ‫ ث‬D‫ َع‬D‫ ْب‬D‫ ا‬Dَ‫ف‬

"... Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini,...."(Q.S. Al-Khafi: 19).

Selain itu terdapat juga dalam Q.S. An-Nisa ayat 35, yaitu:

D‫ ا‬Dَ‫ ه‬Dِ‫ ل‬D‫ َأ ْه‬D‫ن‬Dْ D‫ ِم‬D‫ ا‬D‫ ًم‬D‫ َك‬D‫ َح‬D‫ َو‬D‫ ِه‬Dِ‫ ل‬D‫ َأ ْه‬D‫ن‬Dْ D‫ ِم‬D‫ ا‬D‫ ًم‬D‫ َك‬D‫ َح‬D‫ا‬D‫ و‬Dُ‫ ث‬D‫ َع‬D‫ ْب‬D‫ ا‬Dَ‫ف‬
Artinya: "... Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan,...."(Q.S. An-Nisa: 35).
Ayat-ayat tersebut menyimpulkan bahwa dalam hal muamalah dapat
dilakukan perwakilan dalam bertransaksi, ada solusi yang bisa diambil
manakala manusia mengalami kondisi tertentu yang mengakibatkan
ketidak-sanggupan melakukan segala sesuatu secara mandiri, baik melalui
perintah maupun kesadaran pribadi dalam rangka tolong menolong,
dengan demikian seseorang dapat mengakses atau melakukan transaksi
melalui jalan Wakalah.
2. Hadist
Banyak hadist yang dapat dijadikan landasan wakalah, diantaranya:
a. “Bahwasanya Rasululloh mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang
Anshar untuk mewakilkannya mengawini Mimunah binti Al Harist”.
(H.R Malik dalam al Muwatha’)
b. “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum Muslimin kecuali
perdamaian yang menharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram, dan kaum Muslimin terikatt dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang menharamkan yang halal atau ,enghalalkan yang
haram”. (H.R Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
3. Ijma’
Para ulama pun sepakat dengan ijma’ atas dibolehkannya wakalah.
Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkan dengan alasan bahwa
hal tersebut termasuk jenis ta’awwun atau tolong menolong atas dasar
kebaikan dan taqwa.6 Tolong menolong diserukan oleh al-Qur’an dan
disunnahkan oleh Rasululloh SAW. Allah berfirman dalam surat al-
Maidah ayat 2
6
Muhammad Syafi’I Antonio, Op. Cit., 122.
‫ي َواَل ْالقَاَل ۤ ِٕى َد َوٓاَل‬ َ ‫ ْد‬Dَ‫ َرا َم َواَل ْاله‬D‫ ْه َر ْال َح‬D‫الش‬ َّ ‫ َع ۤا ِٕى َر هّٰللا ِ َواَل‬D‫وْ ا اَل تُ ِحلُّوْ ا َش‬DDُ‫ا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬DDَ‫ٰيٓاَيُّه‬
ۤ
‫ َۗواَل‬D‫طَا ُدوْ ا‬DD‫اص‬ ْ َ‫ َۗواِ َذا َحلَ ْلتُ ْم ف‬D‫ َوانًا‬DD‫ض‬ ْ ‫اًل ِّم ْن َّربِّ ِه ْم َو ِر‬DD‫ض‬ ْ َ‫وْ نَ ف‬DD‫ َرا َم يَ ْبتَ ُغ‬DD‫ٰا ِّم ْينَ ْالبَيْتَ ْال َح‬
‫ ِّر‬Dِ‫اونُوْ ا َعلَى ْالب‬D َ D‫ َوتَ َع‬D‫ ُد ۘوْ ا‬Dَ‫ر ِام اَ ْن تَ ْعت‬D َ ‫يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشن َٰانُ قَوْ ٍم اَ ْن‬
َ D‫ ِج ِد ْال َح‬D‫ص ُّدوْ ُك ْم َع ِن ْال َم ْس‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن ۖ َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan)
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban)
dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka
mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah
menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai
kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu
dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada
mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat
siksaan-Nya.
C. Rukun dan Syarat wakalah
1. Muwakkil (orang yang mewakilkan), syarat nya:
a. Seseorang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak
untuk tasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu
seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya. 
b. Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi
lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau
mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa
yang cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila.
2. Muwakkal ( orang yang diwakilkan) syarat nya:
a. Kecakapan hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yang
diwakilkan. 
b. Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan untuk
menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa. ini berarti
bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang di luar batas,
kecuali atas kesengajaannya.
3. Muwakkal fiih atau perbuatan (objek) yang diwakilkan, syaratnya sebagai
berikut :
a. Menerima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain
untuk mengerjakannya. Tidak sah mewakilkan sesuatu seperti solat,
puasa, dan membaca ayat Al – Quran.
b. Dimiliki oleh yang berwakil ketika ia berwakil. Oleh karena itu, batal
mewakilkan sesuatu yang akan dibeli.
c. Diketahui dengan jelas. Batal mewakilkan sesuatu yang masih samar,
seperti seseorang berkata, 'aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk
menikahkan salah seorang anakku'.
4. Sighot atau ijab qobul, syaratnya:
a. Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan
penerima kuasa, dari mulai aturan memulai akad Wakalah ini, proses
akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad Wakalah ini.
b. Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada
penerima kuasa. 
c. Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan
atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.

Adapun menurut kelompok Hanafiah, rukun wakalah itu hanya ijab


qabul. Ijab merupakan pernyataan mewakilkan sesuatu dari pihak yang
memberi kuasa dan qabul adalah penerimaan pendelegasian itu dari pihak
yang diberi kuasa tanpa harus terkait dengan menggunakan suatu lafadz
tertentu.

D. Jenis-jenis Wakalah
Wakalah dapat dibedakan menjadi: al-wakalah al-ammah dan
alwakalah al-khosshoh, al-wakalah al-muqoyyadoh dan al-wakalah
mutlaqoh.
a. Al-wakalah al-khosshoh, adalah prosesi pendelegasian wewenang
untuk menggantikan sebuah posisi pekerjaan yang bersifat spesifik. Dan
spesifikasinyapun telah jalas, seperti halnya membeli Honda tipe X,
menjadi advokat untuk menyelesaikan kasus tertentu

b. Al-wakalah al-„ammah, adalah prosesi pendelegasian wewenang


bersifat umum, tanpa adanya spesifikasi. Seperti belikanlah aku mobil
apa saja yang kamu temui.

c. Al-wakalah al-muqoyyadoh dan al-wakalah mutlaqoh. Adalah akad


dimana wewenang dan tindakan si wakil dibatasi dengan syarat-syarat
tertentu. Misalnya jualah mobilku dengan harga 100 juta jika kontan dan
150 juta jika kredit. Sedangkan al-wakalah al-muthlaqoh adalah akad
wakalah dimana wewenang dan wakil tidak dibatasi dengan syarat atau
kaidah tertentu, misalnya jualah mobil ini, tanpa menyebutkan harga
yang diinginkan.7

E. Hikmah Wakalah

Hikmah dari wakalah antara lain sebagai berikut.

a. Mengajarkan prinsip tolong menolong antara satu dengan yang lainnya


untuk tujuan kebaikan, bukan untuk kejahatan atau kemaksiatan.

b. Mengajarkan kepada manusia untuk merenungi bahwa hidup ini tidak


sempurna.

c. Dalam memenuhi kebutuhannya, tidak semua pekerjaan dapat


dilakukan atau diselesaikan sendiri. Oleh sebab itu manusia perlu mewakilkan
kepada orang lain.

d. Memberikan kesempatan bagi orang lain untuk melakukan sesuatu


sehingga mengurangi pengangguran.

BAB III
A. KESIMPULAN

7
Muhammad Ayub, Op. Cit, hlm.530.
Wakalah(Perwakilan), penyerahan, pendelegasian, akad pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.

Rukun dan syarat wakalah:

Rukun:

 Orang yang memberi kuasa (al Muwakkil)


 Orang yang diberi kuasa (al Wakil)
 Perkara atau hal yang dikuasakan (al Taukil)
 Pernyataan kesepakatan (ijab dan qabul) Syarat
 Perkara yang Diwakilkan atau obyek Wakalah
 Pernyataan kesepakatan (Ijab-qabul)
 Orang yang memberi kuasa (al-muwakkil)

B. SARAN
Setelah diuraikannya makalah dengan pembahasan mengenai wakalah
ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca sehingga ke depannya
bisa menjadi sumber daya mansia yang mampu mengaplikasikan teori ini
dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam melakukan kegiatan
bermuamalah agar kegiatan tersebut sejalan dengan prinsip syari’ah dan
memperoleh ridha dari Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio Muhammad Syafi'i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2008.
Ayub Muhammad. Understanding Islamic Finance. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2009.
Karim Helmi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Tim Kasiko. Kamus Arab-Indonesia. Kashiko, 2000.

Anda mungkin juga menyukai