ABSTRAK
Studi ini mendalami bagaimana konsumen mengevaluasi produk dengan membedakan asal merk dengan
lokasi produksi akibat dari adanya multiple country of origin. pertama, studi ini menguji pengaruh citra kuat
signal dari produk fashion, ditunjukan bahwa, persepsi kualitas, kesadaran merk, dan kesadaran fashion
memiliki hubungan yang kuat terhadap kemauan membeli. Analisa kedua, elemen citra negara yang lemah,
dipasangkan dengan ethnocentrism tidak memiliki pengaruh moderasi terhadap hubungan kesadaran merk,
persepsi kualitas, kesadaran fashion kepada kemauan membeli, selanjutnya studi ini menganalisa bagaimana
interaksi antara citra negara dan citra merk mempengaruhi keputusan pembelian. Proses analisis data
menggunakan regresi PLS, dengan total responden 173 orang. Hasil analisis menghasilkan kesimpulan bahwa
dalam mengaveluasi produk fashion, kekuatan citra merk lebih berpengaruh dibandingkan citra negara produk
fashion itu diproduksi terhadap kemauan membeli, sedangkan untuk sikap ethnocentric konsumen, terbukti
tidak mampu memiliki peran terhadap pengaruhnya kepada globalisasi pasar dan produksi, dimana pada studi
ini diterjemahkan dengan variabel country of origin.
Kata kunci: pemasaran internasional, pemasaran lintas budaya, country of origin, consumer ethnocentrism.
ABSTRACT
This study explores how consumer evaluates a product by discriminating the difference between the brand
and manufacturing origin. First is analysed the impact of strong image that presents with fashion products
toward purchase intention, the test concludes that perceived quality, brand awareness, and fashion
involvement has positive correlation toward purchase intention. Further analysed the weak country image
concept in moderating function, the test summarized that country of origin and consumer ethnocentrism
cannot influence the relationship of brand awareness, perceived quality, and fashion involvement toward
purchase intention. Further in this study is discussed the interaction between country’s image and brand
image affecting purchase intention. Data analysis is using PLS regression, with total recipients of 173. In
summary, in evaluating fashion products, the decisive factor in affecting purchase intention is the image
conveyed from the brand, with the two aspect of globalization is translated through variable of country of
origin.
Keywords: international marketing, cross-cultural marketing, country of origin, consumer ethnocentrism
PENDAHULUAN
Globalisasi mempresentasikan tantangan dan serangkain moderator dari country of origin
peluang kepada pemasar internasional. Semakin (Thøgersen et al., 2017).
terintegrasinya Negara-negara secara regional Dengan terakselerasinya globalisasi,
membentuk trading bloc, mendorong volume konsumen didunia dihadapkan dengan besarnya
perdagangan dan investasi internasional, jumlah merek, baik asing atau domestik.
memberikan konsumen pilihan akan produk asing Perusahaan multi nasional telah mengembangkan
semakin banyak dari sebelumnya. Akibatnya, berbagai merek global dari industri makanan
sikap dan perilaku konsumen terhadap produk dan minuman (McDonald, Starbucks, Cadbury)
yang berasal dari Negara asing telah menjadi tema hingga industri fashion (Guess, Adidas, Mark &
pilihan studi-studi di bidang bisnis internasional Spencer). Merek-merek dari perusahan multi
dan perilaku konsumen beberapa tahun nasional telah dikenal dengan baik oleh konsumen
belakangan ini (C. L. Wang & Chen, 2004), di seluruh dunia, memiliki identitas yang mapan,
terlebih pada lingkup pemasaran global, dampak dan dipersepsikan merepresentasikan status dan
country of origin terhadap pilihan konsumen kualitas yang tinggi (Anholt, 2005). Karena
merupakan topik studi yang secara intesif adanya asosiasi positif tersebut, merek-merek
dikembangkan dan berhasil mengidentifikasi global memiliki kekuatan diferensiasi di berbagai
berbagai kontingensi dan pasar internasional, dimana konsumen lebih ingin
meningkatkan harga diri dan kompetensi dengan
2 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017
kombinasi citra merek dan citra negara maka hingga usia kegunaan produk yang dimaksud
ditambah dengan sikap ethnocentric konsumen (Chiu & Ho, 2015). Berbagai
maka studi ini bertujuan memberikan kontribusi
kepada ilmu pengetahuan khususnya di area
country of origin dan consumer ethnocentrism,
penelitian ini mengarah kepada pendalaman
bagaimana peran citra yang kuat bersumber dari
merek, persepsi kualitas, dan keterlibatan akan
fashion terhadap kemauan membeli, sedangkan
citra negara yang lemah dan sikap terhadap
penjagaan kelestarian budaya lokal akan
menggunakan konsep country of origin dan
consumer ethnocentrism yang akan berperan
sebagai moderator.
Lebih dari tiga dekade terakhir, berbagai
literatur pemasaran menekankan pentingnya
persepsi yang dibentuk oleh merek, beserta
komponen-komponen pembentuknya.
hubungan kedua variabel tersebut akan menjadi terhadap sistem ekonomi dan politik Negara dapat
lemah, dan merek akan kurang berpengaruh mengikis budaya lokal setempat. Semakin rendah
terhadap kemauan membeli (X. Wang & Yang, tingkat kosmopolitan dan keterbukaan terhadap
2008).
budaya asing semakin berkontribusi kepada
Berdasarkan hasil riset sebelumnya, citra
evaluasi negatif suatu merek global oleh
positif country of origin dapat memperkuat
konsumen ethnocentric (E M Steenkamp et al.,
dampak kekuatan merek terhadap kemauan
2003). Konsumen dengan rasa ethnocentric tinggi
membeli, sedangkan citra country of origin yang
bahkan bersedia untuk mengorbankan perolehan
negatif akan memperlemah dampak kekuatan
objektif (kualitas lebih tinggi, harga lebih murah,
merek terhadap kemauan membeli (X. Wang &
prestise) demi menikmati manfaat psikologis untuk
Yang, 2008). Kesimpulannya tidak hanya merek
terhindar dari kontak dengan outgroup (global
yang kuat berdampak positif kepada kemauan
culture) dengan cara mengkonsumsi merek lokal
membeli, tetapi jika didukung oleh citra Negara
(Baughn & Yaprak, 1996). Pada sisi yang
yang positif akan semakin memperkuat dorongan
berlawanan, konsumen dengan rasa
kemauan membeli. Dengan rasional seperti yang
ethnocentric rendah memiliki karakteristik
telah diuraikan maka hipotesis yang dapat
cosmopolitan, serta keterbukaan yang tinggi
dibangun untuk penelitian ini adalah:
kepada kultur asing (Baughn & Yaprak, 1996),
H4: Pengaruh kesadaran merek, persepsi kualitas,
mereka tidak menganggap merek lokal berperan
dan kesadaran fashion terhadap kemauan
penting terhadap ekonomi nasional dan
membeli, dimoderasi oleh country of origin
kesejahteraan pribadi, justru konsumen ini lebih
merasakan manfaat psikologis dengan memiliki
Pembahasan literatur mengungkapkan bahwa
kontak dengan kultur asing yang diwakili merek
consumer ethnocentrism memiliki pengaruh besar
global (E M Steenkamp et al., 2003).
terhadap persepsi konsumen mengenai produk Berdasarkan kerangka penelitian studi ini,
yang dibuat atau dihasilkan di negara lain. (Shimp
sangat logis jika diasumsikan aplikasi
& Sharma, 1987) menyimpulkan konstruk ethnocentric pada konsumen memiliki tingkat dan
consumer ethnocentrism dengan mendesain kekuatan yang bervariasi, berdasarkan pandangan
CETSCALE, sebuah skala ukur dengan tersebut maka hipotesis yang dapat dikembangkan
menggunakan tujuh belas item. Diajukan oleh (P. adalah:
Sharma, 2015) istilah consumer ethnocentrism H5: Pengaruh kesadaran merek, persepsi kualitas,
didefinisikan sebagai “keyakinan yang dipegang dan kesadaran fashion terhadap kemauan
oleh konsumen mengenai hal kepantasan, membeli, dimoderasi oleh consumer
moralitas, dalam pembelian produk buatan ethnocentrism.
asing”. Esensi dari konstruk tersebut menyatakan
perilaku membeli produk buatan asing adalah METODE PENELITIAN
sikap tidak patriotik karena dapat menyakiti Desain Penelitian
ekonomi domestik dan menyebabkan hilangnya Berdasarkan ulasan literatur yang telah
pekerjaan. Consumer ethnocentrism juga diuraikan sebelumnya, maka studi ini mengajukan
menambahkan bahwa individu-individu akan model yang merepresentasikan hubungan yang
melakukan sesuatu untuk membuat perbedaan teridentifikasi menjadi variabel penelitian ini
kepada identitas nasionalnya dari indetitas (Gambar 1).
nasional Negara lain, sehingga secara umum Untuk mengimplementasikan studi ini maka
digambarkan dengan istilah orientasi in-group/out- beberapa merek fashion global, penetrasi pasar
group (Shimp & Sharma, 1987). Riset-riset yang luas, dan proses produksinya di negara
terdahulu telah mendokumentasikan semakin berkembang dipilih, diantaranya Adidas, Nike,
menguatnya daya tarik merek-merek global Topshop, Zara, H&M, Gap, dan beberapa merek
(brand conscious) pada beberapa segmen pasar, fashion lainnya. Alasan produk fashion global
terutama kepada remaja (Lysonski, 2014). dipilih dengan rasional bahwa jenis produk
Dalam pemikiran yang berfokus kepada fashion adalah high involvement product
ekonomi nasional dan kesejahteraan pribadi, sehingga informasi yang berkaitan asal produknya
merek global bisa dipandang sebagai tidak bisa dihindari, brand tersebut memiliki citra
pengancam kesejahteraan ekonomi nasional (E kuat yang berasal dari negara dengan kultur
M Steenkamp, Batra, & Alden, 2003), terlebih
fashion tinggi, sedangkan proses produksi
dalam benak konsumen yang ethnocentric
dilakukan pada negara dengan citra yang lemah,
meluasnya pengaruh perusahaan multinasional
kombinasi ini memberikan konflik yang menarik
beserta merek global
untuk memahami lebih dalam proses evaluasi
6 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2016 memilliki nilai lebih besar dari rtabel yaitu 0.361
Analisis Data dan Hasil (rhitung>rtabel),
Untuk menguji validitas dan reliabilitas
instrumen penelitian studi ini menggunakan SPSS
17.0 dimana semua indikator pada setiap variabel
10 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap sebagai faktor evaluasi produk oleh konsumen
kemauan membeli. Hasil dari uji hipotesis ini akan semakin berkurang.
sejalan dengan temuan dari (González-Benito & Secara keseluruhan citra suatu Negara
Martos- Partal, 2014) yang menyatakan bahwa sebagai lokasi manufaktir produk fashion tidak
persepsi kualitas adalah faktor pembeda yang mampu mempengaruhi hubungan antara
memberikan alasan kepada konsumen dalam kesadaran merek, persepsi kualitas, dan kesadaran
proses penentuan keputusan pembelian. Terlebih fashion terhadap kemauan membeli. Hasil ini
dengan adanya faktor harga yang dianggap lebih sejalan fakta dengan semakin tingginya jumlah
mahal maka konsumen mengasosiasikan harga eksport hasil industry textile dari Negara ekonomi
kepada kualitas (Blattberg & Wisniewski, 1989). berkembang, yang merupakan dampak dari
Pemaparan tersebut sangat sesuai degan situasi kegiatan produksi oleh perusahaan global dengan
produk dari retail fashion global di pasar Negara ekuitas merek tinggi.
berkembang, strategi penetapan harga yang
diatas harga pesaing umumnya diasosiasikan Efek Moderasi Consumer Ethnoentrism
dengan kualitas lebih baik sehingga jika konsumen Berdasarkan hasil uji hipotesis yang berkaitan
memiliki persepsi kualitas semakin tinggi akan dengan consumer ethnocentrism sebagai
semakin tinggi pula kemauan membeli produk moderator dinyatakan pada studi ini consumer
fashion oleh konsumen. ethnocentrism tidak mampu mempengaruhi
interaksi antara kesadaran merek, persepsi
Hubungan Kesadaran Fashion Terhadap kualitas, dan kesadaran fashion terhadap
Kemauan Membeli kemauan membeli. Hasil ini beresonansi dengan
Berdasarkan pengujian hipotesis ketiga pada studi (Acharya & Elliott, 2003) yang menyatakan
studi ini menunjukan bahwa kesadaran fashion jika semakin tinggi keterlibatan individu terhadap
berpengaruh positif dan signifikan terhadap produk yang akan dibeli maka dampak dari sikap
kemauan membeli produk fashion dari retail ethnocentrism akan semakin kecil, dikarenakan
global. Hal ini berkaitan dengan perilaku konsumen akan semakin objektif dalam penilaian
materialistik yang dimiliki oleh individu dimana untuk mengurangi resiko pembelian.
pandangan bahwa citra diri dapat diproyeksikan Didukung juga oleh hasil studi dari (C. L.
melalui pakaian yang dikenakan (O’Cass, 2000) Wang & Chen, 2004) yang berkesimpulan
sehingga hasil analisa dari hipotesis ketiga ini bahwa konsumen pada ekonomi berkembang
sejalan dengan kesimpulan yang telah seperti Indonesia, dampak dari sikap
dipublikaskan oleh (Belleau et al., 2008; Joung, ethnocentrism sangat dipengaruhi oleh
2013) dimana semakin tinggi kesadaran fashion conspicuous consumption yaitu konsumsi yang
seseorang akan semakin tinggi juga kemauan bertujuan untuk memperlihatkan kekuatan
membeli produk fashion dari retail global. ekonomi. Pada situasi ini merek terkenal dan gaya
(style) yang berasal dari negara ekonomi maju
Efek Moderasi Country of Origin
lebih dominan menjadi penentu keputusan
Hasil pengujian dampak moderasi country of
pembelian dibandingkan sikap ethnocentrism.
origin terhadap masing-masing variabel kesadaran
Situasi ini sangat sesuai penerapannya pada
merek, persepsi kualitas, dan kesadaran fashion
industri retail fashion, dimana produknya sendiri
hubungannya dengan kemauan membeli
merupakan hybrid karena buramnya asal usul
dinyatakan bahwa variabel country of origin tidak
produk fashion, akan tetapi yang tetap menjadi
mampu memoderasi hubungan antara tiga variabel
acuan adalah ‘gaya’ atau style yang dibawa oleh
eksogen dengan satu variabel endogen.
merek fashion tersebut harus jelas berasal dari
Ketidakmampuan country of origin sebagai
Negara yang memiliki kultur fashion yang tinggi.
moderator dapat diuraikan dengan mengacu
Dengan kata lain, konsumen hampir tidak
kepada hasil studi dari (Ahmed & d’Astous, 2004)
memperdulikan label ‘made in’ dan sering
yang menyatakan bahwa ketika suatu produk
mengabaikan asal merek fashion, namun style
membawa merek dengan equitas tinggi maka
produk fashion harus berasal dari tempat utama
petunjuk country of origin sebagai faktor evaluasi
cita rasa gaya (Lim & O’Cass, 2001).
suatu produk oleh konsumen menjadi sangat lemah,
merek dijadikan faktor dominan yang SIMPULAN DAN SARAN
menentukan keputusan pembelian. Berikutnya Pada penelitian ini responden menganggap
hasil studi dari (Souiden, Pons, & Mayrand, 2011) produk fashion dalam artian pakaian dan segala
yang menyimpulkan bahwa untuk produk yang aksesoris untuk mendukung penampilan adalah
memiliki kompleksitas rendah maka peran produk yang memiliki keterlibatan dalam
country of origin
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 15
pembelian
16 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017
(high involvement) yang tinggi karena berkaitan pembeda pada studi ini adalah kombinasi citra
dengan cita rasa dan penampilan, akan tetapi negara yang kuat diwakili dari asal merek dan
disaat yang bersamaan produk fashion bukanlah citra negara lemah dimunculkan oleh lokasi
produk yang kompleks, artinya secara umum produksi dan dipadukan dengan sikap spesifik
tidak membutuhkan tingkat pengetahuan tertentu terhadap negara yang dimiliki oleh konsumen
untuk memiliki pemahaman dalam menentukan dinyatakan dengan ethnocentrism. Penggabungan
pilihan produk, sehingga petunjuk utama dalam faset seperti merek dengan skala global, lokasi
menentukan pilihan produk fashion adalah merek, produksi dengan citra lemah dan sikap
persepsi akan kualitas yang diasosiasikan erat ethnocentrism pada konsumen negara
dengan merek itu sendiri, dan kesadaran akan berkembang membuat hasil dari penelitian ini
fashion yang melekat pada individu. memiliki kekuatan menjelaskan yang sangat kuat
Kesimpulannya kemauan membeli produk fashion terutama pada jangkauan produk dengan multiple
dipengaruhi oleh kesadaran merek, persepsi country of origin yang hingga saat ini masih tahap
kualitas, dan kesadaran fashion, dengan semakin awal di dunia akademis. Kedua, studi ini
tinggi tingkat ketiga aspek tersebut maka akan menggunakan produk yang sederhana
meningkatkan kemauan membeli produk fashion. (kompleksitas rendah) namun tinggi keterlibatan
Pada penelitian ini peran country origin dan pembelian dan lekat dengan pencitraan seseorang
consumer ethnocentrism tidak mampu kontradiksi unik memberikan sudut pandang yang
mempengaruhi kekuatan hubungan antara baru utamanya pada penelitian sejenis yang
kesadaran merek, persepsi kualitas, dan kesadaran menggunakan produk rumit dan tinggi konten
fashion kepada kemauan membeli. Hal ini teknologi dan aspek utama yang menentukan bagi
disebabkan karena produk fashion terutama yang konsumen adalah value.
memiliki skala operasi global, merupakan daya Dalam penelitian ini penulis juga menemukan
tarik utama untuk produk fashion terlebih kepada beberapa kelemahan yang bisa dikembangkan
konsumen dengan usia antara 18 tahun hingga 24 melalui penelitian kedepan, pertama, pada studi ini
tahun yang sangat memprioritaskan citra diri antara citra country of origin (citra yang berkaitan
melalui fashion serta terbuka berekspresi terhadap dengan tingkat industrialisasi) dan citra negara
kultur baru. Selanjutnya produk fashion secara umum dianggap satu kesatuan, yang pada
merupakan produk yang memiliki muatan realitanya merupakan dua hal yang berlainan dan
kerumitan penciptaan yang sangat rendah, sangat baik untuk penelitian selanjutnya
sehingga kualitas dan performa produk tidak memisahkan citra country of origin dengan citra
dihubungkan kepada bias akan lokasi produksi negara menjadi dua variabel berbeda. Kedua,
dan rasa etnhnocentrism yang ada pada konsumen, penelitian ini menggunakan produk yang tidak
sehingga menjadi tidak relevan terutama produk rumit, memiliki resiko pembelian rendah, namun
fashion dengan daya tarik global. Melalui studi high involvement ini menyebabkan bias negatif
ini jelas bahwa dampak dari konsep akibat citra country of origin dan ethnocentrism
ethnocentrism dan country of origin merupakan berkurang signifikan, sehingga sangat baik untuk
suatu konsep multifacet artinya memiliki dampak penelitian selanjutnya yang menggunakan
atau pengaruh yang tidak pernah konsisten produk dengan karakteristik berlawanan
tergantung dengan kaitannya dengan beberapa dengan studi ini yaitu high involvement product,
konsep diantaranya jenis produk, negara resiko pembelian tinggi, kompleksitas produk
berkembang atau maju, sifat pembelian, tinggi, sehingga citra country of origin menjadi
pengetahuan konsumen, dan lainnya (P. Sharma, lebih kuat pengaruhnya terhadap evaluasi produk
2010). oleh konsumen.
Rekomendasi penelitian selanjutnya REFERENSI
Studi ini berkontribusi kepada penelitian pada Acharya, C., & Elliott, G. (2003). Consumer
area country of origin dan consumer ethnocentrism, perceived product quality and
ethnocentrism dalam beberapa unsur, pertama, choice—An empirical investigation. Journal
desain penelitian ini mengkombinasikan model of International Consumer Marketing, 15(4),
yang telah dikembangkan oleh (S. a. Ahmed & 87–115.
D’Astous, 2008) yang memakai country of origin Ahmed, S. a., & d’Astous, A. (2004). Perceptions
sebagai pusat modelnya dan kerangka konsep dari of countries as producers of consumer goods:
(S. Sharma et al., 1995) yang A T-shirt study in China. Journal of Fashion
mengimplementasikan ethnocentrism kepada Marketing and Management, 8(2), 187–200.
perilaku konsumen, kemudian aspek https://doi.org/10.1108/13612020410537889
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 17
Thomas, S. E., & Wilson, P. R. (2013). Has Academy of Marketing Science, 28(2), 195–
Globalization Led to the Spread of 211. https://doi.org/10.1177/0092070300282002
Materialistic Values and High Consumption
Cultures Enabled by Debt in Urban India?
Asian Pacific Journal Of Marketing &
Management Review, 2(12), 55–64.
Retrieved from http://www.i-scholar.in/
index.php/apjmmr/article/view/43856
Torelli, C. J. (2013). Globalization, Culture, and
Branding: How to Leverage Cultural Equity
for Building Iconic Brands in the Era of
Globalization. Palgrave Macmillan.
Retrieved from https://
books.google.com.co/ books?
id=2OOxAgAAQBAJ
Touzani, M., Fatma, S., & Meriem, L. M.
(2015). Country-of-origin and emerging
countries: Revisiting a complex
relationship. Qualitative Market Research,
18(1), 48–68. https://doi.org/ 10.1108/QMR-
04-2012-0019
van Elteren, M. (2014). Reconceptualizing
“Cultural Imperialism” in the Current
Era of Globalization. In R. S. Fortner & P.
M. Fackler (Eds.), The Handbook of Media
and Mass Communication Theory.
Hoboken, NJ: John Wiley & Sons, Inc.
https://doi.org/10.1002/
9781118591178.ch22
Wang, C. L., & Chen, Z. X. (2004). Consumer
ethnocentrism and willingness to buy
domestic products in a developing country
setting: testing moderating effects. Journal
of Consumer Marketing, 21(6), 391–400.
https://doi.org/
10.1108/07363760410558663
Wang, H., Wei, Y., & Yu, C. (2008). Global
brand equity model: combining customer-
based with product-market outcome
approaches. Journal of Product & Brand
Management, 17(70632003), 305–316.
https://doi.org/10.1108/
10610420810896068
Wang, X., & Yang, Z. (2008). Does Country
oforigin Matter in the Relationship Between
Brand Personality and Purchase Intention in
Emerging Economies? International
Marketing Review, 25(4), 458–474.
Warren J. Bilkey, E. N. (1982). Country-of-
Origin Effects on Product Evaluations.
Journal of International Business Studies,
13(1), 89–99. Retrieved from
http://www.jstor.org/stable/ 154256
Yoo, B., Donthu, N., & Lee, S. (2000). An
Examination of Selected Marketing Mix
Elements and Brand Equity. Journal of the