B. TUJUAN
C. KEBIJAKAN
1. Klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi secret 2. Pemeriksaan diagnostik
sputum di laboratorium
D. PERALATAN
1. Kertas tissue
2. Bengkok.
3. Perlak/alas
E. PROSEDUR PELAKSANAAN
-Mencuci tangan
-Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi
Memberikan salam dan sapa nama pasien Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
- Mempersiapkan pasien Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
-Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui hidung hingga 3
hitungan, jaga mulut tetap tertutup) Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen
(cegah lengkung pada punggung)
atau di dekat mulut bila tidur miring) Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali,
yang ke-3: inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat
-Merapikan pasien
4. Tahap Terminasi
-Mencuci tangan
**** Hal yang harus diperhatikan perawat saat tindakan tersebut adalah:
- Perawat harus memposisikan tubuh pasien dalam keadaan duduk dengan kaki menyentuh
lantai
Clapping atau chest percussion adalah fisioterapi dada yang dilakukan dengan cara menepuk
dengan pergelangan membentuk seperti cup pada bagian tulang dada anterior (depan) dan
posterior (belakang) dengan tujuan mengeluarkan secret.
2.Vibrasi
Vibrasi adalah fisioterapi dada yang dilakukan dengan cara menggetarkan tangan pada
bagian dada anterior (depan) yang bertujuan untuk melonggarkan jalan napas
3.Postural Drainage
Postural drainage adalah tindakan terapi dada yang dilakukan dengan cara memberikan atau
menempatkan posisi sesuai dengan posisi postural drainage dan dikeluarkan melalui batuk
efektif yang bertujuan untuk mengalirkan secret pada saluran pernapasan.
** Hal yang harus dilakukan perawat saat melakukan fisioterapi dada pada pasien:
- Hati hati saat menepuk dada jangan terlalu keras dalam menepuk
- Getarkan tangan pada dada secara perlahan dan harus menempatkan posisi pasien dengan
sesuai supaya secret keluar dengan sempurna
3.TINDAKAN SUCTION
Pengertian :
Tujuan :
Prinsip:
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan bronki..
Komplikasi:
a. Hipoksia.
b. Trauma jaringan
Kriteria:
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien c. Menggunkan slang
penghisap lendir yang lembut
1. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret
dengan mengeluarkan atau menelan 2. Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan
nafas, dengan ditandai terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya
suara crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan meningkat,
ditemukannya mucus pada alat bantu nafas.
3. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret oral
Persiapan :
a. Lingkungan
b. Klien
Klien sadar: posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan posisi fowler
dengan leher ekstensi (nasal suction)
Klien tidak sadar: baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pelaksana tindakan
(oral/nasal suction)
c. Alat- alat
4. Hanscoon steril
7. Masker wajah
Pelaksanaan :
A. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi,
3. Kontrak
Fase kerja
1. Suction Orofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan
mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur digunakan
1.Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien 2. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
3. Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien)
4. Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien 5. Pilih tekanan dan tipe unit vakum
yang tepat
7. Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum 8. Ukur jarak antara daun telinga
dan ujung hidung klien
9. Basahi ujung kateter dengan larutan steril 10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut
klien dan arahkan ke orofaring dengan perlahan
11. Sumbat "port" penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat
menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik. 12. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien
tidak mengalami disteress
pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter. 13. Bila diperlukan
penghisapan ulang, ulang langkah 9-11 14. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan
batuk efektif diantarapenghisapan.
15. Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan orofaringeal.
1. Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala adanya sekresi jalan nafas
bagian atas
5. Berikan pasien posisi yang benar 6. Tempatkan handuk di atas bantal atau di bawah dagu
klien
7. Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya tekanan 110
150 mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan 50-95 untuk bayi.
8. Cuci tangan
b. Hubungkan satu ujung selang penghubung dengan mesin pengisap dan ujung lain dengan
kateter pengisap yankauer. Isi mangkuk dengna air.
c. Periksa apakah peralatan berfungsi dengan baik dengan mengisap sejumlah air dari
mangkuk
i. Angkat handuk, letakkan di kantong kotor untuk dicuci. Lepaskan sarung tangan dan buang
di wadah.
j. Reposisikan klien, posisi sims mendorong drainase dan harus digunakan jika klien
mengalami penurunan tingkat kesadaran.
m. Cuci tangan
a. Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada tekanan negative yang sesuai
b. Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100% atau sesuai program dokter
d. Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang terbuka tersebut tanpa
menyentuh bungkusannya.
e. Kenakan masker dan pelindung mata f. Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan
atau kenakan sarung
Terapi oksigen biasanya diberikan kepada orang yang menderita penyakit atau gangguan
pernapasan, dan salah satunya adalah penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK). Metode pengobatan ini bertujuan untuk memberikan oksigen tambahan sehingga
memudahkan penderitanya bernapas.
Terapi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan selang yang ditempatkan di depan
hidung, sungkup yang menutupi hidung dan mulut, atau selang yang dipasang secara khusus
melalui trakeostomi, yaitu prosedur operasi di tenggorokan.
Kadar oksigen darah yang normal berkisar antara 95-100%. Apabila kadarnya di bawah 90%
dalam waktu lama, hal ini bisa mengganggu fungsi tubuh dan menimbulkan kerusakan organ.
Salah satu gangguan pernapasan yang memerlukan terapi oksigen adalah penyakit paru
obstruktif kronis atau PPOK, yaitu peradangan di paru-paru yang bisa kian memburuk seiring
berjalannya waktu.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh kebiasaan merokok, paparan polusi udara atau zat kimia
berbahaya, faktor genetik, atau asma berulang yang tidak terkontrol dengan baik.
Hal tersebut dapat memicu peradangan di saluran napas yang membuat saluran menjadi
bengkak, produksi lendir bertambah, serta kantung udara di paru-paru menjadi rusak secara
permanen.kantung udara di paru-paru menjadi rusak secara permanen. Kondisi ini
menyebabkan oksigen sulit masuk ke dalam tubuh dan penderitanya mengalami sesak napas.
Melalui terapi oksigen, penderita PPOK akan memperoleh jumlah oksigen yang lebih banyak
sehingga kadar oksigen tubuh dapat terpenuhi dan terhindar dari risiko terjadinya gangguan
fungsi organ akibat kekurangan oksigen.
Untuk menentukan perlu atau tidaknya terapi oksigen, dokter akan melakukan pemeriksaan
fisik dan menilai kadar oksigen di dalam darah menggunakan alat oximeter atau analisis gas
darah.
Terapi oksigen umumnya dilakukan ketika kadar oksigen darah 92% atau di bawah nilai
tersebut. Kadar oksigen, durasi, dan waktu pemberian terapi ini disesuaikan dengan kondisi
penderita PPOK.
Ketika kondisi sedang akut, terapi oksigen umumnya diberikan di rumah sakit. Namun, bila
kondisi sudah stabil, terapi oksigen terkadang dapat dilakukan di rumah. Hal ini bertujuan
untuk memastikan kebutuhan oksigen penderita PPOK tetap terpenuhi.
Terapi oksigen di rumah disebut juga dengan long term oxygen therapy (LTOT) dan umumnya
dilakukan selama 15 jam setiap harinya. Terapi ini bisa berlangsung selama 3 bulan. Namun,
pada kasus yang berat, terapi oksigen perlu dilakukan seumur hidup.
Selain PPOK, terapi oksigen juga dapat digunakan sebagai pengobatan untuk penderita asma,
pneumonia, fibrosis paru, fibrosis kistik, sleep apnea, dan pneumothorax.
**Hal yang harus diperhatikan perawat pada saat melakukan terapi oksigen: