Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI I

BLOK SISTEM KARDIOVASKULAR

KELOMPOK : B - 02
KETUA : Tjut Fiora Tsania Oebit (1102011283)
SEKRETARIS : Nadia Anisha (1102011186)
ANGGOTA : Mia Indah Sari (1102011162)
Reza Akbar Nasution (1102011230)
Reza Septoan Noorady (1102011231)
Sugih Primas Adjie (1102011267)
Syurlia Putri (1102011273)
Tenny Widya Sari (1102011277)
Zahra Astriantani (1102010307)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2012/2013
DAFTAR ISI

Daftar Isi......................................................................................................................................... 2
Pengukuran Secara Tidak Langsung Tekanan Darah Arteri Pada Orang
Dasar Teori............................................................................................................................... 3
Tujuan...................................................................................................................................... 4
Tata Kerja................................................................................................................................. 4
Hasil Praktikum......................................................................................................................... 5
Pembahasan............................................................................................................................ 6
Menjawab Pertanyaan.............................................................................................................. 7
Kesimpulan............................................................................................................................... 8
Kendala........................................................................................................................................ 16
Daftar Pustaka............................................................................................................................. 16
PENGUKURAN SECARA TIDAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI PADA
ORANG

Dasar Teori
Tekanan darah arteri adalah kekuatan darah ke di dinding pembuluh darah yang menampung,
mengakibatkan tekanan ini berubah-ubah pada setiap siklus jantung. Pada saat ventrikel kiri
memaksa darah masuk ke aorta, tekanan naik sampai puncak yang disebut tekanan sistolik. Pada
waktu diastole tekanan turun sampai mncapai titik terendah yag disebut tekanan diastole (Guyton,
2007).
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah ke jaringan. Tekanan
ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk
menghasilkan gaya dorong yang cukup, tanpa tekanan ini, otot dan jaringan lain tidak akan menerima
aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ
tersebut dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh telalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja
tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya
pembuluh-pembuluh halus (Sherwood, 2005).
Pada umumnya semakin besar curah volume sekuncup semakin besar jumlah darah yang harus
ditampung di sistem arteri pada setiap denyut jantung. Dan karena itu semakin besar peningkatan
dan penurunan tekanan selama diastol dan sistol, jadi menyebabkan semakin besar tekanan nadi.
Sebaliknya semakin kecil komplians sistem arteri maka makin besar tekanan yang akan terjadi pada
volume sekuncup darah tertentu yang dipompa ke dalam arteri. Kadang-kadang tekanan nadi
meningkat sebanyak dua kali normal pada orang lanjut usia karena arteri menjadi lebih kaku akibat
arterioskolosis dan karena itu tidak fleksibel. Kemudian sebagai akibatnya tekanan nadi ditentukan
kurang lebih oleh rasio curah volume sekuncup terhadap komlians arteri. Setiap kondisi sirkulasi yang
mempengaruhi satu atau kedua faktor tersebut akan juga mempengaruhi tekanan nadi. (Guyton,
2007)
Dalam menentukan tekanan darah dengan cara auskultasi,. Sebuah stetoskop diletakkan pada
arteri antecubiti, dan disekeliling lengan atasdipasang sebuah manset tekanan darah yang
digembungkan. Selama manset mnekan lengan dengan sedikit sekali tekanan sehingga arteri tetap
terdistensi dengan darah, tidak ada bunyi yang terdengar melalui stetoskop walaupun sebenarnya
darah alam arteri tetap berdenyut. Bila tekanan dalam manset itu cukup besar untuk menutup arteri
selama sebagian siklus tekanan arteri, pada setiapa denyutan akan terdengar bunyi. Bunyi-bunyi ini
di sebut bunyi korotkoff. Bunyi ini terjadi akibat timbulnya aliran turbulen dalam arteri yang
disebabkan oleh penekanan manset pada arteri tersebut.
Manset mula-mula dinaikkan sampai tekanan diatas arteri sistolik. Selama tekanan ini lebih tinggi
daripada tekanan sistolik, arteri brakialis tetap kolaps dan tidak ada darah yang mengalir kedalam
arteri yang lebih distal sepanjang bagian siklus tekanan yang manapun. Oleh karena itulah, tidak
akan terdengar bunyi korotkoff dibagian arteri yang lebih distal. Namun kemudian tekanan dalam
manset secara bertahap dikurangi. Begitu tekanan dalam manset menurun dibawah tekanan sistolik
akan ada darah yang mengalir melalui arteri yang terletak dibawah manset selama puncak tekanan
sistolik dan kita mulai mendegar bunyi berdetak dalam arteri antecubiti yang sinkron dengan denyut
jantung. Begitu bunyi terdengar, nilai tekanan yang ditunjukkan oleh manometer yang dihubungkan
dengan manset kira-kira sama dengan tekanan sistolik.
Bila tekanan dalam manset diturunkan lebih lanjut ,terjadi perubahan kualitas bunyi berdetaknya
menjadi berkurang namun lebih berirama dan bunyinya lebih kasar. Kemudian,akhirnya sewaktu
tekanan dalam manset turun sampai sama dengan tekanan diastolik ,arteri tersebut tidak tersumbat
lagi, yang berarti bahwa faktor dasar yang menimbulkan terjadinya bunyi dalah pancaran darah
melewati arteri yang tertekan tidak ada lagi. Oleh karena itu bunyi tersebut mendadak berubah
menjad meredam dan biasanya menghilang seluruhnya setelah tekanan dalam manset turun lagi
sebanyak 10 sampai 10 milimeter. Kita catat tekanan pada manometer ketika bunyi korotkoff berubah
menjadi meredam,dan tekanan ini kurang lebih sama dengan tekanan diastolik. (Guyton, 2007)
Dengan metode palpasi kita tidak dapat menentukan tekanan darah diastolis. Metode palpasi
harus dilakukan sebelum melakukan auskultasi untuk menentukan tinggi tekanan sistolis yang
diharapkan.

Tujuan
Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :
1. Mengukur tekanan darah arteri brachialis dengan cara auskultasi dengan penilaian menurut
metoda lama dan metode baru “The American Heart Association” (AHA)
2. Mengukur tekanan darah arteri brachialis dengan cara palpasi
3. Menerangkan perbedaan hasil pengukuran cara auskultasi dengan cara palpasi
4. Membandingkan hasil pengukuran tekanan darah arteri brachialis pada sikap berbaring, duduk
dan berdiri
5. Menguraikan berbagai factor penyebab perubahan hasil pengukuran tekanan darah pada ketiga
sikap tersebut di atas.
6. Membandingkan hasil pengukuran darah arteri brachialis sebelum dan sesudah kerja otot
7. Menjelaskan berbagai factor penyebab perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah kerja
otot

Tata Kerja
Alat yang diperlukan:
1. Sfigmomanometer
2. Stetoskop
Prosedur:
I. Pengukuran tekanan darah arteri brachialis pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri
Berbaring telentang :
1. Suruhlah orang percobaan (o.p)berbaring telentang dengan tenang selama 10 menit
2. Selama menunggu, pasanglah manset sfigmomanometer pada lengan o.p
3. Carilah dengan cara palpasi denyut arteri brachialis pada fossa cubiti dan denyut arteri
radialis pada pergelangan tangan kanan op
4. Setelah op berbaring 10 menit, tetapkanlah keliam fase Korotkoff dalam pengukuran tekanan
darah op tersebut.
5. Ulangi pengukuran sub.4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah
hasilnya.
Duduk :
6. Tanpa melepaskan manset op disuruh duduk. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi tekanan
darah arteri brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk
mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya.
Berdiri:
7. Tanpa melepaskan manset op disuruh berdiri. Setelah ditunggu 3 menit ukurlah lagi tekanan
darah arteri brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk
mendapatkan hasil rata-rata dan catatlah hasilnya.
8. Bandingkanlah hasil pengukuran tekanan darah op pada ketiga sikap yang berbeda di atas.
II. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot (dengan sepeda statis)
1. Ukurlah tekanan darah a.bracialis o.p dengan penilaian menurut metode baru pada sikap
duduk
2. Tanpa melepaskan manset suruhlah o.p mengayuh sepeda statis dengan kecepatan konstan
15 km/jam selama 15 menit. Ukurlah tekanan darah op setiap 3 menit dan catat hasilnya.
3. Setelah 15 menit, op beristirahat namun tetap diukur tekanan darahnya tiap 3 menit selama 5
kali berturut-turut. Catatlah hasil pengukuran tersebut.
III. Pengukuran tekanan darah a.brachialis dengan cara palpasi
1. Ukurlah tekanan darah a.brachialis o.p pada sikap duduk dengan cara auskultasi
2. Ukurlah tekanan darah a.brachialis o.p pada sikap yang sama dengan cara palpasi.

Hasil Praktikum
1. Pengukuran tekanan darah arteri brachialis pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri
OP: Reza Septian N
No Berbaring (mmHg) Duduk (mmHg) Berdiri (mmHg)
I 110/60 102/70 110/76
II 100/70 104/70 100/68
Rata-rata : 105/65 103/70 105/72

2. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot (dengan sepeda statis)


OP : Reza Septian N
TD
Menit Speed Distance Pulse Kalor
(mmHg)
0 - - - - 110/80
1 14,4 16,16 76 266,7
2 14,3 16,6 123 277,4
3 14,4 17,26 125 288,6 120/80
4 15,1 17,55 128 293,2
5 15,7 18,05 130 301,4
6 15,7 18,53 134 309,4 130/80
7 15,9 19,25 137 319,3
8 15,1 19,35 134 326,4
9 15,9 20,08 137 335,4 140/100
10 15,4 20,67 130 334,3
11 15,4 21,10 132 352,1
12 15,1 21,62 128 360,9 150/100
13 15,3 22.13 134 369,4
14 15,6 22,64 134 377,8
15 15,6 23,17` 134 336,7 160/110

Tekanan darah pada saat istirahat (pemeriksaan setiap 3 menit)


18’ 120/80 mmHg
21’ 130/100 mmHg
24’ 120/90 mmHg
27’ 110/80 mmHg
30’ 110/80 mmHg

Pembahasan
1. Pengukuran tekanan darah arteri brachialis pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri
Pada protokol ini didapatkan bahwa posisi tubuh berpengaruh terhadap tekanan darah meskipun
peningkatan ini hanya terjadi pada diastoliknya karena mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor
misalnya kesalahan pengukuran atau kurangnya keakuratan alat. Peningkatan tekanan darah ini
terjadi karena adanya gaya gravitasi yang mempengaruhi tekanan pompa jantung lain halnya
pada saat berbaring letak ekstermitas atas dan bawah sejajar dengan jantung sehingga
kecepatan aliran darah standar. Tapi bila dalam keadaan berdiri bagian ekstremitas atas dan
kepala lebih tinggi dari jantung sehingga agar supaya darah dapat sampai ke tempat yang dituju
dengan pasokan yang sama seperti waktu berbaring, maka diperlukan tekanan pompa yang lebih
besar sehingga sehingga curah meningkat kemudian aliran balik vena meningkat dan selanjutnya
meningkatkan tekanan darah.

2. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot


Secara fisiologis tekanan darah setelah melakukan aktivitas akan meningkat. Ketika kita
beraktivitas maka otot-otot akan saling berkontraksi. Dalam proses kontraksi, otot memerlukan
suplai oksigen yang banyak untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Darah sebagai media yang
bertujuan untuk menyuplai O2 harus segera memenuhinya. Oleh karena itu, curah jantung akan
ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan darah tersebut → meningkatkan aliran darah. Selain itu,
perangsangan implus simpatis menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pada tubuh. Hal
inilah yang menyebabkan tekanan darah akan meningkat setelah melakukan aktivitas fisik. Selain
itu, sewaktu otot-otot itu berkontraksi, otot-otot tersebut menekan pembuluh darah di seluruh
tubuh. Akibatnya terjadi pemindahan darah dari pembuluh perifer ke jantung dan paru. Dengan
demikian akan meningkatkan curah jantung yang selanjutnya meningkatkan tekanan darah.

3. Pengukuran tekanan darah a.brachialis dengan cara palpasi


Cara palpasi hanya dapat menentukan tekanan sistol dimana pada percobaan ini tekanan
didapatkan berkisar antara 110 mmHg. Palpasi dilakukan sebelum melakukan auskultasi karena
dari pengukuran palpasi kita akan mendapatkan nilai standar patokan untuk mengukur tekanan
darah dengan cara auskultasi. Cara auskultasi dilakukan untuk mendengar bunyi pada stetoskop
dalm hal ini untuk menentukan tekanan darah OP dan didapatkan tekanan sistol yang sama
dengan cara palpasi yaitu 110/70 mmHg. Timbulnya bunyi pada pada pemeriksaan terutama
disebabkan oleh semburan darah yang melewati pembuluh yang mengalami hambatan parsial.
Semburan darah ini menimbulkan aliran turbulen di dalam pembuluh yang terletak di luar area
manset, dan keadaan ini akan menimbulkan getaran yang terdengar melalui stetoskop yang
dikenal dengan bunyi Korotkoff.

Menjawab Pertanyaan
I. Pengukuran tekanan darah arteri brachialis pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri
Berbaring
1. Apa yang harus diperhatikan pada waktu memasang manset?
Jawaban: Manset dipasang ± 3 jari diatas fossa cubiti, tidak ada penghalang didaerah
pemasangan manset seperti baju dll, lakukan pengecekan alat dan pastikan alat
terpasang dengan benar. manset dipasang dengan ketat dan sempurna pada
lengan. Pemasangan manset tidak boleh terlalu ketat atau terlalu longgar karena
akan mempengaruhi hasil pembacaan.
2. Mengapa kita harus meraba letak denyut arteri brachialis dan arteri radialis op?
Jawaban: untuk menghitung tekanan darah, kita harus meraba arteri yang denyutan nya
cukup jelas dan tempat aliran darah nya sudah laminer (tenang) serta mudah untuk
diperiksa pada o.p./ pasien.
3. Tindakan apa yang saudara lakukan secara berturut-turut untuk mengukur tekanan darah ini?
Jawaban: Membebaskan lengan atas supaya tidak tertekan dan bebas penghalang,
memasang manset sfigmomanometer dengan benar, mencari sistolik palpatoir
dengan meraba denyut arteri brachialis/ arteri radialis, kemudian mencari tekanan
sistolik/diastolik dengan auskultasi memakai stetoskop, lalu mencatat hasilnya.
4. Sebutkan kelima fase Korotkoff!
Jawaban:
 Fase I : timbulnya dengan tiba-tiba suatu bunyi mengetuk yang jelas dan makin lama
makin keras sewaktu tekanan menurun 10 -14 mmHg berikutnya. Ini disebut pula nada
letupan.
 Fase II : bunyi berubah kualitasnya menjadi bising selama penurunan tekanan 15-20
mmHg berikutnya.
 Fase III : bunyi sedikit berubah dalam kualitas, tetapi menjadi jelas dan keras selama
penurunan tekan 5-7 mmHg berikutnya.
 Fase IV : bunyi meredam (melemah) selama penurunan 5-6 mmHg berikutnya. Setelah
itu bunyi menghilang
 Fase V : titik dimana bunyi menghilang.
Permulaan dari fase I yaitu dimana bunyi mula-mula terdengar merupakan tekanan sistolis.
Permulaan fase IV atau fase V merupakan tekanan diastolis, dengan perbedaan sebagai
berikut: Fase IV terjadi pada tekanan 7-10 mmHg lebih tinggi daripada tekanan diastolis intra
arterial yang diukur secara langsung. Fase V terjadi pada tekanan yang sangat mendekati
tekanan diastolis intra arterial pada keadaan istirahat.
5. Apa yang harus diperhatikan bila kita ingin mengulangi pengukuran tekanan darah? Apa
sebabnya?
Jawaban: memberikan interval waktu untuk pemeriksaan kembali yang akan dilakukan,
karena bertujuan utuk mengembalikan kekeadaan normal setelah adanya
gangguan hemodinamik yang sesaat pada saaat dilakukan pengukuran tekanan
darah.
Duduk
6. Sebutkan 5 faktor yang menentukan besar tekanan darah arteri?
Jawaban: posisi tubuh, emosi, aktifitas fisik, usia, jenis kelamin.
Berdiri
7. Mengapa pengukuran dilakukan beberapa saat setelah berdiri?
Jawaban: Apabila dilakukan segera setelah berdiri maka hasil yang didapatkan bukan yang
sebenarnya, tekanan darah justru turun mendadak karena mengurangi jumlah
darah yang akan kembali ke atrium kanan jantung, yang berarti mengurangi darah
yang dipompa pada denyutan berikutnya.

II. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot


1. Bagaimana tekanan darah seseorang segera setelah melakukan kerja otot?
Jawaban: Meningkat

III. Pengukuran tekanan darah a.brachialis dengan cara palpasi


1. Bagaimana cara melakukan pengukuran tekanan darah cara palpasi?
Jawaban: Raba a.radialis atau a.brachialis op dan tekanan dalam manset dinaikkan dengan
memompa sampai denyut menghilang. Tekanan dalam manset kemudian
diturunkan dengan memutar tombol pada pompa perlahan-lahan. Saat dimana
denyut arteri teraba kembali menunjukkan tekanan darah sistolis. Dengan metode
ini kita tidak dapat menentukan tekanan darah diastolis. Metode palpasi harus
dilakukan sebelum melakukan auskultasi untuk menentukan tinggi tekanan sistolis
yang diharapkan.

Kesimpulan
1. Cara-cara pengukuran tekanan darah arteri adalah dengan cara palpasi dan auskultasi
2. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah secara fisiologis adalah karena
istirahat, perubahan sikap, dan kerja otot. Apabila dalam posisi berbaring tekanan darah lebih
rendah dan meningkat bila menjadi duduk ataupun berdiri kemudian akan meningkat juga pada
waktu kerja otot.
KENDALA PRAKTIKUM
 Kurang pahamnya mengenai materi sebelum praktikum membuat kesulitan dalam mengerjakan
praktikum
 Singkatnya waktu praktikum membuat kesulitan untuk memperoleh data dengan baik dan efektif

DAFTAR PUSTAKA
Andrajati, Retnosari dkk. 2008. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Depok: Departemen
Farmasi FMIPA UI.
Guyton and Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Modir JG, Wallace MS. 2010. Analgesia: Methods and Protocole, Methods in Molecular Biology,
Volume 617, chapter 13: Human Experimental Pain Models 2: The Cold Pressor Model, p166.
LCC: Springer Science+Business Media
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai