Anda di halaman 1dari 4

Kata pengantar

Mata pelajaran sejarah memiliki arti yang strategis dalam pembuntukan watak dan peradaban bangsa yang
bermatabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Dalam dunia pendidikan, sejarah mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih
kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik

Oleh karena itu, mata pelajaran sejarah mempunyai tujuan bagi peserta didik sebagai berikut:

1. Membangun kesadaran tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari
masa lampau.
2. Melatih daya kritis dalam memahami fakta sejarah dengan benar yang didasarkan pada pendekatan
ilmiah dan metodologi keilmuan.
3. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan terhadap peninggalan masa lampau, sebagai bukti
peradaban bangsa Indonesia di masa lampau.
4. Menumbuhkan rasa bangga dan cinta tanah air yang di implementasikan dalam berbagai kehidupan,
baik nasional maupun internasional.

Semoga buku ini dapat member manfaat bagi guru-guru sejarah pada khususnya dan peserta didik pada
umumnya. Kami masih menerima saran dari pada guru yang membaca makalah ini. Atas saran yang
diberikan demi perbaikan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih

Daftar isi
 1 Latar Belakang
 2 Misi pendahuluan
 3 Jalannya perundingan
 4 Hasil perundingan
 5 Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia
 6 Pelanggaran Perjanjian
 7 Referensi
Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan
persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di
Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret
1947.

Latar Belakang
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan status quo di
Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya
Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk
menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr,
diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe,
namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya
atas Jawa, Sumatera dan Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan
Madura saja.

Misi pendahuluan
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk
menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946
bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan
dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14
Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11
November 1946.

Jalannya perundingan
Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Kabinet Sjahrir III yang dipimpin oleh Perdana
Menteri Sutan Sjahrir dan tiga anggota: Mohammad Roem, Susanto Tirtoprodjo, dan AK Gani.
Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Schermenhorn dengan
anggota Max Van Poll, F de Boer, dan HJ Van Mook. Lord Killearn dari Inggris bertindak
sebagai mediator dalam perundingan ini.

Hasil perundingan

Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan
Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia


Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia,
contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai
Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya
pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk
menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946,
dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah
mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.

Pelanggaran Perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur
Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian
ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan
akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.

Pasal 1.
Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan de facto Pemerintah Republik Indonesia
atas Jawa, Madura, dan Sumatra.

Adapun daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Serikat atau tentara Belanda dengan
berangsur-angsur dan dengan kerja-sama antara kedua belah pihak akan dimasukkan pula ke
dalam Daerah Republik. Untuk menyelenggarakan yang demikian itu, maka dengan segera akan
dimulai melakukan tindakan yang perlu-perlu, supaya, selambatnya pada waktu yang disebutkan
dalam pasal 12, termasuknya daerah-daerah yang terserbut itu telah selesai.

Pasal 2.

Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia bersama-sama menyelenggarakan


segera berdirinya sebuah negara berdaulat dan berdemokrasi, yang berdasarkan perserikatan, dan
dinamai Negara Indonesia Serikat.

Pasal 3.

Negara Indonesia Serikat itu akan meliputi daerah Hindia Belanda seluruhnya, dengan ketentuan,
bahwa, jika kaum penduduk dari pada sesuatu bagian daerah, setelah dimusyawaratkan dengan
lain-lain bagian daerah pun juga, menyatakan menurut aturan demokratis, tidak atau masih
belum suka masuk ke dalam perserikatan Negara Indonesia Serikat itu, maka untuk bagian
daerah itu bolehlah diwujudkan semacam kedudukan istimewa terhadap Negara Indonesia
Serikat itu terhadap Kerajaan Belanda.

pasal 4.

(1) Adapun negara-negara yang kelak merupakan Negara Indonesia Serikat itu, ialah Republik
Indonesia, Borneo dan Timur-Besar, yaitu dengan tidak mengurangi hak kaum penduduk dari
pada sesuatu bagian daerah, untuk menyatakan kehendaknya, menurut aturan demokratis, supaya
kedudukannya dalam Negara Indonesia Serikat itu diatur dengan cara lain.

(2) Dengan tidak menyalahi ketentuan di dalam pasal 3 tadi dan di dalam ayat ke (1) pasal ini,
Negara Indonesia Serikat boleh mengadakan aturan istimewa tentang daerah ibu-negerinya.

Anda mungkin juga menyukai