PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien Puskesmas adalah suatu sistem dimana Puskesmas membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) yaitu: keselamatan
pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan
bangunan dan peralatan di Puskesmas yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien
dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap
pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” yang terkait dengan kelangsungan hidup
Puskesmas. Kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk
dilaksanakan.Namun harus diakui kegiatan institusi kesehatan dapat berjalan apabila ada
pasien oleh karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan
dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra puskesmas. Harus diakui, pelayanan
kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien sesuai dengan yang
diucapkan Hiprocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no
harm).
Namun diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan
kesehatan menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan -
KTD (Adverse event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Di puskesmas terdapat
ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam
jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien. Keberagaman
dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi KTD.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka pelaksanaan
program keselamatan pasien perlu dilakukan. Karena itu diperlukan acuan yang jelas untuk
melaksanakan keselamatan pasien tersebut.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas Tangen
1
2. Meningkatnya akuntabilitas Puskesmas terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Puskesmas Tangen
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan
C. SASARAN PEDOMAN
Seluruh petugas pemberi layanan klinis di Puskesmas Tangen
E. BATASAN OPERASIONAL
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana puskesmas
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : asestment risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
2
BAB II
3
bagaimana penyimpanannya, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang
tidak sengaja/kurang hati-hati.
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Obat - obatan yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas,
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
4
maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua
bentuk pelayanan kesehatan.
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai
organisasi nasional dan internasional. Puskesmas mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi
petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di
Puskesmas.
Elemen penilaian pengurangan risiko infeksi di Puskesmas :
1. Puskesmas mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Puskesmas menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
E. Tidak Terjadinya Pasien Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien. Dalam
konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya,
Puskesmas perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan
telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien.
Elemen penilaian tidak terjadinya pasien jatuh :
1. Puskesmas menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh
dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di Puskesmas.
5
BAB III
TATALAKSANA PEDOMAN
6
1) Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan puskesmas.
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
7
secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
b. Kriteria
1) Setiap Puskesmas harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan puskesmas, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas”.
2) Setiap Puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara
lain terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi,
mutu pelayanan, keuangan.
3) Setiap Puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses kasus risiko tinggi.
4) Setiap Puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
a. Standar :
1) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasidalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Puskesmas ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasiendan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak
Diharapkan.
3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitandengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkankinerja Puskesmas serta meningkatkan keselamatan
pasien.
5) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja Puskesmas dan keselamatan pasien.
b. Kriteria :
8
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang
memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss)
sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan’ (Adverse event).
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
Puskesmas terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien.
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar danjelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan
“Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam
kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam Puskesmas dengan pendekatan antar
disiplin.
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja Puskesmas dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja Puskesmas dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
a. Standar :
1) Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas
9
2) Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
b. Kriteria :
1) Setiap Puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baruyang memuat topik keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing-masing.
2) Setiap Puskesmas harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
3) Setiap Puskesmas harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
a. Standar :
1) Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
b. Kriteria :
1) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
10
BAB IV
LOGISTIK
Tidak kalah penting dalam pedoman keselamatan pasien ini adalah tentang
ketersediaan logistik, yang antara lain berupa form-form pelaporan maupun sarana
yang dibutuhkan untuk pencatatan dan pelaporan kejadian maupun hasil diskusi
11
BAB V
12
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi
proyek.Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja. K3
juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga mungkin
terpengaruh kondisi lingkungan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial.
Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang
terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Praktek K3 (Keselamatan Kesehatan
Kerja) meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan
perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit.
13
BAB VIII
PENUTUP
14